Professional Documents
Culture Documents
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Defenisi
Kolelitiasis (Batu Empedu) merupakan endapan satu atau lebih komponen
empedu seperti kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam
lemak, dan fosfolipid. (Price, 2005, hlm 502).
Kolelitiasis adalah batu yang terdapat di saluran empedu utama atau di
duktus koledokus (koledokolitiasis), di saluran sistikus (sistikokolitiasis) jarang
sekali di temukan dan biasanya bersamaan dengan batu di dalam kandung empedu,
dan di saluran empedu intrahepatal atau hepatolitiasis. (Hadi Sujono, 2002 hlm
778).
Batu empedu pada umumnya di temukan di dalam kandung empedu, tetapi
batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu
menjadi batu saluran empedu dan di sebut sebagai batu saluran empedu sekunder.
(Sudoyo, dkk., 2006, hlm 479 ).
Kolelitiasis merupakan batu saluran empedu, kebanyakan terbentuk di
dalam kandung empedu itu sendiri. Unsur pokok utamanya adalah kolesterol dan
pigmen, dan sering mengandung campuran komponen empedu. Manifestasi batu
empedu timbul bila batu bermigrasi dan menyumbat duktus koledukus. (Ester,
2001, hlm 211).
Batu empedu adalah batu yang berbentuk lingkaran dan oval yang di
temukan pada saluran empedu. Batu empedu ini mengandung kolesterol, kalsium
bikarbonat, kalsium bilirubinat atau gabungan dari elemen-elemen tersebut.
(Grace, Pierce. dkk, 2006, hlm 121).
1) Anatomi Empedu
Kandung empedu adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada
permukaan visceral hepar. Kantung empedu dibagi menjadi fundus, corpus dan
collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior
hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi
ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati
dan arahnya ke atas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus
yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus
hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi kandung
empedu dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan
visceral hati.
2) Fisiologi Empedu
Kandung empedu berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50
ml. Kandung empedu mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Untuk
membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan lipatan permanen yang satu
sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang
tawon. Sel - sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian
disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum
interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan
dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini
sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus
sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan
ke duodenum.
C. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut Suratun, dkk (2010, hlm. 201)
adalah sebagai berikut :
1. Batu Kolesterol
Biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna
kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Kolesterol yang
merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air.
Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam
empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati.
2. Batu Pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat, karbonat,
fosfat, atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini cenderung berukuran kecil,
multipel, dan bewarna hitam kecoklatan. Batu pigmen bewarna coklat berkaitan
dengan hemolisis kronis. Batu berwarna coklat berkaitan dengan hemolisis kronis.
Batu berwarna coklat berkaitan dengan infeksi empedu kronis (batu semacam ini
lebih jarang di jumpai). Batu pigmen akan terbentuk bila pigmen tidak
terkonjugasi dalam empedu dan terjadi proses presipitasi (pengendapan) sehingga
terjadi batu. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien
sirosis, hemolisis, dan infeksi percabangan bilier.
1. Batu Campuran
Batu ini merupakan campuran antara batu kolesterol dengan batu pigmen
atau dengan substansi lain (kalsium karbonat, fosfat, garam empedu, dan
palmitat), dan biasanya berwarna coklat tua
.
A. Etiologi
Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena Kolelitiasis dibandingkan
dengan pria, ini dikarenakan oleh hormon Estrogen berpengaruh terhadap
peningkatan ekskresi kolestrol oleh kandung empedu, penggunaan pil kontrasepsi
dan terapi hormon (Estrogen) dapat meningkatkan kolestrol dalam kandung
empedu dan penurunan aktifitas pengosongan kandung empedu.
Umur
Resiko untuk terkena Kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena Kolelitiasis
dibandingkan dengan orang yang usia lebih muda.
Berat Badan
Orang dengan berat badan tinggi mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi
Kolelitiasis, ini dikarenakan dengan tingginya Body Mass Index (BMI) maka kadar
kolestrol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam empedu
serta mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu
Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan
gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan
kontraksi kandung empedu
Faktor Genetik
Orang dengan riwayat keluarga Kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga
Aktifitas Fisik
Kekurangan aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
Kolelitiasis, ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi
Infeksi
Bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu, mucus
meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai
pusat presipitasi
Menurut Mansjoer Arif (2001, hlm. 510) Beberapa faktor resiko terjadinya
batu empedu antara lain jenis kelamin, umur, hormon wanita, infeksi (kolesistitis),
kegemukan, paritas, serta faktor genetik. Terjadinya batu kolesterol adalah akibat
gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol berlebihan hingga kadarnya di atas
nilai kritis kelarutan kolesterol dalam empedu.
