You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kurangnya kebersihan pada tempat tinggal, makanan dan minuman, serta kondisi saniter
yang tidak sehat menjadi faktor terbesar dalam penyebaran penyakit typhus. Thypus mudah
menyebar pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah. Biasanya angka
kejadian thypus menjadi lebih tinggi saat pergantian musim seperti saat ini.
Penggunaan antibiotik Chloramphenicol bermanfaat untuk membunuh bakteri Salmonella
Typhi penyebab thypus dengan jalan menghambat sintesa protein pada bakteri.
Pada pasien anak-anak, pemberian chloramphenicol dalam bentuk sediaan serbuk atau
kapsul tentu akan sangat merepotkan. Oleh karena itu, perlu adanya chloramphenicol dalam
bentuk suspensi untuk mempermudah anak dalam memperoleh pengobatan yang efektif.
Keunggulan sediaan suspensi chloramphenicol yaitu lebih mudah di absorbsi sehingga
lebih cepat bekerja dalam tubuh. Selain itu, suspensi chloramphenicol juga lebih mudah
diberikan pada pasien anak-anak karena bentuk sediaannya seperti sirup dan rasanya manis.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dibuat suatu formulasi suspensi menggunakan bahan aktif
Chloramphenicol dengan dosis 250 mg per 5 ml suspensi dan zat tambahan sesuai dengan
tujuannya. Suspensi chloramphenicol ini memiliki rasa yang manis dan penampilan yang
menarik tanpa menghilangkan khasiat utamanya sebagai antibiotik dalam pengobatan thypus.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
1.2.1.1 Mahasiswa dapat memproduksi suspensi chloramphenicol untuk anak yang dapat
digunakan dalam terapi pengobatan thypus

1.2.2 Tujuan khusus


Mahasiswa dapat mengetahui formulasi sediaan liquid dalam pembuatan suspensi
chloramphenicol untuk anak-anak
Mahasiswa dapat mengetahui cara memproduksi suspensi chloramphenicol
Mahasiswa dapat melakukan evaluasi mutu fisik pada sediaan suspensi
chloramphenicol

1.3 Manfaat
1.3.1 Masyarakat
Adanya formulasi baru suspensi Chloramphenicol dapat membantu masyarakat untuk
memilih sediaan liquid yang cocok dan efisien

1.3.2 Manfaat bagi mahasiswa


1. Mahasiswa mampu mengaplikasikan teori sediaan liquid dalam pembuatan suspensi
chloramphenicol
2. Mahasiswa mampu membuat sediaan suspensi chloramphenicol dengan baik dan benar
3. Mahasiswa mampu mengevaluasi mutu fisik dari hasil pembuatan suspensi
chloramphenicol

1.3.3 Manfaat bagi Institusi


1. Mahasiswa dapat memberikan image positif bagi institusi dalam bersaing di dunia
pendidikan
2. Mahasiswa dapat berpikir inovatif dan kreatif
3. Mahasiswa dapat lebih unggul dalam inovasi formulasi sediaan

1.3.4 Manfaat bagi Industri


1. Mahasiswa dapat membuat formulasi baru dalam pembuatan sediaan suspensi
chloramphenicol
2. Industri mendapatkan formulasi suspensi baru sehingga dapat menunjang produksi
sediaan baru

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Penyakit


2.1.1 Definisi Penyakit
Demam tifoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus. Sinonim
demam tifoid dan demam paratifoid adalah typhoid dan paratyphoid fever, thypus dan
parathypus abdominalis, enteric fever (Juwono, 1996). Demam tifoid adalah infeksi sistemik
yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotipe Typhi (S. Typhi) (WHO).

2.1.2 Penyebab penyakit


Penyebab typhoid adalah salmonella typhii. Salmonella para typhii A, B dan C. Ada
dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus
mengekskresi salmonella typhii dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun, ini
akan dapat menginfeksi orang lain.
Adapun beberapa macam dari salmonella typhii adalah sebagai berikut:
1. Salmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar
2. Salmonella paratyphii A
3. Salmonella paratyphii B
4. Salmonella paratyphi C

2.1.3 Gejala Penyakit


Kuman masuk melalui mulut, sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang
biak menyerang vili usus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer ),
dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limpa dan organ-organ lainnya.
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo melepaskan
kuman ke peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya
kuman masuk keberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung empedu.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar
limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi
plaks peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan
sikatrik. Ulkus dapat menimbulkan pendarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu,
hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh
endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.
(Suriadi, 2006)
Bakteri masuk melalui saluran cerna, dibutuhkan jumlah bakteri 105-109 untuk dapat
menimbulkan infeksi. Sebagian besar bakteri mati oleh asam lambung. Bakteri yang tetap
hidup akan masuk ke dalam ileum melalui mikrovili dan mancapai plak peyeri, selanjutnya
masuk ke dalam pembuluh darah (disebut bakterimia primer).
Pada tahap selanjutnya, salmonella typhii menuju ke organ sistem retikuloendotelial
yaitu hati, limpa, sumsum tulang, dan organ lain (disebut bakterimia sekunder). Kandung
empedu merupakan organ yang sensitif terhadap infeksi salmonella typhii (Mansjoer, 2000).

2.1.4 Gejala penyakit yang tampak


1. Nyeri kepala, lemah, lesu.
2. Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu. Minggu
pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada
malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus
meningkat. Dan pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan
kembali normal.
3. Gangguan pada saluran pencernaan; bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi
selaput putih kotor (coated tongue), lambung yang membengkak karena terisi udara
(meteorismus), mual, tidak nafsu makan, hepatomegali, spenomegali yang disertai
nyeri pada perabaan.
4. Gangguan kesadaran; penurunan kasadaran ( apatis, somnolen ).
5. Bintik-bintik kemerahan pada kulit akibat emboli dalam kapiler kulit.

2.1.5 Pencegahan Penyakit Thypus


1. Pola Hidup yang sehat seperti makan teratur dan Tidur yang cukup.
2. Faktor Utama penyebab masuknya Bakteri Salmonella Typhi adalah pencucian alat
makan dan minum yang tidak bersih Contohnya seperti menggunakan air tidak bersih
atau air limbah untuk membersihkan alat makan dan minum, hal ini dapat
menyebabkan bakteri Salmonella Typhi semakin mudah masuk kedalam tubuh anda.
3. Olahraga, juga menjadi hal yang sangat penting agar penyakit ini tidak mudah masuk
dalam tubuh anda, karena melalui olahraga anda bisa membuat kekebalan tubuh anda
semakin kuat. Jika kekebalan tubuh anda sudah sangat kuat, maka segala macam
penyakit tidak akan bisa masuk begitu saja dalam tubuh anda.
4. Manusia juga bisa menjadi pembawa penyakit tipes melalui kotoran kotoran yang
bertahun tahun tidak terbuang.
5. Makanan makanan sehat yang mengandung banyak Vitamin, protein, mineral
contohnya seperti apel, jeruk, dan yang lainnya.
6. Selain penyebabnya, Tindakan Lainnya yang Anda Harus Lakukan adalah Mengenali
Gejala, ciri-ciri penyakit typus karena ini menjadi hal yang sangat penting dan
mendasar. Karena Ketika anda tahu Gejala typus beserta ciri cirinya anda bisa
dengan cepat dan tanggap apa yang harus di lakukan untuk menanganinya.

