You are on page 1of 7

Nama: Wulan Rahmadillah

NIM: 1505115709

Mata Kuliah: Politik Hukum

Dosen: Separen S.Pd.,MH

A. Tujuan Politik Hukum Nasional dan Agenda Strategis Pembangunan

Pengertian Politik Hukum diartikan sebagai kebijakan dasar dari


penyelenggara negara di dalam bidang hukum yang akan, sedang dan akan
berlaku; bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai
tujuan negara yang telah dicita-citakan.
Pengertian Nasional sendiri yaitu wilayah berlakunya politik hukum itu.
Dalam Hal ini yang dimaksud ialah Yang tercakup di dalam kekuasaan Negara
Republik Indonesia.
Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa Pengertian Politik Hukum
Nasional adalah kebijakan dasar dari penyelenggara negara (Republik Indonesia)
di dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku; bersumber dari
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang telah
dicita-citakan bersama.
Dari Pengertian Politik hukum nasional di atas, terdapat 5 (lima) agenda
yang ditekankan di dalam politik hukum nasional, yaitu sebagai berikut :
1. masalah kebijakan yang meliputi konsep dan letak,
2. penyelenggara negara sebagai pembentuk kebijakan dasar tersebut,
3. materi hukum yang meliputi hukum yang akan, yang sedang dan telah berlaku,
4. proses pembentukan hukum,
5. tujuan politik hukum nasional.
Bila merujuk pada kalimat terakhir Pengertian politik hukum nasional di atas,
terlihat jelas bahwa politik hukum nasional dibentuk dalam rangka untuk
mewujudkan tujuan dan cita-cita ideal Negara Republik Indonesia.
Tujuan politik hukum nasional ini meliputi :
1. Sebagai suatu alat (tool) atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh
pemerintah untuk menciptakan suatu sistem hukum nasional yang dikehendaki.
2. Dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa Indonesia
yang lebih besar.
Hingga saat ini, istilah politik hukum sudah sangat banyak digunakan dalam
berbagai disiplin cabang-cabang ilmu hukum. Beberapa pakar hukum
mengungkapkan pengertian politik hukum, sebagai berikut;
Menurut Sudarto, pengertian politik hukum dalam kebijakan hukum pidana
adalah: Kebijakan dari Negara melalui badan-badan yang berwenang menetapkan
peraturan yang dikehendaki dan diperkirakan bisa digunakan untuk mengekpresikan
apa yang terkandung dalam cita-cita masyarakat.

Usaha mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan


situasi pada suatu waktu. Selain teori politik hukum yang dikemukakan oleh Sudarto,
ternyata ada beberapa sarjana hukum yang memberikan pengertian politik hukum,
berikut pengertian politik hukum dari beberapa sarjana tersebut:

Solly Lubis mengatakan Politik hukum itu sebagai kebijakan politik yang
menentukan aturan hukum apa yang seharusnya berlaku mengatur berbagai hal
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Teuku Mohammad Radhie dalam bukunya yang berjudul Pembaharuan dan


Politik Hukum dalam Rangka Pembangunan nasional memberikan pengertian politik
hukum sebagai suatu pernyataan kehendak penguasaan Negara mengenai hukum
yang berlaku diwilayahnya, dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun.
Sunaryati Hartono mengemukakan bahwa politik hukum adalah sama dengan
Mochtar adalah menyangkut hukum mana yang perlu dibentuk (diperbaharui, diubah
atau diganti) dan hukum mana yang harus dipertahankanagar secara bertahap tujuan
Negara dapat terwujud.

Padmo Wahjono dalam bukunya Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum


mendefenisikan politik hukum sebagai kebijakan dasar yangm menentukan arah,
bentuk, maupun isi dari hukum yang akan dibentuk.

B. Politik Pembentukan Perundang-undangan Indonesia


Peraturan perundang-undangan yang baik akan membatasi, mengatur dan
sekaligus memperkuat hak warga negara. Pelaksanaan hukum yang transparan dan
terbuka di satu sisi dapat menekan dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh
tindakan warga negara sekaligus juga meningkatkan dampak positif dari aktivitas
warga negara. Dengan demikian hukum pada dasarnya memastikan munculnya
aspek-aspek positif dari kemanusiaan dan menghambat aspek negatif dari
kemanusiaan. Penerapan hukum yang ditaati dan diikuti akan menciptakan ketertiban
dan memaksimalkan ekspresi potensi masyarakat.

Permasalahan dalam penyelenggaraan sistem dan politik hukum pada


dasarnya meliputi substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Tumpang
tindih dan inkonsistensi Peraturan perundang-undangan, perumusan peraturan
perundang-undangan yang kurang jelas mengakibatkan sulitnya implementasi di
lapangan selain yang diakibatkan oleh ketiadaan peraturan pelaksanaan sebuah
ketentuan peraturan perundang-undangan yang memerlukan peraturan pelaksanaan.
Menyangkut struktur hukum, kurangnya independensi kelembagaan hukum,
akuntabilitas kelembagaan hukum, sumber daya manusia di bidang hukum, sitem
peradilan yang tidak transparan yang mengakibatkan hukum belum sepenuhnya
memihak pada kebenaran dan keadilan karena tiadanya akses masyarakat untuk
melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan peradilan. Timbulnya degradasi
budaya hukum di lingkungan masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya
apatisme seiring dengan menurunnya tingkat apresiasi masyarakat baik kepada
substansi hukum maupun kepada struktur hukum yang ada.

