You are on page 1of 9

Pengaruh Mobilisasi Dan Fisioterapi Dada

Terhadap Kejadian Ventilator Associated


Pneumonia Di Unit Perawatan Intensif
Hendraa, Emil Hurianib
a
RS.Dr.M.Djamil Padang
b
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Email : hendra200954@yahoo.co.id

Abstract : Incidence of Ventilator Associated Pneumonia (VAP) in patients who mounted


mechanical ventilation in the Intensive Care Room RS. Dr. M. Djamil was increase, in terms
of mobilization for the implementation of mobilization (ambulation) and chest physiotherapy
have been prepared in accordance with standard operational procedure (SOP). Presumably
this is caused by not all of the implementation of measures given to patients in accordance
with SOP. The purpose of this study was to investigate the effect of mobilization (ambulation)
and chest physiotherapy on the incidence of VAP in patients who mounted ventilator in
intensive care hospital. Dr. M. Djamil Padang. This Quasy- experimental study used static
group comparison design, with the number of respondents as many as 20 people. Data
analysis was conducted using the Mann-Whitney test. The results showed decreased
incidence of VAP in the experimental group, but no significant differences between the
experimental group and control group with p-value = 0189. Need to increase the
implementation of mobilization (ambulation) and chest physiotherapy on patients who
mounted ventilators to prevent Ventilator Associated Pneumonia (VAP).

Keywords: mobilization, chest physiotherapy, Ventilator Associated Pneumonia (VAP),


mechanical ventilation.

Abstrak : Kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasien yang terpasang
ventilasi mekanik di Ruang Perawatan Intensif RS. Dr. M. Djamil terjadi peningkatan,
padahal untuk tindakan mobilisasi (ambulasi) dan fisioterapi dada telah disusun standar
operasional prosedur (SOP). Diduga hal ini disebabkan oleh pelaksanaan SOP yang tidak
sepenuhnya. Tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh mobilisasi (ambulasi) dan
fisioterapi dada terhadap kejadian VAP pada pasien yang terpasang Ventilator di ruang
perawatan intensif RS. Dr. M. Djamil Padang. Penelitian Kuasi-eksperimen ini menggunakan
rancangan perbandingan kelompok statis, dengan jumlah responden sebanyak 20 orang.
Analisa yang dilakukan menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukan
penurunan kejadian VAP pada kelompok eksperimen, namun tidak ada perbedaan yang
bermakna antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan nilai p=0.189. Perlu
peningkatan pelaksanaan mobilisasi (ambulasi) dan fisioterapi dada terhadap pasien yang
terpasang ventilator untuk mencegah terjadinya Ventilator Associated Pneumonia (VAP).

Kata Kunci : mobilisasi, fisioterapi dada, Ventilator Associated Pneumonia (VAP), ventilasi
mekanik.

Pneumonia adalah suatu penyakit jamur ataupun parasit di mana alveoli paru
infeksi atau peradangan pada organ paru- yang bertanggung jawab menyerap oksigen
paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, dari atmosfer dan terisi oleh cairan.

121
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 7, No 2, Desember 2011 : 121-129

