Professional Documents
Culture Documents
1 ANOMALI GIGI
Definisi anomali gigi adalah penyimpangan bentuk gigi dari bentuk standar yang
diterima sebagai bentuk normal. Etiologinya dibagi menjadi dua secara garis besar,
yaitu congenital dan acquired (malnutrisi, bahan-bahan kimia, obat-obatan, vitamin,
gangguan metabolisme, dan infeksi terutama virus).
Bentuk gigi desidui sudah mulai berkembang pada usia 4 bulan dalam kandungan.
Struktur gigi secara mikroskopis terdiri dari jaringan keras (hard tissue) dan jaringan
lunak (soft tissue). Jaringan keras mengandung kapur yang terdiri dari enamel, dentin,
dan sementum. Jaringan lunak terdapat dalam rongga pulpa sampai foramen apikal.
Pertumbuhan dan perkembangan gigi melalui beberapa tahap, yaitu tahap inisiasi,
proliferasi, histodiferensiasi, morfodiferensiasi, aposisi, kalsifikasi, dan erupsi.
Berdasarkan tahap perkembangan gigi, anomali gigi dapat dibagi menjadi:
Tahap inisiasi: anomali jumlah gigi
Tahap proliferasi: anomali ukuran gigi
Tahap morfodiferensiasi: anomali bentuk gigi
Tahap histodiferensiasi dan aposisi: anomali struktur gigi
Tahap erupsi: anomali posisi dan erupsi
Gambar 2.
Hipodontia
3. Hiperdontia
Hiperdontia atau
dens supernumerary atau supernumerary teeth merupakan suatu keadaan
dimana terdapat satu atau lebih elemen gigi dalam rongga mulut yang
melebihi jumlah gigi normal. Gigi ini bisa erupsi, bisa juga tidak. Insidensi
hiperodontia pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan dan lebih
sering mengenai ras Asia.
Tanda-tanda klinis dari hiperdontia antara lain adalah terhambatnya erupsi
gigi sulung dan gigi pengganti, perubahan hubungan aksial dengan gigi
tetangga dan rotasi gigi incisivus tetap. Bila menimbulkan komplikasi, seperti
maloklusi dan perikoronitis, sebaiknya dilakukan prosedur operasi.
Berdasarkan lokasinya, hiperdontia dapat dibagi menjadi:
a. Mesiodens: di dekat garis median antara kedua gigi, terutama pada
gigi I1 tetap rahang atas.
b. Laterodens: di daerah interproksimal atau bukal dari gigi-geligi selain
I1.
c. Distomolar: di sebelah distal gigi M3.
Gambar 3. Hiperdontia
Gambar 4. Makrodontia
2. Mikrodontia
Mikrodontia merupakan suatu keadaan dimana terdapat satu atau beberapa
gigi yang lebih kecil dari normal. Ukuran gigi yang kecil ini dapat
menimbulkan diastema.
Mikrodontia dapat dibagi menjadi 2 secara garis besar, yaitu:
Generalized: semua gigi lebih kecil dari normal
- True generalized: semua gigi di kedua rahang lebih kecil dari
normal (pituitary dwarfism)
- Relative generalized: gigi sedikit lebih kecil dari normal dan
terdapat pada rahang yang sedikit lebih besar dari normal
sehingga terlihat seperti true mikrodontia
Localized: satu atau dua gigi yang terkena, lebih sering terjadi
dibandingkan tipe generalized. Contohnya pada gigi I2 atas (peg
shaped) dan M3 atas (conically shaped)
Gambar 5. Mikrodontia
3. Gemination (Geminasi)
Geminasi merupakan bentuk mahkota yang abnormal, dimana mahkota gigi
lebih besar dari normal dan terbelah menjadi dua sebagian atau total.
Geminasi disebabkan oleh perkembangan dua mahkota dari satu benih gigi
dan sering terjadi pada maksila bagian anterior. Etiologinya belum diketahui
dan diduga berhubungan dengan trauma.
