You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada kenyataannya di dalam masyarakat terdapat beraneka ragam konsep sehat-sakit


yang diberikan oleh pihak provider atau penyelenggaraan pelayanan kesehatan.Timbulnya
perbedaan konsep sehat-sakit yang diberikan oleh pihak penyelenggara pelayanan
kesehatan disebabkan adanya persepsi sakit yang berbeda antara masyarakat dan provider.
Ada perbedaan persepsi yang berkisar antara penyakit(disease) dengan illness(rasa sakit).
Penyakit (disease) adalah suatu bentuk reaksi biologis terhadap suatu organism,benda
asing atau luka(injury).Hal ini adalah suatu fonema yang objektif yang ditandai oleh
perubahan fungsi-fungsi tubuh sebagai organism biologis.Sedangkan sakit(illnes) adalah
penilaian seseorang terhadap penyakit sehubungan dengan pengelaman yang langsung
dialaminya. Hal ini merupakan fenomena subjektif yang di tandai dengan perasaan tidak
enak (feelingunwell).
Dari batasan kedua pengertian atau istilah yang berbeda tersebut,tampak adanya
perbedaan konsep sehat-sakit yang kemudian akan menimbulkan permasalahan konsep
sehat-sakit di dalam masyarakat.Secara objektif seseorang terkena penyakit,salah satu
organ tubuhny terganggu fungsinya namun, dia tidakmerasa sakit. Atau
sebaliknya,seseorang merasa sakit bila merasakan sesuatu di dalam tubuhnya, tetapi dari
pemeriksaan klinis tidak diperolehbuktibahwaia sakit
Suatu konsep sehat masyarakat, yaitu bahwa sehat adalah orang yang dapat bekerja atau
dapat menjalankan pekerjaannya sehari-hari, dan keluar konsep sakit, di mana dirasakan
oleh seseorang yang sudah tidak dapat bangkit dari tempat tidurnya, tidak dapat
menjalankan pekerjaanya sehari-hari.
Persepsi masyarakat tentang sakit yang notabene merupakan konsep sehat-sakit
masyarakat berbeda pada tiap kelompok masyrakat. Konsep kelompok masyarakat yang
satu berbeda dengan konsep sehat-sakit kelompok yang lain. Untuk itu maka tiap-tiap unit
pelayanan kesehatan komunitas perlu mencari sendiri konsep sehat-sakit masyarakat yang
dilayaninya. Untuk itu penelitian tentang aspek-aspek social budaya kesehatan sangat
diperlukan oleh tiap unit pelayanan kesehatan komonitas.

Status sehat sakit para anggota keluarga dan keluarga saling mempengaruhi satu sama
lain, sehingga keluarga cenderung menjadi seorang reaktor terhadap masalah-masalah
kesehatan dan menjadi aktor dalam menentukan masalah kesehatan anggota keluarga.
Dalam keluarga, ibu merupakan anggota masyarakat yang salah satu perannya adalah
mengurus rumah tangganya sehingga terciptanya lingkungan sehat dalam rumah tangga.
Dengan mewujudkan perilaku yang sehat, maka dapat menurunkan angka kesakitan suatu
penyakit dan angka kematian akibat kurangnya kesadaran dalam pelaksaan hidup bersih
dan sehat serta dapat meningkatkan kesadaran dan kemauan bagi setiap orang agar
terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah perilaku sehat sakit pada masyarakat ?
2. Bagaimakah cara pencegahan penyakit ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui perilaku sehat sakit pada masyarakat
2. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit

1.4 Manfaat
1. Manfaat Praktis
Pembaca khususnya mahasiswa diharapkan mengetahui dan memahami tentang
perilaku sehat sakit pada masyarakat dan cara pencegahan penyakit.
2. Manfaat Teoretis
Makalah ini disusun dengan semaksimal mungkin sehingga dapat dijadikan bahan
acuan untuk menambah referensi dalam pembuatan makalah selanjutnya sehingga
dapat menghasilkan makalah yang lebih baik daripada sebelumnya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perilaku Sehat dan Sakit

A. Konsep Sehat, Sakit, Derajat Kesehatan, dan Status Kesehatan


1) Konsep Kesehatan
Kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Dalam definisi ini, kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang integral dan
terdiri dari aspek fisik, mental, spritual, sosial, dan ekonomi.
a. Aspek fisik-terwujud apabila seseorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau
tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua
organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami ganggan. Ciri seseorang
yang berpenampilan fisik baik adalah mata bersinar, kulit bersih, rambut tertata
rapi, berpakaian yang rapi, badan berotot, tidak gemuk, napas segar, selera
makan baik, tidur nyenyak, gesit, tidak banyak pikiran, tenang, mudah
beradaptasi, dan mampu melaksanakan ibaddah dengan baik
.
b. Aspek mental-mencakup pikiran dan emosional. Sehat mental dan sehat jasmani
selalu dihubungkan satu sama lain, seperti dalam pepatah kuno jiwa yang sehat
terdapat tubuh yang kuat atau men sana in corpore sano individu yang
memiliki mental sehat selalu merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya.
Selalu bergembira, dan menyenangkan, serta tidak ada tanda-tanda konflik
kejiwaan. Selain itu, ia dapat bergaul dengan baik dan terbuka menerima kritik,
serta tidak mudah tersinggung dan marah, selalu pengertian dan toleransi
terhadap kebutuhan emosi orang lain. Ia dapat mengontrol diri dan tidak mudah
emosi serta tidak mudah taku, cemburu, benci. Ia juga dapat menghadapi dan
menyelesaikan masalah secara cerdas dan bijaksana. Pikiran sehat tercermin
dari cara berpikir, dan rasa emosional yang sehat dapat dilihat dari kemampuan
seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, khawatir,
sedih, dan marah.
c. Aspek spiritual-sehat tercermin dari seseorang dalam mengekspresikan rasa
syukur, pujian, kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya, sehat
spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang menjalankan ibadah
dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya dan meninggalkan larangan-
Nya.

d. Aspek sosial-tewrwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan


orang lain atau kelompok laim secara baik, tanpa membedakan ras, suku,
agama atau kepercayaan, status soaial, status ekonomi, pandangan politik,
serta saling toleransi dan menghargai. Dengan kata lain, ,asyarakat hidup
tertib dan selalu menghargai kepentingan orang lain serta masyaralat umum.

e. Aspek ekonomi-terwujud apabila seseorang sudah dewasa dan mampu


produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang
dapat menopang kehidupan diri sendiri atau keluarganya secara finansial.
Akan tetapi, bagi mereka yang belum dewasa atau lanjut usia, yang belum
atau tidak produktif, dengan sendiri batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu,
bagi kelompok tersebut yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni
mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka di masa
mendatang. Misalnya, berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan mampu
melakukan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan yang
bermanfaat bagi masyarakat yang usia lanjut.