Menurut Price, (2005, hlm. 502) Penyebab batu empedu masih belum di
ketahui sepenuhnya, akan tetapi tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah
gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi
empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting
dalam pembentukan batu empedu. Statis empedu dalam kandung empedu dapat
mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan
pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu, atau spasme
sfingter Oddi, atau keduanya dapat menyebabkan terjadinya statis. Faktor
hormonal (terutama selama kehamilan) dapat di kaitkan dengan perlambatan
pengosongan kandung empedu dan menyebabkan tingginya insidensi dalam
kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan
batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat
berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul
sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu, di bandingkan sebagai penyebab
terbentuknya batu empedu.
Menurut Price (2005, hlm 503) Sebanyak 75% orang yang memiliki batu
empedu tidak memperlihatkan gejala. Sebagian besar gejala timbul bila batu
menyumbat aliran empedu, yang seringkali terjadi karena batu yang kecil
melewati ke dalam duktus koledokus. Penderita batu empedu sering memiliki
gejala kolesistitis akut atau kronis.
a) Gejala Akut
Nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas, nyeri
dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan.
Penderita dapat berkeringat banyak dan Gelisah
Nausea dan muntah sering terjadi.
Ikterus, dapat di jumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan
persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala
yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi di bawa ke dalam duodenum akan di
serap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa
bewarna kuning. Keadaan ini sering di sertai dengan gejala gatal-gatal yang
mencolok pada kulit.
Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urine bewarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi di warnai oleh pigmen
empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat.
b) Gejala kronis
Gejala kolelitiasis kronis mirip dengan gejala kolelitiasis akut, tetapi
beratnya nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Pasien sering memiliki riwayat
dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung
lama.Menurut Reeves ( 2001) tanda dan gejala yang biasanya terjadi adalah:
Nyeri di daerah epigastrium kuadran kanan atas
Pucat biasanya dikarenakan kurangnya fungsi empedu
Pusing akibat racun yang tidak dapat diuraikan
Demam
Urine yang berwarna gelap seperti warna teh
Dispepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan-makanan berlemak
Nausea dan muntah
Berkeringat banyak dan gelisah
Nausea dan muntah-muntah
Defisiensi Vitamin A,D,E,K
C. Patofisiologi
a. Batu pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion
ini adalah bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada
kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karna
adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan
karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan
mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan
karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi
yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
b. Batu kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh
dalam pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan
kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid).
D. Manifestasi klinis
Gejala kolelitiasis dapat terjadi akut atau kronis dan terjadinya gangguan
pada epigastrium jika makan makanan berlemak, seperti: rasa penuh diperut,
distensi abdomen, dan nyeri samar pada kuadran kanan atas.
c. Defisiensi Vitamin.
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin A, D, E, dan K
yang larut lemak.Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang
normal.
E. Pemeriksaan Penunjang
A. Komplikasi
B. Penatalaksanaan
Farmako Therapi
Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk
melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.
Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien
yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena
terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam
empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia Kenodeoksikolat dan
ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi
kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat
melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan
baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi
pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun , dalam hal ini pengobatan perlu
dilanjutkan.
Litotripsi Intrakorporeal.
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau
doktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan grlombang ultrasound, laser
berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan
langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau derbis dikeluarkan dengan cara
irigasi dan aspirasi. Prosedur tersebut dapat diikuti dengan pengangkatan kandung
empedu melalui luka insisi atau laparoskopi. Jika kandung empedu tidak di angkat,
sebuah drain dapat dipasang selama 7 hari.
b) Pembedahan
1. Cholesistektomy
Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis atau
pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan
konservatif .
3. Minikolesistektomi
Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi
selebar 4cm. kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik), dilakukan lewat luka
insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilicus. Pada
prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup dengan gas karbon
dioksida (pneumoperitoneum) umtuk membantu pemasangan endoskop dan
menolong dokter bedah melihat struktur abdomen. Sebuah endoskop serat optic
dipasang melalui luka insisi umbilicus yang kecil. Beberapa luka tusukan atau insisi
kecil tambahan dibuat pada dinding abdomen untuk memasukkan instrumen bedah
lainnya ke dalam bidang operasi.
4. Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan
batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah kateter ke dalam duktus
tersebut untuk drainase getah empedu sampai edema mereda. Keteter ini
dihubungkan dengan selang drainase gravitas. Kandung empedu biasanya juga
mengandung batu, dan umumnya koledokostomi dilakukan bersama-sama
kolesistektomi
BAB III
ASKEP TEORITIS
Teraba masa pada kuadran kanan atas.
Urine gelap, pekat.
Feses waran tanah liat,steatorea.
Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.
Intervensi Rasional
1. Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0- 1. Membantu membedakan penyebab nyeri dan
10) dan karakter nyeri (menetap, hilang timbul, memberikan informasi tentang
kolik). kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya
komplikasi, dan keefektifan intervensi.
2. Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali
2. Dorong menggunakan teknik relaksasi, perhatian, dapat meningkatkan koping.
contoh bimbingan imajinasi, visualisasi, latihan
napas dalam. 3. Tirah baring pada posisi fowler rendah
3. Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien menurunkan tekanan intraabdomen.
melakukan posisi yang nyaman.
Kolaborasi
Kolaborasi 1. Membuang secret gaster yang merangsang
1. Pertahankan status puasa, pengeluaran kolesistokinin dan kontraksi kandung
masukan/pertahankan penghisapan NG sesuai empedu.
indikasi. 2. Menghilangkan reflex spasme/kontraksi otot
halus dan membantu dalam manajemen nyeri.
2. Berikan obat sesuai indikasi; antikolinergik.
Intervensi Rasional
1. Pertahankan masukan dan haluaran akurat, 1. Memberikan informasi tentang status
perhatikan haluaran kurang dari masukan, cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan
peningkatan berat jenis urine.Kaji membrane penggantian.
mukosa/kulit, nadi perifer, dan pengisian kapiler.
2. Awasi tanda/gejala peningkatan/berlanjutnya
mual/muntah, kram abdomen, kelemahan, kejang, 2. Muntah berkepanjangn, aspirasi gaster, dan
kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur, pembatasan pemasukan oral dapat menimbulkan
parestesia, hipoaktif atau tak adanya bising usus, deficit natrium, kalium dan klorida.
depresi pernapasan.
Kolaborasi
1. Pertahankan pasien puasa sesuai keperluan. Kolaborasi
2. Berikan antimetik. 1. Menurunkan sekresi dan motilitas gaster.
2. Menurunkan mual dan mencegah muntah.
3. Berikan cairan IV, elektrolit, dan vitamin K. 3. Mempertahankan volume sirkulasi dan
memperbaiki ketidakseimbangan.
Intervensi Rasional
1. Kaji distensi abdomen, sering 1. Tanda non-verbal ketidaknyamanan
bertahak, berhati-hati, menolak bergerak. berhubungan dengan gangguan pencernaan,
nyeri gas.
2. Perkirakan/hitung pemasukan kalori 2. Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan
juga komentar tentang napsu makan nutrisi. Berfokus pada masalah membuat
sampai minimal. suasana negative dan mempengaruhi masukan.
3. Untuk meningkatkan napsu
3. Berikan suasana menyenangkan pada makan/menurunkan mual.
saat makan, hilangkan rangsangan
berbau.
Kolaborasi
Kolaborasi 1. Berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi
1. Konsul dengan ahli diet/tim individual melalui rute yang paling tepat.
pendukung nutrisi sesuai indikasi. 2. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan
meminimalkan rangsangan pada kandungan
2. Tambahkan diet sesuai toleransi, empedu.
biasanya rendah lemak, tinggi serat,
batasi makanan penghasil gas dan
makanan/makanan tinggi lemak.
2. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen
pada kuadran kanan atas.
3. Pemeriksaan fisik
a) Aktifitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan
Tanda : Gelisah
b) Sirkulasi
Tanda : Takikardia, berkeringat
c) Eliminasi
Gejala : Perubahan warna urine dan feses
Tanda : Distensi abdomen.
d) Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia,mual.
Tanda : adanya penurunan berat badan.
e) Nyeri/Kenyamanan
Gejala :Nyeri abdomen atas, dapat menyebar kepunggung atau bahu kanan. Kolik
epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Tanda :Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan atas ditekan; tanda
murphy positif.
f) Keamanan
Tanda :Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).Kecenderungan
perdarahan (kekurangan vitamin K).
g) Penyuluhan/Pembelejaran
Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu.Adanya
kehamilan/melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias darah.
Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.
Rencana pemulangan:Memerlukan dukungan dalam perubahan diet/penurunan
berat badan.
4. Pemeriksaan diagnostik:
Ultrasonografi digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis kolelitiasis dan
membedakan antara obstruktif dan non obstruktif ikterus (Ignatavicius, 1991).
5. Psikososial:
B. Evaluasi
Perawat dapat melakukan evaluasi terhadap respon klien dari tindakan
keperawatan yang dilaksanakan pada klien untuk mendapatkan kasus sebagai data
dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang dilaksanakan pada klien untuk
mendapatkan kasus sebagai data dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang
berkesinambungan.
Evaluasi adalah proses yang terus menerus karena setiap intervensi dikaji
efektivitasnya dan intervensi alternative digunakan sesuai kebutuhan. Evaluasi
adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, recana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Evaluasi adalah fase akhir proses keperawatan. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikirnya.:
- S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
- O : Respon Objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
- A : analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi
dengan masalah yang ada.
- P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa respon klien
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran