Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Status sehat sakit para anggota keluarga dan keluarga saling mempengaruhi satu sama
lain, sehingga keluarga cenderung menjadi seorang reaktor terhadap masalah-masalah
kesehatan dan menjadi aktor dalam menentukan masalah kesehatan anggota keluarga.
Dalam keluarga, ibu merupakan anggota masyarakat yang salah satu perannya adalah
mengurus rumah tangganya sehingga terciptanya lingkungan sehat dalam rumah tangga.
Dengan mewujudkan perilaku yang sehat, maka dapat menurunkan angka kesakitan suatu
penyakit dan angka kematian akibat kurangnya kesadaran dalam pelaksaan hidup bersih
dan sehat serta dapat meningkatkan kesadaran dan kemauan bagi setiap orang agar
terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui perilaku sehat sakit pada masyarakat
2. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit
1.4 Manfaat
1. Manfaat Praktis
Pembaca khususnya mahasiswa diharapkan mengetahui dan memahami tentang
perilaku sehat sakit pada masyarakat dan cara pencegahan penyakit.
2. Manfaat Teoretis
Makalah ini disusun dengan semaksimal mungkin sehingga dapat dijadikan bahan
acuan untuk menambah referensi dalam pembuatan makalah selanjutnya sehingga
dapat menghasilkan makalah yang lebih baik daripada sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2) Konsep Sehat
Dalam kehidupan sehari-hari, istilah sehat sering dipakai untuk
menyatakan bahwa sesuatu berfungsi secara normal. Sebagaian besar orang
awam mengungkapkan bahwa orang yang dilakatakan sehat apabila seseorang
tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Dengan kata
lain, sehat adalah keadaan yang enak, nyaman dan bahagia, dan dapat
melakukan perkerjaan sehari-hari dalam kondiai yang prima. Orang yang sehat
fisik berarti tidak ada keluhan fisik, sedangkan sehat mental berarti tidak ada
keluhan mental atau individu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan.
Definisi sehat banyaj dikemukakan oleh para ahli. Definisi sehat menurut
UU pokok Kesehatan Nomor 9 tahun 1960 Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang
meliputi keadaan tubuh (jasmani), rohani (mental), dan sosial serta bukan
hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Sementara itu
definisi sehat menurut WHO (1981) adalah keadaan yang sempurna, baik
fisik, mental, maupun sosial, dan bukan saja bebas dari penyakit atau
kelemahan.
Batasan kesehatan menurut WHO mencakup tiga aspek, yakni fisik,
mental dan sosial. Dalam definisi ini, sehat bukan sekedar terbebas dari
penyakit atau kelemahan. Orang yang tidak berpenyakit pun tentunya belum
tentu dikatakan sehat. Dia semestinya dalam keadaan yang sempurna, baik
fisik, mental, maupun sosial. Definisi WHO tentang sehat mempunyai
karakteristik yang dapat meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman &
Mandle, 1994) yaitu memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang
menyeluruh, memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal
dan eksternal serta penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam
hidup.
Sehat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 adalah suatu
keadaan sejahtera dari tubuh, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sehat menurut Pender ,
Murdaugh, dan Parsons (2006) adalah perwujudan individu yang diperoleh
melalui kepuasan dan berhubungan dengan orang lain (aktualisasi). Kesehatan
sebagaimana dikemukakan oleh Parkins (1974) adalah suatu keadaan
seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh serta berbagai faktor
yang berusaha memengaruhinya.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat dirumuskan definisi sehat secara
umum. Sehat merupakan keadaan yang sempurna dari individu, tidak hanya
terbebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan tetapi juga meliputi seluruh
aspek kehidupan baik aspek fisik, mental, maupun spritual yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
3) Konsep Sakit
a. Definisi Sakit
b. Tahapan Sakit
Tahapan sakit menurut Suchman (1951) dalam Notoatmodjo (2007)
terbagi menjadi lima tahapan yaitu transisi, amsumsi, kontak dengan
pelayanan kesehatan, ketergantungan, dan penyembuhan.
a. Tahap transisi
Pada tahap ini, individu percaya bahwa ada kelainan dari dalam tubuh,
seperti merasa dirinya tidak sehat atau merasa ada berbagai gejala atau
bahaya. Dalam tahap ini, ada tiga aspek penting, yaitu aspek fisik,
kognitif, dan konsultasi. Dari aspek fisik, individu merasakan adanya
nyeri dan panas tinggi. Kemudian dari aspek kognitif mencakup
interprestasi individu terhadap gejala, misal respon emosi terhadap
ketakutan atau kecemasan. Sementara itu, aspek konsultasi dengan
orang terdekat melliputi gejala perasaan, dan kadang-kadang mencoba
pengobatan di rumah.
d. Tahap ketergantungan
Jika profesi kesehatan memvalidasi bahwa seseorang sakit, individu
akan menjadi pasien yang bergantung pada orang lain untuk
memperoleh bantuan. Setiap orang mempunyai ketergantungan yang
berbeda sesuai dengan kebutuhan. Perawat mengkaji kebutuhan
ketergantungan pasien dikaitkan dengan tahap perkembangan dan
dukungan terhadap perilaku pasien yang mengarah pada kemandirian.
e. Tahap penyembuhan
Tahap ketika pasien belajar untuk melepaskan peran sakit dan kembali
pada kondisi sehat.