Pneumonia dapat juga disebabkan oleh intubasi, diantara mikroorganisme tersebut


iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau paling sering dijumpai Pseudomonas
sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti aeroginosa dan Staphylococcus aureus.
kanker paru-paru atau terlalu banyak minum VAP sering terjadi karena pipa endotrakeal
alkohol. Namun penyebab yang paling atau trakeostomi memungkinkan bagian
sering ialah serangan bakteri streptococcus bebas dari bakteri masuk ke dalam paru-
pneumoniae atau pneumokokus (Brunner & paru, bakteri juga dibawa melalui
Suddarth, 2002). penghisapan (suctioning) dan bronkoskopi
Pneumonia terdiri dari dua macam, (Kollef, 2008).
yaitu: Pneumonia yang didapat dari Dalam pencegahan VAP dapat
masyarakat atau Community Acquired dilakukan dengan dua cara, yaitu: strategi
Pneumonia (CAP) dan Pneumonia yang non farmakologi dan strategi farmakologi.
didapat dari dalam rumah sakit atau Dalam strategi non farmakologi, yaitu:
Hospital Acquired Pneumonia (HAP). mencuci tangan dan menggunakan sarung
Pneumonia nosokomial merupakan salah tangan, pelindung muka atau masker, posisi
satu komplikasi perawatan di rumah sakit pasien dengan setengah duduk, menghindari
yang meningkatkan morbiditas dan pemberian nutrisi enteral dengan volume
mortalitas pasien. Insiden pneumonia besar, intubasi oral, pemeliharaan sirkuit
nosokomial mencapai 30%. Pneumonia ventilator, penghisapan sekret dan
nosokomial yang terjadi dirumah sakit dapat perubahan posisi pasien miring kiri,
dibagi dua, yaitu: Hospital Acquired telentang, miring kanan. Sebaliknya, strategi
Pneumonia (HAP) dan Ventilator farmakologi diantaranya, yaitu: pemberian
Associated Pneumonia (VAP). Kedua jenis antibiotik (Sedono, 2007).
pneumonia ini masih jadi penyebab penting Pasien sakit kritis, pasien tak stabil
dalam angka kematian dan kesakitan pada yang memerlukan terapi intensif,
pasien yang dirawat dirumah sakit (Sedono, mengalami gagal nafas berat, pasien bedah
2007). jantung, bedah thorak merupakan indikasi
VAP terjadi pada klien yang untuk masuk Intensive Care Unit (ICU).
menggunakan ventilasi mekanik dan Pasien masuk ke ruang Intensif juga
intubasi. Kuman penyebab infeksi ini memerlukan pemantauan intensif invasif
tersering adalah bakteri gram negatif dan non invasif. ICU merupakan tempat
(Dahlan, 2006). Rekam medik Intensive atau unit tersendiri di dalam rumah sakit
Care Unit (ICU) Rumah Sakit St.Borromeus yang menangani pasien-pasien gawat karena
Bandung mencatat angka kejadian infeksi penyakit, trauma atau komplikasi penyakit
nosokomial pneumonia 24% dengan angka lain. Peralatan standar di Intensive Care
mortalitas 33,33% (Regina, 2006). Rekam Unit (ICU) meliputi ventilasi mekanik untuk
medik Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung membantu usaha bernafas melalui
mencatat 47% infeksi nosokomial endotracheal tubes atau trakheostomi
pneumonia pada pasien yang menggunakan (Murdiyanto, 2009).
ventilasi mekanik dan intubasi (Dahlan, Ventilasi mekanik adalah alat bantu
2006). Insiden nosokomial pneumonia di napas bertekanan positif atau negatif yang
Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang pada dapat mempertahankan ventilasi dan
klien yang menggunakan ventilasi mekanik pemberian oksigen dalam waktu yang lama.
dan intubasi 15% - 59% (Saanin, 2006). Ventilasi mekanik sering digunakan sebagai
VAP terjadi lebih dari 48 jam setelah profilaktik untuk mempertahankan oksigen
pasien di intubasi dan terpasang ventilasi dan eliminasi CO2 yang adekuat. Ventilasi
mekanik (Koenig, 2006). Pada saluran mekanik juga merupakan terapi definitif
napas bagian atas akan terjadi kolonisasi pada pasien kritis yang mengalami
mikroorganisme beberapa jam setelah hipoksemia dan hiperkapnea. Tenaga
128
Hendra dkk, Pengaruh Mobilisasi dan Fisioterapi...

