Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
1.3.1 Masyarakat
Adanya formulasi baru suspensi Chloramphenicol dapat membantu masyarakat untuk
memilih sediaan liquid yang cocok dan efisien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mekanisme kerja kloramfenikol menghambat sistesis portein pada bakteri dan dalam
jumlah terbatas, pada sel eukariot. Obat ini segera berpenetrasi ke sel bakteri, kemungkinan
melalui difusi terfasilitasi. Kloramfenikol terutama bekerja dengan memikat subunit ribosom
50 S secara reversibel (di dekat tempat kerja antibiotic makrlida dan klindamisin, yang
dihambat secara kompetitif oleh obat ini). Walaupun pengikatan tRNA pada bagian
pengenalan kodon ini ternyata menghalangi pengikatan ujung tRNA aminosil yang
mengandung asam amino ke tempat akseptor pada subunit ribosom 50 S. interkasi antara
pepdiltranferase dengan substrat asam aminonya tidak dapat terjadi, sehingga pembentukan
ikatan peptide terhambat.
Kloramfenikol juga dapat menghambat sistesis protein mitokondria pada sel mamalia,
kemungkinan karena ribosom mitokondria lebih menyerupai ribosom bakteri (keduanya 70 S)
dari pada ribosom sitoplasma 80 S pada sel mamalia. Peptidiltransferase ribosom
mitokondria, dan bukan ribosom sitoplasma, rentan terhadap kerja penghambtan
kloramfenikol. Sel eritropoietik mamalia tampaknya terutama peka terhadap obat ini.
Kelemahan:
1. Rasa obat dalam larutan lebih jelas.
2. Tidak praktis bila dibandingkan dalam bentuk sediaan lain, misalnya pulveres, tablet, dan
kapsul.
3. Rentan terhadap degradasi dan kemungkinan terjadinya reaksi kimia antar kandungan
dalam larutan di mana terdapat air sebagai katalisator.
4. Kestabilan rendah (pertumbuhan kristal jika jenuh, degradasi, dll)
5. Jika membentuk cacking akan sulit terdispersi kembali sehingga homogenitasnya turun.
6. Alirannya menyebabkan sukar dituang
7. Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan
8. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi (cacking,
flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi / perubahan temperatur.
9. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang diinginkan.
2.3.6 Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Suspensi (Lachman Practice, 479-491)
a. Kecepatan sedimentasi (Hk. Stokes)
Untuk sediaan farmasi tidak mutlak berlaku, tetapi dapat dipakai sebagai
pegangan supaya suspensi stabil, tidak cepat mengendap, maka :Perbedaan antara fase
terdispersi dan fase pendispersi harus kecil, dapat menggunakan sorbitol atau sukrosa.
BJ medium meningkat.Diameter partikel diperkecil, dapat dihaluskan dengan
blender / koloid mill. Memperbesar viskositas dengan menambah suspending agent.
b. Pembasahan serbuk
Untuk menurunkan tegangan permukaan, dipakai wetting agent atau surfaktan, misal :
span dan tween.
b. Veegum
Merupakan gabungan dari magnesium dan aluminium silikat yang digunakan sebagai
pengental dengan kadar 0,25-2%.
Suspending agent yang dipilih : PGA
Kelebihan : dalam penggunaannya sebagai suspending agent, PGA tidak bersifat
toksik, dapat ditemukan dengan mudah dan murah, PGA larut dalam air dan
menghasilkan suatu larutan dengan nilai viskositas yang baik.
Kekurangan : PGA mudah dirusak oleh bakteri, sehingga dalam
penggunaannya harus disertai dengan pengawet (preservatif)
c. Zat Tambahan, terdiri dari:
1. Pengawet
Menurut Boylan (1994) ada tiga kriteria pengawet yang ideal yaitu:
Pengawet harus efektif terhadap mikroorganisme spektrum luas.