Gambar 8. Geminasi
4. Fusion (Fusi)
Fusi merupakan penggabungan dua bakal gigi yang bersebelahan dan sedang
berkembang sehingga menghasilkan satu gigi yang besar. Fusion biasanya
terjadi pada gigi anterior. Dapat mengenai seluruh panjang gigi atau hanya
akar saja, dimana cementum dan dentin saja yang terbentuk, saluran akar
dapat terpisah atau tidak. Etiologinya belum diketahui dan diduga
berhubungan dengan trauma. Sebaiknya dilakukan penambalan garis
pertemuan kedua mahkota gigi sedini mungkin untuk mencegah karies.
Gambar 9. Fusi
5. Concrescence
Concrescence merupakan penyatuan akar-akar gigi dari dua atau lebih gigi
normal yang disebabkan oleh pertemuan dari permukaan cementum akar-akar
gigi tersebut. Sering terjadi pada gigi M2 atau M3 rahang atas bagian posterior.
Etiologinya belum diketahui dan diduga berhubungan dengan trauma.
Ekstraksi diperlukan untuk mencegah abnormalitas gigi yang lain.
B. Prevalensi
Gigi supernumerari dapat ditemukan pada setiap rahang, tetapi lebih sering
terlihat di maksila pada daerah garis tengah gigi depan dan distal dari gigi molar. Gigi
berlebih yang terjadi di antara gigi seri pertama atas dinamakan mesiodens. Gigi ini
umumnya kecil (mikrodonsia), berbentuk pasak dan tidak menyerupai gigi normal di
tempat itu. Mesiodens yang impaksi dapat menyebabkan diastema. Gigi
supernumerari dapat menyebabkan gigi berjejal dan memperlambat erupsi gigi tetap.
Prevalensigigi supernumerary non-sindrom diperkirakan sebesar <1%. Prevalensi
dengan hanya satu gigi supernumerary adalah sekitar 76-86% dan kehadiran dua gigi
supernumerary adalah 12-23%. Prevalensi "beberapa gigi supernumerary," lima atau
lebih gigi supernumerary dilaporkan sebesar <1%.
C. Gambaran Klinis
Gigi supernumerary dapat menyebabkan berbagai kondisi patologis termasuk
erupsi yang tertunda atau tidak erupsi, perpindahan gigi permanen, resorpsi atau
malformasi dari akar yang berdekatan dan pembentukan fibrosis. Gigi supernumerary
terjadi pada rahang atas sepuluh kali lebihsering daripada di rahang bawah. Macam-
macam bentuk gigi supernumerary antara lain:
1. Gigi berbentuk peg-shaped dengan akar dan mahkota yang konikal serta
berukuran lebih kecil dari gigi normal. GC Black menamakan tipe ini sebagai
enamel drops. Gigi peg-shaped ini disebut juga sebagai mesiodens dan sering
ditemukan pada daerah midline dari insisif tetap maksila.
2. Gigi supernumerary dengan cusp yang multipel dan mempunyai pit oklusal
yang dalam.
3. Gigi supernumerary yang mempunyai ukuran dan bentuk normal tetapi
merupakan tambahan dari jumlah gigi normal. Gigi supernumerary dapat
berbentuk normal tapi mempunyai ukuran lebih kecil atau lebih besar dari gigi
normal.
Gigi supernumerary dapat diklasifikasikan berdasarkan:
1. morfologi yang mempunyai tipe (a) Conical; (konus kecil); biasanya
berbentuk peg-shaped merupakan gigi supernumerary yang sering dijumpai di
antara gigi tetap. Gigi ini berkembang dengan pembentukan akar yang lebih
awal atau sama dengan pembentukan akar gigi insisif tetap. Gigi ini biasanya
muncul sebagai mesiodens dan kadang-kadang ditemukan posisinya di atas
serta terbalik ke arah palatal atau dapat juga ditemukan dalam posisi horizontal.