4) Derajat Kesehatan
Menurut Blum (1974), derajat kesehatan meliputi empat faktor yaitu
keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku, dan lingkungan. Keturunan
dipengaruhi oleh populasi dan distribusi penduduk. Pelayanan kesehatan berupa
program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dari keempat faktor tersebut, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang
paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi dan rendahnya derajat
kesehatan masyarakat.
Blum (1974) dan Notoadmodjo (2007) mengungkapkan bahwa faktor
lingkungan merupakan faktor utama, kemudian faktor perilaku merupakan faktor
kedua terbesar yang memengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau
masyarakat. Menurut Notoadmodjo dan Sarwono (1986) yang mengikuti teori
Green (1980), perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu faktor
predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Faktor predisposisi
mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,
sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi,
dan sebagainya. Faktor pendukung mencakup ketersediaan sarana dan prasarana
atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misal fasilitas pelayanan kesehatan.
Sementara itu, faktor pendorong mencakup pengaruh sikap dan perilaku petugas
kesehatan termasuk tokoh yang dipandang tinggi oleh masyarakat. Misalnya,
tokoh masyarakat dan tokoh agama, termasuk faktor undang-undang dan
peraturan-peraturan yang terkait dengan kesehatan.
5) Status Kesehatan
Status kesehatan individu menurut Notoadmodjo dan Sarwono (1986)
dibedakan menjadi delapan golongan, lihat pada tabel berikut ini :
Dimensi sehat
Tingkat
Psikologis Medis Sosial
Sejahtera Baik Baik Baik
Pesimistik Sakit Baik Baik
Sakit sosial Baik Baik Sakit
Hipokondriaka
Sakit Baik Sakit
l
Sakit medis Baik Sakit Baik
Martir Sakit Sakit Baik
Optimistik Baik Sakit Sakit
Sakit serius Sakit Sakit Sakit
Akibat perbedaan persepsi inilah, perilaku sehat sakit di masyarakat berbeda pula.
Konsep sehat bagi individu adalah suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman, dan dapat
dilakukan akibat sehari-hari dengan baik. Seseorang disebut dalam keadaan sakit apabila ia
menderita penyakit yang menahun (kronis), parah, atau mengalami gangguan kesehatan lain
yang menyebabkan aktivitasnya terganggu.
Perilaku Hidup Sehat dan Bersih
Perilaku hidup sehat dan bersih atau PHBS adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang
atau keluarga dapat menolong diri sendiri dalam bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakat. PHBS adalah salah satu strategis yang dapat ditempuh
untuk mrnghasilkan kemandirian di bidang kesehatan, baik pada masyarakat maupun
keluarga. Artinya, harus ada komunikasi antara kader dengan keluarga atau masyarakat
dalam memberikan informasi dan melakukan pendidikan kesehatan.
Manfaat PHBS bagi rumah tangga adalah setiap rumah tangga meningkat
kesehatannya dan tidak mudah sakit, anak tumbuh sehat dan cerdas, produktifitas kerja
anganggota keluarga meningkat dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga
sehingga biaya yang tadinya dialokasikan untuk kesehatan dapat diahlikan untuk biaya
investasi, seperti biaya pendidikan, dan pemenuhan gizi keluarga. Sementara itu, manfaat
PHBS bagi masyarakat adalah masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat,
masyarakat mampu mencegah dan menanggualangi masalah-masalah kesehatan, masyarakat
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, serta masyarakat mampu mengembangkan
Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM), seperti posyandu, jaminan pemeliharaan
kesehatan, tabungan bersalin, kelompok pemakai air, dan ambulans desa.
Sasaran PHBS di rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga, yaitu pasangan usia
subur, ibu hamil dan ibu menyusui, anak dan remaja, usia lanjut, dan pengasuh anak. PHBS
di rumah tangga yang dilakukan untuk mewujudkan rumah tangga ber-PHBS adalah rumah
tangga yang memenuhi 10 indikator PHBS dalam rumah tangga. Akan tetapi, apabila dalam
rumah tangga tidak ada ibu yang melahirkan, tidak ada bayi dan tidak ada balita, pengertian
rumah tangga ber-PHBS adalah rumah tangga yang memenuhi hanya 7 indikator.