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2007) adalah respons seseorang


(organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta
lingkungan.

2) Konsep Sehat
Dalam kehidupan sehari-hari, istilah sehat sering dipakai untuk
menyatakan bahwa sesuatu berfungsi secara normal. Sebagaian besar orang
awam mengungkapkan bahwa orang yang dilakatakan sehat apabila seseorang
tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Dengan kata
lain, sehat adalah keadaan yang enak, nyaman dan bahagia, dan dapat
melakukan perkerjaan sehari-hari dalam kondiai yang prima. Orang yang sehat
fisik berarti tidak ada keluhan fisik, sedangkan sehat mental berarti tidak ada
keluhan mental atau individu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan.
Definisi sehat banyaj dikemukakan oleh para ahli. Definisi sehat menurut
UU pokok Kesehatan Nomor 9 tahun 1960 Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang
meliputi keadaan tubuh (jasmani), rohani (mental), dan sosial serta bukan
hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Sementara itu
definisi sehat menurut WHO (1981) adalah keadaan yang sempurna, baik
fisik, mental, maupun sosial, dan bukan saja bebas dari penyakit atau
kelemahan.
Batasan kesehatan menurut WHO mencakup tiga aspek, yakni fisik,
mental dan sosial. Dalam definisi ini, sehat bukan sekedar terbebas dari
penyakit atau kelemahan. Orang yang tidak berpenyakit pun tentunya belum
tentu dikatakan sehat. Dia semestinya dalam keadaan yang sempurna, baik
fisik, mental, maupun sosial. Definisi WHO tentang sehat mempunyai
karakteristik yang dapat meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman &
Mandle, 1994) yaitu memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang
menyeluruh, memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal
dan eksternal serta penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam
hidup.
Sehat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 adalah suatu
keadaan sejahtera dari tubuh, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sehat menurut Pender ,
Murdaugh, dan Parsons (2006) adalah perwujudan individu yang diperoleh
melalui kepuasan dan berhubungan dengan orang lain (aktualisasi). Kesehatan
sebagaimana dikemukakan oleh Parkins (1974) adalah suatu keadaan
seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh serta berbagai faktor
yang berusaha memengaruhinya.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat dirumuskan definisi sehat secara
umum. Sehat merupakan keadaan yang sempurna dari individu, tidak hanya
terbebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan tetapi juga meliputi seluruh
aspek kehidupan baik aspek fisik, mental, maupun spritual yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

3) Konsep Sakit

Orang awam mendefinisikan sakit sebagai keadaan tubuh yang mengalami


gangguan fisik sehingga timbul rasa dan perasaan tidak mengenakkan, tidal
nyaman, dan tidak dapat melakukan pekerjaan sehari-hari. Konsep sakit ini
mengakar pada masyarakat luas dan berlaku bagi berbagai status ataupun stara
di masyarakat.

a. Definisi Sakit

Definisi sakit menurut Perkins (1974) adalah suatu keadaan yang


tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga menimbulkan
gangguan aktivitas sehari-hari, baik dalam aktivitas jasmani atau rohani
maupun sosial. Definisi sakit menurut Parsons (1972) adalah gangguan
dalam fungsi normal individu sebagai totalitas termasuk keadaan organisme
sebagai sistem biologis dan penyesuaian sosialnya.

Definisi sakit menurut UU NO. 23 tahun 1992 adalah seseorang


yang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis) atau
gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja atau kegiatan
terganggu. Walaupun seseorang sakit (misal masuk angin atau pilek) dan
masih dapat melaksanakan kegiatannya, ia dianggap tidak sakit.

Dari beberapa definisi tersebut dapat dirumuskan definisi sakit


secara umum, yaitu sakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau
pikiran berupa gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas
yang menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi, atau kesukaran terhadap
orang yang dipengaruhinya yang menyebabkan aktivitas kerja atau
kegiatannya terganggu.

b. Tahapan Sakit
Tahapan sakit menurut Suchman (1951) dalam Notoatmodjo (2007)
terbagi menjadi lima tahapan yaitu transisi, amsumsi, kontak dengan
pelayanan kesehatan, ketergantungan, dan penyembuhan.
a. Tahap transisi
Pada tahap ini, individu percaya bahwa ada kelainan dari dalam tubuh,
seperti merasa dirinya tidak sehat atau merasa ada berbagai gejala atau
bahaya. Dalam tahap ini, ada tiga aspek penting, yaitu aspek fisik,
kognitif, dan konsultasi. Dari aspek fisik, individu merasakan adanya
nyeri dan panas tinggi. Kemudian dari aspek kognitif mencakup
interprestasi individu terhadap gejala, misal respon emosi terhadap
ketakutan atau kecemasan. Sementara itu, aspek konsultasi dengan
orang terdekat melliputi gejala perasaan, dan kadang-kadang mencoba
pengobatan di rumah.

b. Tahap asumsi terhadap peran sakit


Individu menerima sakitnya, kemudian individu mencari kepastian
sakitnya dari keluarga atau teman sehingga menghasilkan peran sakit
dan mencari pertolongan dari profesi kesehatan yang lain, mengobati
sendiri, mengikuti nasehat teman atau keluarga. Akhir dari tahap ini
dapat ditentukan bahwa gejala telah berubah dan merasa lebih buruk.
Individu masih mencari penegasan dari keluarga tentang sakitnya.
Rencana pengobatan dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman.

c. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan


Pada tahap ini, individu yang sakit meminta nasehat dari profesi
kesehatan dari inisiatifnya sendiri. Ada tiga tipe informasi yang
diperoleh yaitu validasi keadaan sakit, penjelasan tentang gejala yang
tidak dimengerti, serta keyakinan bahwa mereka akan baik. Jika tidak
ada gejala, individu mempersepsikan dirinya sembuh. Sebaliknya, jika
gejala kembali muncul, individu kembali sehat.

d. Tahap ketergantungan
Jika profesi kesehatan memvalidasi bahwa seseorang sakit, individu
akan menjadi pasien yang bergantung pada orang lain untuk
memperoleh bantuan. Setiap orang mempunyai ketergantungan yang
berbeda sesuai dengan kebutuhan. Perawat mengkaji kebutuhan
ketergantungan pasien dikaitkan dengan tahap perkembangan dan
dukungan terhadap perilaku pasien yang mengarah pada kemandirian.

e. Tahap penyembuhan
Tahap ketika pasien belajar untuk melepaskan peran sakit dan kembali
pada kondisi sehat.