Pengawet harus stabil fisika kimia dan mikribiologi selama masa berlaku produk
tersebut.
Pengawet harus tidak toksis, mensesitasi, larut dengan memadai, dapat bercampur
dengan komponen-komponen formulasi lain dan dapat diterima dilihat dari rasa dan
bau pada konsentrasi yang digunakan (Boylan, 1994).
Adapun pengawet yang umum digunakan dalam sediaan farmasi yaitu: asam benzoat
0,1%, Natrium benzoat 0,1%, atau kombinasi dari metilparaben (0,05%) dan propilparaben
(0,03) (Jenkins dkk, 1995).
Pengawet yang dipilih : Metilparaben (Nipagin)
Kelebihan : Nipagin dapat membantu menjaga kestabilan rasa, stabil dalam suspensi,
mudah dimetabolisme tubuh, dan mudah dikeluarkan melalui feses
Kekurangan : Dalam penggunaan berlebihan nipagin dapat meningkatkan kerusakan DNA
dan penuaan kulit
2) Larutan dapar (Buffer)
Menurut Boylan (1994) untuk dapat menjaga kelarutan obat, maka suatu sistem harus
didapar secara memadai. Pemilihan suatu dapar harus konsisten dengan kriteria sebagai
berikut:
a) Dapar harus mempunyai kappasitas memadai dalam kisaran pH yang diinginkan.
b) Dapar harus aman secara biologis untuk penggunaan yang dimaksud.
c) Dapar hanya mempunyai sedikit atau tidak mempinyai efek merusak terhadap stabilitas
produk akhir.
d) Dapar harus memberikan rasa dan warna yang dapat diterima produk.
7) Zat Pembawa
Zat pembawa yang bisa digunakan dalam pembuatan suspensi oral adalah air murni
(Ansel, 1989).
Kelebihan : Aquadest bersifat polar, tidak bereaksi dengan bahan-bahan lain dalam suspensi
chloramphenicol, Stabil
Kekurangan:Merupakan media yang sangat mudah ditumbuhi mikroorganisme sehingga
dibutuhkan pengawet (nipagin)
2.3 Produksi
2.4.1 Personal
Praktikan harus menggunakan seragam laboratorium (jas laboratorium) selama
praktikum berlangsung.
Mematuhi tata tertib dan kedisplinan selam praktikum berlangsung
Praktikan harus siap dengan peralatan dasar untuk praktikum (gunting, tali, lem, wadah,
serbet, dan lain lain).
Wajib memelihara ketenangan selama praktikum berlangsung.
Keluar masuk ruangan harus seizin pengawas praktikum.
Dilarang makan atau minum atau membawa makanan atau minuman dalam
laboratorium.
Hanya boleh menggunakan meja praktikum sesuai dengan tempat yang telah ditentukan
untuk setiap praktikan.
Dilarang memindah peralatan praktikum dari tempat semula.
Setelah selesai digunakan, semua bahan praktikum harus dikembalikan pada tempatnya
semula dalam keadaan rapi dan bersih.
Semua bahan dan peralatan praktikum harus digunakan dan diperlakukan dengan baik
dan penuh tanggung jawab.
Praktikan hanya boleh meninggalkan laboratorium dengan seizin pengawas setelah
semua bahan dan peralatan praktikum dibersihkan / dibereskan sebagaimana mestinya.
2.4.2 Ruang
Ruangan di industri farmasi merupakan salah satu aspek yang harus dijaga
kebersihannya.
Untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang antar produk maka ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan :
1. Permukaan ruangan harus kedap air, tidak terdapat sambungan atau retakan, tidak
merupakan tempat pertumbuhan mikroba, mudah dibersihkan, bagian sudut dan tepi
dinding dibuat melengkung.
2. Pipa saluran udara, listrik dipasang diatas langit-langit.
3. Lampu penerangan harus dipasang rata dengan langit-langit.
4. Tahan terhadap bahan pembersih.
Area pabrik dibagi menjadi 4 zona dimana masing-masing zona memiliki spesifikasi
tertentu. Empat zona tersebut meliputi :
a. Unclassified Area
Area ini merupakan area yang tidak dikendalikan (Unclassified area) tetapi untuk
kepentingan tertentu ada beberapa parameter yang dipantau. Termasuk didalamnya adalah
laboratorium kimia (suhu terkontrol), gudang (suhu terkontrol untuk cold storage dan cool
room), kantor, kantin, ruang ganti dan ruang teknik.
b. Black area
Area ini disebut juga area kelas E. Ruangan ataupun area yang termasuk dalam kelas
ini adalah koridor yang menghubungkan ruang ganti dengan area produksi, area staging
bahan kemas dan ruang kemas sekunder. Setiap karyawan wajib mengenakan sepatu dan
pakaian black area (dengan penutup kepala)
c. Grey area
Area ini disebut juga area kelas D. Ruangan ataupun area yang masuk dalam kelas ini
adalah ruang produksi produk non steril, ruang pengemasan primer, ruang timbang,
laboratorium mikrobiologi (ruang preparasi, ruang uji potensi dan inkubasi), ruang
sampling di gudang. Setiap karyawan yang masuk ke area ini wajib mengenakan
gowning (pakaian dan sepatu grey). Antara black area dan grey area dibatasi ruang ganti
pakaian grey dan airlock.
d. White area
Area ini disebut juga area kelas C, B dan A (dibawah LAF). Ruangan yang masuk
dalam area ini adalah ruangan yang digunakan untuk penimbangan bahan baku produksi
steril, ruang mixing untuk produksi steril , background ruang filling, laboratorium
mikrobiologi (ruang uji sterilitas). Setiap karyawan yang akan memasuki area ini wajib
mengenakan pakaian antistatik (pakaian dan sepatu yang tidak melepas partikel). Antara
grey area dan white area dipisahkan oleh ruang ganti pakaian white dan airlock. Airlock
berfungsi sebagai ruang penyangga antara 2 ruang dengan kelas kebersihan yang berbeda
untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari ruangan dengan kelas kebersihan lebih
rendah ke ruang dengan kelas kebersihan lebih tinggi. Berdasarkan CPOB, ruang
diklasifikasikan menjadi kelas A, B, C, D dan E, dimana setiap kelas memiliki
persyaratan jumlah partikel, jumlah mikroba, tekanan, kelembaban udara dan air change
rate.
2.4.3 Alat
1. Mortir dan Stemper
Kegunaan:
a. Untuk memperkecil ukuran partikel zat padat dengan cara penggerusan.
b. Untuk mencampur zat padat/ cair dalam pembuatan serbuk, massa pil, suspensi,
emulsi dsb.
2. Gelas ukur
Kegunaan : Untuk mengukur volume zat cair (terutama saat kalibrasi botol untuk
mengukur sediaan suspensi yang diinginkan)
3. Corong gelas
Kegunaan : Untuk menyaring/memisahkan endapan dan kotoran mekanis dengan
menggunakan bantuan kertas saring atau kapas, untuk memasukkan zat cair ke dalam
wadah/botol
4. Sendok tanduk
Kegunaan : Untuk mengambil zat padat (organik / anorganik) yang tidak bereaksi dengan
/ merusak sendok. Jangan mengambil bahan setengah padat dengan sendok karena akan sulit
dibersihkan.
5. Sendok porselen
Kegunaan : untuk mengambil zat padat yang :
Bereaksi dengan / merusak zat organik, misal: KMNO4, I2, NaOH
Berbau keras : Iodoform, camphora, mentol.
Berwarna kuat / sulit hilang.
6. Cawan penguap
Kegunaan :
Untuk menguapkan zat cair/ pelarut yang tidak dikehendaki karena berpermukaan
lebar
Untuk meleburkan basis salep/ suppositoria
Untuk menimbang zat cair dalam jumlah besar.
7. Botol tertutup rapat
Kegunaan : sebagai wadah penyimpanan suspensi agar terlindung dari panas dan cahaya
2.4.4 Metode pembuatan suspensi
1. Suspensi dapat dibuat dengan cara :
a. Metode dispersi
Dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam mucilago yang telah
terbentuk kemudian baru diencerkan. Perlu diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kesukaran
pada saat mendispersi serbuk dalam vehicle, hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau
kontaminan pada serbuk. Serbuk yang sangat halus mudah kemasukkan udara sehingga sukar
dibasahi. Mudah dan sukarnya serbuk terbasahi tergantung besarnya sudut kontak antara zat
terdispersi dengan medium. Bila sudut kontak 90 serbuk akan mengambang diatas cairan .
serbuk yang demikian disebut memiliki sifat hidrofob. Untuk menurunkan tegangan antar
muka antar partikel zat padat dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau
welling agent.
b. Metode praesipitasi
Zat yang hendak didespersi dilarutkan dahulu dalam pelarut organik yang hendak
dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik diencerkan dengan larutan
pensuspensi dalam air. Akan tetapi endapan halus dan tersuspensi dengan bahan pensuspensi.
Caiaran organik tersebut adalah etanol, propilenglikol dan polietilenglikol.
1. Organoleptis
Pemeriksaan organoleptik yang dilakukan meliputi bau,warna, dan rasa. Cukup
dilakukan dengan cara mencium bau, melihat warna dan merasakan rasa dari suspensi.
2. Bobot Jenis
Cara pemeriksaan BJ (Bobot Jenis ) :
a. Ditimbang berat piknometer kosong ( W pikno )
b. Piknometer kosong diisi air suling hingga penuh, kemudian ditimbang ( W pikno+ air)
c. Dihitung selisih antara W pikno + air dan W pikno didapat W air
d. Selanjutnya W air dibagi oleh massa jenis air sehingga didapat volume air ( V air )
e. Larutan sirup dari masing-masing formula dimasukkan ke dalam piknometer kosong,
kemudian ditimbang ( Wpikno + suspensi )
f. Dihitung selisih antara W pikno + suspensi dan W pikno didapat W suspensi
g. Selanjutnya W suspensi dibagi oleh W air, sehingga diperoleh massa jenis suspensi
h. Massa jenis suspensi selanjutnya dibagi oleh massa jenis air, sehingga diperoleh berat
jenis suspensi
3. Viskositas
Pengukuran viskositas pada suspensi menggunakan alat bernama viskometer brookfield.
Pada pembuatan suspensi salah satu perhitungan yang dipakai untuk mengetahui kestabilan
suspensi adalah Hukum Stokes.
Dari hukum diketahui bahwa ada beberapa faktor dari pembuatan suspensi yang dapat
disesuaikan untuk mengubah kestabilan suspensi menjadi lebih stabil. Faktor tersebut antara
lain ;
a. Semakin kecil ukuran partikel dalam suspensi maka semakin stabil pula suspensi tersebut
karena laju endap dari partikel tersebut dapat berkurang dan suspensi tidak cepat
mengendap.
b. Jika bobot jenis partikel padat lebih berat dari pada bobot jenis partikel cairnya maka
suspensi tersebut akan cepat mengendap pula.
4. Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sediaan yang telah dibuat homogen atau
tidak. Caranya, sampel dioleskan pada kaca transparan dimana sediaan diambil 3 bagian yaitu
atas, tengah dan bawah. Homogenitas ditunjukkan dengan tidak adanya butiran kasar (Ditjen
POM, 2000).
5. Redispersi
Uji Redispersi dilakukan setelah evaluasi volume sedimentasi selesai dilakukan. Suspensi
diputar 180 derajat dan dibalikan ke posisi semula. Kemampuan redispersi baik bila suspensi
telah terdispersi sempurna dan diberi nilai 100%.