2.2 Zat Aktif Chloramphenicol


2.2.1 Definisi Kloramfenikol
Kloramfenikol adalah antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces venezuelae,
oraganisme yang pertama kali diisolasi tahun 1947 dari sample tanah yang dikumpulkan di
Venezuela ( Bartz, 1948). Sewaktu struktur materi kristalin yang relatif sederhana tersebut
ditemukan antibiotik, antibiotik ini lalu dibuat secara sinTetik. Pada akhir tahun 1947,
sejumlah kecil kloramfenikol yang tersedia digunakan untuk mengobati wabah tifus epidemik
yang tiba-tiba muncul di Bolivia, dengan hasil yang mencenangkan. Selanjutnya obat ini
diujikan pada kasus tifus scrub di semenanjung Malaka dengan hasil yang sangat baik. Pada
tahun 1948, kloramfenikol tersedia untuk pemakaian kilinis umum. Namun, pada tahun 1950,
terbukti bahwa obat ini dapat menyebabkan kasus yang serius dan diskrasia darah yang fatal.
Oleh karena itu, penggunaan obat ini hanya dikhususkan untuk pasien yang mengalami
infeksi berat, seperti meningitis, tifus, dan demam tifoid, yang tidak dapat menggunakan
alternatif lain yang lebih aman karena terjadinya resistensi atau alergi. Obat ini juga
merupakan terapi yang efektif untuk demam bercak Rocky Mountain.

2.2.2 Mekanisme Kerja Kloramfenikol

Mekanisme kerja kloramfenikol menghambat sistesis portein pada bakteri dan dalam
jumlah terbatas, pada sel eukariot. Obat ini segera berpenetrasi ke sel bakteri, kemungkinan
melalui difusi terfasilitasi. Kloramfenikol terutama bekerja dengan memikat subunit ribosom
50 S secara reversibel (di dekat tempat kerja antibiotic makrlida dan klindamisin, yang
dihambat secara kompetitif oleh obat ini). Walaupun pengikatan tRNA pada bagian
pengenalan kodon ini ternyata menghalangi pengikatan ujung tRNA aminosil yang
mengandung asam amino ke tempat akseptor pada subunit ribosom 50 S. interkasi antara
pepdiltranferase dengan substrat asam aminonya tidak dapat terjadi, sehingga pembentukan
ikatan peptide terhambat.
Kloramfenikol juga dapat menghambat sistesis protein mitokondria pada sel mamalia,
kemungkinan karena ribosom mitokondria lebih menyerupai ribosom bakteri (keduanya 70 S)
dari pada ribosom sitoplasma 80 S pada sel mamalia. Peptidiltransferase ribosom
mitokondria, dan bukan ribosom sitoplasma, rentan terhadap kerja penghambtan
kloramfenikol. Sel eritropoietik mamalia tampaknya terutama peka terhadap obat ini.

2.2.3 Absorbsi sediaan


Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar puncak dalam
darah tercapai hingga 2 jam dalam darah. Untuk anak biasanya diberikan dalam bentuk ester
kloramfenikol palmitat atau stearat yang rasanya tidak pahit. Bentuk ester ini akan
mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol. Untuk pemberian secara
parenteral diberikan kloramfenikol suksinat yang akan dihidrolisis dalam jaringan dan
membebaskan kloramfenikol.
Masa paruh eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur
kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat
dengan albumin. Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk
jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata. Di dalam hati kloramfenikol mengalami
konjugasi, sehingga waktu paruh memanjang pada pasien dengan gangguan faal hati.
Sebagian di reduksi menjadisenyawa arilamin yang tidak aktif lagi. Dalam waktu 24 jam, 80-
90% kloramfenikol yang diberikan oral diekskresikan melalui ginjal. Dari seluruh
kloramfenikol yang diekskresi hanya 5-10% yang berbentuk aktif. Sisanya terdapat dalam
bentuk glukoronat atau hidrolisat lain yang tidak aktif. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi
terutama melalui filtrat glomerulus sedangkan metaboltnya dengan sekresi tubulus. Pada
gagal ginjal, masa paruh kloramfenikol bentuk aktif tidak banyak berubah sehingga tidak
perlu pengurangan dosis. Dosis perlu dikurangi bila terdapat gangguan fungsi hepar.

2.3 Tinjauan Sediaan


2.3.1 Definisi Sediaan
1. Farmakope Indonesia IV Th. 1995, hal 17
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair.
2. Farmakope Indonesia III, Th. 1979, hal 32
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa
3. Fornas Edisi 2 Th. 1978 hal 333
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri dari obat
dalam bentuk serbuk halus, dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan terdispersikan
sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan.
4. IMO
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa suspensi
adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam
fase cair. Sistem terdispers terdiri dari partikel kecil yang dikenal sebagai fase
dispers, terdistribusi keseluruh medium kontinu atau medium dispersi. Untuk
menjamin stabilitas suspensi umumnya ditambahkan bahan tambahan yang disebut
bahan pensuspensi atau suspending agent.

2.3.2 Jenis-jenis suspensi


1. Suspensi oral
Sediaan cair mengandung partikel dapat yang terdispersi dalam pembawa cair
dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan oral.
Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai susu atau magma termasuk dalam
golongan ini. Beberapa suspensi dapat langsung digunakan sedangkan yang lain
berupa campuran padat yang harus dikonstitusikan terlabih dahulu dengan
pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan.
2. Suspensi topikal
Sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair
yang ditujukan untuk pengguanan pada kulit. Beberapa suspensi yang diberi
etiket sebagai lotio termasuk dalam kategori ini.
3. Suspensi tetes telinga
Sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan untuk diteteskan
telinga bagian luar.
4. Suspensi optalmik
Sedaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam
cairan pembawa untuk pemakaian pada mata. Obat dalam suspensi haru dalam
bentu termikronisasi agar tidak menimbulka iritasi atau goresan pada kornea.
Supensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau
menggumpal.
5. Suspensi untuk injeksi
Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak
disuntikkan secara intravena atau kedalam larutan spinal.
6. Suspensi untuk injeksi terkonstitusi
Sediaan kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk laruatan
yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan
bahan yang sesuai.

2.3.3 Kelebihan dan kelemahan sediaan suspensi


Kelebihan:
1. Bahan obat tidak larut dapat bekerja sebagai depo, yang dapat memperlambat terlepasnya
obat .
2. Beberapa bahan obat tidak stabil jika tersedia dalam bentuk larutan.
3. Obat dalam sediaan suspensi rasanya lebih enak dibandingkan dalam larutan, karena rasa
obat yang tergantung kelarutannya.
4. Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet / kapsul, terutama anak-anak.
5. Homogenitas tinggi
6. Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet / kapsul (karena luas permukaan kontak antara zat
aktif dan saluran cerna meningkat).
7. Dapat menutupi rasa tidak enak / pahit obat (dari larut / tidaknya)
8. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.