4) Derajat Kesehatan
Menurut Blum (1974), derajat kesehatan meliputi empat faktor yaitu
keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku, dan lingkungan. Keturunan
dipengaruhi oleh populasi dan distribusi penduduk. Pelayanan kesehatan berupa
program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dari keempat faktor tersebut, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang
paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi dan rendahnya derajat
kesehatan masyarakat.
Blum (1974) dan Notoadmodjo (2007) mengungkapkan bahwa faktor
lingkungan merupakan faktor utama, kemudian faktor perilaku merupakan faktor
kedua terbesar yang memengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau
masyarakat. Menurut Notoadmodjo dan Sarwono (1986) yang mengikuti teori
Green (1980), perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu faktor
predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Faktor predisposisi
mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,
sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi,
dan sebagainya. Faktor pendukung mencakup ketersediaan sarana dan prasarana
atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misal fasilitas pelayanan kesehatan.
Sementara itu, faktor pendorong mencakup pengaruh sikap dan perilaku petugas
kesehatan termasuk tokoh yang dipandang tinggi oleh masyarakat. Misalnya,
tokoh masyarakat dan tokoh agama, termasuk faktor undang-undang dan
peraturan-peraturan yang terkait dengan kesehatan.

5) Status Kesehatan
Status kesehatan individu menurut Notoadmodjo dan Sarwono (1986)
dibedakan menjadi delapan golongan, lihat pada tabel berikut ini :

Dimensi sehat
Tingkat
Psikologis Medis Sosial
Sejahtera Baik Baik Baik
Pesimistik Sakit Baik Baik
Sakit sosial Baik Baik Sakit
Hipokondriaka
Sakit Baik Sakit
l
Sakit medis Baik Sakit Baik
Martir Sakit Sakit Baik
Optimistik Baik Sakit Sakit
Sakit serius Sakit Sakit Sakit

Tabel tersebut menunjukkan bahwa kriteria medis bukanlah satu-


satunya yang menentukan tingkat kesehatan individu. Misalnya, individu
dapat melakukan fungsi sosial secara normal, namun secara medis dia
menderita penyakit. Demikian pula halnya pada individu yang terganggu
secara sosial-psikologis, namun secara medis termasuk sehat. Penilaian
individu terhadap status kesehatannya adalah salah satu faktor yang
menentukan perilaku individu tersebut. Perilaku sehat apabila ia
menganggap dirinya sehat, sedangkan perilaku sakit apabila dirinya
merasa sakit. Orang yang berpenyakit belum tentu orang sakit, dan belum
tentu mengakibatkan perubahan perannya di dalam masyarakat.
Dalam kehidupan sosial, individu tergolong sakit medis dan
martir masih mudah diterima di dalam pergaulan sosial karena
penyakitnya tidak mengganggu interaksi sosial mereka. Berbeda dengan
individu yang tergolong hipokondriakal dan penyakit sosial,
masyarakat susah menerima mereka karena perilakunya mengganggu
interaksi sosial.

B. KONSEP PENYAKIT DAN KEADAAN SAKIT


1. Definisi Penyakit
Penyakit adalah istilah dalam dunia medis yang digambarkan sebagai adanya
gangguan dalam fungsi tubuh yang menghasilkan berkurangnya kapasitas. Istilah
penyakit (disease) dan keadaan sakit (illness) sering tertukar dalam penggunaannya
sehari-hari, padahal keduanya memiliki arti yang berbeda. Menurut Fauzi (2007),
penyakit adalah konsepsi medis menyangkut suatu keadaan tubuh yang tidak normal
karena sebab-sebab tertentu yang dapat diketahui dari tanda-tanda dan gejalanya oleh
para ahli. Sementara itu, keadaan sakit adalah perasaan pribadi seseorang yang merasa
kesehatannya terganggu, yang tampak dari keluhan sakit yang dirasakanya, seperti
tidak enak badan dan sebagainya.
Notoatmodjo (2007) mendefinisikan bahwa penyakit adalah suatu bentuk
reaksi beologis terhadap suatu organisme, benda asing atau luka. Kemudian White
(2012) mendefinisikan bahwa penyakit adalah entitas atau kondisi yang menyimpang
dari norma spesies sehingga menempatkan organisme pada posisi yang
menguntungkan secara biologis.Berdasarkan persepsi perilaku sakit dan penyakit,
kondisi true health adalah kondisi seseorang yang benar-benar sehat, tidak sakit,
dan tidak berpenyakit. Sementara itu, kondisi hipokondria adalah kondisi seseorang
yang merasa sakit-sakitan. Kondisi ini didapat pada penderita, namun tidak
didapatkan penyakit ,penyakit ini dinamakan psikosomatik. Selanjutnya kondisi dany
of illness adalah suatu kondisi ketika seseorang berpenyakit namun tidak merasakan
sakit. Keadaan ini biasanya didapat pada penyakit degeneratif dan penyakit kronis.
Kondisi true sick adalah suatu kondisi ketika ada penyakit dan merasa sakit, serta
biasa didapat pada penyakit akut atau sakit berat.
2. Kejadian Penyakit
Penyakit dapat timbul karena berbagai sebab, misalnya,karena
ketidakseimbangan antara agens, pejamu, dan lingkungan. Karena ketidakseimbanagn
tersebut, status kesehatan seseorang dapat terganggu. Status kesehatan seseorang
sendiri dipengaruhi oleh keturunan,pelayanan kesehatan,perilaku dan lingkungan
sehingga penyakit merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh negatif
terhadap kehidupan manusia. Perilaku dan cara hidup individu yang tidak baik dapat
menyebabkan bermacam-macam penyakit. Ditinjau dari segi biologis,penyakit
merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia. Sementara itu, dari segi
kemasyarakatan keadaan sakit dianggap sebagai penyimpangan perilaku dari keadaan
sosial yang normatif.

