Professional Documents
Culture Documents
HENDI SUTIAWAN
NIM 1016032043
PSIK-NON REGULER
Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah kesehatan di
Indonesia. Hal ini dikarenakan masih tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi
yang ada di Indonesia. Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi di Indonesia
merupakan yang tertinggi di ASEAN dengan jumlah kematian ibu tiap tahunnya mencapai
450 per seratus ribu kelahiran hidup yang jauh diatas angka kematian ibu di Filipina yang
mencapai 170 per seratus ribu kelahiran hidup, Thailand 44 per seratus ribu kelahiran hidup
(Profil Kesehatan Indonesia, 2010).
Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, Angka Kematian
Bayi (AKB) sebesar 34 per pada 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global
(Millenium Develoment Goals/MDGs 2000) untuk tahun 2015, diharapkan angka kematian
ibu menurun dari 228 pada tahun 2007 menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan angka
kematian bayi menurun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup
(Depkes, 2011).
Oleh karena itu, pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan meluncurkan kebijakan
Jaminan Persalinan (Jampersal) sebagai upaya untuk meningkatkan akses masyarakat
terhadap persalinan yang sehat dengan cara memberikan kemudahan pembiayaan kepada
seluruh ibu hamil yang belum memiliki jaminan persalinan yang diberikan kepada semua ibu
hamil agar dapat mengakses pemeriksaan persalinan dan pertolongan persalinan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hapsari (2004) bahwa persalinan bersih dan aman yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam penurunan angka kematian
ibu dan anak (Yuliarti, 2009).
Hal ini dapat dilihat dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS, 2003-2004)
persentase kelahiran pada tahun 2003 yang ditolong oleh tenaga medis sekitar 56,95% dan
pada tahun 2004 naik menjadi sekitar 57,51%. Sementara persentase penolong persalinan
oleh tenaga non medis masih cukup tinggi yaitu 43,05% pada tahun 2003 dan 42,5% pada
tahun 2004. Hal ini juga didapatkan berdasarkan data Susenas tahun 2007, persalinan
menggunakan dukun masih cukup tinggi, yaitu mencapai 30,27%. Hal ini sejalan dengan
hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 dimana berdasarkan tempat persalinan anak terakhir
terdapat tenaga yang menolong proses persalinan adalah dokter (2,1%), bidan (51,9%),
paramedis lain (1,4%), dukun (40,2%), serta keluarga (4,0%) (Riskesdas, 2010).
Kebijakan operasional dalam percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi akan
menggunakan pendekatan layanan berkelanjutan. Layanan berkelanjutan diberikan sejak bayi
masih berada dalam kandungan hingga 1.000 hari pertama kehidupan bayi. Untuk
melaksanakan program tersebut, Kementerian Kesehatan juga melakukan perbaikan fasilitas
kesehatan seperti meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir
minimal di 150 rumah sakit (PONEK) dan 300 puskesmas/balkesmas (PONED) dan fasilitas
swasta. Selain itu, juga dilakukan penguatan sistem rujukan yang efisien dan efektif antar
puskesmas dan rumah sakit.
Dengan upaya perbaikan kebijakan tentang kesehatan reproduksi, pemerintah tetap saja
menilai bahwa pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual tidak perlu disedikan di tingkat
sekolah. Pernyataan tersebut muncul ketika pengajuan revisi Undang-undang Sisdiknas yang
diajukan oleh gugus tugas Seperlima di tolak karena dianggap kesehatan reproduksi dan
seksual bukan lah isue prioritas dimana tidak ada masyarakat yang dirugikan. Kenyataan
tersebut sungguh ironis, ketika para peniliti melihat bahwa AKI dan AKB bisadicapai melalui
perbaikan standar pendidikan kesehatan repoduksi dan seksual.
Beberapa kegiatan dalam meningkatkan upaya percepatan penurunan AKI telah
diupayakan antara lain melalui peningkatan kualitas pelayanan dengan melakukan pelatihan
klinis bagi pemberi pelayanan kebidanan di lapangan. Kegiatan ini merupakan implementasi
dari pemenuhan terwujudnya 3 pesan kunci Making Pregnancy Safer yaitu:
Program PWS-KIA
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA) adalah alat
manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah kerja secara terus
menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang
dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi
kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan
balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi
data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait dan
tindak lanjut.
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1985.
Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang program di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota belum mempunyai alat pantau yang dapat memberikan data yang cepat
sehingga pimpinan dapat memberikan respon atau tindakan yang cepat dalam wilayah
kerjanya. PWS dimulai dengan program Imunisasi yang dalam perjalanannya, berkembang
menjadi PWS-PWS lain seperti PWS-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) dan PWS Gizi.
Pelaksanaan PWS imunisasi berhasil baik, dibuktikan dengan tercapainya Universal
Child Immunization (UCI) di Indonesia pada tahun 1990. Dengan dicapainya cakupan
program imunisasi, terjadi penurunan AKB yang signifikan. Namun pelaksanaan PWS
dengan indikator Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tidak secara cepat dapat menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI) secara bermakna walaupun cakupan pelayanan KIA meningkat, karena
adanya faktor-faktor lain sebagai penyebab kematian ibu (ekonomi, pendidikan, sosial
budaya, dan lain sebagainya). Dengan demikian maka PWS KIA perlu dikembangkan dengan
memperbaiki mutu data, analisis dan penelusuran data.
Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan
menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh sasaran
maka diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi dapat ditemukan sedini
mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai.
D. Adapun pendapat dari kebijakan pemerintah dan program yang di jalankan (KIA)
adalah sebagai berikut ;
1. Memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal dan neonatal dengan cara pemberian
pelayanan antenatal yang optimal secara menyeluruh dan terpadu, peningkatan deteksi dini
resiko tinggi baik pada ibu hamil maupun pada bayi di institusi pelayanan ANC maupun di
masyarakat, disamping itu pengamatannya harus secara terus menerus.
2. Berfungsinya mekanisme rujukan dari tingkat masyarakat dan puskesmas hingga rumah
sakit tempat rujukan.
3. Adanya keseragaman dan persamaan persepsi tentang sistem pelaporan antara pengelola
program kesehatan ibu dan anak yang berada di kabupaten/kota dengan pengelola yang ada di
propinsi.
SUMBER BUKU
Manuaba,Ida Bagus Gde. 2007. Ilmu Kebidanan Dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: Sunter Agung Podomoro.