keperawatan harus memahami prinsip- penting sekali dilakukan. Mobilisasi terdiri


prinsip dan cara pemasangan ventilasi dari Range Of Motion (ROM) dan
mekanik, operasional pemakaian alat dan Ambulasi. Komplikasi dari lamanya tirah
perawatan ventilasi mekanik (Dudut, 2003). baring salah satunya perubahan pada paru
Tindakan perawatan ventilasi akan terjadi atelektasis dan pneumonia
mekanik merupakan salah satu aspek (Potter & Perry, 2006).
kegiatan perawat dalam memberikan asuhan Data ruangan Intensive Care Unit
keperawatan sehari-hari di ruang intensif (ICU) dari bulan Juli 2007 sampai dengan
dalam fungsi independen dan interdependen Juni 2010 menunjukkan peningkatan angka
dengan tim medis. Dalam tindakan kejadian VAP yaitu 13,0% pada periode
perawatan ventilasi mekanik perawat harus bulan Juli 2007 sampai Juni 2008, 15,5%
berhati-hati karena mempunyai resiko yang pada periode bulan Juli 2008 sampai Juni
besar seperti terjadinya infeksi nosokomial 2009 dan 14,4% pada periode bulan Juli
pneumonia (Hudak, 1997). Ventilasi 2009 sampai Juni 2010 VAP (Medical
mekanik memberikan tekanan positif secara Record dan Buku Register/Laporan ruangan
kontinu yang dapat meningkatkan ICU RS.Dr.M.Djamil Padang). Angka
pembentukan sekresi pada paru-paru. kejadian VAP ini tidak termasuk pasien
Perawat harus mengidentifikasi adanya yang saat masuk telah didiagnosa Penyakit
sekresi dengan cara auskultasi paru Paru Obstruksi Menahun (PPOM), dan
sedikitnya 2-4 jam (selama pasien masih Tuberculosis Paru (TB Paru).
terpasang ventilasi mekanik dan post Observasi yang dilakukan di Unit
ekstubasi). Tindakan untuk membersihkan Perawatan Intensif pada tanggal 3
jalan napas diantaranya yaitu: fisioterapi September 2010 mengenai upaya perawat
dada seperti penepukkan pada dalam pencegahan nosokomial pneumonia.
dada/punggung, menggetarkan, perubahan Peneliti menemukan 6 orang dari 11
posisi, seperti; posisi miring, posisi perawat yang dipilih secara acak yang
telentang, fisioterapi dada, dan termasuk kurang melakukan tindakan upaya
penghisapan (Dudut, 2003). pencegahan nosokomial pneumonia, antara
Fisioterapi dada sangat berguna bagi lain 3 orang tidak melakukan cuci tangan
penderita penyakit paru baik yang bersifat sebelum tindakan, 3 orang melakukan
akut maupun kronis, sangat efektif dalam penghisapan lendir tidak sesuai SOP. Semua
upaya mengeluarkan sekret dan perawat telah mendapat pelatihan dasar
memperbaiki ventilasi pada pasien dengan ICU, perawatan ventilasi mekanik dan
fungsi paru yang terganggu. Jadi tujuan teknik suction dan 3 orang yang telah
pokok fisioterapi pada penyakit paru adalah mendapat pelatihan khusus yaitu pelatihan
mengembalikan dan memelihara fungsi ICU dewasa. Standar Operasional Prosedur
otot-otot pernafasan dan membantu (SOP) tindakan pencegahan nosokomial
membersihkan sekret dari bronkhus dan pneumonia di ruang perawatan Intensif
untuk mencegah penumpukan sekret. Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang sudah
Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk ada, tapi hanya sebagian perawat yang
pengobatan dan pencegahan pada penyakit melaksanakan karena disebabkan oleh
paru obstruktif menahun, penyakit berbagai faktor, diantaranya; jumlah
pernafasan restriktif karena kelainan ketenagaan yang kurang, kondisi penyakit
neuromuskuler dan penyakit paru restriktif pasien dan cara kerja tidak sesuai dengan
karena kelainan parenkim paru seperti prosedur yang ada.
fibrosis dan pasien yang mendapat ventilasi Sebelumnya telah dilakukan
mekanik (Afiyah, 2009). penelitian tentang hubungan pengetahuan
Mobilisasi atau aktivitas di rumah dan sikap perawat dengan tindakan
sakit pada pasien istirahat total sangat pencegahan Ventilator Associated
129
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 7, No 2, Desember 2011 : 121-129