C. KONSEP PERILAKU SEHAT DAN PERILAKU SAKIT


Perilaku sehat dan perilaku sakit bersifat subjektif. Sehat dan sakit adalah dua
kata yang saling berhubungan erat dan merupakan bahasa yang digunakan sehari-hari.
Sehat dan sakit adalah suatu kondisi yang dapat dirasakan dan diamati dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini kemudian akan memengaruhi pemahaman dan
pengertian seseorang terhadap kondisi sehat.individu yang tidak memiliki keluhan
fisik dan mental dipandang sebagai orang yang sehat. Sebagian masyarakt juga
beranggapan bahwa anak yang tubuhnya kurus adalah anak yang sakit dan anak yang
tubuhnya gemuk adalah anak yang sehat. Apabila mengacu pada standar gizi,anak
yang bertubuh gemuk memiliki status kelebihan berat badsan sehingga dapat disebut
tidak sehat,faktor subjektifitas dan kultur juga memengaruhi pemahanan ,
pengetahuan, dan pengertian mengenai konsep sehat yang berlaku dalam masyarakat.
Konsep sehat menurut masyarakat awam adalah keadaan yang enak, nyaman,
bahagia dan dsapat melakukan pekerjaan sehari-hari dalam kondisi yang prima.
Sementara itu, sakit didefinisikan sebagai keadaan tubuh yang kemudian, Suchman
(1951) dalam Notoatmodjo & Sarwono (1986), memberikan definisi perilaku sakit,
yaitu tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak atau tidak nyaman atau rasa sakit
sebagai akibat dari timbulnya gejala tertentu. Suchman & Philips (1958)
mengemukakan bahwa terdapat lima macam reaksi individu dalam mencari
pengobatan,yaitu shopping, fragmentation, procrastination, self-medication,dan
discontinuity. Shopping adalah proses mencarei alternatif sumber pengobatan guna
menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosis dan pengobatan sesuai
harapan si sakit . sementara itu, fragmentation adalah proses pengobatan oleh
beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama. Misalnya, berobat ke dokter
sekaligus ke sinshe dan dukun. Procrastination adalah proses penundaan pencaharian
pengobatan meskipun gejalapenyakitnya sudah dirasakan. Self-medication adalah
pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat-obatan yng
dinilainya tepat baginya. Discontinuity adalah penghentian proses pengobatan.
Selanjutnya,Suchman (1951) dalam Notoatmodjo & Sarwono (1986) juga
merumuskan lima tindakan individu dalam mengatasi gejala penyakit yang dirasaakn,
yaitu tahap pengenalan gejala, tahap asumsi peranan sakit, tahap kontak dengan
pelayanan kesehatan, tahap ketergantungan si sakit,tahap penyembuhan atau
rehabilitasi. Mechanik (1981)dalam Notoatmodjo & Sarwono (1986) menjelaskan
proses yang terjadi dalam diri individu sebelum dia memutuskan untuk mencari upaya
pengobatan (etilogi perilau sakit).banyak faktor yang menyebabakan individu mencari
upaya pengobatan,yaitu: individu merasa atau mengenal gejala /tanda yang
menyimpang dari keadaan normal, banayk gejala atau tanda yang dianggap serius dan
diperkirakan menimbulkan bahaya, dampak dari gejala atau tanda yang
dirasakanmemengaruhi hubungan dengan keluarha, hubungan kerja, dan kegiatan
sosial, frekuensi dari gejala dan tamnda-tanda terlihat dan terjadi terus-menerus dan
menetap, nilai ambang dari mereka yang terkena gejala atau kemungkinan individu
untuk diserang penyakt, informasi, pengetahuan,dan asumsi budaya tentang penyakit
mengalami gangguan fisik sehingga timbul rasa dan perasaan yang tidak
mengenakkan, tidak nyaman, dan tidak dapat melakukan pekerjaan sehari-hari.

1. Konsep Perilaku Sehat


Perilaku sehat menurut Sarwono (2012) adalah tindakan yang dilakukan
individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk
pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri,penjagaan kebugaran melalui
olahraga dan makanan bergizi. Perilaku sehat adalah tindakan seseorang untuk
mempertahankan kesehatannya melalui menjaga kebersihan diri; makan dengan
menu seimbang,berperilaku bersih dan sehat ; melakukan upaya pencegahan
penyakit, penemuan penyakit secara dini, penyembuhan penyakit, serta upaya
rehabilitasi: dan tidak menularkan penyakit kepada orang lain. Sehat adalah
karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak terhingga nilainya dari merupakan
salah satu nikmat yang paling berharga di samping nikmat-nikmat yang lain.
Sehat pada hakikatnya merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia,dan
tidak dapat dicapai secara instan dan otomatis. Oleh sebab itu, kesehatan harus
dijaga,dipelihara,dan ditingkatkan agar tidak jatuh sakit. Di dalam
masyarakat,individu dikatakan sehat bila tidak ada gangguan fisik, dan perilaku
sehat diperlhatkan oleh individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara
medis belum tentu mereka benar-benar sehat.

2. Konsep perilaku Sakit


Menurut Sarwono (2012),perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk
tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperoleh
kesembuhan. Perilaku yang dilakukan dapat berupa mengobati sendiri,pergi ke
dukun, atau tempat pelayanan kesehatan modern. Selanjutnya, Mechanik (1981)
dalam Notoatmodjo & Sarwono (1986) mengemukakan teori terkait perilaku
sakit yang disebut teori respons bertahan (coping response theory). Perilaku sakit
menurut Mechanik (1981) dalam Notoatmodjo & Sarwono (1986) adalah reaksi
optimal dari individu jika dia terkena suatu penyakit.Kemudian, suchman (1951)
dalam Notoatmodjo & Sarwono (1986) memberikan definisi perilaku sakit, yaitu
tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak atau tidak nyaman atau rasa sakit
sebagai akibat dari timbulnya gejala tertentu.
Suchman & philiphs (1958) mengemukakan bahwa terdapat lima macam
reaksi individu dari mencari pengobatan, yaitu shopping fragmentation,
procrastination, self medication dan discontinuity. Shopping adalah proses
mencari alternative sumber pengobatan guna menemukan seseorang yang dapat
memberikan diagnosis dan pengobatan sesuai harapan sakit. Sementara itu,
Fragmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada
lokasi yang sama. Misalnya, berobat ke dokter sekaligus ke sinshe dan dukun.
Procrastination adalah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun gejala
penyakitnya sudah dirasakan. Self medication adalah pengobatan sendiri
dengan menggunakan berbeagai ramuan atau obat obatan yang dinilainya tepat
baginya. Discontinuity adalah penghentian proses pengobatan.
Selanjutnya, Suchman (1951) dalam Notoatmodjo & Sarwono (1986) juga
merumuskan lima tindakan individu dalam mengatasi gejala penyakit yang
dirasakan yaitu (1) tahap pengenalan gejala (2) tahap asumsi peranan penyakit
(3) tahao kontak dengan pelayanan kesehatan (4) tahap ketergantungan si sakit
(5) tahap penyembuhan atau rehabilitasi
Mechanic (1981) dalam Notoatmodjo & Sarwono (1986) menjelaskan proses
yang terjadi dalam diri individu sebelum dia memutuskan untuk mencari upaya
pengobatan (etiologi perilaku sakit). Banyak factor yang menyebabkan upaya
pengobatan, yaitu (1) individu merasa atau mengenal gejala / tanda yang
menyimpang dalam keadaan normal (2) banyak gejala / tanda yang dianggap
serius dan diperkirakan dapat menimbulkan bahaya (3) dampak dari gejal atau
tanda yang dirasakan memengaruhi hubungan dengan keluarga, hubungan kerja,
dan kegiatan social (4) frekuensi dari gejala dan tanda - tanda terlihat dan
terjadi terus menerus dan menetap (5) niali ambang dari mereka yang terkena
gejala atau kemungkinan individu untuk diserang penyakit (6) informasi,
pengetahuan, dan asumsi budaya tentang penyakittersebut (7) perbedaan persepsi
terhadap gejala yang dikenalnya dan (8) adanya kebutuhan untuk bertindak atau
berperilaku guna mengatasi gejala tersebut.
Dari hal hal tersebut, dapat dirumuskan factor pencetus perilaku sakit, yaitu
factor persepsi yang memengaruhi orientasi medis dan social budaya, factor
intesitas gejala ( menghilang atau menetap), factor motivasi individu untuk
mengatasi gejala yang dirasakan, serta factor social dan psikologi yang
memengaruhi respons sakit.