Kelemahan:
1. Rasa obat dalam larutan lebih jelas.
2. Tidak praktis bila dibandingkan dalam bentuk sediaan lain, misalnya pulveres, tablet, dan
kapsul.
3. Rentan terhadap degradasi dan kemungkinan terjadinya reaksi kimia antar kandungan
dalam larutan di mana terdapat air sebagai katalisator.
4. Kestabilan rendah (pertumbuhan kristal jika jenuh, degradasi, dll)
5. Jika membentuk cacking akan sulit terdispersi kembali sehingga homogenitasnya turun.
6. Alirannya menyebabkan sukar dituang
7. Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan
8. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi (cacking,
flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi / perubahan temperatur.
9. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang diinginkan.

2.3.4 Persyaratan Sediaan Suspensi


a. Menurut FI edisi III adalah :
Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap jika dikocok harus segera
terdispersi kembali dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi
kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok atau sedia dituang
karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensi tetap
agak konstan untuk jangka penyimpanan yang lama.

b. Menurut FI edisi IV adalah :


Suspensi tidak boleh di injeksikan secara intravena dan intratekal suspensi yang
dinyatakan untuk digunakan untuk cara tertentu harus mengandung anti mikroba suspensi
harus dikocok sebelum digunakan.

2.3.5 Suspending Agent


Suspensi agent adalah bahan tambahan yang berfungsi mendispersikan partikel tidak
larut dalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan sedimentasi
diperlambat.
Suspending agent berfungsi mendispersikan partikel tidak larut kedalam pembawa dan
meningkatkan viskositas sehingga kecepatan pengendapan bisa diperkecil. Mekanisme kerja
suspending agent adalah untuk memperbesar kekentalan (viskositas), tatapi kekentalan yang
berlebihan akan mempersulit rekonstitusi dengan pengocokan.
Penggolongan Suspending Agent
Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Bahan pensuspensi dari alam
Bahan pensuspensi alam dari jenis gom sering disebut gom/hidrokoloid. Gom dapat larut
atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk mucilago
atau lendir. Dengan terbentuknya mucilago maka viskositas cairan tersebut bertambah
dan akan menambah stabilitas suspensi. Kekentalan mucilago sangat dipengaruhi oleh
panas, pH dan proses fermentasi bakteri.
Hal ini dapat dibuktikan dengan suatu percobaan :
Simpan 2 botol yang berisi mucilago sejenis. Satu botol ditambah dengan asam dan
dipanaskan, kemudian keduanya disimpan ditempat yang sama. Setelah beberapa hari
diamati ternyata botol yang ditambah dengan asam dan dipanaskan mengalami
penurunan viskositas yang lebih cepat dibanding dengan botol tanpa pemanasan.
a. Termasuk galongan gom adalah :
1. Acasia ( pulvis gummi arabici)
Didapat sebagai eksudat tanaman akasia sp, dapat larut dalam air, tidak larut dalam
alkohol, bersifat asam. Viskositas optimum dari mucilagonya antara pH 5 - 9. Dengan
penambahan suatu zat yang menyebabkan pH tersebut menjadi diluar 5 - 9 akan
menyebabkan penurunan viskositas yang nyata. Mucilago gom arab dengan kadar 35
% kekentalannya kira-kira sama dengan gliserin. Gom ini mudah dirusak oleh bakteri
sehingga dalam suspensi harus ditambahkan zat pengawet (preservative).
2. Chondrus
Diperoleh dari tanaman chondrus crispus atau gigartine mamilosa, dapat larut dalam
air tidak larut dalam alkohol, bersifat alkali. Ekstrak dari chondrus disebut caragen,
yang banyak dipakai oleh industri makanan. Caragen merupakan derivat dari
saccharida, jadi mudah dirusak oleh bakteri, jadi perlu penambahan bahan pengawet
untuk suspensi tersebut.
3. Tragacanth
Merupakan eksudat dari tanaman astragalus gumnifera. Tragacanth sangat kambat
mengalami hidrasi, untuk mempercepdt hidrasi biasanya dilakukan pemanasan,
Mucilago tragacanth Iebih kental dari mucilago dari gom arab. Mucilago tragacanth
balk sebagai stabilisator suspensi saja, tetapi bukan sebagai emulgator
4. Algin
Diperoleh dari beberapa species ganggang laut. Dalam perdagangan terdapat dalam
bentuk garamnya yakni Natrium Alginat. Algin merupakan senyawa organik yang
mudah mengalami fermentasi bakteri sehingga suspensi dengan algin memerlukan
bahan pengawet. Kadar yang dipakai sebagai suspending agent umumnya 1- 2%.
b. Golongan bukan gom :
Suspending agent dari alam bukan gom adalah tanah Iiat. Tanah liat yang sering
dipergunakan untuk tujuan menambah stabilitas suspensi ada 3 macam yaitu bentonite,
hectorite dan veegum. Apabila tanah liat dimasukkan ke dalam air mereka akan mengembang
dan mudah bergerak jika dilakukan penggojokan. Peristiwa ini disebut tiksotrofi. Karena
peristiwa tersebut, kekentalan cairan akan bertambah sehingga stabilitas dari suspensi
menjadi lebih baik.
Sifat ketiga tanah liat tersebut tidak larut dalam air, sehingga penambahan bahantersebut
kedalam suspensi adalah dengan menaburkannya pada campuran suspensi. Kebaikan bahan
suspensi dari tanah liat adalah tidak dipengaruhi oleh suhu/panas danfermentasi dari bakteri,
karena bahan-bahan tersebut merupakan senyawa anorganik, bukan golongan karbohidrat.
c. Bahan pensuspensi sintetis
Derivat selulosa
Termasuk dalam golongan ini adalah metil selulosa (methosol, tylose), karboksi metil
selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa. Dibelakang dari nama tersebut biasanya terdapat
angka/nomor, misalnya methosol 1500. Angka ini menunjukkan kemampuan menambah
viskositas da cairan yang dipergunakan untuk melarutkannya. Semakin besar angkanya
berarti kemampuannya semakin tinggi. Golongan ini tidak diabsorbsi oleh usus halus dan
tidak beracun, sehingga banyak dipakai dalam produksi makanan. Dalam farmasi selain
untuk bahan pensuspensi juga digunakan sebagai laksansia dan bahan
penghancur/disintregator dalam pembuatan tablet.
Golongan organik polimer
Yang paling terkenal dalam kelompok ini adalah Carbophol 934 (nama dagangsuatu
pabrik) Merupakan serbuk putih bereaksi asam, sedikit larut dalam air,tidakberacun dan tidak
mengiritasi kulit, serta sedikit pemakaiannya. Sehingga bahantersebut banyak digunakan
sebagai bahan pensuspensi. Untuk memperoleh viskositas yang baik diperlukan kadar 1%.
Carbophol sangat peka terhadap panas dan elektrolit. Hal tersebut akan mengakibatkan
penurunan viskositas dari larutannya.

