You are on page 1of 8

TUGAS METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI

Pengaruh Curah Hujan Terhadap Banjir di Kota Padang

M. Irsan Nashrurriza Hakim

16/397545/GE/08424

Pembangunan Wilayah

FAKULTAS GEOGRAFI

UNIVERSITAS GADJAH MADA


Hujan adalah suatu proses fisis yang dihasilkan dari fenomena cuaca. Cuaca sendiri
adalah suatu sistem yang kompleks sehingga bisa dimaklumi apabila para modeler cuaca atau
peramal cuaca kadang meleset prakiraannya. Di Amerika yang sudah serba supercanggih di
bidang meteorologi, kadang kala tetap saja mengalami kegagalan dalam meramalkan fenomena
cuaca seperti hantaman Tornado, hujan badai dan sebagainya. (Tukidi,2010:136)

Diebutkan dalam jurnal pertama oleh Tukidi (2010, 136-137) :

Pengaruh faktor fisiografis wilayah Indonesia dan sekitarnya terhadap


unsur-unsur iklim/cuaca telah menghasilkan 3 (tiga) tipe curah hujan, yakni:
tipe ekuatorial, tipe monsun dan tipe lokal. Ada beberapa faktor fisis penting
yang ikut berperan terhadap proses terjadinya hujan di wilayah Indonesia, di
antaranya adalah: posisi lintang, ketinggian tempat, pola angin (angin pasat
dan monsun), sebaran bentang darat dan perairan, serta pegunungan dan
gunung-gunung yang tinggi. Faktor-faktor tersebut, secara bersama-sama atau
gabungan antara dua faktor atau lebih akan berpengaruh terhadap variasi dan
tipe curah hujan. Berdasarkan proses terjadinya, paling tidak ada 3 tipe pola
curah hujan yang terjadi di wilayah Indonesia, yakni tipe ekuatorial, monsun
dan lokal.
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui ada tiga tipe pola curah hujan di Indonesia yang
dipengaruhi oleh posisi lintang, ketinggian tempat, pola angin, sebaran bentang darat dan
perairan, dan pengunungan serta gunung-gunung yang tinggi.

Indonesia mendapatkan sumber udara lembab yang sangat banyak. Sumber udar yang
banyak tersebut mendatangkan hujan bagi wilayah Indonesia. Udara lembab yang banyak
tersebut berasal dari dua samudra besar, yaitu Samudra Pasifik yang ada di sebelah timur dan
Samudra Indonesia yang ada di sebelah barat. Kedua samudra tersebut menghasilkan air yang
banyak yang menjadi bahan untuk evaporasi yang menjadi awal mula hujan.

Selain diapit oleh dua samudra, Indonesia juga diapit oleh dua benua, yaitu : Benua Asia
dan Benua Australia. Kedua benua tersebut akan mempengaruhi pola pergerakan angin di
wilayah Indonesia. Arah angin sangat penting dalam mempengaruhi curah hujan. Angin akan
membawa udara lembab ke wilayah Indonesia apabila angin tersebut berhembus dari arah
Samudra Pasifik dan Samudra Indonesia. Hal ini menyebabkan curah hujan yang tinggi.
Sebaliknya jika angin berhembus dari dari daratan Benua Asia dan Australia curah hujan
menjadi rendah. Hal ini disebabkan oleh kandungan uap air yang dibawa angina tersebut dimana
angina tersebut hanya membawa sedikit uap air dan tidak banyak menimbulkan hujan di wilayah
Indonesia.

Karakteristik Curah Hujan Di Indonesia

Indonesia memiliki 3 tipe curah hujan, yaitu tipe ekuatorial, tipe monsun, dan tipe local.
Pembagian ini didasarkan atas pola umum terjadinya. Dijelaskan oleh Tukidi (2010,137) :

1. Tipe curah hujan ekuatorial proses terjadinya berhubungan dengan pergerakan


zona konvergensi ke arah utara dan selatan mengikuti pergerakan semu
matahari
2. Tipe monsun lebih dipengaruhi oleh adanya tiupan angin musim (Angin
Musim Barat)
3. Tipe lokal lebih dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik setempat, yakni
adanya bentang perairan sebagai sumber penguapan dan pegunungan atau
gunung-gunung yang tinggi sebagai daerah tangkapan hujan.

Tipe lokal lebih banyak terjadi di Kalimantan, contohnya adalah yang terjadi
di Pontianak, Kota Mobagu, Sidikalang dan Bengkalis. Sedangkan tipe monsun lebih
banyak terjadi di di ujung Pulau Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara
dan Maluku selatan. Contoh curah hujan tipe monsun adalah yang terjadi di Serang,
Jakarta dan Pasuruhan. Sedangkan tipe ekuator lebih banyak terjadi di daerah dekat
ekuator. Kota Padang sendiri berada di dekat ekuator sehingga tip curah hujan nya
adalah ekuator. Tipe ekuator dijelaskan oleh Tukidi
Pola ini berhubungan dengan pergerakan zona konvergensi ke arah
utara dan selatan mengikuti pergerakan semu matahari. Zone konvergensi
merupakan pertemuan dua massa udara (angin) yang berasal dari dua
belahan bumi, kemudian udaranya bergerak ke atas. Angin yang bergerak
menuju satu titik dan kemudian bergerak ke atas disebut konvergensi, dan
tempat terjadinya konvergensi disebut daerah konvergensi. Posisinya relatif
sempit dan berada pada lintang rendah dan dikenal dengan nama Inter-
tropical Convergence Zone (ITCZ) atau Daerah Konvergensi Antar Tropik
(DKAT). ITCZ juga dikenal dengan nama ekuator panas (heat equator) atau
front ekuator (equatorial front) (Subarna, 2002: 45)
Di atas lautan Atlantik dan Pasifik posisi ITCZ sangat dekat
terhubung dengan doldrums (daerah 5LU-5LS), maka ITCZ merupakan
batas antara angin pasat utara-timuran dengan angin pasat selatan-timuran,
sedangkan di atas benua pergeseran posisi ITCZ tampak lebih tegas.
Sirkulasi monsun terhubung dengan pergeseran utara-selatan dari ITCZ,
dan juga tergantung pada kontras musiman dalam pemanasan daratan dan
lautan sebagai suatu sistem yang kompleks (Prawirowardoyo, 1996: 75).
ITCZ bergerak ke arah utara pada musim panas di belahan bumi
utara (bulan Juli) dan bergerak ke arah selatan pada musim panas di
belahan bumi selatan (bulan Januari) mengikuti lokasi pemanasan matahari
maksimum, sehingga pada bulan Juli, yaitu saat terjadinya maksimum
musim panas di belahan bumi utara, posisi ITCZ berada di sekitar 25 LU
di atas benua Asia dan antara 5 s/d 10 LU di atas lautan. Pada bulan
Januari, saat terjadinya maksimum musim panas di belahan bumi selatan,
ITCZ berada di sekitar 15 LS di atas daratan (benua) dan dekat katulistiwa
di atas lautan.

