You are on page 1of 4

Jurnal Medika Veterinaria Safara Malullana Ulfah, dkk

P-ISSN : 0853-1943; E-ISSN : 2503-1600

GAMBARAN HISTOPATOLOGIS PARU ANJING LOKAL (Canis lupus


familiaris) YANG MENDERITA ANTRAKOSIS
Histopathology of Lung of Local Dog (Canis lupus familiaris) with Anthracosis
Safara Malullana Ulfah1*, M. Nur Salim2, Nazaruddin2, Dwinna Aliza2, Ummu Balqis2, dan Siti Aisyah2
1
Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
2
Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
*Corresponding author: safaramalullana.ulfah@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran histopatologis paru anjing yang menderita antrakosis. Sampel yang digunakan adalah 30 ekor
anjing berumur dua tahun yang dibunuh dengan menggunakan striknin kemudian dinekropsi untuk diambil paru-parunya. Paru-paru diperiksa
secara patologi anatomis dan diamati adanya partikel debu. Kemudian paru dibuat sediaan histopatologis dengan menggunakan metode baku
mikroteknik dan pewarnaan hematoksilin eosin. Data penelitian dianalisis secara deskriptif. Dari hasil penelitian diperoleh 10 sampel paru positif
menderita antrakosis yang dibuktikan dengan ditemukannya akumulasi pigmen karbon pada septa alveoli, sedangkan 20 sampel paru negatif
menderita antrakosis. Selain ditemukan pigmen karbon pada septa alveoli, perubahan lain yang tampak adalah emfisema, kongesti, edema,
hemoragi, hiperemi, serta fibrosis. Anjing yang menderita antrakosis di wilayah Kota Banda Aceh dan Aceh Besar memiliki persentase 33,33%.
____________________________________________________________________________________________________________________
Kata kunci: histopatologis paru, anjing lokal, antrakosis

ABSTRACT
This study aims to determine the histopathology of lung of local dog (Canis lupus familiaris) with anthracosis. The study used 30 dogs with the
ages of 2 years sacrificed by strychnine and necropsied to collect the lungs. The anatomycal pathology method was used to examine the presence of
dust particles in lungs. The samples then proceed to histopathology using standard microtechnic method and stained with hematoxylin-eosin. Data
were analyzed descriptively. The result showed that 10 out of 30 samples were positive pulmonary anthracosis proven by carbon pigment found in
septae of alveolar, whereas 20 samples negative anthracosis. Other changes observed were emphysema, congestion, edema, hemorrhage, hyperemia,
and fibrosis. In conclusion the percentage of dogs with anthracosis in Banda Aceh City and Aceh Besar is 33.33%.
____________________________________________________________________________________________________________________
Key words: lung histopathology, local dog, anthracosis

