You are on page 1of 37

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

STATUS KESEHATAN MENTAL ANAK DI DAERAH KONFLIK KABUPATEN PIDIE


PROVINSI NAGGROE ACEH DARUSSALAM

Jenis Kegiatan:
PKM Penelitian

Diusulkan Oleh :

Normansyah Pan
Fitria
Maulana Ikhsan
Fatahillah

UNIVERSITAS SYIAH KUALA


2004

1
HALAMAN PENGESAHAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

1. Judul kegiatan : Status Kesehatan Mental Anak di Daerah


Konflik Kab.Pidie Prov.NAD
2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM Penelitian

3. Ketua Pelaksana Kegiatan/Penulis Utama


a. Nama Lengkap : Normansyah Pan
b. NRP/NIM : 0071110323
c.. Jurusan : Pendidikan Dokter
d. Universitas/Institut/Politeknik : Syiah Kuala

4. Anggota Pelaksana Pelaksana Kegiatan/ : 3 orang


Penulis

5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Dahlia, S.Psi
b. NIP : 132281585

6. Biaya Kegiatan Total


DIKTI : Rp. 3.610.000
Sumber Lain :

7. Jangka Waktu
: 4 bulan

Banda Aceh,18 Oktober 2004


Menyetujui
Pembantu Dekan III Ketua Pelaksana Kegiatan,
Fakultas Kedokteran Unsyiah

( Drh.Azmunir,M.Yc ) ( Normansyah Pan )


NIP : 131123076 NIM : 0071110323

Pembantu atau Wakil Rektor Bidang Dosen Pendamping,


Kemahasiswaan,

( Dr.Agussalim,M.Sc ) (Dahlia,S.Psi)
NIP : 1324155857 NIP : 132281585

2
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena dengan rahmatNYA kami dapat
menyelesaikan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) Penelitian yang berjudul Status Kesehatan
Mental Anak di Daerah Konflik Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam.
Konflik bersenjata di Aceh sudah dikenal oleh dunia nasional maupun internasional sebagai
konflik yang berkepanjangan mulai sejak dideklarasikannya Gerakan Aceh Merdeka pada tahun 1976,
dan baru sekarang ini setelah berpuluh-puluh tahun akhirnya kedua belah pihak yang bertikai mencapai
kesepakatan damai. namun dalam jangka waktu tersebut telah cukup banyak kerugian maupun korban
materiil dan psikososial masyarakat, terutama terhadap anak-anak.
Penelitian ini ingin melihat hubungan antara konflik dan perkembangan mental anak khususnya
anak usia 7-14 tahun, dalam hal prevalensi status emosional, hiperaktifitas, gangguan prilaku,
gangguan prososial dan masalah dalam kelompok teman sebaya anak di daerah konflik. Dari penelitian
ini diharapkan dapat diketahui frekwensi anak-anak yang beresiko tinggi mengalami gangguan mental
oleh karena konflik untuk kemudian direkomendasikan sebagai target pelayanan kesehatan.
Ucapan terima kasih kami yang tak terhingga kepada semua pihak yakni pejabat pemerintah
daerah, Pejabat Dinas Pendidikan Kecamatan, maupun Kepala dari Sekolah-sekolah yang kami
kunjungi atas kemudahan kami dalam mengambil dan mengumpulkan data.
Terima kasih juga kepada Dosen Pembimbing Ibu Dahlia,S.Psi yang senantiasa memberikan
arahan kepada kami dalam menguraikan masalah kesehatan mental anak dengan baik, juga untuk
semua pihak baik dosen maupun teman mahasiswa yang menjadi tempat kami untuk mendiskusikan
penelitian ini serta memberikan saran dan kritik membangun untuk memaksimalkan penulisan ini.
Kami menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, karena yang sempurna adalah milikNYA,
untuk itu kami mohon maaf jika dalam penulisan masih ada kekurangan dan kesalahan.
Wassalam

Hormat kami,

Tim Peneliti.

3
ABSTRAK PENELITIAN

Kesehatan mental merupakan masalah global dimana beban penyakit ini semakin meningkat setiap
tahunnya. Saat ini terdapat sekitar 450 juta orang di dunia yang menderita gangguan kesehatan mental.
Anak-anak merupakan golongan yang rentan terhadap gangguan kesehatan mental. Sekitar 39 %
populasi dunia adalah anak-anak dan hampir 20 % dari anak-anak dan remaja tersebut menderita
gangguan mental. Kebanyakan anak-anak dan remaja mengalami gangguan kesehatan mental yang
dapat dicegah. Gangguan kecemasan, depresi, prilaku, dan kognitif adalah yang paling sering
menyebabkan gangguan kesehatan mental pada usia ini. Konflik yang berkepanjangan menyebabkan
51,1% masyarakat aceh mengalami gangguan mental . Gangguan psikologi ini berdampak pada
individu, keluarga dan juga masyarakat secara luas termasuk anak-anak.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui status kesehatan mental anak di daerah
konflik. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi gejala emosional,
hiperaktifitas, gangguan prilaku, gangguan prososial dan masalah dalam kelompok teman sebaya anak
di daerah konflik Kabupaten Pidie Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Metodologi yang akan digunakan untuk menilai gangguan kesehatan mental anak adalah Metode
Strength and Difficulties Questionaire (SDQ) yang sudah teruji spesifisitas dan sensitivitasnya. Metode
SDQ mempunyai sensitivitas 94,6 % ( 94.1% - 95,1% ) dan spesifisitas 63,3 % ( 59,7 % - 66,9 % )
dalam mengidentifikasi gangguan kesehatan mental pada anak. Kuesioner SDQ ini mempunyai 25
pertanyaan yang dibagi ke dalam 5 skala yaitu gejala emosional, gangguan tingkah laku, hiperaktifitas,
gangguan prososial dan masalah dalam kelompok teman sebaya.
Dari hasil penelitan terhadap 180 orang anak usia Sekolah Dasar yang dipilih secara acak pada
Kecamatan Padang Tiji, Kecamatan Delima, dan Kecamatan Grong-grong diperoleh persentase kasus
yang berbeda terhadap skala emosional, gangguan tingkah laku, hiperaktivitas, gangguan perilaku
gejala prososial, dan masalah dalam kelompok teman sebaya. Pada diagnosis umum diperoleh prediksi
gangguan kesehatan mental yang lebih tinggi di daerah Grong-grong dibandingkan dengan dua daerah
penelitian lainnya yaitu sekitar 28,33% anak di diagnosis beresiko sedang mengalami gangguan
emosional. Di pihak lain 8,33% dai 60 anak diprediksikan beresiko sedang mengalami gangguan
perilaku dan 25% objek penelitian diprediksikan beresiko sedang mengalami gangguan hiperaktivitas
atau konsentrasi.
Daerah yang mengalami tingkat konflik berat dapat mempengaruhi kesehatan mental anak secara
signifikan, khususnya di daerah hitam (Grong-grong) dimana tingkat status kesehatan mental anak
beresiko tinggi mengalami gangguan yakni sebanyak 8,33%, sehingga perlu dipikirkan alternatif
4
penanganan progresifitas kesehatan mental secepatnya. Sementara di daerah abu-abu (Dusun Beu-ah)
terdapat 5% anak didiagnosis beresiko tinggi terhadap gangguan kesehatan. Sedangkan di daerah putih
(Cot Keutapang), rata-rata persentase menunjukan gangguan kesehatan mental dengan tingkat sedang
sampai menengah, akan tetapi jumlah ini bukanlah merupakan suatu nilai mutlak. Nilai ini dapat
berubah sewaktu-waktu.
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi yang berguna tentang status
kesehatan mental anak di daerah konflik Kabupaten Pidie Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
sehingga dapat diidentifikasi anak-anak yang beresiko tinggi mengalami gangguan mental dan
direkomendasikan sebagai target pelayanan kesehatan mental baik yang bersifat preventif maupun
kuratif. Hasil penelitian ini juga dapat membuka kemungkinan lain untuk mengarahkan penelitian lebih
lanjut dalam mengidentifikasi gejala psikiatrik dan faktor resiko lain yang dapat mempengaruhi
kesehatan mental anak.