Penilitian yang dilakukan oleh Tukidi menunjukkan data sebagai berikut :


Kota padang yang memiliki tipe curah hujan ekuator memiliki curah hujan
yang tinggi. Beberapa sebab dari hal tersebut adalah
(1) letak daerah di pesisir yang arah pantainya sejajar dengan arah angin, dan
(2) letaknya di balik gunung atau pegunungan yang tinggi (Tukidi, 2007: 95-
96) dalam Tukidi (2010,143)

Curah hujan di Kota Padang dijelaskan dengan table data sebagai berikut :
Dalam tulisannya SRI FIRDAYANTI menjelaskan bahwa curah hujan yang tinggi ini
menjadi salah satu sebab banjir di Kelurahan Sungai Sapih, Kecamatan Kuranji, Kota Padang.
Hal tersebut dijelaskan oleh Sri Firdayati (2014,2-3):

Pertama, curah hujan merupakan faktor alami penyebab banjir di


Kelurahan Sungai Sapih Kecamatan Kuranji, Kota Padang yakni curah hujan
tergolong sangat tinggi dengan rata-rata curah hujan230,3 mm/ bln dan
3901mm/tahun. Hal senada juga diungkapkan oleh Nurlia (2006) dalam
penelitianya yang berjudul permasalahan banjir pada beberapa komplek
perumahan di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang bahwa curah hujan dapat
menyebabkan terjadinya banjir di komplek perumahan ini.
Kedua, drainase merupakan saluran air permukaan untuk menampung
dan mengalirkan air hujan yang di buat sendiri oleh penduduk di komplek
permukiman di daerah Kurao Kapalo Banda dan Aie Paku. Kondisi drainase
di daerah Kurao Kapalo Banda tergolong agak terhambat disebabkan
banyaknya tumpukan sampah di sekitar drainase dan drainase pada daerah Aie
Paku tergolong terhambat yang disebabkan kecilnya daya tampung drainase
dan adanya tumpukan sampah. Berdasarkan drainase yang ada di daerah
penelitian maka drainase merupakan faktor penyebab banjir di daerah tersebut
tetapi hal ini bertolak belakang dengan Penelitian Nurlia (2006) dalam
penelitianya yang berjudul permasalahan banjir pada beberapa komplek
perumahan di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang menjelaskan bahwa
drainase bukan penyebab terjadinya banjir karena drainase di daerah ini cukup
baik dengan kedalaman drainase mencapai 1 m dengan luas 70 80 cm.
Ketiga, topografi merupakan penyumbang terjadinya banjir di daerah Kurao
Kapalo Banda dan Aie Paku karena daerah ini memiliki topografi yang
rendah dengan kemiringan lereng di Kurao Kapalo Banda 4 %, Aie Paku 3 %,
Topografi daerah Kurao Kapalo Banda 15 mdpl, Aie Paku 11 mdpl sehingga
air hujan yang mengalir dari perbukitan tidak tertampung di daerah ini. Hal ini
juga diungkapkan oleh Sartohadi dan Suyono (2003) bahwa topografi
yangrendah merupakan penyebab terjadinya banjir di pantai Utara Jawa
Tengah pada satuan wilayah sungai pemalicomal. Keempat
Jenis batuan di daerah penelitian tergolong batuan aluvium yakni
batuan yang terdiri dari partikel lempung, pasir dan kerikil yang diperkirakan
berasal dari daerah hulu yang membawa partikel tersebut ke daerah Kurao
Kapalo Banda dan Aie Paku tersebut. Penelitian ini juga sesuai dengan hasil
penelitian Sofyan (2013) yang berjudul analisis tingkat bahaya banjir DAS
batang Kuranji Kecamatan Nanggalo Kota Padang bahwa jenis batuan
aluvium mempengaruhi penyebab banjir dengan tingkat banjir tinggi dengan
peluang banjir satu kali dalam satu tahun.
Daftar Pustaka
Tukidi. 2010. Karakter Curah Hujan di Indonesia. Semarang. Universitas Negeri Semarang.
Firdayanti, Sri. 2014. Studi Penyebab Terjadinya Banjir di Kawasan Permukiman Kelurahan
Sungai Sapih Kecamatan Kuranji Kota Padang. Padang. Sekolah Tinggi Keguruan dan
Ilmu Pendidikan PGRI Sumatra Barat.

You might also like