Di sisi inilah politik hukum memainkan perannya untuk menciptakan sebuah


peraturan perundang-undangan yang mampu menciptakan sistem hukum yang
transparan, independen dan tidak memihak, karena keberadaan peraturan perundang-
undangan dan perumusan pasal merupakan jembatan antara politik hukum yang
ditetapkan dengan pelaksanaan politik hukum tersebut dalam tahap implementasi
peraturan perundang-undangan. Pembentukan undang-undang melalui fungsi legislasi
DPR merupakan bagian dari pembangunan hukum, khususnya pembangunan materi
hukum. Manfaat dari Prolegnas bagi pelaksanaan fungsi legislasi DPR guna
menjamin agar pembangunan materi hukum dilaksanakan secara terarah, menyeluruh,
dan terpadu. Dalam abad sekarang susunan masyarakat semakin komplek, hal ini
mengisyaratkan bahwa pengaturan yang dilakukan oleh hukum juga harus mengikuti
perkembangan itu. Hukum akan dikatakan tertinggal jika tidak merespon segala seluk
beluk kehidupan sosial yang melingkupinya. Dalam konteks pemahaman ini maka
tidak cukup kalau hukum itu dipahami secara yuridis normatif saja, yakni sebagai
tertib logis dari tatanan peraturan yang berlaku. Ilmu sosial dan ilmu hukum
mempunyai hubungan yang saling melengkapi dan saling mempengaruhi. Perbedaan
fungsi antara keduanya boleh disebut hanya bersifat marjinal saja.

Robert B. Seidman menyatakan bahwa tindakan apapun yang akan diambil


baik oleh pemegang peran, lembaga-lembaga pelaksana maupun pembuat undang-
undang selalu berada dalam ruang lingkup kompleksitas kekuatan-kekuatan sosial,
budaya, ekonomi dan politik, dan lain sebagainya. Seluruh kekuatan-kekuatan sosial
itu selalu ikut bekerja dalam setiap upaya untuk memfungsikan peraturan-peraturan
yang berlaku, menerapkan sanksi-sanksinya dan dalam seluruh aktivitas lembaga-
lembaga pelaksanaannya. Dengan demikian, peranan yang pada akhirnya dijalankan
oleh lembaga dan pranata hukum itu merupakan hasil dari bekerjanya berbagai
macam faktor.Sejak berakhirnya masa kepemimpinan Presiden Soeharto, terjadi
perubahan mendasar dalam fungsi legislasi. Perubahan itu terasa kian luar biasa
seiring dilakukannya perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Fungsi legislasi
semu yang dimiliki pada era sebelumnya berubah 180 derajat, DPR menjadi lembaga
paling dominan dalam pembentukan undang-undang. Hasil perubahan UUD 1945
menempatkan proses pembentukan undang-undang pada titik ekstrem berbeda, yaitu
dari kekuasaan eksekutif ke kekuasaan legislatif. Perubahan paradigma fungsi
legislasi dilakukan dengan penguatan peran DPR yang dilampiaskan dengan
memangkas fungsi legislasi yang dimiliki pemerintah. Secara hierarki, posisi undang-
undang terletak dibawah UUD, undang-undang mengatur secara lebih lanjut
ketentuan UUD.

Pada dasarnya, materi undang-undang merupakan perintah yang ada dalam


konstitusi, meskipun pada perkembangannya banyak undang-undang yang dibuat
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan negara diluar amanat eksplisit
konstitusi dan juga kebutuhan masyarakat. Berkenaan dengan tahapan pembentukan
undang-undang, Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU No. 12 Tahun 2011) menegaskan,
pembentukan peraturan perundang-undangan adalah yang mencakup tahap
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan
pengundangan. Artinya, perencanaan merupakan salah satu langkah penting dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Substansi sebuah undang-
undang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain soal kapasitas kelembagaan
personal DPR untuk menjalankan fungsi legislasinya. Faktor lain yang juga penting
untuk ditelusuri lebih jauh adalah keterkaitan antara substansi sebuah undang-undang
dengan penyusunannya.
Pembentukan atau penyusunan undang-undang di Indonesia setelah reformasi
diatur oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan (UU No. 10 Tahun 2004) kemudian diubah dengan Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukkan peraturan perundang-undangan
(UU No. 12 Tahun 2011). Proses pembuatan undang-undang didefinisikan sebagai
rentetan kejadian yang bermula dari perencanaan, pengusulan, pembahasan dan
pengesahan.

Berlakunya UU No. 12 Tahun 2011 yang merupakan undang-undang


pengganti UU No. 10 Tahun 2004 semakin meneguhkan keberadaan Prolegnas.
Apabila dicermati, pengaturan Prolegnas dalam UU No. 12 Tahun 2011 lebih rinci
daripada yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 2014. Sebagai contoh, dalam UU No.
12 Tahun 2011 diatur mengenai dasar penyusunan daftar RUU dalam Prolegnas, yaitu
didasarkan pada perintah UUD 1945, perintah TAP MPR, perintah UU lainnya,
sistem perencanaan pembangunan nasional, rencana pembangunan jangka menengah,
rencana kerja pemerintah dan rencana strategis DPR dan aspirasi dan kebutuhan
hukum masyarakat. Ketentuan ini mengikat DPR dan Pemerintah untuk mewujudkan
keterkaitan antara sistem perencanaan pembangunan dengan sistem perencanaan
pembentukan peraturan perundang-undangan

Daftar Pustaka

MD Mahfud, Politik Hukum Di Indonesia, Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada, Cet.


Ke-6, 2014, hlm. 1

Hukum Ugm, 2012, Tujuan Negara Politik Hukum dan Perundang-Undangan,


(Online),(http://indrayadipurnamasaputra.blogspot.com/2012/06/tujuan-negara-
politik-hukum-dan.html), diakses pada 26 April 2017
Bambang Poernomo, Pola Dasar Teori dan Asas Umum Hukum Pidana, (Liberty,
Yogyakarta, 1988).

Budiarjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta:
2001.

You might also like