5
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................ii
ABSTRAK PENELITIAN.................................................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL................................................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................................................vi

A. JUDUL PROGRAM...............................................................................................................3
B. LATAR BELAKANG MASALAH........................................................................................3
C. PERUMUSAN MASALAH....................................................................................................4
D. TUJUAN PROGRAM............................................................................................................5
E. LUARAN YANG DIHARAPKAN.........................................................................................5
F. KEGUNAAN PROGRAM.....................................................................................................6
G. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................................6
H. METODOLOGI PELAKSANAAN PROGRAM................................................................13
I. JADWAL KEGIATAN PROGRAM......................................................................................14
J. DATA HASIL PENELITIAN.................................................................................................15
K. PEMBAHASAN......................................................................................................................18
L. KESIMPULAN.......................................................................................................................21
M. SARAN.....................................................................................................................................22
N. NAMA DAN BIODATA KETUA SERTA ANGGOTA........................................................23
O. NAMA DAN BIODATA DOSEN PENDAMPING..............................................................23
P. BIAYA PROGRAM................................................................................................................24
Q. LAMPIRAN.............................................................................................................................26

6
DAFTAR TABEL

TABEL 1 Efek konflik dan trauma pada anak dan remaja


TABEL 2 Faktor resiko yang mempengaruhi kesehatan mental anak di daerah konflik
TABEl 3.1 Persentase Tingkat Status Kesehatan Mental Anak SDN Cot Keutapang Kelas I-
VI, Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie 2005
TABEL 3.2 Tingkat Resiko Kesehatan Mental Anak Berdasarkan Diagnosis Pada Anak SDN
Cot Keutapang Kelas I-VI, Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie 2005
TABEL 3.3 Persentase Tingkat Status Kesehatan Mental Anak Madrasah Ibtidaiyah Negeri
Dusun Be-uah kelas I-VI, Kecamatan Delima, Kabupaten Pidie 2005
TABEL 3.4 Tingkat Resiko Kesehatan Mental Anak Berdasarkan Diagnosis Pada Anak
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Dusun Be-uah kelas I-VI, Kecamatan Delima,
Kabupaten Pidie 2005
TABEL 3.5 Persentase Tingkat Status Kesehatan Mental Anak SDN Grong-Grong Kelas I-VI,
Kecamtan Grong-grong, Kabupaten Pidie 2005
TABEL 3.6 Tingkat Resiko Kesehatan Mental Anak Berdasarkan Diagnosis Pada Anak SDN
Grong-Grong Kelas I-VI, Kecamtan Grong-grong, Kabupaten Pidie 2005

7
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN 2 DAFTAR RIWAYAT HIDUP KETUA DAN ANGGOTA PELAKSANA

LAMPIRAN 3 KUESIONER (SDQ)

LAMPIRAN 4 FOTO KEGIATAN

8
A. JUDUL PROGRAM :

Status Kesehatan Mental Anak di Daerah Konflik Kab.Pidie Prov.NAD

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Kesehatan mental merupakan masalah global dimana pada tahun 1990 penyakit ini
merepresentasikan 11 % dari total beban penyakit dunia dan diperkirakan akan meningkat menjadi 15
% pada tahun 2020. Saat ini terdapat sekitar 450 juta orang yang menderita gangguan kesehatan mental
. Satu dari empat orang akan menderita gangguan ini selama hidupnya (Belfer, 2002). Gangguan
kesehatan mental merupakan masalah yang agak terlupakan oleh pemerintah dan masyarakat. Menurut
WHO, terdapat gap yang besar antara sumber daya dan beban pada negara-negara dengan masalah
kesehatan mental (WHO, 2004).
Anak-anak merupakan golongan yang rentan terhadap pengaruh buruk lingkungan yang juga
berpengaruh terhadap kesehatan mentalnya . Sekitar 39 % populasi dunia adalah anak-anak dan hampir
20 % dari anak-anak dan remaja menderita gangguan mental. Kebanyakan anak-anak dan remaja
mengalami gangguan kesehatan mental yang dapat dicegah. Tidak tertanganinya kesehatan mental pada
usia ini akan dapat memberikan konsekwensi pada hidup jangka panjang (Saraceno, 2001).
Seperti halnya orang dewasa, anak-anak juga pernah mempunyai pengalaman, emosi, pemikiran
dan tingkah laku yang mengalami tekanan, gangguan, kecacatan atau ketidakmampuan. Pengalaman
seperti ini merupakan fase yang normal dari perkembangan anak, namun ketika tanda-tanda dan gejala
seperti ini tidak dikontrol frekwensi, durasi dan waktunya, maka hal tersebut akan dapat
mengindikasikan gangguan kesehatan mental (Saraceno, 2001). Gangguan kecemasan, depresi, prilaku,
dan kognitif adalah yang paling sering menyebabkan gangguan kesehatan mental pada usia ini dan ini
akan muncul pada keluarga-keluarga walaupun dengan latar belakang budaya dan ekonomi yang
berbeda. Pada masa dewasa, tidak ada alasan tunggal bagaimana anak-anak bisa mengalami gangguan
mental (WHO, 2001).
Di banyak negara, anak sering mengalami masalah kesehatan mental. Kebanyakan dari anak-
anak ini tidak mendapat akses yang cukup untuk sumber informasi, dukungan dan pengobatan yang
tepat. Bila terabaikan, anak-anak ini akan berisiko tinggi terhadap penyalahgunaan obat-obatan, bunuh
diri, kegagalan di sekolah, melakukan kekerasan dan kriminal, mengalami gangguan mental pada usia
dewasa dan prilaku yang membahayakan kesehatan. Pencegahan merupakan intervensi yang baik
dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit ini (Saraceno, 2001).
Konflik yang berkepanjangan menyebabkan 51,1% masyarakat Aceh mengalami gangguan
mental . Gangguan psikologi ini berdampak pada individu, keluarga dan juga masyarakat secara luas.
9
Anak-anak merupakan golongan yang rentan terhadap pengaruh buruk lingkungan akibat konflik.
Pembakaran terhadap rumah, sekolah, penganiayaan, kehilangan anggota keluarga, bahkan
pembunuhan terhadap orang tuanya serta rasa takut saat mendengar letusan senjata dan ledakan bom di
sekitar mereka, mungkin akan membawa dampak bagi perubahan tingkah laku bahkan mental anak-
anak ini di masa yang akan datang (Depkes RI-WHO, 2002).

C. PERUMUSAN MASALAH
Gangguan kesehatan mental pada anak sering dijumpai dan dapat diobati, tetapi kenyataannya
penyakit ini sering tidak terdeteksi dan disembuhkan. Banyak anak dengan latar belakang budaya dan
sosial ekonomi yang berbeda menderita gangguan kesehatan mental, diantaranya disebabkan oleh
pengaruh lingkungan seperti konflik. Provinsi NAD merupakan salah satu daerah yang lama menderita
konflik. Konflik di Aceh berawal sejak terjadi pemberontakan atas ketidakpuasan terhadap pemerintah
R.I yang berlangsung antara tahun 1953 hingga 1962. Setelah kurun waktu yang relatif tenang
perlawanan bersenjata meletus kembali dengan deklarasi kemerdekaan Aceh yang dicanangkan pada
tanggal 4 Desember 1976 oleh Hasan Tiro pendiri GAM. Gerakan ini berhasil diredam oleh pihak
militer sehingga gerakan hanya terpusat di asal daerah Hasan Tiro, yakni kabupaten Pidie. Perlawanan
bersenjata menyala kembali di tahun 1989, sehingga pemerintah Soeharto saat itu menetapkan Provinsi
DI Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM). Status ini baru ditarik kembali pada saat
pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, tahun 1998 untuk mengelakkan meledaknya perlawanan
senjata yang lebih berat lagi. Perlawanan bersenjata berlanjut pada peraturan pemerintah tentang
darurat militer dan dilanjutkan dengan darurat sipil. Banyak sekali efek yang disebabkan oleh konflik
terhadap masyarakat, seperti penganiayaan, pemerkosaan, penculikan, pengungsian, pembakaran
rumah/gedung sekolah bahkan pembunuhan. Pidie merupakan salah satu kabupaten yang paling berat
menderita konflik.
Anak-anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konflik tersebut. Di provinsi NAD
pada tahun 2003, terdapat anak usia 0 14 tahun sebanyak 1.372.862 orang, yaitu 32,58 % dari seluruh
total penduduk dengan kelompok usia lain. Sementara di kabupaten Pidie terdapat 177.140 orang anak
usia 0-14 tahun.
Mengingat adanya hubungan antara konflik dan perkembangan mental anak, dan belum
diketahuinya hal-hal yang mempengaruhi prevalensi status emosional, hiperaktifitas, gangguan prilaku,
gangguan prososial dan masalah dalam kelompok teman sebaya anak di daerah konflik. Maka perlu
dilakukan penelitian khususnya pada anak usia 7-14 tahun yang hidup di lingkungan konflik, sehingga

10
dapat diketahui frekwensi anak-anak yang beresiko tinggi mengalami gangguan mental oleh karena
konflik. Dan dapat direkomendasikan sebagai target pelayanan kesehatan

D. TUJUAN PROGRAM
Tujuan umum program adalah (1) Menerapkan ilmu yang diperoleh ke dalam suatu topik penelitian
terintegrasi dengan suatu rancangan; (2) Mengetahui status kesehatan mental anak di daerah konflik.
Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui prevalensi; (1) Gejala emosional; (2)
Hiperaktifitas; (3) Gangguan prilaku; (4) Gangguan prososial dan; (5) Masalah dalam kelompok teman
sebaya anak di daerah konflik Kabupaten Pidie Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam..

