You are on page 1of 20

MAKALAH

HUBUNGAN ANTARA ADAPTASI DAN EFEK STRESSOR TERHADAP


IMUNITAS

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :

1. Abd. Kodas (1410001)


2. Ainur Rohman (1410004)
3. Alifia Nissa Ayu (1410006)
4. Ayuk Cahaya F. (1410011)
5. Bela Rika Veronika D. (1410012)
6. Niki Ambarwati (1410036)
7. Tika Ayustina (1210046)

PRODI S-1 KEPERAWATAN


STIKES ARTHA BODHI ISWARA (ABI)
SURABAYA
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan
HUBUNGAN ANTARA ADAPTASI DAN EFEK STRESSOR TERHADAP
IMUNITAS ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Aasuhan Keperawtan ini
diajukan guna memenuhi tugas yang diberikan dosen mata kuliah
Psikoneuroimunologi.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan
dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat
menyelesaikan makalah ini baik itu secara langsung maupun tidak langsung.

Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari
segi kalimat, isi maupun dalam penyusunan. oleh karen itu, kritik dan saran yang
membangun dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya,
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah
selanjutnya.

Surabaya, 26 September 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Jika kita mendengar kata stress pasti sudah tidak asing lagi terdengar di
telinga kita. Kata ini sering kali diucapkan ketika seseorang mengalami tekanan atau
frustasi dalam kehidupannya, dimana masalah yang dialami tidak dapat diselesaikan.
Dan jika seseorang tidak dapat mengatasi atau ,mengadaptasi stresnya maka dapat
menimbulkan penyakit. Biasanya banyak orang beranggapan stress merupakan
keadaan yang tidak menyenangkan karena dapat membuat seseorang marah, frustasi,
terjadinya konflik, pusing, bingung, resah, dan masih banyak lagi. Stress bisa
melanda siapa saja, entah itu orang dewasa, remaja maupun anak kecil sekalipun
karena stress adalah salah satu gejala psikologis. Tapi apakah orang-orang tahu
apakah pengertian dari stress itu sendiri. Menurut Selye stress adalah segala situasi
dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu untuk merespons atau
melakukan tindakan. Jadi, tidak seorang pun yang mampu menghilangkan stress
karena jika dihilangkan sama saja orang tersebut menghancurkan hidupnya. Sebab
stress tidak hanya menimbulkan masalah namun juga dapat menjadi motivasi dalam
menjalani kehidupan kita.

Nah, untuk mempertahankan tubuh agar tetap seimbang ketika seseorang


mengalami stress perlu dilakukan adaptasi. Adaptasi sangatlah penting diperlukan
oleh tubuh dalam situasi seseorang mengalami tekanan karena dengan mampunya
beradaptasi tubuh akan tetap seimbang. Kemampuan adaptif ini sebagai bentuk
dinamik dari keseimbangan internal tubuh. Namun setiap orang akan berbeda dalam
prilaku adaptif ada yang dapat berjalan dengan cepat tapi ada juga yang berjalan
secara perlahan-lahan. Itu semua tergantung dari kematangan mental orang tersebut.
Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme
koping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi
(Selye, 1976, ; Monsen, Floyd dan Brookman, 1992).
Selain saat kita mengalami stress harus mampu beradaptasi, kita juga perlu
meresponsnya. Riset klasik yang dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah
mengidentifikasi dua respons fisiologis terhadap stress, yaitu Sindrom Adaptasi Lokal
(LAS) dan Sindrom Adaptasi Umum (GAS). Respons seseorang terhadap stress dapat
berbeda-beda walaupun dihadapkan pada masalah yang sama.

Alasan inilah yang membuat kami ingin menjelaskan mengenai adaptasi dan
respons terhadap stress secara lebih spesifik sehingga kita mampu membedakan
antara adaptasi dengan respons. Selain itu kita bisa lebih memahami lagi materi
mengenai Konsep stress dan Adaptasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari Stress, Adaptasi dan Respon?