D. HAK DAN KEWAJIBAN INDIVIDU YANG SAKIT


Hidup yang sehat bagi individu dapat dipandang sebagai suatu hak dan
kewajiban individu dalam hidup bermasyarakat. Orang yang berperan sebagai
individu yang sakit memiliki hak dan kewajiban tertentu dalm kehidupan sosialnya.
Berikut hak dan kewajiban individu yang sakit menurut Sarwono (2012)
1. Hak Individu Sakit
Individu yang sedang sakit memiliki hak dan kewajiban. Hak dan
individu yang sakit adalah individu yang sakit harus dibebaskan dari tanggung
jawab social dan pekerjaan sehari hari. Hak yang memilki individu yang
sakit bergantung pada berat dan ringannya penyakit yang diderita. Apabila
penyakit yang diderita ringan, individu yang sakit diberi sedikit kebebasan
dari tanggung jawab dan pekerjaan sehari hari. Sebaliknya, apabila penyakit
yang diderita berat, individu tersebut harus dibebaskan dari tanggung jawab
social dan pekerjaan sehari hari. Demikian pula apabila penyakit yang
diderita adalah penyakit menular, individu tersebut dibebaskan dari tanggung
jawab social dan pekerjaan sehari hari karena dapat menularkan penyakit
kepada orang lain.
Selain itu, orang yang sedang sakit mempunyai hak untuk menuntut
bantuan atau perawatan dari orang lain. Artinya, orang yang sakit biasanya
memiliki tubuh yang lemah dan tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa
sehingga memerlukan bantuan perawatan dari orang lain, baik anggota
keluarga, perawat, dokter, maupun petugas kesahatan lainnya. Bahkan,
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menanggung biaya perawatan dan
pengobatannya. Individu yang sakit di samping memperoleh dua macam hak
tersebut, mereka juga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan
pengakuan tentang sakit yang dideritanya.

2. Kewajiban Individu Sakit


Kewajiban individu sakit meliputi mencapai kesembuhan, mencari
pengakuan dari lingkungannya dan petugas kesehatan, dan tidak menularkan
penyakitnya pada orang lain. Dalam mencapai kesembuhan, individu yang
sakit harus melakukan upaya diri sendiri atau pertolongan orang lain.
Masyarakat juga wajib berperan serta dalam penyembuhan anggota
masyarakat yang sedang sakit dan memelihara kesehatannya.
Selain itu, individu yang sakit juga berkewajiban mencari pengakuan
dari lingkungannya dan petugas kesehatan agar posisinya selama ia sakit dapat
digantikan orang lain. Pengakuan dalam hal ini dapat diwujudkan dalam
bentuk izin atau cuti bagi pegawai negeri maupun swasta, baik secara lisan
maupun tertulis

Perilaku Sehat-Sakit Masyarakat

Apabila membahas prinsip sehat sakit masyarakat, persepsi masyarakat terhadap


sehat-sakit harus diketahui terlebih dahulu. Persepsi masyarakat tentang konsep sehat dan
sakit bersifat sangat subjektif sehingga perbedaan persepsi antara satu daerah yang lain pasti
ditemukan. Di samping persepsi yang berbeda dengan daerah yang lain pasti ditemukan. Di
samping persepsi yang berbeda, pemahaman masyarakat tentang sehat dan sakit juga
dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, serta unsur sosial dan budaya.
Petugas kesehatan tentunya mempersepsikan sehat-sakit secara objektif berdasarkan
kreteria medis, yaitu berdasarkan gejala yang dirasakan individuyang sakit, dan tanda-tanda
yang tampak guna menetapkan diagnosis individu. Adanya perbedaan perse[si antara
masyarakat dan petugas kesehatan ialah yang kadang-kadang menimbulkan masalah dalam
melaksanakan program kesehatan, khususnya dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Contoh perbedaan persepsi mengenai sehat-sakit antara petugas kesehatan dan


masyarakat adalah individu tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan yang
tersedia karena dia tidak merasa mengidap penyakit, atau beranggapan bahawa penyakitnya
disebabkan oleh mahkluk halus. Akibatnya, individu tersebut akan memilih untuk berobat
kepada orang pandai yang dianggap mampu mengiusir mahkluk halus dari tubuhnya sehingga
penyakitnya itu akan hilang. Pada umumnya, masyarakat tradisional memandang seseorang
dalam keadaan sakit apabila orang tersebut kehilangan nafsu makan atau gairah kerjanya,
atau tidak dapat lagi menjalankan tugasnya sehari-hari secara optimal atau juga kehilangan
kekuatan sehingga harus tinggal di tempat tidur. Selama seseorang masih mampu
melaksanakan fungsinya, merasa badannya enak, nyaman dan bahagia, dan dapat melakukan
pekerjaan sehari-hari dalam kondisi yang prima, orang tersebut dikatakan sehat.

Petugas kesehatan pada umumnya sudah mendeteksi kebutuhan masyarakat akan


upaya kesehatan pada tahap yang lebih awal guna mencegah timbulnya penyakit. Akan
tercapai, masyarakat kadang-kadang baru merasa membutuhkan upaya kesehatan jika mereka
telah berada dalam tahap sakit, atau bahkan sudah dalam keadaan parah. Dalam kondisi
tersebut, penyakit tidak mungkin diatasi hanya dengan berobat dengan ke dukun, beristirahat,
atau minum jamu. Hasil penelitian di berbagai negara berkembang atau negara maju
menunjukkan bahwa tindakan pertama pada individu yang merasa sakit untuk mengatasi
penyakitnya adalah berobat sendiri atau self-medication. Di negara seperti Indonesia masih
banyak dijumpai penderita, sebelum mereka datang ke fasilitas atau petugas kesehatan, sering
terlebih dulu pergi berobat ke dukun atau ahli pengobatan tradisisonal lainnya.

Akibat perbedaan persepsi inilah, perilaku sehat sakit di masyarakat berbeda pula.
Konsep sehat bagi individu adalah suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman, dan dapat
dilakukan akibat sehari-hari dengan baik. Seseorang disebut dalam keadaan sakit apabila ia
menderita penyakit yang menahun (kronis), parah, atau mengalami gangguan kesehatan lain
yang menyebabkan aktivitasnya terganggu.
Perilaku Hidup Sehat dan Bersih

Perilaku hidup sehat dan bersih atau PHBS adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang
atau keluarga dapat menolong diri sendiri dalam bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakat. PHBS adalah salah satu strategis yang dapat ditempuh
untuk mrnghasilkan kemandirian di bidang kesehatan, baik pada masyarakat maupun
keluarga. Artinya, harus ada komunikasi antara kader dengan keluarga atau masyarakat
dalam memberikan informasi dan melakukan pendidikan kesehatan.