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN


Bila diketahui status kesehatan mental anak didaerah konflik khususnya di kabupaten Pidie
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam hal status emosional, hiperaktifitas, gangguan prilaku,
gangguan prososial dan masalah dalam kelompok teman sebaya, maka dapat diidentifikasi anak-anak
yang berisiko tinggi mengalami gangguan mental oleh karena konflik, sehingga dapat
direkomendasikan sebagai target pelayanan kesehatan mental baik yang bersifat preventif maupun
kuratif. Hasil penelitian ini juga dapat membuka kemungkinan lain untuk mengarahkan penelitian lebih
lanjut dalam mengidentifikasi gejala psikiatrik dan faktor resiko lain yang dapat mempengaruhi
kesehatan mental anak.

F. KEGUNAAN PROGRAM
(1) Melatih kepedulian mahasiswa terhadap keadaan kesehatan mental anak akibat pengaruh
konflik; (2) Membantu program pemerintah dan Badan kesehatan dunia dalam menurunkan prevalensi
gangguan kesehatan mental anak dengan cara memberikan informasi yang akurat tentang status
kesehatan mental anak didaerah konflik; (3) Meningkatkan budaya meneliti dan menulis karya ilmiah
pada diri mahasiswa; (4) meningkatkan sumbangsih, kreatifitas dan inovasi mahasiswa dalam
menghadapi berbagai masalah kesehatan di tanah air terutama mengenai kesehatan mental pada anak.

G. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut WHO, kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh bukan
hanya terbatas pada tidak adanya kesakitan dan kematian (Bart Smet, 1994). Kesehatan mental jelas
merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari definisi ini. Kesehatan mental merupakan suatu
keadaan individu dimana ia merasa sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat
11
menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan
orang lain (Dinkes RI, 2004). kesehatan mental juga berhubungan dengan faktor sosioekonomi dan
lingkungan (WHO, 2004).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi Kesehatan mental anak yaitu pengalaman individual,
interaksi sosial, struktur sosial dan nilai budaya. Semua ini juga dipengaruhi oleh pengalaman hidup
sehari-hari di lingkungan keluarga, di luar rumah dan di lingkungan kerja (Kawachi I, 2001). Penelitian
terhadap anak usia 7-14 tahun di Brazil menunjukkan hubungan yang tinggi antara kemiskinan,
gangguan psikiatrik Ibu, dan kekerasan dalam keluarga terhadap gangguan psikiatrik anak (Fleitlich,
2001). Prevalensi gangguan psikiatri anak di dunia berkisar antara 10-20 %, tetapi di negara-negara
berkembang jauh lebih tinggi (Hackett, 1999).
Anak sering menjadi target langsung dan tidak langsung dari keadaan konflik. Mereka dan
keluarganya menjadi koban langsung akibat kekerasan-kekerasan yang terjadi didaerah konflik dan
juga secara tidak langsung menderita akibat pengungsian atau dalam mencari perlindungan.
Pengalaman anak selama dan sesaat sesudah konflik akan mengganggu perkembangan mereka
walaupun mereka berada dilingkungan yang aman dan terlindungi. Anak-anak ini beresiko tinggi
terhadap gangguan kesehatan mental. Kesehatan mental anak perlu mendapat perhatian khusus baik di
negara yang sedang atau setelah perang. Dalam banyak kasus, anak-anak mungkin hanya
membutuhkan rasa aman dan dukungan dari keluarga atau sekolah mereka. Namun, pada kasus yang
lain, anak-anak membutuhkan intervensi psikososial yang lebih rumit akibat tekanan yang dihadapinya
(Yule, 2000).
Tabel 1. Efek konflik dan trauma pada anak dan remaja (Mollica, 2003)
PTSD Depresi Metode Sumber
Skrining
6 tahun follow up terhadap 30 50 % (1984) 41% K-SAD-E Sack W et al
pengungsi remaja Khmer 38 % (1990) (1987) (1993)
6%(1990)

170 pengungsi remaja 26,5% 12,9% K-SAD-E Sack W et al


Cambodia (1996)
480 pengungsi anak-anak N/A 11,28% CDI Zirvic I et al
Kroasia (1993)
147 pengungsi anak-anak N/A 25,90% Self Stein S et al
Bosnia Report (1999)
492 anak-anak Israel selama 24,9% N/A SRQ Schwarzwald J

12
serangan rudal Scud et al. (1993)
150 Ibu dan anak-anak N/A N/A CBCL Gabarino J et al
Palestina (1996)
234 anak di Jalur Gaza Point 40,6% N/A CPTS-RI Thabet AA et al.
1 tahun 10% (2000)
Keterangan : (KSADS) Kiddie Schedule For affective Disorder And Schizophrenia, (CDI) Child Depression Inventory,
(CBCL) Child Behavioral Checklist, (CPTS-RI) Child Posttraumatic stress Reaction Index, (SRQ) Stress Reaction
Questionaire.Keterangan : (KSADS) Kiddie Schedue For affective Disorder And Schizophrenia, (CDI) Child
Depression Inventory, (CBCL) Child Behavioral Checklist, (CPTS-RI) Child Posttraumatic stress Reaction Index,
(SRQ) Stress Reaction Questionaire.

Ada beberapa gangguan kesehatan mental yang sering muncul pada anak yaitu (1) gangguan
kecemasan, anak dengan gangguan ini sering menanggapi sesuatu dengan ketakutan yang juga diikuti
dengan tanda-tanda fisik seperti denyut jantung yang cepat dan berkeringatan, (2) gangguan prilaku
disruptive,anak dengan gangguan ini cenderung melanggar peraturan dan sering menjadi pengacau di
lingkungan yang terstruktur seperti sekolah, (3) gangguan perkembangan perfasif, anak dengan
gangguan ini sering bingung dalam memahami sesuatu dan juga cenderung mempunyai masalah dalam
memahami lingkungan disekitarnya, (4) gangguan yang berhubungan dengan makan, gangguan ini
melibatkan emosi dan prilaku yang berhubungan dengan kegemukan dan makanan, (5) gangguan
eliminasi, gangguan ini merupakan prilaku yang berhubungan dalam hal buang air besar atau urin, (6)
gangguan belajar dan komunikasi, anak dengan gangguan ini sukar dalam mengingat dan memproses
informasi yang berhubungan dengan pikiran dan ide-ide. (7) gangguan afektif, gangguan ini sering
melibatkan perasaan sedih yang menetap pada anak dan dapat berubah-ubah dengan cepat (Phillip W,
2004).

1. Faktor orang tua


- Post Traumatic Stress Disorders (PTSD) pada orang tua
- Depresi ibu
- Penyiksaan, khususnya pada ibu
- Kematian atau berpisah dari orang tua
- Melihat secara langsung ketidakberdayaan orang tua
- Anggapan remeh orang tua terhadap tingkatan stress pada anaknya
- Orang tua yang pengangguran
2. Faktor anak
- Banyaknya aktifitas yang menyebabkan trauma pada anak baik yang
Tabel 2. Faktor resiko yang mempengaruhi kesehatan mental anak di daerah konflik (Fazel, 2003).
dialami atau disaksikannya.
- Sukar menggunakan bahasa
- PTSD menyebabkan kerapuhan 13
mental dalam waktu yang lama
- Masalah kesehatan fisik baik oleh karena trauma atau malnustrisi
3. Faktor lingkungan
- Kemiskinan
- Isolasi budaya
- Lamanya waktu berada di daerah konflik

Seperti halnya pada orang dewasa, gangguan kesehatan mental pada anak juga di diagnosa
berdasarkan tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan gangguan tertentu. Bagaimanapun, proses ini
akan lebih sukar pada anak-anak. Banyak prilaku anak yang terlihat sebagai gejala gangguann mental
seperti pemalu yang berlebihan, kecemasan, gaya makan abnormal, watak/sifat yang berubah-ubah
dapat muncul sebagai bagian yang normal dari perkembangan anak. Prilaku dapat menjadi gejala kalau
muncul lebih sering berakhir pada waktu yang lama, muncul pada usia yang tidak wajar atau
menyebabkan gangguan yang berbahaya terhadap kemampuan atau fungsi anak dalam keluarga
(Mollica, 2003).
Bila gejala tersebut muncul, dokter akan mulai mengevaluasi dengan memperhatikan riwayat
kesehatan dan pemeriksaan fisik yang lengkap. Meskipun tidak ada test laboratorium khusus yang
dapat mendiagnosa gangguan mental, dokter dapat menggunakan berbagai test lain seperti X-ray dan
tes darah untuk menyingkirkan gejala yang disebabkan oleh penyakit fisik lain atau efek samping dari
pengobatan. Bila tidak ada penyakit fisik yang muncul, maka anak akan segera dirujuk ke psikiater atau
psikolog yang telah terlatih dalam mendiagnosa dan mengobati gangguan mental anak. Kebanyakan
kasus gangguan mental mental anak merupakan kombinasi beberapa faktor yang tidak dapat dicegah.

14
Namun, jika gejala-gejala dapat dikenali dan diobati lebih awal, banyak gangguan atau tekanan yang
menyebabkan ganguan mental dapat dicegah atau paling kurang diminimalisasi.
Menurut Goodman 2001, berdasarkan ICD-10 dan DSM IV ada beberapa kriteria diagnostik
yang berguna untuk mendiagnosis gangguan kesehatan mental anak yaitu :
1. Gejala Emosional
a. Gangguan cemas masa kanak
Subklas ini mencakup tiga gangguan dengan kecemasan sebagai cirri klinik yang menonjol. Yang
termasuk disini adalah Gangguan cemas perpisahan, Gangguan menghindari masa kanak atau remaja,
gangguan cemas berlebihan.
Gangguan cemas perpisahan merupakan kecemasan berlebihan yang berkaitan dengan perpisahan
antara anak dengan orang tua yang erat dengan dirinya, dan bermanifestasi paling sedikit dalam tiga
dari gejala berikut ini.
Gangguan menghindari masa kanak atau remaja dengan kriteria menarik diri secara menetap dan
berlebihan dari kontak dengan orang asing, usia paling sedikit dua setenganh tahun. Apabila telah
berusia 18 tahun atau lebih, tidak memenuhi criteria untuk Gangguan Kepribadian Menghindar,
lamanya gangguan paling sedikit telah berlangsung selama nam bulan.
Gangguan cemas berlebihan yakni kecemasan atau kekuatiran yang menyeluruh dan menetap dan
bermanifestasi dari gejala berikut; kekuatiran tidak realistic tentang kejadian yang akan datang,
preokupasi dengan kewajaran prilakunya di masa lampau,kekuairan yang berlebihan tentang
kemampuannya dalam berbagai bidang, kebutuhan yang berlebihan untuk mendapatkan dukungan
moral teerhadap berbagai jenis kecemasan, perasaan tegang yang berlebihan atau ketidakmampuan
untuk santai.

b. Gangguan Stres pasca Trauma


Merupakan gangguan yang timbul dengan gejala khas yang menyusul setelah suatu peristiwa
psikologik terjadi yang pada umummnya berada diluar batas-batas pengalaman manusia yang terjadi.
Gejala khas itu meliputi penghayatan kembali (reexperiencing) peristiwa traumatik itu; penumpulan
reaksi terhadap atau pengurangan hubungan dengan dunia luar; dan aneka gejala autonom, disforik,
atau kognitif.
Jenis stressor yang menghasilkan sindrom ini biasanya akan menimbulkan gejala-gejala
tekanan jiwa yang cukup berarti pada kebanyakan oran, dan sressor itu biasanya berada di luar batas
pengalamn manusiawi yang lazim terjadi ( yang dimaksudkan dengan yang masih berada di dalam

15
batas pengalaman batas pengalaman manusia, misalnya : berduka cita akibat kematian, penyakit
kronik, kerugian dagang, atu konflik perkawinan).

2. Gangguan Prilaku
Adanya pola tingkah laku yang berulang dan menetap sehingga sering melanggar peraturan atau
norma sosial penting pada usia tersebut. Tingkah laku itu lebih parah dari kenakalan yang biasa
terdapat dikalangan anak-anak dan remaja. Dalam kelompok ini terdapat 4 sub tipe spesifik yaitu (1)
tipe agresif tak berkelompok (2) tipe non agresif tak berkelompok (3) tipe agresi berkelompok dan (4)
tipe non agresif berkelompok (Direktorat Keswa, 2000).
Tipe tak berkelompok ditandai dengan kegagalan untuk membentuk ikatan kasih sayang yang
normal dengan orang lain. Pergaulan dengan teman sebaya umumnya kurang, meskipun ia dapat
berhubungan superficial dengan anak lain. Secara khas anak itu tidak mau membantu orang lain,
kecuali apabila ada keuntungan yang jelas bagi dirinya. Tipe berkelompok memperlihatkan bukti
adanya ikatan sosial dengan kelompoknya, akan tetapi mungkin samasekali tidak berperasaan dan
manipulatif terhadaap orang-orang di luar kelompoknya, serta tak ada rasa bersalah apabila mereka
membuat orang-orang di luar kelompoknya menderita.
Tipe agresif ditandai oleh pola tingkah laku agresif yang berulang dan menetap sehingga terjadi
pelanggaran hak azasi orang lain dengan cara tindak kekerasan terhadap orang lain, atau pencurian di
luar rumah yang mencakup konfrontasi secara langsung dengan korban. Tipe non agresif ditandai
dengan tidak terdapatnya tindak kekerasan terhadap orang lain dan perampokan di luar rumah, yang
mencakup konfrontasi secara langsung dengan korban. Meskipun demikian, ada pola tingkah laku
menetap yang bertentangan dengan norma sosial yang sesuai bagi umurnya, yang mungkin berupa
pelanggaran secara kronik berbagai aturan penting yang wajar dan sesuai umurnya di sekolah atau di
rumah seperti membolos, penyalahgunaan zat, lari dari rumah orang tua (Direktorat Keswa, 2000).
Prinsip utama pengobatan adalah mempelajari prilaku anak lebih dulu. Prilaku anak dapat didekati
secara langsung atau dengan merubah lingkungan untuk memperbaiki perilakunya (Yarrow, M.R,
1999).

3. Hiperakivitas
16
Anak menunjukkan tanda-tanda kesukaran memusatkan perhatian, impulsi dan hiperaktivitas yang
secara perkembangan tidak sesuai dengan usia mental dan kronologinya. Tanda-tanda ini harus
dilaporkan oleh orang dewasa yang berada di llingkungan anak, orang tua atau guru. Sejumlah gejala
dibawah ini khas terdapat pada usia antara delapan dan sepuluh tahun. Anak yang lebih muda mungkin
menunjukkan gejala yang lebih banyak (Direktorat Keswa, 2000)
a. Tidak dapat memusatkan perhatian. Sekurang-kurangnya terdapat tiga dari gejala
berikut yaitu :sering tidak berhasil menyelesaikan hal yang telah dimulainya, sering tanpak seperti
tidak mendengarkan, mudah teralih perhatiannya, sulit konsentrasi di sekolah yang memerlukan
pemusatan pemikiran, sulit untuk bertahan pada aktivitas permainan
b. Impulsi, paling sedikit terdapat tiga dari hal yang berikut : sering bertindak sebelum berpikir,
beralih secara berlebihan dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya, sulit menata pekerjaan (yang tidak
terjadi karena hendaya dalam lindang kognitif), memerlukan banyak pengawasan, dalam kelas
sering mengacungkan jari, sulit menunggu giliran dalam permainan atau situasi kelompok.
c. Hiperaktivitas. Paling sedikit terdapat dua dari gejala berikut : berlari-lari atau memanjat secara
berlebihan, sulit duduk diam, tidak dapat tenang, sulit tetap tinggal duduk, bergerak berlebih-
lebihan, selalu bergerak terus.

4. Masalah dalam kelompok teman sebaya


Anak-anak yang terkucilkan dari lingkungan permainannya biasanya lebih memusatkan diri
pada orang tua atau gurunya. Dalam kasus ini anak-anak kehilangan kesempatannya untuk mempelajari
suatu pengalaman sosial yang akan memegang peranan penting dalam kehidupan mereka kelak.
Diantaranya adalah bagaimana cara mempertahankan hubungan sosial dan memecahkan masalah-
masalah sosial termasuk berkomunikasi, berkompromi dan berhubungan satu sama lain. Anak yang
terkucil ini juga kehilangan kesempatan untuk membentuk rasa percaya dirinya di depan umum.