2. Apa saja macam-macam adaptasi terhadap stress?
3. Apa saja macam-macam respon terhadap stress?
4. Apa saja Faktor yang Memepengaruhi Respon Terhaadap Stressor dan
Stress?
5. Apa respon tubuh terhadap stress?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa/ mahasiswi keperawatan STIKES ABI Surabaya memperoleh
informasi dna gambaran tentang Hubungan antara Adaptasi dan Efek stressor
terhadap Imunitas.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami definisi stress, adaptasi dan respons.
b. Mampu menjelaskan mengenai macam-macam adaptasi terhadap stress
c. Mampu menjelaskaan macam-macam respons terhadap stress.
d. Mampu menjelaskan faktor yang memepengaruhi respon terhaadap Stressor
dan Stress.
e. Mampu menjelaskan respon tubuh terhadap stress
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

1. Stres

Menurut Selye stress adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik


mengharuskan seorang individu untuk merespons atau melakukan tindakan. Definisi
tentang stres yang sangat beragam menunjukan bahwa stres bukanlah suatu hal yang
sederhana. Salah satu definisi lainnya adalah stres adalah gangguan pada tubuh dan
pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan (Vincent Cornelli,
dalamMustamir Pedak, 2007). Kesimpulan dari para ahli tentang stres yaitu stres bisa
terjadi karena manusia begitu kuat dalam mengejar keinginannya serta kebutuhannya
dengan mengandalkan segala kemampuan dan potensinya.
2. Adaptasi

Suatu cara untuk mengatasi tekanan dari lingkungan sekitar untuk tetap
menjaga keseimbangan tubuhnya. Sehingga terjadi perubahan anatomi, fisiologis dan
psikologis di dalam diri seseorang sebagai reaksi terhadap stress. Adaptasi pada
Stress dapat meliputi :

a. Secara Frontal : cara menyesuaikan diri terhadap stress dengan menghadapi


rintangan secara sadar realistik, obyektif, dan rasional.

Menggunakan Mekanisme Defensif yaitu :

1) Proyeksi : Menyalahkan orang lain

2) Introversi : Menarik diri

3) Kegembiraan dan kesibukan

Dengan demikian adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi


yang optimal. Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan,
mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan
situasi (Selye, 1976, Monsen, Floyd dan Brookman, 1992). Stresor yang
menstimulasi adaptasi mungkin berjangka pendek, seperti demam atau berjangka
panjang seperti paralysis dari anggota gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal,
seseorang harus mampu berespons terhadap stressor dan beradaptasi terhadap
tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan. Sehingga adaptasi membutuhkan respons
aktif dari seluruh individu.

3. Respons

Respons berasal dari kata response yang berarti jawaban, balasan atau
tanggapan. Jadi, respons adalah setiap tingkah laku pada hakekatnya merupakan
tanggapan/balasan (respons) terhadap rangsangan/stimulus (Sarlito, 1995). Menurut
Steven M. Caffe, respons dibagi menjadi (3) bagian yaitu :
a. Kognitif berkaitan dengan pengetahuan keterampilan dan informasi
seseorang terhadap sesuatu. Respons ini timbul apabila adanya perubahan
terhadap yang dipahami atau dipersepsi oleh banyak orang.
b. Afektif berhubungan dengan emosi, sikap dan menilai seseorang terhadap
sesuatu. Respons ini timbul ketika ada perubahan yang disenangi oleh banyak
orang.
c. Konatif berhubungan dengan prilaku nyata yang meliputi tindakan atau
perbuatan, oleh karena itu proses perubahan sikap tersebut tergantung pada
keselarasan.

2.2 Macam-Macam Adaptasi Terhadap Stress

Adaptasi terhadap stress dapat berupa :

1. Adaptasi Fisiologis

Indikator fisiologis stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan


secara umum dapat diamati atau diukur. Namun, indikator ini tidak selalu teramati
sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stress, serta indikator tersebut
bervariasi menurut individunya. Tanda-tanda vital biasanya meningkat dan klien
mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat. Indikator ini dapat
timbul sepanjang tahap stress. Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung
berkaitan dengan durasi dan intensitas stressor yang diterima. Indikator fisiologis
timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang stress mencakup
pengumpulan data dari semua sistem. Sekarang penyebab utama kematian adalah
penyakit yang mencakup stressor gaya hidup.

Indikator fisiologis stress :

a. Tekanan darah meningkat.


b. Peningkatan ketegangan di leher, bahu, punggung.
c. Denyut nadi dan frekwensi pernafasan meningkat.
d. Telapak tangan berkeringat dan kaki dingin.
e. Postur tubuh yang tidak tegap.
f. Keletihan, sakit kepala, gangguan lambung, diare dan suara bernada
tinggi.
g. Mual, muntah, nafsu makan berkurang, BB berubah, dsb.