Pneumonia (VAP) oleh Yuldanita tahun kelainan/infeksi paru yang ditandai saat
2008 di Unit Perawatan Intensif RS Dr. M. auskultasi tidak ada ronkhi, serta hasil
Djamil Padang terhadap 25 orang pemeriksaan leukosit darah dalam rentang
responden, didapatkan hasil perawat yang normal. Pasien yang mengalami penyakit
mempunyai pengetahuan tinggi tentang paru seperti; PPOK, kanker paru, TB paru
tindakan pencegahan Ventilator Asociated dan trauma pada paru tidak menjadi
Pneumonia (VAP) berjumlah 15 orang responden dalam penelitian ini.
(60%) dan yang mempunyai pengetahuan Variabel dependen dalam penelitian
rendah 10 orang (40%). Menurut Dudut ini adalah pelaksanaan mobilisasi dan
(2003), tenaga perawat harus memahami fisioterapi dada, sedangkan variabel
dan mempunyai pengetahuan tentang independen adalah kelompok yang
prinsip-prinsip dan cara pemasangan dilakukan mobilisasi (ambulasi) dan
ventilasi mekanik, operasional pemakaian fisioterapi dada sesuai dengan SOP dan
alat dan perawatan ventilasi mekanik. kelompok yang dilakukan mobilisasi dan
Menurut Hudak (1997), dalam tindakan fisioterapi dada sesuai dengan kebiasaan
perawatan ventilasi mekanik perawat harus ruangan. Mobilisasi didefinisikan menjadi
berhati-hati karena mempunyai resiko yang penggantian posisi pasien setiap dua jam
besar seperti terjadinya infeksi nosokomial yaitu, miring kiri, telentang dan miring
pneumonia. kanan. Fisioterapi dada adalah tindakan
Tujuan penelitian ini adalah untuk yang dilakukan pada pasien dengan cara
menganalisa pengaruh mobilisasi dan menepuk dinding dada atau punggung
fisioterapi dada terhadap kejadian Ventilator dengan tangan dibentuk seperti mangkok
Associated Pneumonia (VAP) pada pasien dilanjutkan vibrasi dengan cara
terpasang ventilasi mekanik. menggetarkan dinding dada atau punggung
pada waktu pasien mengeluarkan napas.
METODE Kejadian VAP ditandai dengan
Penelitian ini menggunakan adanya infeksi pada paru terutama Lobus
rancangan penelitian kuasi eksperimen paru bagian bawah yang terjadi akibat
dengan rancangan perbandingan kelompok pemasangan ventilasi mekanik dan setelah
statis (posttest only control group design) >48 jam intubasi. Positif bila pada
Kelompok eksperimen menerima perlakuan pemeriksaan fisik fungsi pernapasan
sesuai dengan SOP, sedangkan kelompok ditemukan ronkhi (+) dan frekuensi napas
pembanding diberikan perlakuan sesuai meningkat, hasil radiology ditemukan
dengan kebiasaan ruangan. Kegiatan infiltrat (+) lobus paru bagian bawah dan
pengumpulan data dilakukan pada bulan hasil pemeriksaan laboratorium pada
Maret April 2011, bertempat di Unit leukosit darah >10.000. Kritaria terakhir
Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum adalah hasil kultur sputum terinfeksi.
Pusat Dr. M. Djamil Padang. Sampel dalam Kejadian VAP dinilai pada hari ketiga
penelitian ini adalah 20 pasien yang pemasangan ventilasi mekanik.
terpasang ventilasi mekanik, minimal 2 hari Analisa univariat dilakukan untuk
setelah dilakukan intubasi di Unit mengetahui distribusi frekwensi kejadian
Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum VAP pada pasien yang terpasang ventilasi
Pusat Dr. M. Djamil Padang yang dibagi mekanik. Untuk mengetahui pengaruh
menjadi 10 orang pada masing-masing intervensi, dilakukan dengan uji Mann-
kelompok intervensi dan kelompok Whitney. Untuk melihat hasil kemaknaan
pembanding. Semua responden adalah perhitungan statistik digunakan batas
pasien yang terpasang ventilator hari kemaknaan 0,05, dimana jika nilai p > 0,05
pertama dan sebelumnya tidak ada maka hasil hitungan disebut tidak bermakna.