5. Gangguan Prilaku Prososial


Prilaku prososial mencakup kategori yang lebih luas : meliputi segala bentuk tindakan yang
dilakukan atau direncanakan unntuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si
penolong. Beberapa jenis prilaku prososial tidak merupakan tindakan altruistik. Altruistik ialah
tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa
mengharapkan imbalan apapun (kecuali mungkin perasaan telah melakukan kebaikan). Prilaku
prososial berkisar dari tindakan altruisme yang tidak mementingkan diri sendiri atau tanpa pamrih

17
sampai tindakan sepenuhnya dimotivasi oleh kepentingan diri sendiri. Jadi, tinggi rendahnya
psikopatologi pada anak sering dihubungkan dengan tinggi rendahnya level prilaku prososial.

H. METODOLOGI PELAKSANAAN PROGRAM


Penelitian ini dilakukan terhadap anak usia 7 14 tahun yang masih duduk di bangku sekolah
dasar di Kabupaten Pidie Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Anak-anak ini berasal dari 3 kecamatan
yang diklasifikasikan oleh Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) berdasarkan frekwensi aktivitas
konflik di kawasan tersebut yaitu daerah hitam, abu-abu dan putih. Daerah hitam adalah daerah yang
paling tinggi frekwensi aktivitas konfliknya. Daerah putih adalah daerah yang paling rendah frekwensi
aktivitas konfliknya. Daerah abu-abu adalah daerah yang sedang frekwensi aktivitas konfliknya.
Peneliti memilih secara acak 60 orang anak yang mewakili masing-masing daerah tersebut, sehingga
didapatkan sampel sebanyak 180 orang anak.
Semua sampel ini akan diidentifikasi kesehatan mentalnya melalui daftar pertanyaan yang
terdapat dalam kuesioner. Kuseioner ini akan di isi oleh guru wali kelas dimana anak yang menjadi
target penelitian bersekolah. Masing-masing guru wali kelas mengerjakan maksimum dua kuesioner
dari anak-anak di kelasnya. Guru wali kelas diberikan waktu selama 1 minggu untuk mengerjakan
kuesioner tersebut. Pendistribusian kuesioner dilakukan oleh tim peneliti dan enumerator yang telah
dilatih sebelumnya.
Penggunaan kuesioner ini berdasarkan Metode Strength and Difficulties Questionaire (SDQ)
yang sudah teruji spesifisitas dan sensitivitasnya dan telah banyak digunakan di berbagai negara seperti
Amerika Serikat, Inggris, Italia, Bangladesh dan Pakistan. Metode SDQ mempunyai sensitivitas 94,6 %
( 94.1% - 95,1% ) dan sensitivitas 63,3 % ( 59,7 % - 66,9 % ) dalam mengidentifikasi gangguan
kesehatan mental pada anak. Metode ini juga digunakan sebagai alat riset dalam bidang perkembangan,
genetik, sosial, klinik dan pendidikan. Kuesioner ini mempunyai 25 pertanyaan yang dibagi ke dalam 5
skala yaitu gejala emosional, gangguan tingkah laku, hiperaktifitas, gangguan prososial dan masalah
dalam kelompok teman sebaya.
Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan sistem online yang disediakan oleh situs
http://www.sdqinfo.com atau dapat juga menggunakan Software Statistical Product & Service ( SPSS).
Kemudian akan didapatkan distribusi frekuensi gangguan mental anak secara keseluruhan, distribusi
frekuensi gejala emosional, gangguan tingkah laku, hiperaktifitas, gangguan prososial, masalah dalam
kelompok teman sebaya dan jenis kelamin.

18
I. JADWAL KEGIATAN PROGRAM

Kegiatan Bulan ke-


1 2 3 4
Persiapan instrumen penelitian
Pelatihan enumerator
Pembagian dan pengumpulan kuesioner
Analisis data
Seminar
Penulisan laporan

J. DATA HASIL PENELITIAN


1. Desa Cot Keutapang
Tabel 3.1 Persentase Tingkat Status Kesehatan Mental Anak SDN Cot Keutapang Kelas I-VI,
Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie 2005
No Status Rendah Rata-rata/Sedang Tinggi
1. Stres 0 63,33% 36,67%
2 Kesulitan Emosional 0 66,67% 33,33%
3 Kesulitan perilaku 0 75% 25%
4 Hiperaktivitas dan kesulitan 0 93,33% 6,67
memusatkan perhatian
5 Kesulitan berinteraksi dengan 0 46,67% 53,33%
teman sebaya
6 Berprilaku baik dan suka 0 93,33% 6,67%
menolong
7 Dampak kesulitan terhadap 3,33% 96,67% -
kehidupan anak
Dari data 60 orang anak yang dipilih secara acak di Desa Cot Keutapang, Kecamatan Padang
Tiji dapat diprediksikan tingkat resiko terhadap status kesehatan mental anak berdasarkan diagnosis
yang diproses melalui sistem analisa data secara online dari software Strength and Difficulties
Questionaire. Resiko berdasarkan diagnosis status di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.2 Tingkat Resiko Kesehatan Mental Anak Berdasarkan Diagnosis Pada Anak SDN Cot
Keutapang Kelas I-VI, Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie 2005
No Prediksi Resiko rendah Resiko sedang Resiko tinggi
1 Diagnosis 81,67% 18,33% 0
2 Ganguan emosional 81,67% 18,33% 0
3 Gangguan perilaku 100% 0 0
19
4 Gangguan hiperaktivitas atau 100% 0 0
konsentrasi
2. Desa Be-uah
Tabel 3.3 Persentase Tingkat Status Kesehatan Mental Anak Madrasah Ibtidaiyah Negeri Dusun Be-
uah kelas I-VI, Kecamatan Delima, Kabupaten Pidie 2005
No Status Rendah Rata- Tinggi
rata/Sedang
1. Stres 0 53,33% 46,66%
2 Kesulitan Emosional 0 55% 45%
3 Kesulitan perilaku 0 40% 20%
4 Hiperaktivitas dan kesulitan 0 78,33% 21,67%
memusatkan perhatian
5 Kesulitan berinteraksi 0 65% 35%
dengan teman sebaya
6 Berprilaku baik dan suka 0 98,3% 1,67%
menolong
7 Dampak kesulitan terhadap 0 95% 5%
kehidupan anak

Dari data 60 orang anak yang dipilih secara acak di Dusun Be-uah, Kecamatan Delima, dapat
diprediksikan tingkat resiko terhadap status kesehatan mental anak berdasarkan diagnosis yang
diproses melalui sistem analisa data secara online dari software Strength and Difficulties
Questionaire. Resiko yang berdasarkan diagnosis status di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.4 Tingkat Resiko Kesehatan Mental Anak Berdasarkan Diagnosis Pada Anak Madrasah
Ibtidaiyah Negeri Dusun Be-uah kelas I-VI, Kecamatan Delima, Kabupaten Pidie 2005

No Prediksi Resiko rendah Resiko sedang Resiko tinggi


1 Diagnosis 83,33% 11,67% 5%
2 Ganguan emosional 78,33% 21,67% 0
3 Gangguan perilaku 100% 0 0
4 Gangguan hiperaktivitas atau 45% 15% 0
konsentrasi

20
3. Desa grong-grong
Tabel 3.5 Persentase Tingkat Status Kesehatan Mental Anak SDN Grong-Grong Kelas I-VI,
Kecamtan Grong-grong, Kabupaten Pidie 2005
No Status Rendah Rata- Tinggi
rata/Sedang
1. Stres 0 41,67% 58,33%
2 Kesulitan Emosional 0 31,67% 68,33%
3 Kesulitan perilaku 0 65% 35%
4 Hiperaktivitas dan kesulitan 0 68,33% 31,67%
memusatkan perhatian
5 Kesulitan berinteraksi 0 45% 55%
dengan teman sebaya
6 Berprilaku baik dan suka 18,33% 81,67% 0%
menolong
7 Dampak kesulitan terhadap 0 95% 5%
kehidupan anak

Dari data 60 orang anak yang dipilih secara acak di Desa Grong-Grong, Kecamatan Grong-
Grong dapat diprediksikan tingkat resiko terhadap status kesehatan mental anak berdasarkan
diagnosis yang diproses melalui sistem analisa data secara online dari sofware Strength and
Difficulties Questionaire. Resiko berdasarkan diagnosis status di atas dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.