2. Adaptasi Psikologis

Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati
perilaku klien. Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara.
Ketiga karakteristik ini adalah media terhadap stress, meliputi rasa kontrol terhadap
peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari
tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams, 1992 ;
Tarstasky, 1993).

Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress :

a. Ansietas
b. Depresi, kehilangan motivasi, mudah lupa
c. Kepenatan, kehilangan harga diri
d. Peningkatan penggunaan bahan kimia
e. Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
f. Kelelahan mental, perasaan tidak adekuat, dsb.
g. Adaptasi Perkembangan

Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk


menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang
biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku
dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat mengganggu
atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam
bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis
pendewasaan, yang meliputi :

a. Masa Bayi, mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan pada
akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).
b. Anak Usia Sekolah, stress ditunjukkan oleh ketidakmampuann atau
ketidakinginan untuk mengembangkan hubungan berteman.
c. Remaja, mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang
bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Tanpa sistem pendukung sosial
sering menunjukkan peningkatan masalah psikososial (Dubos, 1992).
d. Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke
tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung
jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan
realitas.
e. Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga,
menciptakan karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka.
Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus
menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan
mereka. Namun dapat timbul stress, jika mereka merasa terlalu banyak
tanggung jawab yang membebani mereka.
f. Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga
dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia
dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik
dan fungsi fisiologis. Perubahan besar dalam kehidupan seperti memasuki
masa pension juga menegangkan.

3. Adaptasi Sosial Budaya

Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup


penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi sosial
yang ada. Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang
mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner, 1993).
Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respons stress atau
mekanisme koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika mungkin lebih
menyukai mendapatkan dukungan sosial dari anggota keluarga ketimbang dari
bantuan professional (Murata, 1994).

4. Adaptasi Spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress dalam
banyak cara, tetapi stress dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stress
yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin
memandang stressor sebagai hukuman. Stresor seperti penyakit akut atau kematian
dari orang yang disayangi dapat mengganggu makna hidup seseorang dan dapat
menyebabkan depresi. Ketika perawatan pada klien yang mengalami gangguan
spiritual, perawat tidak boleh menilai kesesuaian perasaan atau praktik keagamaan
klien tetapi harus memeriksa bagaimana keyakinan dan nilai telah berubah.

2.3 Macam-Macam Respons Terhadap Stress

Karakteristik Respons stress dapat meliputi :

a. Respons stres adalah alamiah, protektif, dan adaktif.


b. Respons normal terhadap stresor. Stresor yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari meningkatkan ekskresi katekolamin, yang menyebabkan
peningkatan dalam frekuensi jantung dan tekanan darah.
c. Stresor fisik dan emosional mencetuskan respons serupa (spesifisitas versus
non- spesifitas)
d. Terdapat keterbatasan dalam kemampuan untuk mengompensasi. .
e. Besar dan durasi stres mungkin sedemikian besarnya sehingga mekanisme
homeostasis untuk penyesuaian gagal, yang menyebabkan kematian.
f. Pemajanan berulang terhadap stimuli mengakibatkan adaptif yaitu kadar
enzim tirosin hidrolase jaringan meningkat, menyebabkan peningkatan
kapasitas bagi tubuh untuk menghasilkan nonephineprin dan ephneprin.
g. Terdapat perbedaan individual dalam berespons terhadap stresor yang sama.

Respons patofisiologis terhadap stress dapat dibedakan menjadi (2) yaitu :

1. Komponen Fisiologis

Riset klasik yang dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah mengidentifikasi dua
respons fisiologis terhadap stres :

a. Sindrom Adaptasi Lokal (LAS)


Stres sifatnya universiality (umum) dimana semua orang dapat merasakan
stress yang sama, tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity.
Sesuai dengan LAS adalah respons dari jaringan, organ, atau bagian tubuh
terhadap stres karena trauma, penyakit/perubahan fisiologis lainnya. Respons
setempat ini termasuk pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi mata
terhadap cahaya, dan respons terhadap tekanan.

LAS mempunyai karakteristik yaitu :

1) Respons yang terjadi adalah setempat. Respons ini tidak melibatkan seluruh
sistem tubuh. Dua respons setempat yaitu respons refleks nyeri dan respons
inflamasi.
Respons refleks nyeri adalah respons setempat dari sistem saraf pusat
terhadap nyeri. Respons ini adalah adaptif dan melindungi jaringan dari
kerusakan lebih lanjutan.
Respons inflamasi distimuli oleh trauma atau infeksi. Respons ini
memusatkan inflamasi, sehingga menghambat penyebaran inflamasi dan
meningkatkan penyembuhan.
2) Respons adalah adaptif, berarti bahwa stresor diperlukan untuk
menstimulasinya.
3) Respons adalah berjangka pendekdan tidak dapat terus menerus.
4) Respons adalah restoratif, berarti bahwa LAS membantu dalam memulihkan
homeostasis region atau bagian tubuh.
b. Sindrom Adaptasi Umum (GAS)

GAS adalah respons fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respons ini
melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem
endokrin. Beberapa buku menyebutkan GAS sebagai respons neuro-endokrin.
GAS terdiri atas reaksi peringatan, tahap resisten dan tahap kehabisan tenaga.
GAS diuraikan dalam tiga tahapan berikut :

1) Alarm Reaction / AR (Waspada)

Selama tahap ini tubuh menyadari penyebab ketegangan dan secara sadar atau
tidak sadar dipicu untuk bertindak. Kalau penyebab ketegangan itu cukup keras,
tahap ini dapat mengakibatkan kematian. Contohnya adalah luka bakar yang
hebat. Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan
pikiran untuk menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk
meningkatkan volume darah dan dengan demikian menyiapkan individu untuk
bereaksi. Hormon lainnya dilepaskan untuk meningkatkan kadar glukosa darah
untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi. Dengan peningkatan
kewaspadaan dan energi mental ini, seseorang disiapkan untuk melawan atau
menghindari stressor.

2) State of Resistance / SR (Melawan)

Tahap ini ditandai oleh penyesuaian dengan penyebab ketegangan. Tubuh


melawan reaksi cemas, karena dalam keadaan ini tidak ada orang yang terus
menerus dapat bertahan. Tingkat perlawanan tubuh naik di atas normal untuk
melawan penyebab ketegangan dengan harapan adanya penyesuaian. Disamping
itu perlawanan tubuh terhadap rangsangan selanjutnya meningkat. Jika stress
dapat diatasi, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. Namun, jika
stressor tetap terus menetap, seperti pada kehilangan darah terus menerus,
penyakit yang melumpuhkan, penyakit mental parah jangka panjang, dan
ketidakberhasilan dalam beradaptasi, maka individu memasuki tahap ketiga dari
GAS yaitu tahap kehabisan tenaga.

3) State of Exhausthing / SE (Kelelahan)


Kalau tubuh terus menerus dibiarkan menerima penyebab ketegangan,
suatu waktu akan mencapai tahap lelah. Gejala-gejala reaksi cemas ini timbul
kembali, tetapi kalau penyebab ketegangan tidak disingkirkan, tanda-tanda itu
tidak dapat dirubah lagi. Maut akan menyusul, kecuali tubuh memperoleh
tehnik untuk menyesuaikan diri atau menemukan jalan baru untuk menguasai
situasi yang penuh ketegangan.

2. Komponen Psikologi
Pemajanan terhadap stresor mengakibatkan respons adaptasi psikologis dan
fisiologis. Perilaku adaptif psikologis dapat konstruktif atau destruktif. Perilaku
konstruktif membantu individu menerima tantangan untuk menyelesaikan konflik.
Sedangkan perilaku destruktif mempengaruhi orientasi realitas, kemampuan
pemecahan masalah, keperibadian, dan situasi yang sangat berat, kemampuan
untuk berfungsi. Perilaku adapatif psikologis juga disebut sebagai mekanisme
koping yang dibagi menjadi (2) yaitu :

1) Taks Oriented Behavior

Perilaku berorientasi tugas mencakup penggunaan kemampuan kognitif untuk


mengurangi stress, memecahkan masalah, menyelesaikan konflik dan memenuhi
kebutuhan (Stuart & Sundeen, 1991). Perilaku berorientasi tugas memberdayakan
seseorang untuk secara realistic menghadapi tuntutan stressor.

2) Ego Dependen Mekanisme

Mekanisme pertahanan ego yang pertama kali diuraikan oleh Sigmund Freud
adalah perilaku tidak sadar yang memberikan perlindungan psikologis terhadap
peristiwa yang menegangkan. Mekanisme ini digunakan oleh setiap orang dan
membantu melindungi terhadap perasaan tidak berdaya dan ansietas. Kadang
mekanisme pertahanan diri dapat menyimpang dan tidak lagi mampu untuk
membantu seseorang dalam mengadaptasi stressor.