Indikator PHBS di rumah tangga adalah persalinan oleh tenaga kesehatan, memberi
bayi ASI ekslusif, menimbang balita setiap bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik nyamuk di
rumah sekali seminggu, makan sayur dan buah setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap
hari, dan tidak merokok di dalam rumah.
b. Tingkat Pencegahan
Salah satu kegunaan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit adalah
untuk dipakai dalam merumuskan dan melakukan upaya pencegahan. Artinya,
dengan mengetahui perjalanan penyakit dari waktu ke waktu serta perubahan yang
terjadi di setiap masa/fase, dapat dipikirkan upaya-upaya pencegahan apa yang
sesuai dan dapat dilakukan sehingga penyakit itu dapat dihambat
perkembangannya sehingga tidak menjadi lebih berat, bahkan dapat disembuhkan.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan akan sesuai dengan perkembangan
patologis penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga upaya pencegahan itu di bagi
atas berbagai tingkat sesuai dengan perjalanan penyakit.
Ada empat tingkat utama dalam pencegahan penyakit, yaitu :
1. Pencegahan tingkat awal (Priemodial Prevention)
o Pemantapan status kesehatan (underlying condition)
2. Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)
o Promosi kesehatan (health promotion)
o Pencegahan khusus
3. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)
o Diagnosis awal dan pengobatan tepat (early diagnosis and prompt
treatment)
o Pembatasan kecacatan (disability limitation)
4. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)
o Rehabilitasi (rehabilitation).
Salah satu teori public health yang berkaitan dengan pencegahan timbulnya penyakit
dikenal dengan istilah 5 Level Of Prevention Against Diseases. Leavel dan Clark dalam
bukunya Preventive Medicine For The Doctor In His Community mengemukakan adanya
tiga tingkatan dalam proses pencegahan terhadap timbulnya suatu penyakit. Kedua
tingkatan utama tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
Usaha pencegahan penyakit tingkat pertama secara garis besarnya dapat dibagi
dalam usaha peningkatan derajat kesehatan dan usaha pencegahan khusus. Usaha
peningkatan derajat kesehatan (health promotion) atau pencegahan umum yakni
meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan masyarakat secara optimal,
mengurangi peranan penyebab dan derajat risiko serta meningkatkan lingkungan yang
sehat secara optimal. contohnya makan makanan bergizi seimbang, berperilaku sehat,
meningkatkan kualitas lingkungan untuk mencegah terjadinya penyakit misalnya,
menghilangkan tempat berkembang biaknya kuman penyakit, mengurangi dan
mencegah polusi udara, menghilangkan tempat berkembang biaknya vektor penyakit
misalnya genangan air yang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedesatau
terhadap agent penyakit seperti misalnya dengan memberikan antibiotic untuk
membunuh kuman.
Adapun usaha pencegahan khusus (specific protection) merupakan usaha yang
terutama ditujukan kepada pejamu dan atau pada penyebab untuk meningkatkan daya
tahan maupun untuk mengurangi risiko terhadap penyakit tertentu. Contohnya yaitu
imunisasi atau proteksi bahan industry berbahaya dan bising, melakukan kegiatan
kumur-kumur dengan larutan Flour untuk mencegah terjadinya karies pada gigi.
Sedangkan terhadap kuman penyakit misalnya mencuci tangan dengan larutan
antiseptic sebelum operasi untuk mencegah infeksi, mencuci tangan dengan sabun
sebelum makan untuk mencegah penyakit diare.
Terdapat dua macam strategi pokok dalam usaha pencegahan primer, yakni : (1)
strategi dengan sasaran populasi secara keseluruhan dan (2) strategi dengan sasaran
hanya terbatas pada kelompok risiko tinggi. Strategi pertama memiliki sasaran lebih
luas sehingga lebih bersifat radikal, memiliki potensi yang besar pada populasi dan
sangat sesuai untuk sasaran perilaku. Sedangkan pada strategi kedua, sangat mudah
diterapkan secara individual, motivasi subjek dan pelaksana cukup tinggi serta rasio
antara manfaat dan tingkat risiko cukup baik.
Pencegahan pertama dilakukan pada masa sebelum sakit yang dapat berupa :
a. Penyuluhan kesehatan yang intensif.
b. Perbaikan gizi dan penyusunan pola menu gizi yang adekuat.
c. Pembinaan dan pengawasan terhadap pertumbuhan balita khususnya anak-anak,
dan remaja pada umumnya.
d. Perbaikan perumahan sehat.
e. Kesempatan memperoleh hiburan yang sehat untuk memungkinkan
pengembangan kesehatan mental maupu sosial.
f. Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab.
g. Pengendalian terhadap faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi timbulnya
suatu penyakit.
h. Perlindungan terhadap bahaya dan kecelakaan kerja.
Pencegahan primer merupakan upaya terbaik karena dilakukan sebelum kita jatuh
sakit dan ini adalah sesuai dengan konsep sehat yang kini dianut dalam kesehatan
masyarakat modern.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, Eko & Dewi Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi edisi 2. Jakarta :
EGC.
Notoatmojo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Kebidanan. Jakarta : EGC.
Ryadi, slamet & T. Wijayanti. 2010. Dasar-Dasar Epidemiologi. Jakarta : Salemba
Medika.