Tujuan umum PHBS adalah meningkatnya rumah tangga yang ber-PHBS di


desa/kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Sementara itu, tujuan khusus PHBS adalah
meningkatnya pengetahuan, kemauan, dan kemampuan anggota rumah tangga untuk
melaksanakan PHBS, serta berperan aktif dalam gerakan PHBS di masyarakat.

Manfaat PHBS bagi rumah tangga adalah setiap rumah tangga meningkat
kesehatannya dan tidak mudah sakit, anak tumbuh sehat dan cerdas, produktifitas kerja
anganggota keluarga meningkat dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga
sehingga biaya yang tadinya dialokasikan untuk kesehatan dapat diahlikan untuk biaya
investasi, seperti biaya pendidikan, dan pemenuhan gizi keluarga. Sementara itu, manfaat
PHBS bagi masyarakat adalah masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat,
masyarakat mampu mencegah dan menanggualangi masalah-masalah kesehatan, masyarakat
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, serta masyarakat mampu mengembangkan
Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM), seperti posyandu, jaminan pemeliharaan
kesehatan, tabungan bersalin, kelompok pemakai air, dan ambulans desa.

Sasaran PHBS di rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga, yaitu pasangan usia
subur, ibu hamil dan ibu menyusui, anak dan remaja, usia lanjut, dan pengasuh anak. PHBS
di rumah tangga yang dilakukan untuk mewujudkan rumah tangga ber-PHBS adalah rumah
tangga yang memenuhi 10 indikator PHBS dalam rumah tangga. Akan tetapi, apabila dalam
rumah tangga tidak ada ibu yang melahirkan, tidak ada bayi dan tidak ada balita, pengertian
rumah tangga ber-PHBS adalah rumah tangga yang memenuhi hanya 7 indikator.

Indikator PHBS di rumah tangga adalah persalinan oleh tenaga kesehatan, memberi
bayi ASI ekslusif, menimbang balita setiap bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik nyamuk di
rumah sekali seminggu, makan sayur dan buah setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap
hari, dan tidak merokok di dalam rumah.

2.2 Pencegahan Penyakit

Pencegahan adalah mengambil suatu tindakan yang diambil terlebih dahulu


sebelum kejadian, dengan didasarkan pada data atau keterangan yang bersumber dari
hasil analisis epidemiologi atau hasil pengamatan atau penelitian epidemiologi (Nasry,
2006). Pencegahan merupakan komponen yang paling penting dari berbagai aspek
kebijakan publik (sebagai contoh pencegahan kejahatan, pencegahan penyalahgunaan
anak, keselamatan berkendara), banyak juga yang berkontribusi secara langsung
maupun tidak langsung untuk kesehatan. Konsep pencegahan adalah suatu bentuk
upaya sosial untuk promosi, melindungi, dan mempertahankan kesehatan pada suatu
populasi tertentu (National Public Health Partnership, 2006).

a. Pengertian pencegahan penyakit


Pencegahan penyakit adalah upaya mengarahkan sejumlah kegiatan untuk
melindungi klien dari ancaman kesehatan potensial.dengan kata lain, pencegahan
penyakit adalah upaya mengekang perkembangan penyakit, memperlambat
kemajuan penyakit, dan melindungi tubuh dari berlanjutnya pengaruh yang lebih
membahayakan. Berikut ini adalah beberapa langkah cara pencegahan penyakit:
Selalu menjaga kebersihan diri. Ini adalah langkah awal yang harus dilakukan
dalam pencegahan penyakit. Menjaga kebersihan diri bisa dilakukan dengan
cara mandi minimal 2x sehari dengan menggunakan sabun dan air bersih.
Mencuci rambut minimal 2 hari sekali juga merupakan langkah yang tepat
dalam menjaga kebersihan diri. Selain itu, menjaga kuku tangan selalu pendek
juga merupakan langkah yang tepat karena bisa menghindari kuman
bersarang di dalma kuku yang panjang dan tidak terawat
Menjaga kebersihan lingkungan. Lingkungan tempat tinggal kita merupakan
area yang sangat rawan dalam penularan berbagai macam penyakit. Bila kita
tinggal di lingkungan yang kotor serta sistem sanitasi yang buruk, sudah bisa
dipastikan bahwa kita menjadi rentan tertular berbagai macam penyakit.
Langkah konkrit dalam menjaga kebersihan lingkungan adalah dengan cara
membuang sampah pada tempatnya, tidak buang air besar dan kecil di
sembarang tempat, menjaga kualitas air yang digunakan untuk mandi,
memasak, dan mencuci.
Selalu mengkonsumsi makanan yang bergizi. Makanan yang bergizi tidak
harus selalu makanan yang mahal. Yang penting makanan tersebut
mengandung gizi serta vitamin yang baik bagi tubuh kita. Penyakit akan
gampang sekali menular pada tubuh yang kurang fit dan memiliki imunitas
yang rendah. Oleh karena itu, dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi,
tubuh kita menjadi sehat dan kuat sehingga terhindar dari berbagai macam
penyakit.
Imunisasi. Walaupun pendapat masyarakat Indonesia mengenai imunisasi
sampai saat ini masih terbelah menjadi 2, antara yang pro dan kontra dengan
imunisasi, namun dari sudut pandang ilmu kedokteran, imunisasi merupakan
langkah yang tepat dalam pencegahan penyakit terutama penyakit penyakit
yang berbahaya dan sifatnya fatal bagi kesehatan manusia.
Menghindari lingkungan yang menjadi endemi suatu penyakit. Sebisa
mungkin kita menghindari untuk tinggal di wilayah yang menjadi endemi
bagi penyakit, terlebih bila penyakit tersebut telah ditetapkan sebagai wilayah
dengan KLB (kasus luar biasa) suatu penyakit. Namun bila hal ini tidak
memungkinkan, maka langkah tepat yang harus kita lakukan adalah dengan
menjaga kesehatan dan kebersihan secara ekstra ketat. Dalam beberapa kasus
tertentu, seperti KLB penyakit kaki gajah, maka pemerintah akan turun tangan
dengan cara memberikan obat-obatan kepada masyarakat untuk dikonsumsi.
Memeriksakan kesehatan secara rutin. Ini sangat penting untuk dilakukan
sebagai langkah pencegahan penyakit. Semakin dini suatu penyakit bisa
diketahui, maka akan semakin mudah proses penyembuhannya.

b. Tingkat Pencegahan
Salah satu kegunaan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit adalah
untuk dipakai dalam merumuskan dan melakukan upaya pencegahan. Artinya,
dengan mengetahui perjalanan penyakit dari waktu ke waktu serta perubahan yang
terjadi di setiap masa/fase, dapat dipikirkan upaya-upaya pencegahan apa yang
sesuai dan dapat dilakukan sehingga penyakit itu dapat dihambat
perkembangannya sehingga tidak menjadi lebih berat, bahkan dapat disembuhkan.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan akan sesuai dengan perkembangan
patologis penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga upaya pencegahan itu di bagi
atas berbagai tingkat sesuai dengan perjalanan penyakit.
Ada empat tingkat utama dalam pencegahan penyakit, yaitu :
1. Pencegahan tingkat awal (Priemodial Prevention)
o Pemantapan status kesehatan (underlying condition)
2. Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)
o Promosi kesehatan (health promotion)
o Pencegahan khusus
3. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)
o Diagnosis awal dan pengobatan tepat (early diagnosis and prompt
treatment)
o Pembatasan kecacatan (disability limitation)
4. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)
o Rehabilitasi (rehabilitation).