128
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 7, No 2, Desember 2011 : 121-129

HASIL DAN PEMBAHASAN


menggunakan ventilasi mekanik (Afiyah,
Berdasarkan tabel 1 didpatkan 2009).
responden kelompok kontrol sebagian Potter dan Perry (2006)
besar berumur antara 20 39 tahun mengatakan sekret yang menetap
sebanyak 5 orang (50%), dan sebagian menumpuk di bronkus dan paru
kecil berumur antara 60 79 tahun menyebabkan pertumbuhan bakteri yang
sebanyak 1 orang (10%) (Tabel 1). Disisi selanjutnya berkembang menjadi
lain, responden kelompok intervensi pneumonia. Infeksi pulmonal tetap
sebagian besar berumur antara 40 59 berkembang meskipun dilakukan
tahun sebanyak 5 orang (50%), dan intervensi untuk pencegahannya. Sekret
sebagian kecil berumur antara 20 39 dapat dikurangi dengan mengubah posisi
tahun sebanyak 2 orang (20%). Jumlah klien setiap 2 jam, sedangkan fisioterapi
responden yang berjenis kelamin laki-laki dada adalah metoda efektif untuk
dan perempuan dari kelompok kontrol dan mencegah sekret pulmonal dan
intervensi adalah sama yaitu: laki-laki mengalirkan sekret dari segmen paru
sebanyak 7 orang (70%), dan perempuan tertentu dari bronkus dan paru menuju
sebanyak 3 orang (30%). Responden pada trakhea.
kelompok kontrol yang diagnosa Post Mobilisasi (ambulasi) yang
craniotomi didapatkan 7 orang (70%), dan dilakukan pada pasien yang terpasang
masing-masing 1 orang (10%) dengan ventilasi mekanik pada kelompok
diagnosa Post Laparatomi, Post intervensi seperti posisi miring ke kiri,
Thyroidectomi, dan gagal nafas. posisi telentang dan posisi miring ke
Sebaliknya, pada kelompok intervensi kanan. Mobilisasi ini dilakukan setiap 2
yang terbanyak adalah pasien dengan jam sebanyak 3 kali sehari sebelum makan
diagnosa post Laparatomi didapatkan 5 dan disesuaikan dengan jadwal makan
orang (50%), dan masing-masing 2 orang pasien. Tujuan dari mobilisasi antara lain:
(20%) dengan diagnosa Post craniotomi mempertahankan fungsi tubuh,
dan Post Thyroidectomi, serta pasien memperlancar peredaran darah, membantu
dengan diagnosa Post Radikal sistostomi pernapasan menjadi lebih baik,
didapatkan 1 orang (10%). mempertahankan tonus otot,
Perlakuan yang didapat oleh mengembalikan aktivitas tertentu sehingga
responden pada kelompok kontrol pasien dapat kembali normal atau dapat
berdasarkan hasil observasi menunjukkan memenuhi kebutuhan gerak harian (Suzan,
bahwa dalam melakukan tindakan 2004).
mobilisasi (ambulasi) seperti miring ke Pengaruh yang bisa terjadi akibat
kiri, dan miring ke kanan hanya sekali imobilisasi salah satunya pada sistem
dalam sehari ketika pagi hari selesai pernapasan, paru-paru akan terjadi
memandikan pasien. Selanjutnya, tindakan atelektasis dan pneumonia. Perubahan
fisioterapi dada dimulai bila sudah adanya posisi pasien minimal setiap 2 jam
tanda-tanda penumpukan sekret. memungkinkan area paru untuk kembali
Fisioterapi dada yang sering dilakukan mengembang. Pengembangan kembali
hanya penepukan, dan penghisapan lendir. mempertahankan elastisitas rekoil paru
Fisioterapi dada dapat mengembalikan dan dan kebersihan area paru dari sekresi
memelihara fungsi otot-otot pernafasan pulmonal. Posisi miring membantu
serta membantu membersihkan sekret pada menghilangkan tekanan pada punggung
bronkhus dan untuk mencegah dan tumit untuk individu yang tidak dapat
penumpukan sekret pasien yang turun dari tempat tidur atau tirah baring
(Potter & Perry, 2006).
128
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 7, No 2, Desember 2011 : 121-129