PENDAHULUAN 2013 tentang kelayakan vegetasi dan emisi di satu ruas


Jalan Tgk Daud Beureueh, misalnya, diperoleh sebuah
Pencemaran udara saat ini menjadi hal yang tidak hasil yang cukup memprihatinkan, yaitu daya serap total
dapat dihindari mengingat pesatnya perkembangan vegetasi di ruas jalan tersebut hanya berkisar 18% dari
teknologi di berbagai aspek kehidupan, baik di bidang total beban emisi yang dihasilkan oleh kendaraan
industri, rumah tangga, maupun transportasi. bermotor yang melintas. Kondisi tersebut apabila
Pencemaran udara oleh partikel dapat disebabkan dibiarkan akan menjadi berbahaya, karena 82% gas
peristiwa alamiah, kegiatan industri, dan teknologi. karbondioksida hasil emisi kendaraan bermotor tidak
Partikel yang mencemari udara banyak macam dan terserap dan akan berada di lapisan atmosfer bumi dan
jenisnya, tergantung pada macam dan jenis kegiatan dapat mengakibatkan efek gas rumah kaca yang
industri serta teknologi yang ada (Raharjo, 2000). selanjutnya akan memberikan kontribusi pemanasan
Polusi udara lingkungan adalah masuknya atau global dan pencemaran lingkungan.
dimasukkannya zat-zat, partikel, energi, atau Pneumokoniosis adalah penyakit saluran
komponen-komponen lain ke dalam udara lingkungan pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel
hidup oleh kegiatan manusia (kebakaran hutan, emisi (debu, pigmen karbon, asbes, semen, batubara, dan lain
kendaraan, kegiatan industri, merokok aktif), dan sebagainya) yang masuk atau mengendap di dalam
aktivitas alam (letusan gunung berapi, gas alam) paru-paru. Penyakit pneumokoniosis banyak jenisnya,
sehingga kualitas udara menurun. Kondisi ini menjadi tergantung dari jenis partikel yang masuk atau terhisap
penyebab dan gangguan kesehatan pada manusia dan ke dalam paru-paru. Beberapa jenis penyakit
hewan (Wardhana, 2001). pneumokoniosis yang banyak dijumpai di daerah yang
Secara umum, partikel yang mencemari udara dapat memiliki banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu
merusak lingkungan, tanaman, hewan dan manusia. silikosis, asbestosis, bisinosis, antrakosis, dan beriliosis
Partikel-partikel tersebut sangat merugikan kesehatan (Lubis, 1991).
baik pada manusia maupun hewan. Pada umumnya Antrakosis merupakan akumulasi pigmen karbon
udara yang telah tercemar oleh partikel dapat yang masuk ke paru-paru melalui jalur inhalasi.
menimbulkan berbagai macam penyakit saluran Umumnya hewan yang menderita antrakosis hidup di
pernafasan (Anonimus, 2009). Tingkat pencemaran lingkungan yang berpolusi. Secara mikroskopis, pigmen
udara di Kota Banda Aceh lumayan tinggi. Menurut karbon terlihat sebagai bercak-bercak berwarna hitam
Jalaluddin (2013), berdasarkan hasil studi Dinas yang ditemukan di dinding alveolar atau fokus hitam
Kebersihan dan Keindahan Kota Banda Aceh pada tahun pada peribronkial (McGavin dan Zachary, 2001).

105
Jurnal Medika Veterinaria Vol. 10 No. 2, Mei 2016

Antrakosis disebabkan oleh pengendapan karbon, silika, terutama yaitu adanya akumulasi pigmen karbon (CO 2)
dan partikel kuarsa dalam makrofag, mukosa, dan yang berasal dari debu dan polusi udara yang terlihat
submukosa. Eksposur pekerjaan untuk partikel-partikel sebagai flek-flek hitam.
ini merupakan faktor predisposisi untuk antrakosis
bronkial. Dalam pandangan bronkoskopis, secara
patologis yang terlihat adalah bronkus sangat rapuh. Hal
ini disebabkan oleh pigmen warna hitam pada bronkus,
yang dapat menyebabkan kerusakan bronkus dan
terjadinya kelainan bentuk dari bronkus tersebut. Dalam
beberapa kasus, antrakosis mungkin berhubungan
dengan mycobacterium TBC (Ghanei et al., 2011).
Studi tentang perubahan histopatologis paru anjing
lokal (Canis lupus familiaris) yang menderita
antrakosis di Aceh belum pernah dilaporkan. Gambaran
histopatologis paru anjing dapat diketahui dengan
adanya perubahan yang terjadi pada tingkat jaringan
atau sel dari organ paru anjing lokal yang menderita
antrakosis. Sedikit atau banyaknya akumulasi pigmen
karbon yang terdapat pada paru anjing juga dapat
menggambarkan tingkat pencemaran udara. Gambar 1. Patologi anatomi paru-paru anjing. ( )= Memperlihatkan
adanya flek hitam pada permukaan paru-paru
MATERI DAN METODE
Paru anjing yang mengalami antrakosis yaitu
Dalam penelitian ini dipergunakan 30 sampel paru- dengan adanya pigmen karbon pada septa alveoli juga
paru yang berasal dari anjing lokal yang berumur dua diikuti atau bersamaan dengan perubahan pada paru
tahun dari Kota Banda Aceh dan Aceh Besar. lainnya. Perubahan lain yang tampak adalah adanya
Penelitian ini menggunakan 30 sampel paru-paru anjing emfisema paru (Gambar 2), kongesti pada paru
lokal, kemudian dibuat sediaan histopatologis dengan (Gambar 3), fibrosis disertai peradangan (Gambar 4),
metode baku mikroteknik dan pewarnaan hematoksilin hiperemi, hemoragi, serta edema (Gambar 5). Hal ini
dan eosin. Hasil penelitian dianalisis secara deskriptif sesuai dengan pernyataan Sholihah dan Widodo (2008),
terhadap perubahan patologi anatomis serta keberadaan partikel debu halus dapat mencapai daerah alveolar dan
flek hitam di paru anjing. menyebabkan inflamasi dan proses fibrogenesis.
Anjing liar dibunuh dengan striknin yang dicampur
dalam makanan lalu dibawa ke Laboratorium Patologi
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala,
Banda Aceh. Kemudian anjing dinekropsi sesuai
dengan prosedur nekropsi, paru-paru diambil untuk
pemeriksaan patologi anatomis dan diamati untuk
melihat adanya flek hitam (partikel debu) pada
permukaan pleura. Anjing positif menderita antrakosis
apabila terdapat akumulasi pigmen karbon dan debu
(flek hitam) pada dinding alveolar dan peribronkial.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pemeriksaan secara patologi anatomis