Pencegahan tingkat awal dan pertama berhubungan dengan keadaan penyakit


yang masih dalam tahap prepatogenesis, sedangkan pencegahan tingkat kedua
dan ketiga sudah berada dalam keadaan pathogenesis atau penyakit sudah
tampak.

Tingkat Pencegahan Dan Kelompok Targetnya Menurut Fase Penyakit

Tingkat pencegahan Fase penyakit Kelompok target


Primordial Kondisi normal kesehatan Populasi total dan kelompok
terpilih
Primary Keterpaparan factor penyebab Populasi total dan kelompok
khusus terpilih dan individu sehat
Secondary Fase patogenesitas awal Pasien
Tertiary Fase lanjut (pengobatan dan Pasien
rehabilitasi)
Sumber : Beoglehole, WHO 1993

Hubungan Kedudukan Riwayat Perjalanan Penyakit, Tingkat Pencegahan Dan


Upaya Pencegahan
Riwayat penyakit Tingkat pencegahan Upaya pencegahan
Pre-patogenesis Primordial prevention Underlying condition
Primary prevention Health promotion
Specific protection
Patogenesis Secondary prevention Early diagnosis and prompt
treatment
Disability limitation
Tertiary prevention Rehabilitation
Sumber : Beoglehole, WHO 1993

Salah satu teori public health yang berkaitan dengan pencegahan timbulnya penyakit
dikenal dengan istilah 5 Level Of Prevention Against Diseases. Leavel dan Clark dalam
bukunya Preventive Medicine For The Doctor In His Community mengemukakan adanya
tiga tingkatan dalam proses pencegahan terhadap timbulnya suatu penyakit. Kedua
tingkatan utama tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Fase sebelum sakit


Fase pre-pathogenesis dengan tingkat pencegahan yang disebut pencegahan primer
(primary prevention). Fase ini ditandai dengan adanya keseimbangan antara
agent (kuman penyakit atau penyebab), host (pejamu) dan environtment (lingkungan).
2. Fase selama proses sakit
Fase pathogenesis, terbagi dalam 2 tingkatan pencegahan yang disebut pencegahan
sekunder (secondary prevention) dan pencegahan tersier (tertiary prevention). Fase ini
dimulai dari pertama kali seorang terkena sakit yang pada akhirnya memiliki
kemungkinan sembuh atau mati.

Tingkat pencegahan penyakit:


1) Pencegahan tingkat Dasar (Primordial Prevention)
Pencegahan tingkat dasar merupakan usaha mencegah terjadinya risiko atau
mempertahankan keadaan risiko rendah dalam masyarakat terhadap penyakit secara
umum. Tujuan primordial prevention ini adalah untuk menghindari terbentuknya pola
hidup social-ekonomi dan cultural yang mendorong peningkatan risiko penyakit .
upaya ini terutama sesuai untuk ditujukan kepada masalah penyakit tidak menular
yang dewasa ini cenderung menunjukan peningkatannya.
Pencegahan ini meliputi usaha memelihara dan mempertahankan kebiasaan atau
pola hidup yang sudah ada dalam masyarakat yang dapat mencegah meningkatnya
risiko terhadap penyakit dengan melestarikan pola atau kebiasaan hidup sehat yang
dapat mencegah atau mengurangi tingkat risiko terhadap penyakit tertentu atau
terhadap berbagai penyakit secara umum. Contohnya seperti memelihara cara makan,
kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan lainnya dalam usaha mempertahankan tingkat
risiko yang rendah terhadap berbagai penyakit tidak menular.
Selain itu pencegahan tingkat dasar ini dapat dilakukan dengan usaha mencegah
timbulnya kebiasaan baru dalam masyarakat atau mencegah generasi yang sedang
tumbuh untuk tidak melakukan kebiasaan hidup yang dapat menimbulkan risiko
terhadap berbagai penyakit seperti kebiasaan merokok, minum alkhohol dan
sebagainya. Sasaran pencegahan tingkat dasar ini terutama kelompok masyarakat usia
muda dan remaja dengan tidak mengabaikan orang dewasa dan kelompok
manula. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pencegahan awal ini diarahkan
kepada mempertahankan kondisi dasar atau status kesehatan masyarakat yang bersifat
positif yang dapat mengurangi kemungkinan suatu penyakit atau factor risiko dapat
berkembang atau memberikan efek patologis. Factor-faktor itu tampaknya banyak
bersifat social atau berhubungan dengan gaya hidup atau pola makan. Upaya awal
terhadap tingkat pencegahan primordial ini merupakan upaya mempertahankan kondisi
kesehatan yang positif yang dapat melindungi masyarakat dari gangguan kondisi
kesehatan yang sudah baik.
2) Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit (Eko budiarto,
2001). Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) dilakukan dengan dua cara :
(1) menjauhkan agen agar tidak dapat kontak atau memapar penjamu, dan (2)
menurunkan kepekaan penjamu. Intervensi ini dilakukan sebelum perubahan patologis
terjadi (fase prepatogenesis). Jika suatu penyakit lolos dari pencegahan primordial,
maka giliran pencegahan tingkat pertama ini digalakan. Kalau lolos dari upaya maka
penyakit itu akan segera dapat timbul yang secara epidemiologi tercipta sebagai suatu
penyakit yang endemis atau yang lebih berbahaya kalau tumbul dalam bentuk KLB.
Pencegahan tingkat pertama merupakan suatu usaha pencegahan penyakit melalui
usaha-usaha mengatasi atau mengontrol faktor-faktor risiko dengan sasaran utamanya
orang sehat melalui usaha peningkatan derajat kesehatan secara umum (promosi
kesehatan) serta usaha pencegahan khusus terhadap penyakit tertentu. Tujuan
pencegahan tingkat pertama adalah mencegah agar penyakit tidak terjadi dengan
mengendalikan agent dan faktor determinan. Pencegahan tingkat pertama ini
didasarkan pada hubungan interaksi antara pejamu (host), penyebab (agent atau
pemapar), lingkungan (environtment) dan proses kejadian penyakit.
Pejamu (host) Perbaikan status gizi, status kesehatan dan pe,berian
imunisasi.
menurunkan pengaruh serendah mungkin seperti
Penyebab (agent)
dengan penggunaan desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi,
penyemprotan insektisida yang dapat memutus rantai
penularan.
perbaikan lingkungan fisik yaitu dengan perbaikan air
Lingkungan (evi)
bersih, sanaitasi lingkungan dan perumahan.