Fisioterapi dada dilakukan pada thorak pada waktu batuk dan merangsang
waktu pertukaran dinas pagi ketika terjadinya batuk. Postural drainase (PD)
memandikan pasien seperti; penepukkan, merupakan salah satu intervensi untuk
menggetarkan, posisi drainase, dan melepaskan sekresi dari berbagai segmen
penghisapan. Penepukkan dada meliputi paru dengan menggunakan pengaruh gaya
pengetokan dinding dada dengan kedua gravitasi. Tujuan dari posisi drainase ini
tangan yang dibentuk seperti mangkok supaya tidak terjadi penimbunan sekresi
dengan memfleksikan jari tangan dan didalam paru-paru dan mencegah
meletakkan ibu jari bersentuhan dengan terjadinya collaps dari alveoli karena
jari telunjuk. Penepukkan dinding dada broncheolus tertutup sekresi. Indikasi
secara mekanis melepaskan sekret yang posisi drainase: pasien sesudah operasi
ada pada segmen paru. Posisi pasien dengan retensi sputum, bronkho
tergantung pada segmen paru yang akan pneumonia, pasien tidak sadar, nafas
dilakukan penepukkan. Penepukkan dangkal dan reflek batuk tidak adekuat.
dilakukan selama 3-5 menit setiap posisi. Penghisapan lendir merupakan
Menggetarkan merupakan tindakan suatu tindakan yang dilakukan untuk
yang dilakukan dengan cara meletakkan membersihkan jalan nafas dengan cara
tangan bertumpang tindih pada dada memasukan kateter suction melalui mulut,
dengan dorongan bergetar dan dilakukan hidung atau jalan nafas (OTT,NTT,ETT).
hanya pada waktu pasien mengeluarkan Tujuan dari penghisapan antara lain: untuk
nafas atau saat ekspirasi. Tujuannya untuk membebaskan jalan nafas, mengurangi
mendorong keluar sekresi yang tertimbun retensi sputum, merangsang batuk, dan
dengan bantuan menggetarkan dinding mencegah terjadinya infeksi paru.

Tabel 1.Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, jenis kelamin dan


diagnosa medis pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi di Ruang
Rawat Intensif RSUP. Dr. M Djamil Padang

Kelompok Kontrol Kelompok Intervensi


Karakteristik Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Umur
20 39 tahun 5 50 2 20
40 59 tahun 4 40 5 50
60 79 tahun 1 10 3 30
Jenis Kelamin
Laki laki 7 70 7 70
Perempuan 3 30 3 30
Diagnosa Medis
Post Craniotomi 7 70 2 20
Post Laparatomi 1 10 5 50
Post Radikal sistostomi 0 0 1 10
Post Thyroidectomi 1 10 2 20
Gagal nafas 1 10 0 0

Tabel 2 memperlihatkan bahwa dari terdapat sebagian besar (60%) yang


10 orang kelompok kontrol terdapat mengalami Ventilator Associated
sebagian besar (70%) yang mengalami Pneumonia (VAP) negatif. Hasil uji statistik
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) dengan melakukan uji Mann-Whitney
positif, sedangkan pada kelompok intervensi didapatkan nilai p Value = 0,189 (>0,05),
128
Hendra dkk, Pengaruh Mobilisasi dan Fisioterapi...