6. Pengukuran pH
Bertujuan untuk menentukan keasaman / kebasaan suatu suspensi. Pengukuran pH ini cukup
dilakukan dengan menggunakan pH meter. Kesesuaian pH suspensi dengan lambung dan
duodenum (usus 12 jari)
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Formula
a) Formula terpilih tiap 5 ml mengandung:
R/ Chloramphenicol palmitate 125mg ( Zat aktif )
PGA 2% (Suspending Agent)
Propylenglikol 10% (Pembasah, pengental)
Syrup Simplex 20% (Pemanis)
Nipagin 0, 01% (Pengawet)
Orange essense qs (Pengaroma)
Aquadest ad 60 ml
b) Rancangan resep
R/ Chloramphenicol 1500 mg
PGA 1,2
Propilenglycol 6
Sir. Simplex 12
Nipagin 0,006
Orange essense qs
Aquadest ad 60ml
c) .Perhitungan Bahan
Chloramphenicol palmitate : 125 mg x 12 = 1500 mg
PGA : 2/100 x 60 ml = 1,2 g
Air untuk Mucilago PGA : 1,5 x 1,2 gr = 1,8 ml
Propylenglikol : 10/100 x 60 ml = 6 g
Syrup Simplex : 20/100 x 60 ml = 12 g
Nipagin : 0, 01/100 x 60 ml = 0,006 g
Orange essense : secukupnya
Aquadest : ad 60 ml
1. Uji orgenoleptis
Suspensi diputar 180 derajat dari posisi awal, jika terdispersi semua maka suspensi diberi
nilai dispersi 100%.
4. Homogenitas
Sampel dioleskan pada kaca transparan dimana sediaan diambil 3 bagian yaitu atas, tengah
dan bawah. Homogenitas ditunjukkan dengan tidak adanya butiran kasar (Ditjen POM,
2000).
5. Pengukuran pH
a. Suspensi dituangkan pada wadah yang terbuat dari kaca
b. Lalu masukkan kertas pH meter kedalam wadah dan tunggu perubahan warnanya sesuai
pH yang diindikasikan
BAB IV
HASIL
b. Bobot Jenis
Berat piknometer kosong : 16,1163 gr
Berat Piknometer + aqua : 25, 6206 gr
Berat Piknometer + sediaan : 26,1031 gr
Bobot aqua = (Berat Piknometer + aqua ) - Berat piknometer kosong
= 25,6206 gr 16,1163 gr
= 9,9858 gr
Bobot sediaan = (Berat Piknometer + sediaan ) - Berat piknometer kosong
= 26,1031 gr 16,1163 gr
= 9,5043 gr
Dari data yang diperoleh diatas dapat dihitung bobot jenis dari sediaan tersebut
dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut :
Bobot jenis = Bobot aqua : Bobot
sediaan
= 9,9858 gr :
9,5043 gr
= 0,95 gr
60 ml59 ml
100 1,67
e. Uji Homogenitas 60 ml
f. Uji Ph
BAB V
KESIMPULAN
1. Suspensi adalah suatu campuran fluida yang mengandung partikel padat atau dengan
kata lain campuran heterogen dari zat cair dan zat padat yang dilarutkan dalam zat cair
tersebut.
2. Pada uji organoleptis sediaan suspensi sudah seperti yang diinginkan berwarna putih
dan berbau jeruk hanya pada rasa masih pahit.
3. Pada evaluasi bobot jenis dihasilkan bobot jenis sebesar
4. Pada uji terdispersi suspensi terdispersi selama 10 detik
5. Pada uji sedimentasi suspensi mengendap selama 2 jam
6. Pada uji homogenitas sediaan yang didapatkan adalah homogen
7. Pada uji PH, PH yang didapatkan adalah 7 sesuai dengan PH yang
disyaratkan yaitu 6-7