Gigi supernumerary yang berbentuk konus lebih sering menyebabkan
displacement dari gigi-gigi sebelahnya, kegagalan erupsi atau tidak mempunyai
efek terhadap gigi-gigi lain. (b) Tuberculate: biasanya gigi tipe ini mempunyai
lebih dari satu cusp atau tuberkel dan sering digambarkan sebagai barrel-
shaped dan berinvaginasi. Pembentukan akarnya terlambat dari gigi insisif
tetap. Tuberculate sering terbentuk berpasangan dan biasanya terletak di
sebelah palatal dari insisif sentral. Gigi supernumerary ini sering tidak erupsi
dan berhubungan dengan kegagalan erupsi gigi normal. (c) Supremental, pada
tipe Supplemental; merupakan duplikasi dari gigi normal dan ditemukan pada
akhir susunan suatu gigi. Secara klinis, gigi tipe ini menyerupai gigi normal.
Gigi supplemental yang biasa ditemukan adalah insisif lateral rahang atas,
premolar dan molar tetap. Gigi supernumerary yang sering ditemukan pada
periode gigi sulung adalah tipe supplemental dan jarang mengalami impaksi,
(d) Odontome; biasanya dikaitkan dengan tumor odontogenik. Namun hal ini
tidak diterima secara universal. Pendapat yang banyak diterima bahwa odontom
adalah malformasi hamartomatous dari neoplasma. Lesi ini terbentuk lebih dari
satu macam jaringan dan disebut odontom komposit. Pada periode gigi sulung,
morfologi atau bentuknya selalu normal atau konus. Pada gigi tetap terdapat variasi
bentuk gigi supernumerary yang lebih luas.
2. Lokasi; ada yang disebut Mesiodens, yaitu gigi yang tumbuh di antara kedua gigi
insisif sentral; juga Distomolar; gigi supernumerary yang tumbuh pada lokasi paling
distal dari lengkung rahang Molar ketiga; dan Paramolar; gigi supernumerary terletak
di antara gigi molar. Semuanya ini merupakan gigi tambahan, bukan seperti gigi geligi
yang biasanya tumbuh normal pada tempatnya. 80% kasus gigi supernumerary
terdapat pada anterior rahang atas.
1.3. FUSI
Gigi fusi adalah suatu kelainan perkembangan, didefinisikan sebagai penyatuan
atau penggabungan email, dentin atau email dentin dari dua benih gigi yang
berdekatan sehingga menghasilkan struktur dental abnormal. Penyatuan gigi ini
menyebabkan pengurangan satu gigi dari jumlah yang normal pada lengkung rahang
yang dipengaruhi. Anomali ini dapat bersifat unilateral atau bilateral dan dapat
mengenai semua jenis gigi.
Gigi fusi juga dikenal dengan istilah gigi ganda, pembentukan ganda, gigi yang
menyatu, atau penggandaan gigi yang merupakan kelainan perkembangan primer
gigi. Keberadaan gigi ganda desidui juga dapat menyebabkan penundaan resorpsi
akar karena masa akar yang lebih besar dan peningkatan relatif area permukaan akar
terhadap mahkota gigi permanen penggantinya.
A. Etiologi
Etiologi gigi fusi masih belum diketahui. Shafer (1974) dkk berspekulasi bahwa
tekanan yang dihasilkan oleh sejumlah gaya fisik akan memperlama kontak antara
gigi yang sedang berkembang dan mengakibatkan gigi fusi. Spouge (1973)
menyatakan bahwa konsep demikian hanya bersifat spekulatif, kemungkinan
mayoritas kondisi gigi fusi timbul secara kebetulan. Lowell dan Soloman (1964)
meyakini bahwa gigi fusi berasal dari sejumlah aksi fisik yang menyebabkan benih
gigi desidui berkontak, sehingga menghasilkan nekrosis jaringan di antaranya. Hal ini
memungkinkan organ enamel dan papila dental kedua gigi menyatu dan membentuk
gigi fusi.