Gambar 2. Gambaran histopatologi paru anjing yang
ditemukan bentuk paru normal, konsistensi paru lunak, menderita antrakosis. A= Antrakosis, b= Emfisema paru (HE, 400x)
dan kresipitasi yang menandakan adanya udara di
dalam paru, warnanya merah tua dan pada
permukaannya terdapat flek hitam yang tidak merata di
permukaan pleura yang menandakan adanya antrakosis
(Gambar 1). Secara histopatologis, paru-paru yang
positif mengalami antrakosis terlihat adanya flek-flek
hitam yang merupakan akumulasi dari pigmen karbon
dan debu akibat polusi udara (Gambar 2). Tingkatan
akumulasi pigmen karbon pada setiap sediaan yang
positif mengalami antrakosis berbeda-beda. Hal ini
disebabkan oleh umur anjing dan lamanya paparan
debu atau polusi tersebut. Gambaran histopatologis
paru-paru anjing yang menderita antrakosis
menunjukkan beberapa perubahan yang sangat khas, Gambar 3. Kongesti pada paru antrakosis. a= Kongesti (HE, 400x)

106
Jurnal Medika Veterinaria Safara Malullana Ulfah, dkk

tempat tekanan hawa yang rendah kapiler


memperlihatkan pembendungan. Septa inter-lobuler
menebal karena edema dan hawa (Ressang, 1984).
Dari hasil pengamatan patologi anatomis dan
histopatologis dapat diketahui bahwa 10 atau 33,33%
dari 30 sampel paru-paru anjing yang menderita
antrakosis. Angka persentase tersebut menandakan
bahwa keberadaan anjing yang menderita antrakosis di
wilayah Aceh masih berada di bawah angka 50% yang
dapat didefinisikan bahwa anjing yang menderita
antrakosis masih sedikit jumlahnyanya dibandingkan
dengan kota-kota lain. Hal ini disebabkan oleh
sedikitnya keberadaan pabrik-pabrik di Aceh. Menurut
Olishifski dan Mc Elroy (1971), debu dalam udara
dapat bersumber dari peristiwa alamiah ataupun
Gambar 4. Fibrosis () (HE, 400x)
kegiatan manusia dalam mengembangkan teknologi,
terutama di bidang industri. Partikel yang mencemari
udara terdiri atas berbagai macam tergantung pada jenis
dan kegiatan industri yang ada.
Seperti halnya pendapat yang diutarakan oleh Mc
Gavin dan Zachary (2001), umumnya hewan yang
menderita antrakosis hidup di daerah yang berpolusi.
Anjing-anjing yang menderita antrakosis tersebut
sebagian besar mendapatkan paparan dari debu serta
polusi dari asap-asap kendaraan bermotor, dan sebagian
kecil paparannya di dapat dari pabrik, baik industri
maupun rumah tangga. Menurut Huang (2002),
beberapa fakta membuktikan bahwa antrakosis
merupakan salah satu patologi paru terkait stress
oksidatif dan inflamasi kronik. Menurut Yunus (1997),
dalam dosis besar semua debu bersifat merangsang dan
Gambar 5. Hiperemi, hemoragi, dan edema pada paru yang
dapat menimbulkan reaksi tubuh walaupun ringan.
mengalami antrakosis. a= Hiperemi, b= Hemoragi, c= Edema (HE,
400x) Reaksi itu berupa produksi lendir yang berlebihan dan
bila terus berlangsung dapat terjadi hiperplasi kelenjar
Samareh et al. (2010), mengemukakan bahwa mukus. Jaringan paru juga dapat berubah dengan
antrakosis dapat menyebabkan kerusakan bronkus, terbentuknya jaringan ikat retikulin. Penyakit paru ini
metamorfosis, dan obliterasi. Ditinjau secara aspek disebut pneumokoniosis non-kolagen sedangkan debu
patologis, kerusakan ini muncul sebagai akibat dari fibrogenik dapat menimbulkan reaksi jaringan paru
sedimentasi silika, karbon dan partikel asbes yang sehingga terbentuk jaringan parut (fibrosis). Penyakit
terdapat di dalam sitoplasma sel mukosa dan ini disebut pneumokoniosis kolagen. Termasuk ke
submukosa serta makrofag. Emfisema paru adalah dalam jenis ini adalah debu silika bebas (SiO2),
penambahan volume (pembesaran) paru-paru yang batubara, dan asbes.
ditimbulkan karena paru berisi banyak hawa atau udara.
Ada berbagai macam edema antara lain emfisema KESIMPULAN
alveolar (akut dan menahun), emfisema jaringan antara
atau campuran kedua perubahan ini. Pada emfisema Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
alveolar udara bertambah secara tidak seimbang di anjing yang menderita antrakosis di Kota Banda Aceh
dalam paru-paru karena sebagian paru-paru lainnya dan Aceh Besar memiliki persentase 33,33%. Anjing
tidak berisi udara yang misalnya disebabkan oleh yang positif menderita antrakosis memiliki gambaran
pneumoni, atelektasis, atau kejadian lain seperti histopatologis yang khas yaitu seperti adanya
antrakosis. Gangguan penarikan nafas karena sebagian akumulasi pigmen karbon serta debu yang tampak
lumen bronkus tersumbat oleh eksudat, parasit, dan sebagai flek hitam di bidang sayatan organ paru.
spasmus bronkus dapat menjadi penyebabnya. Perubahan lain yang tampak selain adanya flek hitam,
Secara mikroskopis, alveoli kelihatan sangat secara mikroskopis terlihat juga emfisema, kongesti,
renggang, meluas dan sejumlah besar meretak, edema, fibrosis, hiperemi, serta hemoragi.
sehingga dari yang awalnya terjadi emfisema alveolar
menjadi emfisema jaringan antara, juga terlihat DAFTAR PUSTAKA
pembesaran alveoli yang dindingnya sebagian kisut.
Anonimus. 2009. Pencemaran Udara serta Macam-Macam
Kapiler terlihat kosong di bagian paru yang mengalami Penyakitnya. http://alfa-thejakmania.blogspot.com/2009_12_
tekanan hawa intra-alveolar sangat tinggi dan pada 01_archive.html.

107
Jurnal Medika Veterinaria Vol. 10 No. 2, Mei 2016

Ghanei, M., J. Asfani, M. Peyman, M.A. Asl, and O. Pirnazar. 2011. Raharjo. 2000. Pencemaran Udara. Universitas Gadjah Mada Press,
Bronchial anthracosis: A poten clue for diagnosis of pulmonary Yogyakarta
tuberculosis. Oman Med. J. 26(1):19-22. Ressang, A.A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Edisi 2. Team
Huang, C., J. Li, Q. Zhang, and X. Huan. 2002. Role of bioavailable Leader IFAD Project. Bali Cattle Disease Investigation Unit
iron in coal dust-induced activation of activator protein-1 and Denpasar, Bali.
nuclear factor of activated T cells. Am. J. Respir. Crit. Care Samareh, M.F., M.R. Lashkarizadeh, A.H. Kardoost, and M. Shokoohi.
Med. 27:568-574. 2010. Bronchial anthracosis and pulmonary tuberculosis. National
Jalaluddin. 2013. Polusi di Banda Aceh di Ambang Bahaya. Serambi Research Institute of Tuberculosis and Lung Disease. 9(2):21-25.
Indonesia. Terbit 12 Juni 2013. Sholihah, Q. dan M.A. Widodo. 2008. Pembentukan radikal bebas
Lubis, I. 1991. Pengaruh lingkungan terhadap penyakit infeksi saluran akibat gangguan ritme sirkadian dan paparan debu batubara. J.
pernafasan akut (ISPA). Cermin Unit Kedokteran. 70:15-17. Kesehatan Lingkungan. 4(2): 89-100.
McGavin, M.P. and J.F. Zachary. 2001. Pathologic Basis of Wardhana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi,
Veterinary Disease. 4th ed. Mosby Inc, Missouri. Yogyakarta.
Olishifski, J.B. and F.E. McElroy. 1971. Fundamental of Industrial Yunus, F. 1997. Dampak debu industri pada paru dan
Hygiene. National Safety Council, Chicago. pengembaliannya. J. Respirologi Indonesia. 17:4-7.

108

You might also like