Usaha pencegahan penyakit tingkat pertama secara garis besarnya dapat dibagi
dalam usaha peningkatan derajat kesehatan dan usaha pencegahan khusus. Usaha
peningkatan derajat kesehatan (health promotion) atau pencegahan umum yakni
meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan masyarakat secara optimal,
mengurangi peranan penyebab dan derajat risiko serta meningkatkan lingkungan yang
sehat secara optimal. contohnya makan makanan bergizi seimbang, berperilaku sehat,
meningkatkan kualitas lingkungan untuk mencegah terjadinya penyakit misalnya,
menghilangkan tempat berkembang biaknya kuman penyakit, mengurangi dan
mencegah polusi udara, menghilangkan tempat berkembang biaknya vektor penyakit
misalnya genangan air yang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedesatau
terhadap agent penyakit seperti misalnya dengan memberikan antibiotic untuk
membunuh kuman.
Adapun usaha pencegahan khusus (specific protection) merupakan usaha yang
terutama ditujukan kepada pejamu dan atau pada penyebab untuk meningkatkan daya
tahan maupun untuk mengurangi risiko terhadap penyakit tertentu. Contohnya yaitu
imunisasi atau proteksi bahan industry berbahaya dan bising, melakukan kegiatan
kumur-kumur dengan larutan Flour untuk mencegah terjadinya karies pada gigi.
Sedangkan terhadap kuman penyakit misalnya mencuci tangan dengan larutan
antiseptic sebelum operasi untuk mencegah infeksi, mencuci tangan dengan sabun
sebelum makan untuk mencegah penyakit diare.
Terdapat dua macam strategi pokok dalam usaha pencegahan primer, yakni : (1)
strategi dengan sasaran populasi secara keseluruhan dan (2) strategi dengan sasaran
hanya terbatas pada kelompok risiko tinggi. Strategi pertama memiliki sasaran lebih
luas sehingga lebih bersifat radikal, memiliki potensi yang besar pada populasi dan
sangat sesuai untuk sasaran perilaku. Sedangkan pada strategi kedua, sangat mudah
diterapkan secara individual, motivasi subjek dan pelaksana cukup tinggi serta rasio
antara manfaat dan tingkat risiko cukup baik.
Pencegahan pertama dilakukan pada masa sebelum sakit yang dapat berupa :
a. Penyuluhan kesehatan yang intensif.
b. Perbaikan gizi dan penyusunan pola menu gizi yang adekuat.
c. Pembinaan dan pengawasan terhadap pertumbuhan balita khususnya anak-anak,
dan remaja pada umumnya.
d. Perbaikan perumahan sehat.
e. Kesempatan memperoleh hiburan yang sehat untuk memungkinkan
pengembangan kesehatan mental maupu sosial.
f. Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab.
g. Pengendalian terhadap faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi timbulnya
suatu penyakit.
h. Perlindungan terhadap bahaya dan kecelakaan kerja.
Pencegahan primer merupakan upaya terbaik karena dilakukan sebelum kita jatuh
sakit dan ini adalah sesuai dengan konsep sehat yang kini dianut dalam kesehatan
masyarakat modern.

3) Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)


Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang terancam akan
menderita penyakit tertentu melalui diagnosis dini untuk menemukan status
patogeniknya serta pemberian pengobatan yang cepat dan tepat. Tujuan utama
pencegahan tingkat kedua ini, antara lain untuk mencegah meluasnya penyakit
menular dan untuk menghentikan proses penyakit lebih lanjut, mencegah komplikasi
hingga pembatasan cacat. Usaha pencegahan penyakit tingkat kedua secara garis
besarnya dapat dibagi dalam diagnosa dini dan pengobatan segera (early diagnosis
and promt treatment) serta pembatasan cacat.
Tujuan utama dari diagnosa dini ialah mencegah penyebaran penyakit bila
penyakit ini merupakan penyakit menular, dan tujuan utama dari pengobatan segera
adalah untuk mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang
sakit dan mencegah terjadinya komplikasi dan cacat. Cacat yang terjadi diatasi
terutama untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan hingga mengakibatkan
terjadinya kecacatan yang lebih baik lagi.
Salah satu kegiatan pencegahan tingkat kedua adalah menemukan penderita secara
aktif pada tahap dini. Kegiatan ini meliputi :
1. Pemeriksaan berkala pada kelompok populasi tertentu seperti pegawai negeri,
buruh/ pekerja perusahaan tertentu, murid sekolah dan mahasiswa serta
kelompok tentara, termasuk pemeriksaan kesehatan bagi calon mahasiswa, calon
pegawai, calon tentara serta bagi mereka yang membutuhkan surat keterangan
kesehatan untuk kepentingan tertentu
2. Penyaringan (screening) yakni pencarian penderita secara dini untuk penyakit
yang secara klinis belum tampak gejala pada penduduk secara umum atau pada
kelompok risiko tinggi
3. Surveilans epidemiologi yakni melakukan pencatatan dan pelaporan sacara
teratur dan terus-menerus untuk mendapatkan keterangan tentang proses
penyakit yang ada dalam masyarakat, termasuk keterangan tentang kelompok
risiko tinggi.
Selain itu, pemberian pengobatan dini pada mereka yang dijumpai menderita
atau pemberian kemoprofilaksis bagi mereka yang sedang dalam proses patogenesis
termasuk mereka dari kelompok risiko tinggi penyakit menular tertentu.

4) Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)


Pencegahan pada tingkat ketiga ini merupakan pencegahan dengan sasaran
utamanya adalah penderita penyakit tertentu, dalam usaha mencegah bertambah
beratnya penyakit atau mencegah terjadinya cacat serta program rehabilitasi. Tujuan
utamanya adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut, seperti pengobatan dan
perawatan khusus penderita kencing manis, tekanan darah tinggi, gangguan saraf dan
lain-lain serta mencegah terjadinya cacat maupun kematian karena penyebab tertentu,
serta usaha rehabilitasi.
Rehabilitasi merupakan usaha pengembalian fungsi fisik, psikologis dan sosial
seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik/medis (seperti pemasangan
protese), rehabilitasi mental (psychorehabilitation) dan rehabilitasi sosial, sehingga
setiap individu dapat menjadi anggota masyarakat yang produktif dan berdaya guna.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Eko & Dewi Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi edisi 2. Jakarta :
EGC.

C.Timmreck, Thomas. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar edisi 2. Jakarta : EGC.

Notoatmojo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Kebidanan. Jakarta : EGC.
Ryadi, slamet & T. Wijayanti. 2010. Dasar-Dasar Epidemiologi. Jakarta : Salemba
Medika.

You might also like