Tabel 3.6 Tingkat Resiko Kesehatan Mental Anak Berdasarkan Diagnosis Pada Anak SDN Grong-
Grong Kelas I-VI, Kecamtan Grong-grong, Kabupaten Pidie 2005

No Prediksi Resiko rendah Resiko sedang Resiko tinggi


1 Diagnosis 71,67% 20% 8,33%
2 Ganguan emosional 71,67% 28,33% 0
3 Gangguan perilaku 91,67% 8,33% 0
4 Gangguan hiperaktivitas atau 75% 25% 0
konsentrasi

K. PEMBAHASAN

21
Berdasarkan rujukan dari Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD), Kabupaten Pidie
digolongkan menjadi tiga daerah berdasarkan berat ringannya konflik yang terjadi di daerah tersebut,
yaitu daerah dengan konflik ringan (daerah putih), daerah dengan konflik sedang ( daerah abu-abu),
daerah dengan konflik yang berat (daerah hitam). Adapun dalam penelitian ini kami memilih secara
acak salah satu daerah atau kecamatan yang mewakili tiap-tiap kondisi tersebut di atas; yaitu Desa Cot
Keutapang (Kecamatan Padang Tiji) sebagai daerah putih, Dusun Be-uah (Kecamatan Delima ) sebagai
daerah abu-abu, dan Desa Grong-grong (Kecamatan Grong-grong) sebagai daerah hitam.
Dari hasil penelitian terhadap 180 anak yang dipilih secara acak pada daerah-daerah tersebut
diatas, diperoleh presentase nilai variabel yang berbeda-beda yang pada akhirnya mempengaruhi
derajat status kesehatan mental anak. Variabel-variabel penelitian ini mencakup gejala emosional,
gangguan tingkah laku, hiperaktivitas, gangguan perilaku prososial, dan masalah dalam kelompok
teman sebaya. Dari ketiga daerah tersebut, masing-masing dipilih secara acak 60 orang anak usia
Sekolah Dasar yang kesehatan mentalnya diukur berdasarkan variabel atau skala diatas. Variabel atau
skala tersebut kemudian disusun dalam sebuah kuesioner standar yang disebut Srength and Difficulties
Questionaire (SDQ) yang telah digunakan di seluruh dunia. Kuesioner tersebut kemudian diisi oleh
para guru Wali Kelas tempat anak-anak teresebut bersekolah.
Hasil penelitian di Desa Cot Keutapang yang merupakan daerah putih, didapat 36,67% anak
mengalami stres tingkat tinggi, sisanya mengalami stres tingkat sedang atau menengah. Sementara itu,
33,33% dari objek penelitian di daerah ini mengalami kasus kesulitan perilaku tingkat tinggi dan
66.67% diantaranya mengalami kesulitan perilaku tingkat menengah. Variabel lain yang menonjol pada
objek penelitian adalah kesulitan berhubungan dengan teman sebaya, dimana 53.33% anak mengalami
kesulitan tingkat tinggi dan lainnya mengalami kesulitan tingkat menengah. Dari hasil data yang
diperoleh pada 60 anak yang diteliti di daerah ini, semua variabel menunjukkan kesulitan di tingkat
menengah dan tinggi.
Dari serangkaian variabel kesulitan (lihat tabel pada data hasil penelitian) dapat diambil
diagnosis secara menyeluruh tentang tingkat resiko kesehatan mental anak. Berdasarkan metode yang
sama diperoleh sekitar 18,33% anak usia Sekolah Dasar di Desa Cot Keutapang, Kecamatan Padang
Tiji, diprediksikan dapat mengalami gangguan kesehatan mental beresiko sedang dan 81,67% lainnya
dengan gangguan kesehatan mental rseiko rendah. Di pihak lain 18,33% anak diprediksikan beresiko
sedang mengalami gangguan emosional dan 81,67% anak beresiko rendah terhadap gangguan
emosional.
Di daerah abu-abu (konflik menengah) dalam hal ini di Dusun Be-uah diperoleh 46,66% anak
dengan stres tingkat tinggi dan 53,33% sisanya mengalami stres tingkat menengah. Sementara itu, dari
22
60 anak yang diteliti, 45% diantaranya mengalami kesulitan emosional tingkat tinggi dan 55% lainnya
mengalami kesulitan emosional tingkat sedang. Kesulitan tingkat tinggi dalam berinteraksi dengan
teman sebaya ditemukan pada 35% anak, sedangkan 65% anak lainnya mengalami kesulitan tingkat
menengah. Ketiga nilai ini cukup menonjol, sama seperti pada daerah konflik ringan (daerah putih),
hanya saja persentasenya lebih tinggi. Namun ada satu jenis variabel dengan persentase yang lebih
tinggi di daerah ini, yakni hiperaktivitas dan kesulitan dalam memusatkan perhatian yang ditemukan
pada 21,67% anak usia SD di daerah ini. Angka ini cukup signifikan dan perlu mendapat perhatian
serius dari semua pihak, terutama oleh pemerintah dan masyarakat.
Diagnosa umum terhadap anak-anak di Dusun Be-uah diperoleh bahwa 5% anak beresiko tinggi
terhadap gangguan kesehatan mental. Semetara itu dari 60 orang anak, 21,67% diantaranya beresiko
sedang mengalami gangguan emosional, dan tidak tertutup kemungkinan persentase ini akan meningkat
di kemudian hari jika tidak segera ditangani secara serius. Dianosis gangguan hiperaktivitas atau
konsentrasi beresiko sedang diprediksikan terjadi pada 15% anak di daerah Be-uah.
Daerah Grong-grong terpilih secara acak mewakili daerah dengan konflik berat (daerah hitam).
Di Kecamatan ini, berdasarkan metode SDQ diperoleh persentase yang paling tinggi terhadap masing-
masing variabel yang diukur dibandingkan ketiga Kecamatan lainnya. Hampir semua variabel
mengalami peningkatan status, sedangkan perilaku prososialnya justru menurun, artinya perilaku baik
dan suka menolong pada anak menurun pada 18,33% anak dan sisanya berstatus menengah atau rata-
rata.
Stres tingkat tinggi didapatkan pada 58,33% dari 60 orang anak yang diteliti di daerah ini.
Sementara itu, 68,33% kesulitan emosional tingkat tinggi . Sedangkan sisanya 31,67% mengalami
kesulitan emosional tingkat sedang. Kesulitan perilaku tingkat sedang dialami 65% anak yang diteliti,
dengan 35% anak lainnya mengalami kesulitan perilaku tingkat tinggi. Persentase variabel ini
meningkat pada anak yang diteliti di Desa Grong-Grong, padahal di kedua daerah lainnya (Daerah
putih dan abu-abu) kesulitan perilaku tidak begitu terlihat. Di pihak lain, terdapat persentase yang lebih
meningkat pada kesulitan berhubungan dengan teman sebaya. Sekitar 55% objek penelitian ditemukan
dengan kesulitan jenis ini pada tingkat tinggi, sedangkan 45% anak lainnya dengan kesulitan tingkat
sedang.
Berdasarkan diagnosis umum terhadap semua gejala dan kesulitan yang dialami oleh 60 anak
usia Sekolah Dasar di Desa Grong-Grong melalui metode SDQ maka diprediksikan sekitar 20% anak
mengalami gangguan kesehatan mental beresiko sedang dan 80% anak beresiko rendah terhadap
gangguan kesehatan mental. Persentase diagnosis ini tertinggi diantara ketiga kecamatan di Kabupaten
Pidie yang diteliti. Prediksi tertinggi dengan resiko sedang adalah gangguan emosional yang
23
didapatkan pada 28,33% anak. Sementara itu diagnosis gangguan hiperaktivitas atau konsentrasi
beresiko sedang didapatkan pada 25% anak di daerah ini. Dari nilai-nilai tersebut di atas (lihat tabel
Tingkat Resiko Kesehatan Mental Anak) secara rata-rata terlihat bahwa anak-anak yang diteliti di Desa
Grong-Grong memiliki persentase variabel kesulitan maupun diagnosis gangguan tertinggi, baik status
maupun resikonya dibandingkan dengan Desa Cot Keutapang dan Dusun Beu-ah. Persentase
keseluruhan variabel ini sangat berpengaruh dalam menentukan derajat status kesehatan mental anak.