2.3.6 Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Suspensi (Lachman Practice, 479-491)
a. Kecepatan sedimentasi (Hk. Stokes)
Untuk sediaan farmasi tidak mutlak berlaku, tetapi dapat dipakai sebagai
pegangan supaya suspensi stabil, tidak cepat mengendap, maka :Perbedaan antara fase
terdispersi dan fase pendispersi harus kecil, dapat menggunakan sorbitol atau sukrosa.
BJ medium meningkat.Diameter partikel diperkecil, dapat dihaluskan dengan
blender / koloid mill. Memperbesar viskositas dengan menambah suspending agent.
b. Pembasahan serbuk
Untuk menurunkan tegangan permukaan, dipakai wetting agent atau surfaktan, misal :
span dan tween.

c. Floatasi (terapung), disebabkan oleh :


1. Perbedaan densitas.
2. Partikel padat hanya sebagian terbasahi dan tetap pada permukaan
3. Adanya adsorpsi gas pada permukaan zat padat. Hal ini dapat diatasi dengan
penambahan humektan. Humektan ialah zat yang digunakan untuk membasahi zat
padat. Mekanisme humektan : mengganti lapisan udara yang ada di permukaan
partikel sehingga zat mudah terbasahi. Contoh : gliserin, propilenglikol.
4. Pertumbuhan kristal : Larutan air suatu suspensi sebenarnya merupakan larutan
jenuh. Bila terjadi perubahan suhu dapat terjadi pertumbuhan kristal. Ini dapat
dihalangi dengan penambahan surfaktan. Adanya polimorfisme dapat
mempercepat pertumbuhan kristal

2.3.7 Definisi Stabilitas Suspensi


Stabilitas adalah keadaan dimana suatu benda atau keadaan tidak berubah, yang
dimaksud dengan stabilitas suspensi ialah ke stabilan zat pensuspensi dan zat yang terdispersi
dalam suatu sediaan suspensi, namun dalam sediaan suspensi zat pensuspensi dan zat
terdispersi tidak selamanya stabil, stabilitas sediaan suspensi adalah cara memperlambat
penimbunan partikel serta menjaga homogenitas partikel agar khasiat yang diinginkan dapat
merata ke seluruh sediaan suspensi tersebut.

2.3.8 Faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi


Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah :
1. Ukuran partikel.
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya
tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan
perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan
daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel semakin
kecil luas penampangnya. (dalam volume yang sama) akan semakin memperlambat gerakan
partikel untuk mengendap, sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan
dengan memperkecil ukuran partikel.
2. Kekentalan (viscositas)
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin
kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil).Kecepatan aliran dari cairan
tersebut akan mempengaruhi pula gerakan turunnya parkikel yang terdapat
didalamnya.Dengan demikian dengan menambah viskositas cairan gerakan turundari partikel
yang dikandungnya akan diperlambat.Tetapi perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak
boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
3. Jumlah partikel (konsentrasi)
Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel tersebut
akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel
tersebut.Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena
itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel
dalam waktu yang singkat.
4. Sifat/muatan partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran bahan
yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar
bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Sifat bahan
tersebut merupakan sifat alam, maka kita tidak dapat mempengaruhinya.
Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan sebagai kondisi suspensi dimana partikel
tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi merata. Bila partikel mengendap mereka
akan mudah tersuspensi kembali dengan pengocokan yang ringan. Partikel yang mengendap
ada kemungkinan dapat saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregat dan
selanjutnya membentuk compacted cake dan peristiwa ini disebut caking.
Kalau dililiat dari faktor-faktor tersebut diatas faktor konsentrasi dan sifat dari partikel
merupakan faktor yang tetap, artinya tidak dapat diubah lagi karena konsentrasi merupakan
jumlah obat yang tertulis dalam resep dan sifat partikel merupakan sifat alam. Yang dapat
diubah atau disesuaikan adalah ukuran partikel dan viskositas.
Ukuran partikel dapat diperkecil : dengan menggunakan pertolongan mixer, homogeniser,
colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat dinaikkan dengan
penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan tersebut. Bahan-bahan pengental
ini sering disebut sebagai suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya bersifat mudah
berkembang dalam air (hidrokoloid).
2.3.8 Penilaian Stabilitas Suspensi
a. Volume sedimentasi
Salah satu syarat dari suatu suspensi adalah endapan yang terjadi harus mudah terdispersi
dengan pengocokan yang ringan sehingga perlu dilakukan pengukuran volume sedimentasi.
Volume sedimentasi adalah suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume
mula-mula dari suspense (V0) sebelum mengendap.Volume sedimentasi dapat mempunyai
harga dari < 1 sampai > 1.
b. Derajat flokulasi
Adalah suatu rasio volume sedimen akhir dari suspense flokulasi (Vu) terhadap volume
sedimen akhir suspense deflokulasi (Voc)
c. Metode reologi
Metode ini dapat digunakan untuk membantu menentukan perilaku pengendapan dan
pengaturan pembawa dan sifat yang menonjol mengenai susunan partikel dengan tujuan
untuk perbandingan. Metode reologi menggunakan viskometer Brookfield.
d. Perubahan ukuran partikel
Digunakan cara Freeze - thaw cycling yaitu temperatur diturunkan sampai titik beku, lalu
dinaikkan sampai mencair kembali (> titik beku) Dengan cara ini dapat dilihat pertumbuhan
kristal dan dapat menunjukkan kemungkinan keadaan berikutnya setelah disimpan lama pada
temperatur kamar. Yang pokok yaitu menjaga tidak akan terjadi perubahan ukuran partikel,
distribusi ukuran dan sifat kristal.