berarti terlihat tidak ada perbedaan yang Hasil penelitian dengan uji Mann-
signifikan rata rata kejadian Ventilator Whitney didapatkan hasil uji statistik
Associated Pneumonia (VAP) pada dimana nilai p= 0,189 (>0,05). Sesuai
kelompok kontrol dan kelompok intervensi. dengan aturan keputusan hipotesis statistik
Pada empat orang responden yang berarti Ha di tolak dan Ho di terima, berarti
mengalami Ventilator Associated terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan
Pneumonia (VAP) positif, dua diantara kejadian Ventilator Associated Pneumonia
responden yaitu lanjut usia, beberapa (VAP), antara mobilisasi (ambulasi) dan
kemungkinan yang terjadi pada lanjut usia fisioterapi dada yang dilakukan sesuai
akan mengalami perubahan-perubahan dengan kebiasaan ruangan dengan
fungsi, diantaranya meliputi keterbatasan mobilisasi (ambulasi) dan fisioterapi dada
ventilasi paru, dan tidak stabilnya yang dilakukan sesuai dengan konsep teori.
vasomotor. Hospitalisasi dan tirah baring Tidak adanya perbedaan yang bermakna ini
melapiskan beberapa faktor seperti menjadi dapat terjadi karena pelaksanan tindakan
imobilisasi dan kehilangan sensori (Potter & mobilisasi (ambulasi) dan fisioterapi dada
Perry, 2006). Ada dua responden kelompok yang dilakukan sesuai dengan kebiasaan
intervensi yang mengalami Ventilator ruangan sudah sesuai dengan Standar
Associated Pneumonia (VAP) positif terjadi Operasional Prosedur (SOP) Rumah sakit
karena diagnosa penyakit pasca operasi yang acuannya pada konsep dan teori yang
yang besar. Sebagian dari pneumonia sudah ada, tapi frekuensi tindakannya tidak
nosokomial terjadi sesudah operasi, sesuai dengan hasil yang diharapkan.
terutama bila ventilasi mekanik diperlukan Pada penelitian ini secara uji statistik
paska bedah. Pasien dengan ventilator, tidak ada perbedaan yang signifikan
misalnya mempunyai 6-12 kali resiko lebih kejadian Ventilator Associated Pneumonia
tinggi mendapat pneumonia nosokomial dari (VAP), antara kelompok kontrol dengan
pada pasien tanpa ventilator (Bossemeyer, kelompok intervensi, namun demikian
2004). Pada pasien bedah alasan utama jumlah responden VAP ada penurunan pada
untuk ventilasi mekanik adalah menurut kelompok intervensi dari 7 berkurang
jenis operasi, sedangkan pada pasien medik menjadi 4. Terjadi karena pelaksanan
biasanya berhubungan dengan penyakit tindakan mobilisasi (ambulasi) dan
pasien, resiko pneumonia bacterial fisioterapi dada yang dilakukan sesuai
nosokomial pasca bedah jantung dan paru dengan kebiasaan ruangan sudah sesuai
(misalnya by pass jantung dan reseksi paru) dengan Standar Operasional Prosedur (SOP)
adalah 38 kali lebih besar dari operasi Rumah sakit yang acuannya pada konsep
ditempat lain (CDC 1994 cit Tietjen, 2004). dan teori yang sudah ada.

Tabel 2.
Distribusi Frekuensi Responden Kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada
kelompok kontrol dan kelompok intervensi di Ruang Intensif RSUP. Dr. M. Djamil Padang
Kejadian Kelompok Kontrol Kelompok Intervensi
VAP Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Positif 7 70 4 40
Negatif 3 30 6 60
Jumlah 10 100 10 100

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dari mobilisasi seperti miring kiri, telentang
maka peneliti menyimpulkan bahwa dan miring kanan, sedangkan fisioterapi
mobilisasi (ambulasi) dan fisioterapi dada dada dimulai dari penepukkan,
dilakukan harus secara berurutan dimulai menggetarkan, posisi drainase dan
129
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 7, No 2, Desember 2011 : 121-129

penghisapan lendir. Wahyuningsih (2005) pasien yang terpasang ventilasi mekanik


berpendapat bahwa masalah yang yang dilakukan mobilisasi dan fisioterapi
disebabkan oleh imobilitas lama bisa dada sesuai dengan SOP yaitu sebesar 40%.
menyebabkan infeksi pada paru, ketika Namun tidak terdapat perbedaan yang
pasien berbaring lama dan tidak bergerak signifikan antara mobilisasi (ambulasi) dan
akan terjadi penumpukan sekret didalam fisioterapi dada yang dilakukan sesuai
paru. Penumpukan ini mempermudah kebiasaan ruangan dengan mobilisasi dan
pertumbuhan bakteri dan dapat fisioterapi dada sesuai dengan SOP (p
menyebabkan infeksi berat. Kemudian >0,05).
pendapat Afiyah (2009) fisioterapi dada Diharapkan bagi profesi
dapat mengembalikan dan memelihara keperawatan untuk dapat mengaplikasikan
fungsi otot-otot pernafasan serta membantu penggunaan pedoman mobilisasi (ambulasi)
membersihkan sekret pada bronkhus dan dan fisioterapi dada pada pasien yang
untuk mencegah penumpukan sekret pasien terpasang ventilasi mekanik. Bagi institusi
yang menggunakan ventilasi mekanik. RS. Dr. M. Djamil Padang dalam
Kelemahan pada penelitian ini pembuatan standar operasional prosedur
adalah distribusi responden menurut umur (SOP), agar dapat menjelaskan lamanya
dan diagnosa medis tidak berimbang. waktu pemberian tindakan untuk dari
Peneliti mengabaikan hal ini dengan masing-masing tindakan tersebut.
pertimbangan keterbatasan waktu dalam Selanjutnya, bagi penelitian berikutnya
pengumpulan data yang telah mencapai 2 diharapkan mengadakan penelitian pada
bulan. Kelemahan pada distribusi jumlah sampel berpasangan dengan karakteristik
responden berdasarkan umur, dapat dilihat yang serupa pada kedua kelompok terutama
pada tabel 2 dimana responden lanjut usia umur dan diagnosa penyakit.
pada kelompok intervensi lebih banyak dari
pada responden kelompok kontrol. Pada
distribusi jumlah responden bardasarkan DAFTAR PUSTAKA
diagnosa medis, dapat dilihat pada tabel 4 Brunner & Suddarth, (2002). Keperawatan
bahwa responden kelompok kontrol yang Medikal Bedah. edisi 8. Vol 2.
diagnosa Post craniotomi lebih banyak dari Jakarta: EGC
pada responden kelompok intervensi dan Dahlan, Z. (2006). Tinjauan Ulang Masalah
diagnosa Post Laparatomi lebih banyak Pneumonia yang didapat di rumah
pada responden kelompok intervensi dari sakit. Bandung: Tidak
pada kelompok kontrol. Proporsi responden dipublikasikan
berdasarkan diagnosa medis pada kelompok Dudut. (2003). Asuhan Keperawatan Klien
kontrol dan intervensi berbeda. Sejauh ini dengan Ventilasi Mekanik. FK
belum ada literatur yang menjelaskan USU: Tidak dipublikasikan
pengaruh diagnosa medis terhadap kejadian Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) Pendekatan Holistik. Edisi VI.
kecuali diagnosa medis yang berkaitan Jakarta: EGC
dengan sistem pernafasan. Medical Record Rumah Sakit Umum Pusat
D. M. Djamil Padang 2008
Potter dan Perry. (2006). Buku Ajar
KESIMPULAN DAN SARAN Fundamental Keperawatan,
Kejadian VAP pada pasien yang Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi
terpasang ventilasi mekanik yang dilakukan 4. Jakarta: EGC
mobilisasi dan fisioterapi dada sesuai Regina. (2006). Infeksi Nasokomial
dengan kebiasaan ruangan yaitu sebesar Pneumonia. Bandung: Tidak
(70%) lebih tinggi dari kejadian VAP pada dipublikasikan
128
Hendra dkk, Pengaruh Mobilisasi dan Fisioterapi...

Sedono. R. (2007). Pencegahan Ventilator


Associated Pneumonia. Disampaikan
pada Kursus Dasar ke 4
Pengendalian Infeksi Nosokomial di
RSPAD Gatot Subroto. Jakarta:
Tidak dipublikasikan
Tietjen, dkk. (2004). Panduan Pencegahan
Infeksi Untuk Fasilitas Kesehatan
dengan Sumber Daya Terbatas.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo
Wahyuningsih. (2005). Pedoman
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Yuldanita. (2009). Hubungan Pengetahuan
dan Sikap Perawat dengan Tindakan
Pencegahan Ventilator Associated
Pneumonia di Unit Perawatan
Intensif RS. Dr. M. Djamil Padang.
Skripsi Unand

129

You might also like