L. KESIMPULAN

Dari hasil penelitan terhadap 180 orang anak usia Sekolah Dasar yang dipilih secara acak pada
Kecamatan Padang Tiji, Kecamatan Delima, dan Kecamatan Grong-grong diperoleh persentase kasus
yang berbeda terhadap skala emosional, gangguan tingkah laku, hiperaktivitas, gangguan perilaku
gejala prososial, dan masalah dalam kelompok teman sebaya. Gejala emosional tertinggi didapatkan
pada anak-anak di daerah Grong-grong, yaitu 31,67% dari 60 orang anak mengalami kesulitan
emosional tingkat tinggi dan 68,33% sisanya mengalami kesulitan emosional tingkat sedang. Kesulitan
perilaku tertinggi dialami oleh oleh 35% objek penelitian di Daerah Grong-grong sebagai kesulitan
tingkat tingi. Kesulitan hiperaktivitas dan memusatkan perhatian dengan persentase tertingi juga
ditemukan pada anak di daerah ini yaitu 31,67%. Di samping itu, sekitar 55% anak di daerah Grong-
grong mengalami kesulitan tingkat tinggi dalam berinteraksi dengan teman sebaya. Persentase ini
merupakan angka tertinggi dibanding kedua Kecamatan/daerah lainnya. Perilaku baik dan suka
menolong pada persentase yang cukup tinggi diperoleh pada 6,67% anak yang diteliti di daerah Cot
Keutapang, Kecamatan Padang Tiji dengan status tinggi sedangkan hanya 5% anak di daerah Grong-
grong yang memiliki perilaku semacam ini. Artinya, anak yang berada di daerah putih memiliki
perilaku prososial yang lebih baik dibanding anak-anak yang berada di daerah hitam atau abu-abu.
Pada diagnosis umum diperoleh prediksi gangguan kesehatan mental yang lebih tinggi di daerah
Grong-grong dibandingkan dengan dua daerah penelitian lainnya yaitu sekitar 28,33% anak di
diagnosis beresiko sedang mengalami gangguan emosional. Di pihak lain 8,33% dai 60 anak
diprediksikan beresiko sedang mengalami gangguan perilaku dan 25% objek penelitian diprediksikan
beresiko sedang mengalami gangguan hiperaktivitas atau konsentrasi. Nilai ini suatu saat dapat berubah
dari resiko tinggi ke resiko rendah atau sebaliknya tergantung penanganan yang tepat dan tepat
terhadap anak yang diprediksikan menderita gangguan kesehatan mental.
Berdasarkan nilai-nilai tersebut diatas, kami menyimpulkan bahwa daerah yang mengalami
tingkat konflik berat dapat mempengaruhi kesehatan mental anak secara signifikan, khususnya di
24
daerah hitam (Grong-grong) dimana tingkat status kesehatan mental anak beresiko tinggi mengalami
gangguan yakni sebanyak 8,33%, sehingga perlu dipikirkan alternatif penanganan progresifitas
kesehatan mental secepatnya. Sementara di daerah abu-abu (Dusun Beu-ah) terdapat 5% anak
didiagnosis beresiko tinggi terhadap gangguan kesehatan. Sedangkan di daerah putih (Cot Keutapang),
rata-rata persentase menunjukan gangguan kesehatan mental dengan tingkat sedang sampai menengah,
akan tetapi jumlah ini bukanlah merupakan suatu nilai mutlak. Nilai ini dapat berubah sewaktu-waktu.
Dari persentase diagnosis di atas jelas terlihat jumlah anak yang diprediksikan beresiko sedang atau
tinggi mengalami gangguan kesehatan mental semakin meningkat menurut tingkat beratnya konflik
yang terjadi di daerah tersebut.

M. SARAN
Ada beberapa saran yang ingin disampaikan peneliti, antara lain:
1. Perlu perhatian dan penanganan lebih lanjut dari pemerintah dan Badan Kesehatan Dunia
terhadap status kesehatan mental anak di daerah konflik.
2. Diharapkan dukungan dari pemerintah dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesehatan
mental anak.
3. Disediakan Trauma Center khusus terhadap anak-anak yang mengalami gangguan kesehatan
mental akibat konflik.
4. Agar kedua belah pihak dan masyarakat yang bertikai menyadari pengaruh besar yang dapat
terjadi setelah konflik terhadap anak-anak.
5. Perlu dilakukan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk mendeteksi gangguan kesehatan mental
anak dengan berbagai metode yang lebih akurat.

N. NAMA DAN BIODATA KETUA SERTA ANGGOTA

1. Ketua Pelaksana Kegiatan


a. Nama Lengkap : Normansyah Pan
b. NIM : 0071110323
c. Fakultas/program Studi : Kedokteran
d. Perguruan Tinggi : UNSYIAH
e. Waktu Untuk Kegiatan PKM : 15 jam / Minggu

2. Anggota Pelaksana
Anggota Pelaksana I
a. Nama Lengkap : Fitria
b. NIM : 0271110038
25
c. Fakultas/program Studi : Kedokteran Unsyiah
d. Perguruan Tinggi : Syiah Kuala
e. Waktu Untuk Kegiatan PKM : 15 jam / Minggu

Anggota Pelaksana II
a. Nama Lengkap : Maulana Ikhsan
b. NIM : 0371110114
c. Fakultas/program Studi : Kedokteran Unsyiah
d. Perguruan Tinggi : Syiah Kuala
e. Waktu Untuk Kegiatan PKM : 15 jam / Minggu

Anggota Pelaksana III


a. Nama Lengkap : Fatahillah
b. NIM : 0371150014
c. Fakultas/program Studi : Kedokteran Unsyiah
d. Perguruan Tinggi : Syiah Kuala
e. Waktu Untuk Kegiatan PKM : 15 jam / Minggu

O. NAMA DAN BIODATA DOSEN PENDAMPING


1. Nama Lengkap dan Gelar : Dahlia S.Psi
2. Golongan pangkat dan NIP : Penata Muda (IIIA) / 132281585
3. Jabatan fungsional : Asisten ahli
4. Jabatan struktural :
5. Fakultas/Program studi : Kedokteran / Pend. Dokter
6. Perguruan Tinggi : Syiah Kuala
7. Bidang keahlian : Psikologi
8. Waktu untuk kegiatan PKM : 15 jam / Minggu

P. BIAYA PROGRAM
1. Honorarium
a. Ketua peneliti Rp. 400.000
b. Anggota 3 orang @ Rp. 200.000 Rp. 600.000
Rp.1.000.000

2. Bahan dan peralatan penelitian


a. Bahan habis
- Kertas 3 rim @ Rp. 25.000 Rp. 75.000
- Tinta printer merek Dataprint 2 buah
@ Rp. 22.000 Rp. 44.000

b. Alat
- Balpoint warna hitam merek Star 9 buah
@ Rp. 6000 Rp. 54.000
- Highlighter merek Faber castell 9 buah
@ Rp. 5.000 Rp. 45.000
26
c. Sewa Alat
- Rental komputer 5 hari @Rp. 72.000 Rp. 360.000
- Rental Internet 21 jam @Rp. 4.000 Rp. 81.000

Rp. 659.000
3. Perjalanan
a. Biaya perjalanan Banda Aceh-Sigli PP
dengan bus Rp 240.000
(untuk 4 orang peneliti)
@ Rp. 60.000
b. Transportasi Lokal Rp. 110.000
c. Akomodasi dan Konsumsi
- Selama berada di daerah penelitian
- konsumsi 4 orang x 3 hari x 3 kali
@Rp. 8.000 Rp. 288.000
- penginapan 7 orang x 3 hari
@Rp. 20.000 Rp. 420.000
- Selama mengadakan seminar Rp. 150.000

Rp. 1.208.000

4. Laporan penelitian
a. Pengadaan 10 eks @ Rp. 6.200 Rp. 62.000
b. Pengiriman 10 eks @ Rp. 10.000 Rp. 100.000

Rp. 162.000

5. Biaya-biaya lain
-Biaya print data Rp. 32.000
- Biaya foto copy Rp. 86.000
- Biaya penjilidan 5 eks Rp. 12.500
- Biaya komunikasi Rp. 125.000
- Biaya pengolaan data Rp. 250.000
- Dokumentasi :
- 1 roll film + cuci cetak Rp. 75.000

Total Rp. 580.500

Rincian Anggaran Penelitian :

Honorarium Rp. 1.000.000


Bahan dan peralatan penelitian Rp. 659.000
Perjalanan Rp. 1.208.000
Laporan penelitian Rp. 162.000
Biaya-biaya lain Rp. 580.500

Total Rp. 3.609.500,-

27
Q. LAMPIRAN
Lampiran 1.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik NAD.2003. Aceh Dalam Angka. Banda Aceh : 70-71

Bart Smet.1997.Psikologi Kesehatan. Jakarta: P.T. Gramedia Widya Sarana Indonesia: 20

Belfer, P.2001.World Health Organization : Child Mental Illness.Geneva : 1-2

Burton, Christine B.2002. Childrens Peer Relationship. Washngton DC. Eric Clearinghouse on
Elementary and Early Childhood Education Urban: 1456-1964

Departemen Kesehatan Republik Indonesia-Wolrd Health Organization. 2002. laporan hasil survei
kesehatan jiwa di puskesmas di 11 kabupaten provinsi NAD. Banda Aceh : 3

Dinas Kesehatan DKI Jakarta.2003. Kesehatan Mental. http://www.dinkes-dki.go.id/kes_jiwa.html.


Akses : 3 oktober 2003.

28
Direktorat Kesehatan Jiwa. DepKes RI.2000.Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia. Jakarta : 268-335

Fazel M, Stein A. 2003. The Mental Health of Refugee Children. London. Archives of disease in
childhood.87:366-70

Fleitlich, Bacy.2001.Social Factors Associated with Child Mental Health Problems in Brazil : cross
sectional survei. London : British Medical Journal 323(7313):599-600

Goodman, R, Ford, T, Simmons, H, Gatward, R & Meltzer, H.2001.Using the Strengths and
Difficulties questionnaire (SDQ) to Screen for Child Psychiatric Disorders in a Community
Sample. Br J Psychiatry 177:534-539

Goodman, R et al.2000. Strengths and Difficulties questionnaire (SDQ). http://www.sdqinfo.com


Akses : 3 Oktober 2004

Hackett, R & Hackett, L.1999.Child Psychiatry Across Cultures.int Rev Psychiatry II :225-235

Kawachi I, Berkman L.2001. Social Ties and Mental Health. Journal of Urban Health, 78:458-467

Mollica, Richard F. 2003. The Mitigation and Recovery of Mental Health Problems in Children and
Adolescents Affected by Terorism. Massachussets: U.S Departement of Health and Human
Services : 5

Phillip, W. Long. 2003. Mental Health Illness of Children. www.mentalhealth.com /dis1 /p21-
ch01.html. Akses : 3 Oktober 2004.

Saraceno, B & Belfer, M.L.2001 World Health Organization:Child and Adolescent


MentalHealth.http://www.afro.who.int/mentalhealth/related_disease/childhood_adolescence.
Akses : 3 Oktober 2004.

WHO, Departement of Mental Health. 2004. Promoting Mental Health: Concepts Emerging Evidence
Practice.Geneva : 13-14

WHO, Departement of Mental Health.2004. Prevention of Mental Disorders: Effective Interventions


and Policy Options. Geneva : 16-17

WHO.2001.The Wolrd Health Report 2001 Mental Health : New understanding, new hope. Geneva.
World Health Organization : 5

Yarrow, M.R, Campbell. 1999.Psychological Disorders of Children. N.Z.Journal Psychiatry 33:210

Yule, W. 2000. From Programs to ethnic cleansing: meeting the needs of war affected children.
London : journal child psychol psychiatry.41(6):695-702

Zionts, Paul et.al.2002.Emotional and Behavioral Problems. California : Corwin Press. Inc : 83-85

29
Lampiran 2. Daftar Riwayat Hidup Ketua dan Anggota Pelaksana

Daftar Riwayat Hidup Ketua Pelaksana


Nama : Normansyah Pan
NIM : 0071110323
Program Studi : Pendidikan Dokter
Jurusan :-
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Syiah Kuala
Organisasi : Badan Riset Mahasiswa

Daftar Riwayat Anggota Pelaksana I


Nama : Fitria
NIM : 0271110038
Program Studi : Pendidikan Dokter
Jurusan :-
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Syiah Kuala
Organisasi : Badan Riset Mahasiswa
30
Daftar Riwayat Anggota Pelaksana II
Nama : Maulana Ikhsan
NIM : 0371110114
Program Studi : Pendidikan Dokter
Jurusan :-
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Syiah Kuala
Organisasi : Badan Riset Mahasiswa

Daftar Riwayat Anggota Pelaksana III

Nama : Fatahillah
NIM : 0371150014
Program Studi : Pendidikan Dokter
Jurusan :-
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Syiah Kuala
Organisasi : Badan Riset Mahasiswa

Strength and Difficulties Questionaire


Untuk setiap pertanyaan dibawah, berikan tanda ( ) pada kotak tidak benar, ragu-ragu, benar. Anda dapat
membantu kami dengan mengisi semua pertanyaan walaupun pertanyaan tersebut terlihat sepele (tidak begitu penting).
Berikan jawaban anda berdasarkan tingkah laku anak-anak selama sebulan yang lalu.

Nama anak : ....................................................


Laki-laki / perempuan
Tanggal lahir :......................................................
Tidak ragu-
Benar ragu benar
mempertimbangkan perasaan orang lain

gelisah, terlalu aktif, tidak dapat diam untuk waktu yang lama

sering mengeluh sakit kepala, sakit perut, atau sakit-sakitan

mau berbagi dengan anak-anak lain (jajan, mainan, pensil)

sering marah-marah atau pemarah

suka menyendiri, lebih suka bermain sendiri

umumnya patuh, biasanya melakukan apa yang disuruh


orang dewasa

khawatir, mudah cemas, bimbang

suka menolong orang lain yang terluka, terganggu

31
atau kurang sehat

senantiasa bergerak terus-menerus atau tak bisa diam

mempunyai sekurang-kurangnya seorang teman baik

sering berkelahi dengan anak-anak yang lain

sering tidak gembira, susah hati, atau menangis

biasanya disukai anak-anak lain

mudah mengalihkan perhatian ( terganggu ), sulit


konsentrasi

gelisah atau bergantung dengan orang lain dalam situasi


yang baru, mudah kehilangan percaya diri

baik terhadap anak-anak yang lebih muda

sering berbohong / suka menipu

sering dipukuli dengan anak-anak lain

sering secara sukarela menolong orang lain

berpikir sebelum bertindak

suka mencuri dirumah, sekolah atau tempat lain

lebih senang berkawan dengan orang dewasa daripada


orang lain

mudah takut, penakut

membuat tugas sampai selesai

Apakah anda merasakan bahwa anak-anak anda merasa kesulitan dalam berinteraksi di lingkungannya :

dalam hal emosi, konsentrasi, perilaku, atau dalam hal pergaulan lainnya terhadap sesama?
Ya- Ya- Ya-
Sedikit kesulitan beberapa
Tidak kesulitan tertentu kesulitan

Jika anda menjawab Ya , lanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini :


I . Berapa lama sudah kesulitan ini dirasakan?

Kurang
dari 15 6 12 Lebih
1 bulan bulan bulan satu tahun

II . Apakah kesulitan tersebut mengganggu anak anda?


Tidak Hanya cukup sangat
sama sedikit mengganggu mengganggu
sekali

III . Apakah kesulitan tersebut mengganggu anak anda setiap hari di lingkungannya?
Tidak Hanya cukup sangat
sama sedikit mengganggu mengganggu
sekali

Teman bermain

32
Teman sekelas

IV . Apakah kesulitan tersebut membebani anda atau terhadap seluruh keluarga anda?

Tidak Hanya cukup sangat


sama sedikit mengganggu mengganggu
sekali

Tanda tangan.................................. Hari.....................................

Foto-foto kegiatan

33
SDN Grong-Grong, Kecamatan Delima, Pidie

Tim peneliti saat memberikan pengarahan cara mengisi kuisioner pada guru-guru
di SDN Grong-grong, Kec. Delima, Pidie

MIN Beuah, Kecamatan Delima, Pidie

34
Tim peneliti saat memberikan pengarahan cara mengisi kuisioner pada guru-
guru di MIN Beuah, Kec. Delima, Pidie

Tim peneliti bersama murid-murid MIN Beuah, Kec. Delima, Pidie

35
Tim peneliti bersama murid-murid MIN Beuah, Kec. Delima, Pidie

Tim peneliti bersama Guru dan murid SDN Cot Keutapang,


Kec. Padang Tiji. Pidie

36
Suasana ruang kelas SDN Cot Keutapang,
Kec. Padang Tiji. Pidie

Suasana ruang kelas SDN Cot Keutapang,


Kec. Padang Tiji. Pidie

37

You might also like