2.3 Formulasi dan Praformulasi


Sediaan farmasi merupakan bentuk sediaan yang dibuat berdasarkan dosis dan sifat
bahan berkhasiat, tujuan pengobatan (mekanisme dan usia konsumen) serta rute
pemberiannya. Berdasarkan rute pemberian dan kecepatan efek yang dikehendaki, sediaan
farmasi dibagi menjadi sediaan steril dan sediaan non steril. Secara umum sediaaan farmasi
terdiri dari bahan aktif dan bahan pembantu yang ditambahkan dalm suatu formula sesuai
dengan pengembangan bentuk sediaan yang diehendaki.
Bahan berkhasiat adalah bahan aktif obat yang memiliki dosis terapi dan tujuan
pengobatan tertentu, sedangkan bahan pembantu adalah bahan yang dibutuhkan untuk
membuat bentuk sediaan agar sesuai dengan standar dan spesifikasi yang telah ditentukan,
stabil, efektif dan aman dalam penggunaanya. Bahan pembantu tidak mempunyai khasiat
dalam pengobatan, tetapi sangat menentukan penampilan bentuk sediaan secara umum dan
mempengaruhi spesifikasi sediaan.
Studi preformulasi merupakan suatu studi yang menunjang proses optimisasi suatu
sediaan obat melalui penentuan dan mengidentifikasi sifat-sifat fisika dan kimia yang penting
dalam menyusun formulasi sediaan obat agar ama digunakan oleh pasien.Studi terutama
mencakup data fisika dan kimia dari bahan berkhasiat, adanya interaksi antara komponen
yang digunakan dalam formulasi sediaaan akhir, serta perlu diperhatikan juga kontinuitas
pemasok bahan baku maupun bahan pembantu, karena dapat mempengaruhi penampilan
sediaan secara fisik atau kimia. Metode preformulasi berawal dari data obat yang didapatkan
berdasarkan penelitian dari bidang kimia medisinal yang meliputi struktur, data spektra dan
sifat fisika lainnya. Kemudiaan dilakukan dokumentasi dari data sifat kimia dan fisika bahan
aktif maupun bahan penambah. Dari data tersebut didapatkan petunjuk utama yang dapat
dikembangkan untuk menentukan bentuk sediaan yang sesuai dengan rute yang dikehendaki
dan sifat bahan berkhasiat tersebut.
Formulasi sedian suspensi terdiri dari :
a. Zat aktif
Zat yang berkhasiat dalam suspensi yang memiliki dosis terapi dengan tujuan
pengobatan tertentu
Zat aktif yang dipilih : Chloramphenicol (antibiotik untuk pengobatan thypus)
Kelebihan : efektif dalam pengobatan penyakit thypus, Salah satu antibiotik yang secara
kimiawi diketahui paling stabil dalam segala pemakaian.
Kekurangan : Tidak stabil pada sediaan dengan suasana basa
b. Pensuspensi (Suspending agent)
Merupakan bahn yang dapat meningkatkan viskositas dari suspensi sehingga
pengendapan dapat diperlambat.Menurut Aulton (1989), bahan pensuspensi dapat
dikelompokkan menjadi:
1) Polisakarida
Yang termasuk golongan polisakarida yaitu:
a. Acacia/ Gom
Merupakan bahan alam yang berasal dalam getah eksudat dari tanaman acasia serbuk
berwarna putih. Mudah terkontaminasi oleh sebab itu perlu disterilisasi terlebih dahulu
sebelumnya (Aulton, 1989). Biasanya digunakan dalam bentuk mucilago dengan 35%
terdispersi dalam air (King, 1984)
b. Tragacant
Merupakan ekstrak kering dari tanaman semak Astragalus, umumnya tidak larut
dalam air dan baik untuk membuat kekentalan yang sedang. Secara umum
penggunaannya lebih sulit dari pada acacia. Biasanya digunakn dalam bentuk mucilago
6% (King, 1984).
c. Na Alginat
Berasal dari rumput laut, mengandung bagian asan dan bagian garam. Bagian asam
dan garam kalsiumnya tidak larut dalam air sebaliknya garam natrium, garam kalium dan
garam ammonium alginat larut dalam air. Penggunaan 3-6% akan membentuk gel seperti
salep (Voight, 1995).
d. Starch
Digunakan dalam bentuk kombinasi bersama Caboxymethilcellulose sebanyak 2,5%
dalam air akan menghasilkan produk kental (Aulton, 1989)
e. Xanthan Gum
Merupakan polisakarida semisintesis mengandung garam natrium, kalsium dan
kalium dengan berat molekul tinggi. Larut dalam air panas dan dingin, digunakan dengan
kadar 0,5% (Aulton, 1989).
f. Povidon
Larut dalam air dan etanol. Memilki pH 3-7, digunakan dalam sediaan suspensi
sebagai suspending agent dengan kadar >5% (Wade, 1994).

2) Cellulose larut dalam air


a. Methylsellulose
Larut dalam air dingin tetapi tidak larut dalam air panas (King, 1984) konsentrasi
methylsellulose >1% memberi larutan air yang jernih, sedangkan pada konsentrasi 5-
10% mengarah pada pembentukan gel yang bersifat plastis yang digunakan untuk terapi
kutan (Voight, 1995).
b. Hidroksietilcellulose
Larut dalam air dingin dan panas, memiliki aktivitas permukaan yang rendah,
bereaksi netral dan menunjukkan koagualsi bolak-balik (Aulton, 1989). Pada konsentrasi
10-15% membentuk gek seperti salep (Voight, 1995).
c. Natriumcarboksimethylsellulose
Larut dalam air dingin dan panas menghasilkan larutan jernih. Lebih sensitf terhadap
pH dibandingkan dengan metilselulosa. Stabil pada pH 5-10. Digunakan pada
konsentrasi antara 0,25-1% (Aulton, 1989). Menghasilkan empat kekentalan yang
rendah, sedang, tinggi dan ekstra tinggi (Jenkins dkk, 1995). Pembuatan mucilago
dengan menaburkan Na CMC diatas air panas sebanyak 20 kalinya. Biarkan sampai
mengembang kemudian gerus sampai homogen.
3) Tanah Liat (Clay)
Menurut Jankins (1995) ada 2 jenis tanah liat yang digunakan sebagai pensuspensi, yaitu:
a. Bentonit
Suatu clay yang tidak dapat larut dalam air tetapi dapat menyerap air dalam
membetuk suatu suspensi yang kental.

b. Veegum
Merupakan gabungan dari magnesium dan aluminium silikat yang digunakan sebagai
pengental dengan kadar 0,25-2%.
Suspending agent yang dipilih : PGA
Kelebihan : dalam penggunaannya sebagai suspending agent, PGA tidak bersifat
toksik, dapat ditemukan dengan mudah dan murah, PGA larut dalam air dan
menghasilkan suatu larutan dengan nilai viskositas yang baik.
Kekurangan : PGA mudah dirusak oleh bakteri, sehingga dalam
penggunaannya harus disertai dengan pengawet (preservatif)
c. Zat Tambahan, terdiri dari:
1. Pengawet
Menurut Boylan (1994) ada tiga kriteria pengawet yang ideal yaitu:
Pengawet harus efektif terhadap mikroorganisme spektrum luas.
Pengawet harus stabil fisika kimia dan mikribiologi selama masa berlaku produk
tersebut.
Pengawet harus tidak toksis, mensesitasi, larut dengan memadai, dapat bercampur
dengan komponen-komponen formulasi lain dan dapat diterima dilihat dari rasa dan
bau pada konsentrasi yang digunakan (Boylan, 1994).
Adapun pengawet yang umum digunakan dalam sediaan farmasi yaitu: asam benzoat
0,1%, Natrium benzoat 0,1%, atau kombinasi dari metilparaben (0,05%) dan propilparaben
(0,03) (Jenkins dkk, 1995).
Pengawet yang dipilih : Metilparaben (Nipagin)
Kelebihan : Nipagin dapat membantu menjaga kestabilan rasa, stabil dalam suspensi,
mudah dimetabolisme tubuh, dan mudah dikeluarkan melalui feses
Kekurangan : Dalam penggunaan berlebihan nipagin dapat meningkatkan kerusakan DNA
dan penuaan kulit
2) Larutan dapar (Buffer)
Menurut Boylan (1994) untuk dapat menjaga kelarutan obat, maka suatu sistem harus
didapar secara memadai. Pemilihan suatu dapar harus konsisten dengan kriteria sebagai
berikut:
a) Dapar harus mempunyai kappasitas memadai dalam kisaran pH yang diinginkan.
b) Dapar harus aman secara biologis untuk penggunaan yang dimaksud.
c) Dapar hanya mempunyai sedikit atau tidak mempinyai efek merusak terhadap stabilitas
produk akhir.
d) Dapar harus memberikan rasa dan warna yang dapat diterima produk.