2.4 Faktor yang Memepengaruhi Respon Terhaadap Stressor dan Stress

Respon terhadap segala bentuk stresor bergantung pada fungsi fisiologis, sikap, dan
karakteristik perilaku, seperti juga halnya sifat dari stresor stresor tersebut. Sifat stresor
mencakup faktor- faktor berikut ini :
1. sifat stresor : dapat berubah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur dan dapat
mempengaruhi terhadap respons seseorang dalam menghadapi stres tergantung
mekanisme yang dimilikinya.
2. Durasi stres : lamanya stresor yang dialami seseorang dapat mempengaruhi
respon tubuh. apabila stresor yang dialami lebih lama ,maka respons juga akan
lebih lama,dan tentunya akan mempengaruhi fungsi tubuh.
3. Jumlah stresor : semakin banyak stresor yang dialami seseorang semakin besar
dampaknya bagi fungsi tubuh.
4. Pengelaman masa lalu : pengelaman masa lalu seseorang dalam menghadapi stres
dapat menjadi bekal dalam menghadapi stres berikutnya karna individu memiliki
kemampuan beradaptasi/mekanisme koping yang lebih baik.
5. Tipe kepribadian : tipe kepribadian seseorang diyakini juga dapat mempengaruhi
respon terhadap stresor. Menurut Friedman dan Roseman,1974 terdapat dua tipe
kepribadian yaitu A dan tipe B. Orang dengan tipe kepribadian A lebih rentan
terkena stres apabila dibandingkan dengan orang yang memiliki tipe kepribadian
B. Tipe A memiliki ciri-ciri ambisius, agresif, kompetitif, kurang sabar mudah
tegang, mudah tersinggung, mudah marah memiliki kewaspadan yang berlebihan,
berbicara dengan cepat bekerja tidak kenal waktu, tidak mudah dipengaruhi,
pandai berorganisasi, dan memimpin atau memerintah, lebih suka bekerja
sendirian bila ada tantangan,kaku terhadap waktu, dan sulit untuk santai.
Sedangkan tipe B memiliki sifat kebalikan dari tipe antara lain lebih santai,
penyabar untuk menang,tidak mudah marah/tersinggung, jarang kekurangan
waktu untuk melakukan hal-hal yang disukai, fleksibel, mudah bergaul dll.
6. Tahap perkembangan : tahap perkembangan individu dapat membentuk
kemampuan adaptasi yang semakin baik terhadap stresor.stresor yang dialami
setiap individu berbeda setiap tahap perkembagam usia.

Tahap perkembangan:

Tahap perkembangan Jenis stresor


Anak
Konflik kemendirian dan ketergantungan
terhadap orang tua,mulai
bersekolah,hubungn dengan teman
sebaya,kompotensi dengan teman.

Remaja Perubahan tubuh,hubungan dengan


teman,seksualitas,kemandirian

Menikah, meninggalkan rumah, mulai


Dewasa muda
bekerja, melanjutkan pendidikan,
membesarkan anak.
Dewasa tengah

Menerima proses penuan,status sosial

Usia lanjut,perubahan tempat


Dewasa tua
tinggal,peyesuain diri pada masa
pensiun,proses kematian.

2.5 Respon Tubuh terhadap Stres


1. Respon neurotransmitter
Stresor mengaktifkan sistem noradrenergik di otak (paling jelas di locus ceruleus)
dan menyebabkan pelepasan katekolamin dari sistem saraf otonom. Stresor juga
mengaktifkan sistem serotonergik di otak, seperti yang dibuktikan dengan
meningkatnya pergantian serotonin. Stres juga meningkatkan neurotransmisi
dopaminergik pada jaras mesofrontal. Neurotransmitter asam amino dan peptidergik
juga terlibat di dalam respon stres. Sejumlah studi menunjukkan bahwa
corticotrophin-releasing factor (CRF) (sebagai neurotransmitter, bukan sebagai
pengatur hormonal fungsi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal), glutamat (melalui
reseptor N-metil-D-aspartat [NMDA]) dan gama aminobutiric acid (GABA)
semuanya memainkan peranan penting di dalam menimbulkan respon stres atau
mengatur sistem yang berespon terhadap stres lainnya seperti sirkuti otak
dopaminergik dan noradrenergik.