Penyatuan dapat terjadi secara sempurna atau tidak sempurna, berdasarkan tahap
perkembangan ketika penyatuan terjadi. Bila fusi terjadi secara sempurna maka
secara klinis akan menghasilkan satu mahkota yang besar tanpa pemisahan (groove)
yang jelas. Kasus tersebut merupakan fusi sempurna dan diyakini terjadi saat tahap
awal odontogenesis, kemungkinan sebelum kalsifikasi jaringan gigi. Fusi tidak
sempurna adalah penyatuan parsial benih gigi dan secara klinis ditandai dengan
indentasi atau groove yang membagi mahkota. Bentuk fusi ini kemungkinan terjadi
setelah pembentukan mahkota. Faktor herediter juga berperan dan adanya perbedaan
rasial pada insidens cukup jelas.
B. Prevalensi
Fusi dapat parsial atau total tergantung pada tahap perkembangan gigi pada saat
berpadu. Fusi mungkin dapat unilateral atau bilateral dan paling umum pada gigi susu
dengan predileksi yang lebihpada gigi anterior. Fusi dapat terjadi antara dua gigi yang
sehat atau antara gigi yang sehat dan gigi supernumerary. Fusi gigi permanen dan
supernumerary jarang, jika dibandingkan dengan fusiantar gigi permanen. Hachisuka
melaporkan bahwa frekuensi fusi antara gigi permanen dan supernumerary adalah
0,1% dan bahwa jenis fusi biasanya melibatkan gigi anterior rahang atas.
Fusi lebih sering terjadi pada gigi desidui daripada permanen, dan umumnya
pada segmen anterior, terutama ntara gigi insisivus lateralis dan kaninus mandibula
pada gigi desidui. Gigi fusi seringkali dihubungkan dengan masalah, estetis,
periodontal ruang yang berlebih dan pembentukan karies pada garis fusi. Gigi fusi
yang terjadi dengan gigi supernumerary sangat sulit untuk dibedakan dengan gigi
geminasi karena gambaran klinis yang hampir sama.
C. Gambaran Klinis
Secara klinis mahkota gigi terlihat besar dan lebar mesiodistal yang berlebih,
terdapat dalam berbagai bentuk, termasuk akar dan saluran akar yang multipel, dan
terlihat tidak menarik. Selain itu, gigi fusi ini dapat menyatu pada Selain itu, gigi fusi
ini dapat menyatu pada sudut tertentu disertai dengan posisi miring, Jika dua gigi
normal mengalami fusi, struktur dental yang dihasilkan menempati panjang lengkung
yang lebih sedikit daripada bila kedua gigi tersebut tidak menyatu, sering terjadi
terbentuknya diastema.
Fusi gigi anterior biasanya memiliki groove atau takikan pada tepi insisal yang
mengarah ke bukolingual. Groove labial dan lingual ini seringkali berkesinambungan
dengan groove atau takikan insisal dan cenderung menunjukkan kedua mahkota dari
gigi yang menyatu. Fusi pada gigi posterior jarang dilaporkan, namun bila terjadi
morfologi tonjol gigi yang dipengaruhi akan menunjukkan dua gigi telah bergabung
menjadi satu.
Dixon ,A.D., 1993, Anatomi untuk Kedokteran Gigi (terj), 5th ed, Church ii
Livingstone, London.
Iswari, Herlianti. 2013. Gigi Supermumerary dan Perawatan Ortodonti. E-Jurnal
WIDYA Kesehatan dan Lingkungan. Vol 1. No. 1
Itjingningsih, W.H., 1995, Anatomi Gigi ECG, Jakarta
Sudiono, Janti. 2007.Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial. Jakarta: EGC.
Shalmiya KI, Patil S, Reddy BH, Ramamurthy TK. 2015. An Unusual Single
Quadrant Dental Anomaly: A Case Report. IJSS Case Reports & Reviews;
1(10):39-42