3) Zat Pembasah (wetting agent)


Dalam pembuatan suspensi penggunaan zat basah sangat berguna dalam penurunan
tegangan antar muka partikel padat dan cairan pembawa (Anief, 1994). Zat pembasah yang
sering digunakan dalam pembuatan suspensi adalah air, alkohol, gliserin (Ansel, 1989).
Zat-zat hidrofilik (sukar pelarut) dapat dibasahi dengan mudah oleh air atau cairan-cairan
polar lainnya sehingga dapat meningkatkan viskositas suspensi-suspensi air dengan besar.
Sedangkan zat-zat hidrofobik (tidak sukar pelarut) menolak air, tetapi dapat dibasahi oleh
cairan-cairan nonpolar. Zat pada hidrofilik biasanya dapat digabung menjadi suspensi tanpa
zat pembasah (Patel dkk, 1994).
Zat pembasah yang dipilih : Propilenglycol
Kelebihan : cenderung stabil, dapat menurunkan tegangan permukaan air sekaligus tegangan
interfasial air atau zat padat sehingga menghasilkan nilai koefisien penyebaran yang positif.
Kekurangan: Pada temperatur tinggi dan tempat terbuka mudah teroksidasi dan menghasilkan
produk seperti propionaldehid, asam laktat, asam piruvat, dan asam asetat.

4) Zat Penambah Rasa


Ada empat rasa sensasi dasar yaitu: asin, pahit, manis dan asam. Suatu kombinasi zat
pemberi rasa biasanya diperlukan untuk menutupi sensasi rasa ini secara efektif. Menthol
kloroform dan berbagai garam sering kali digunakan sebagai zat pembantu pemberi rasa
(Patel dkk, 1994).
Menurut Aulton (1989), ada tiga tipe penambahan rasa yaitu:
a) Zat pemanis, contohnya: sorbitol, saccharin dan invert syrup.
b) Syrup Berasa, contohnya: blackcurant, rasoberry dan chererry.
c) Minyak Beraroma / Aromatic Oils, contohnya: anisi, cinnamon lemon dan pepermint.
d) Penambahan Rasa Sintetik, contohnya: kloroform, vanillin, benzaldehid, dan berbagai
senyawa organik lain (alkohol, aldehid, ester dan keton).
Zat pemanis yang dipilih : Sirupus simplex

5) Zat Penambah Warna


Ada beberapa alasan mengapa farmasi perlu ditambahkan zat pewarna yaitu menutupi
penampilan yang tiadak enak dan untuk menambah daya tarik pasien. Zat pewarna harus
aman, tidak berbahaya dan tidak memilikiefek farmakologi. Selain itu tidak bereaksi dengan
zat aktif dan dapat larut baik dalam sediaan (Ansel, 1989).
Pemilihan warna biasanya dibuat konsisten dengan rasa misalnya merah untuk strawbery
dan warna kuning untuk rasa jeruk (Ansel, 1989). Beberapa contoh yang bisa digunakan yaitu
Tartazin (kuning), amaranth (merah), dan patent blue V (biru). Clorofil (hijau) (Aulton,
1989).
6) Zat Penambah Bau
Tujuan penambahan bau adalah untuk dapat menutupi bau yang tidak enak yang
ditimbulkan oleh zat aktif atau obat. Bau sangat mempengauhi rasa dari suatu preparat pada
bahan makan (Ansel, 1989). Dapat digunakan penambah bau berupa essense dari buah-
buahan yang disesuaikan dengan rasa dan warna sediaan yang akan dibuat.
Zat penambah bau yang dipilih : Orange essense

7) Zat Pembawa
Zat pembawa yang bisa digunakan dalam pembuatan suspensi oral adalah air murni
(Ansel, 1989).
Kelebihan : Aquadest bersifat polar, tidak bereaksi dengan bahan-bahan lain dalam suspensi
chloramphenicol, Stabil
Kekurangan:Merupakan media yang sangat mudah ditumbuhi mikroorganisme sehingga
dibutuhkan pengawet (nipagin)
2.3 Produksi
2.4.1 Personal
Praktikan harus menggunakan seragam laboratorium (jas laboratorium) selama
praktikum berlangsung.
Mematuhi tata tertib dan kedisplinan selam praktikum berlangsung
Praktikan harus siap dengan peralatan dasar untuk praktikum (gunting, tali, lem, wadah,
serbet, dan lain lain).
Wajib memelihara ketenangan selama praktikum berlangsung.
Keluar masuk ruangan harus seizin pengawas praktikum.
Dilarang makan atau minum atau membawa makanan atau minuman dalam
laboratorium.
Hanya boleh menggunakan meja praktikum sesuai dengan tempat yang telah ditentukan
untuk setiap praktikan.
Dilarang memindah peralatan praktikum dari tempat semula.
Setelah selesai digunakan, semua bahan praktikum harus dikembalikan pada tempatnya
semula dalam keadaan rapi dan bersih.
Semua bahan dan peralatan praktikum harus digunakan dan diperlakukan dengan baik
dan penuh tanggung jawab.
Praktikan hanya boleh meninggalkan laboratorium dengan seizin pengawas setelah
semua bahan dan peralatan praktikum dibersihkan / dibereskan sebagaimana mestinya.

2.4.2 Ruang
Ruangan di industri farmasi merupakan salah satu aspek yang harus dijaga
kebersihannya.
Untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang antar produk maka ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan :
1. Permukaan ruangan harus kedap air, tidak terdapat sambungan atau retakan, tidak
merupakan tempat pertumbuhan mikroba, mudah dibersihkan, bagian sudut dan tepi
dinding dibuat melengkung.
2. Pipa saluran udara, listrik dipasang diatas langit-langit.
3. Lampu penerangan harus dipasang rata dengan langit-langit.
4. Tahan terhadap bahan pembersih.
Area pabrik dibagi menjadi 4 zona dimana masing-masing zona memiliki spesifikasi
tertentu. Empat zona tersebut meliputi :
a. Unclassified Area
Area ini merupakan area yang tidak dikendalikan (Unclassified area) tetapi untuk
kepentingan tertentu ada beberapa parameter yang dipantau. Termasuk didalamnya adalah
laboratorium kimia (suhu terkontrol), gudang (suhu terkontrol untuk cold storage dan cool
room), kantor, kantin, ruang ganti dan ruang teknik.
b. Black area
Area ini disebut juga area kelas E. Ruangan ataupun area yang termasuk dalam kelas
ini adalah koridor yang menghubungkan ruang ganti dengan area produksi, area staging
bahan kemas dan ruang kemas sekunder. Setiap karyawan wajib mengenakan sepatu dan
pakaian black area (dengan penutup kepala)
c. Grey area
Area ini disebut juga area kelas D. Ruangan ataupun area yang masuk dalam kelas ini
adalah ruang produksi produk non steril, ruang pengemasan primer, ruang timbang,
laboratorium mikrobiologi (ruang preparasi, ruang uji potensi dan inkubasi), ruang
sampling di gudang. Setiap karyawan yang masuk ke area ini wajib mengenakan
gowning (pakaian dan sepatu grey). Antara black area dan grey area dibatasi ruang ganti
pakaian grey dan airlock.
d. White area
Area ini disebut juga area kelas C, B dan A (dibawah LAF). Ruangan yang masuk
dalam area ini adalah ruangan yang digunakan untuk penimbangan bahan baku produksi
steril, ruang mixing untuk produksi steril , background ruang filling, laboratorium
mikrobiologi (ruang uji sterilitas). Setiap karyawan yang akan memasuki area ini wajib
mengenakan pakaian antistatik (pakaian dan sepatu yang tidak melepas partikel). Antara
grey area dan white area dipisahkan oleh ruang ganti pakaian white dan airlock. Airlock
berfungsi sebagai ruang penyangga antara 2 ruang dengan kelas kebersihan yang berbeda
untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari ruangan dengan kelas kebersihan lebih
rendah ke ruang dengan kelas kebersihan lebih tinggi. Berdasarkan CPOB, ruang
diklasifikasikan menjadi kelas A, B, C, D dan E, dimana setiap kelas memiliki
persyaratan jumlah partikel, jumlah mikroba, tekanan, kelembaban udara dan air change
rate.

2.4.3 Alat
1. Mortir dan Stemper
Kegunaan:
a. Untuk memperkecil ukuran partikel zat padat dengan cara penggerusan.
b. Untuk mencampur zat padat/ cair dalam pembuatan serbuk, massa pil, suspensi,
emulsi dsb.
2. Gelas ukur
Kegunaan : Untuk mengukur volume zat cair (terutama saat kalibrasi botol untuk
mengukur sediaan suspensi yang diinginkan)
3. Corong gelas
Kegunaan : Untuk menyaring/memisahkan endapan dan kotoran mekanis dengan
menggunakan bantuan kertas saring atau kapas, untuk memasukkan zat cair ke dalam
wadah/botol
4. Sendok tanduk
Kegunaan : Untuk mengambil zat padat (organik / anorganik) yang tidak bereaksi dengan
/ merusak sendok. Jangan mengambil bahan setengah padat dengan sendok karena akan sulit
dibersihkan.
5. Sendok porselen
Kegunaan : untuk mengambil zat padat yang :
Bereaksi dengan / merusak zat organik, misal: KMNO4, I2, NaOH
Berbau keras : Iodoform, camphora, mentol.
Berwarna kuat / sulit hilang.
6. Cawan penguap
Kegunaan :
Untuk menguapkan zat cair/ pelarut yang tidak dikehendaki karena berpermukaan
lebar
Untuk meleburkan basis salep/ suppositoria
Untuk menimbang zat cair dalam jumlah besar.
7. Botol tertutup rapat
Kegunaan : sebagai wadah penyimpanan suspensi agar terlindung dari panas dan cahaya
2.4.4 Metode pembuatan suspensi
1. Suspensi dapat dibuat dengan cara :
a. Metode dispersi
Dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam mucilago yang telah
terbentuk kemudian baru diencerkan. Perlu diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kesukaran
pada saat mendispersi serbuk dalam vehicle, hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau
kontaminan pada serbuk. Serbuk yang sangat halus mudah kemasukkan udara sehingga sukar
dibasahi. Mudah dan sukarnya serbuk terbasahi tergantung besarnya sudut kontak antara zat
terdispersi dengan medium. Bila sudut kontak 90 serbuk akan mengambang diatas cairan .
serbuk yang demikian disebut memiliki sifat hidrofob. Untuk menurunkan tegangan antar
muka antar partikel zat padat dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau
welling agent.
b. Metode praesipitasi
Zat yang hendak didespersi dilarutkan dahulu dalam pelarut organik yang hendak
dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik diencerkan dengan larutan
pensuspensi dalam air. Akan tetapi endapan halus dan tersuspensi dengan bahan pensuspensi.
Caiaran organik tersebut adalah etanol, propilenglikol dan polietilenglikol.

2. Sistem pembentukan suspensi


a. Sistem flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan pada
penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali. Berikut sifat-sifat dari
partikel flokulasi adalah :
1. Partikel merupakan agregat yang bebas.
2. Sedimen terjadi cepat
3. Sedimen terbentuk cepat
4. Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah terdispersi kembali
seperti semula
5. Wujud suspensi kurang menyenangkan sebab sedimentasi terjadi cepat dan diatasnya
terjadi daerah cairan yang jernih dan nyata.
b. Sistem deflokulasi
Dalam sistem deflokulasi partikel deflokulasi mengendap dan akhirnya membentuk
sedimen, dimana terjadi agregasi akhirnya terbentuk cake yang keras dan sulit tersuspensi
kembali. Berikut sifat-sifat dari partikel deflokulasi adalah:
1. Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.
2. Sedimentasi yang terjadi lambat masing-masing partikel mengendap terpisah dan
ukuran partikel adalah minimal.
3. Sedimen terbentuk lambat.
4. Akhirnya sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi lagi.
5. Wujud suspensi menyenangkan karena zat tersuspensi dalam waktu relatif lama.
Terlihat bahwa ada endapan dan cairan atas berkabut.

2.4.5 Uji Evaluasi Mutu Fisik

1. Organoleptis
Pemeriksaan organoleptik yang dilakukan meliputi bau,warna, dan rasa. Cukup
dilakukan dengan cara mencium bau, melihat warna dan merasakan rasa dari suspensi.
2. Bobot Jenis
Cara pemeriksaan BJ (Bobot Jenis ) :
a. Ditimbang berat piknometer kosong ( W pikno )
b. Piknometer kosong diisi air suling hingga penuh, kemudian ditimbang ( W pikno+ air)
c. Dihitung selisih antara W pikno + air dan W pikno didapat W air
d. Selanjutnya W air dibagi oleh massa jenis air sehingga didapat volume air ( V air )
e. Larutan sirup dari masing-masing formula dimasukkan ke dalam piknometer kosong,
kemudian ditimbang ( Wpikno + suspensi )
f. Dihitung selisih antara W pikno + suspensi dan W pikno didapat W suspensi
g. Selanjutnya W suspensi dibagi oleh W air, sehingga diperoleh massa jenis suspensi
h. Massa jenis suspensi selanjutnya dibagi oleh massa jenis air, sehingga diperoleh berat
jenis suspensi
3. Viskositas
Pengukuran viskositas pada suspensi menggunakan alat bernama viskometer brookfield.
Pada pembuatan suspensi salah satu perhitungan yang dipakai untuk mengetahui kestabilan
suspensi adalah Hukum Stokes.

Dari hukum diketahui bahwa ada beberapa faktor dari pembuatan suspensi yang dapat
disesuaikan untuk mengubah kestabilan suspensi menjadi lebih stabil. Faktor tersebut antara
lain ;
a. Semakin kecil ukuran partikel dalam suspensi maka semakin stabil pula suspensi tersebut
karena laju endap dari partikel tersebut dapat berkurang dan suspensi tidak cepat
mengendap.
b. Jika bobot jenis partikel padat lebih berat dari pada bobot jenis partikel cairnya maka
suspensi tersebut akan cepat mengendap pula.

4. Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sediaan yang telah dibuat homogen atau
tidak. Caranya, sampel dioleskan pada kaca transparan dimana sediaan diambil 3 bagian yaitu
atas, tengah dan bawah. Homogenitas ditunjukkan dengan tidak adanya butiran kasar (Ditjen
POM, 2000).

5. Redispersi
Uji Redispersi dilakukan setelah evaluasi volume sedimentasi selesai dilakukan. Suspensi
diputar 180 derajat dan dibalikan ke posisi semula. Kemampuan redispersi baik bila suspensi
telah terdispersi sempurna dan diberi nilai 100%.

6. Pengukuran pH
Bertujuan untuk menentukan keasaman / kebasaan suatu suspensi. Pengukuran pH ini cukup
dilakukan dengan menggunakan pH meter. Kesesuaian pH suspensi dengan lambung dan
duodenum (usus 12 jari)

pH suspensi pH lambung pH duodenum


3-5 4-6

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Formula
a) Formula terpilih tiap 5 ml mengandung:
R/ Chloramphenicol palmitate 125mg ( Zat aktif )
PGA 2% (Suspending Agent)
Propylenglikol 10% (Pembasah, pengental)
Syrup Simplex 20% (Pemanis)
Nipagin 0, 01% (Pengawet)
Orange essense qs (Pengaroma)
Aquadest ad 60 ml

b) Rancangan resep
R/ Chloramphenicol 1500 mg
PGA 1,2
Propilenglycol 6
Sir. Simplex 12
Nipagin 0,006
Orange essense qs
Aquadest ad 60ml

c) .Perhitungan Bahan
Chloramphenicol palmitate : 125 mg x 12 = 1500 mg
PGA : 2/100 x 60 ml = 1,2 g
Air untuk Mucilago PGA : 1,5 x 1,2 gr = 1,8 ml
Propylenglikol : 10/100 x 60 ml = 6 g
Syrup Simplex : 20/100 x 60 ml = 12 g
Nipagin : 0, 01/100 x 60 ml = 0,006 g
Orange essense : secukupnya
Aquadest : ad 60 ml

d) Perincian Alat dan Bahan


Alat Bahan
1. Timbangan halus 1. Chloramphenicol palmitat 1500 mg
2. Mortir dan stemper 2. PGA 1,2 g
3. Gelas ukur 100 ml 3. Propylenglikol 6 g
4. Sendok penyu 4. Syrup Simplex 12 g
5. Cawan Penguap 5. Nipagin 0,006 g
6. Kertas Perkamen 6. Orange essense qs
7. Lap bersih 7. Aquadest ad 60 ml
8. Botol 60 ml

e) Prosedur Pembuatan Bahan


1. Setarakan timbangan
2. Timbang semua bahan yang dibutuhkan
3. Buat mucilago PGA
a. Masukkan PGA 1,2 gram ke mortir
b. Ukur 1,8 aquadest lalu masukkan mortir sedikit demi sedikit
c. Aduk cepat ad mucilago
4. Masukkan serbuk Chloramphenicol palmitat 1500 mg kedalam mucilago PGA lalu
aduk ad homogen
5. Tambahkan sir.simplex kedalam mortir aduk ad homogen
6. Ambil Nipagin 0,006 g masukkan mortir terpisah lalu tambahkan sedikit demi sedikit
propilenglykol aduk ad tepat larut.
7. Campurkan larutan nipagin ke mortir 1 lalu aduk ad homogen
8. Tambahkan orange essense secukupnya aduk ad homogen
9. Tambahkan aquadest qs aduk ad homogen
10. Masukkan ke wadah botol 60ml tambahkan aquadest ad tanda batas
11. Kocok kuat ad homogen

3.2 Prosedur evaluasi

1. Uji orgenoleptis

Uji organoleptis dilakukan untuk mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada


suspensi. Hal ini dilakukan dengan cara mengamati warna, bau, dan rasa suspensi

warna Bau Rasa

2. Pemeriksaan BJ (Bobot Jenis )


a. Ditimbang piknometer kosong ( W pikno )
b. Piknometer kosong diisi air suling hingga penuh, kemudian ditimbang ( W pikno+ air)
c. Dihitung selisih antara W pikno + air dan W pikno didapat W air
d. Selanjutnya W air dibagi oleh massa jenis air sehingga didapat volume air ( V air )
e. Larutan sirup dari masing-masing formula dimasukkan ke dalam piknometer kosong,
kemudian ditimbang ( Wpikno + suspensi )
f. Dihitung selisih antara W pikno + suspensi dan W pikno didapat W suspensi
g. Selanjutnya W suspensi dibagi oleh W air, sehingga diperoleh massa jenis suspensi
h. Massa jenis suspensi selanjutnya dibagi oleh massa jenis air, sehingga diperoleh berat
jenis suspensi

3. Redispersi dan Sedimentasi

Suspensi diputar 180 derajat dari posisi awal, jika terdispersi semua maka suspensi diberi
nilai dispersi 100%.

4. Homogenitas

Sampel dioleskan pada kaca transparan dimana sediaan diambil 3 bagian yaitu atas, tengah
dan bawah. Homogenitas ditunjukkan dengan tidak adanya butiran kasar (Ditjen POM,
2000).

5. Pengukuran pH
a. Suspensi dituangkan pada wadah yang terbuat dari kaca
b. Lalu masukkan kertas pH meter kedalam wadah dan tunggu perubahan warnanya sesuai
pH yang diindikasikan

BAB IV
HASIL

4.1 Hasil Sediaan

Sediaan :Chloramphenicol Suspensi

4.2 Hasil Evaluasi


a. Organoleptis
Warna : Putih
Bau : Jeruk
Rasa : Pahit

b. Bobot Jenis
Berat piknometer kosong : 16,1163 gr
Berat Piknometer + aqua : 25, 6206 gr
Berat Piknometer + sediaan : 26,1031 gr
Bobot aqua = (Berat Piknometer + aqua ) - Berat piknometer kosong
= 25,6206 gr 16,1163 gr
= 9,9858 gr
Bobot sediaan = (Berat Piknometer + sediaan ) - Berat piknometer kosong
= 26,1031 gr 16,1163 gr
= 9,5043 gr
Dari data yang diperoleh diatas dapat dihitung bobot jenis dari sediaan tersebut
dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut :
Bobot jenis = Bobot aqua : Bobot
sediaan
= 9,9858 gr :
9,5043 gr
= 0,95 gr

c. Uji redispersi dan sedimentasi


Uji Redispersi : Waktu redispersi
suspensi selama 10 detik.
Uji Sedimentasi : Sediaan suspensi
mengendap selama 2 jam.

d. Uji Volume Terpindahkan


Nilai yang dapat dari hasil uji adalah 59 ml,
sedangkan volume sediaan yang diinginkan
adalah 60 ml
Uji volume terpindahkan dihitung
menggunakan rumus berikut ini :

v 1v 2
100
v1

60 ml59 ml
100 1,67
e. Uji Homogenitas 60 ml
f. Uji Ph

Ph yang didapat adalah 7

BAB V
KESIMPULAN

1. Suspensi adalah suatu campuran fluida yang mengandung partikel padat atau dengan
kata lain campuran heterogen dari zat cair dan zat padat yang dilarutkan dalam zat cair
tersebut.
2. Pada uji organoleptis sediaan suspensi sudah seperti yang diinginkan berwarna putih
dan berbau jeruk hanya pada rasa masih pahit.
3. Pada evaluasi bobot jenis dihasilkan bobot jenis sebesar
4. Pada uji terdispersi suspensi terdispersi selama 10 detik
5. Pada uji sedimentasi suspensi mengendap selama 2 jam
6. Pada uji homogenitas sediaan yang didapatkan adalah homogen
7. Pada uji PH, PH yang didapatkan adalah 7 sesuai dengan PH yang
disyaratkan yaitu 6-7

You might also like