3. Respon endokrin
Sebagai respon terhadap stres, CRF disekresikan dari hipotalamus ke sistem
hipofisial-hipofisis-portal. CRF bekerja di hipofisis anterior untuk memicu pelepasan
hormon adrenokortokotropin (ACTH). Setelah dilepaskan, ACTH bekerja di korteks
adrenal untuk merangsang sintesis dan pelepasan glukokortikoid. Glukokortikoid
sendiri memiliki jutaan efek di dalam tubuh, tetapi kerjanya dapat dirangkum dalam
istilah singkat untuk meningkatkan penggunaan energi, meningkatkan aktivitas
kardiovaskuler (di dalam respon fight or flight), dan menghambat fungsi seperti
pertumbuhan, reproduksi, dan imunitas.
Aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal merupakan pelaku pengendali umpan balik
negatif yang ketat melalui produk akhirnya sendiri (ACTH dan kortisol) di berbagai
tingkat, termasuk hipofisis anterior, hipotalamus, dan region otak suprahipotalamik
seperti hipokampus. Di samping CRF, berbagai secretagogue (zat yang merangsang
pelepasan ACTH) dikeluarkan dan dapat memintas pelepasan CRF serta bekerja
langsung untuk memulai kaskade glukokortikoid. Contoh secretagogue termasuk
katekolamin, vasopressin, dan oksitosin. Yang menarik, stresor berbeda (stres dingin
lawan hipotensi) memicu pola pelepasan secretagogue yang berbeda, juga
menunjukkan bahwa gagasan respons stres yang sama terhadap stresor umum adalah
terlalu disederhanakan.

4. Respon imun
Bagian dari respon stres terdiri atas inhibisi fungsi imun oleh glukokortikoid.
Inhibisi dapat mencerminkan kerja kompensasi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal
untuk mengurangi efek fisiologis stres lainnya. Sebaliknya stres juga dapat
menyebabkan aktivasi imun melalui berbagai jalur. CRF sendiri dapat merangsang
pelepasan norepinefrin melalui reseptor CRF yang terletak di locus cereleus yang
mengaktifkan sistem saraf simpatis, baisentral maupun perifer, serta meningkatkan
pelepasan epinefrin dari medulla adrenal. Dk i samping itu, terdapat hubungan
langsung neuron norepinefrin yang bersinaps pada sel target imun. Dengan demikian,
di dalam menghadapi stresor, juga terdapat aktivasi imun yang dalam termasuk
pelepasan faktor imun humoral (sitokin) seperti IL-1 dan IL-6. Sitokin dapat
meyebabkan pelepasan CRF lebih lanjut yang di dalam teori berfungsi untuk
meningkatkan efek glukokortikoid sehingga membatasi sendiri aktivasi imun.

Stresor pertama kali ditampung oleh pancaindera dan diteruskan ke pusat emosi
yang terletak di sistem saraf pusat. Dari sini, stres akan dialirkan ke organ tubuh
melalui saraf otonom. Organ yang antara lain dialiri stres adalah kelenjar hormon dan
terjadilah perubahan keseimbangan hormon, yang selanjutnya akan menimbulkan
perubahan fungsional berbagai organ target. Beberapa peneliti membuktikan stres
telah menyebabkan perubahan neurotransmitter neurohormonal melalui berbagai
aksis seperti HPA (Hypothalamic-Pituitary Adrenal Axis), HPT (Hypothalamic-
Pituitary-Thyroid Axis) dan HPO (Hypothalamic-Pituitary-Ovarial Axis). HPA
merupakan teori mekanisme yang paling banyak diteliti Aksis.

Stres dan Sistem Imun Tubuh menerima berbagai input, termasuk stresor yang
akan mempengaruhi neuron bagian medial parvocellular nucleus paraventricular
hypothalamus (mpPVN). Neuron tersebut akan mensintesis corticotropin releasing
hormone (CRH) dan arginine vasopressin (AVP), yang akan melewati sistem portal
untuk dibawa ke hipofisis anterior. Reseptor CRH dan AVP akan menstimulasi
hipofisis anterior untuk mensintesis adrenocorticotropin hormon (ACTH) dari
prekursornya, POMC (propiomelanocortin) serta mengsekresikannya. Kemudian
ACTH mengaktifkan proses biosintesis dan melepaskan glukokortikoid dari korteks
adrenal kortison pada roden dan kortisol pada primata. Steroid tersebut memiliki
banyak fungsi yang diperantarai reseptor penting yang mempengaruhi ekspresi gen
dan regulasi tubuh secara umum serta menyiapkan energi dan perubahan metabolik
yang diperlukan organisme untuk proses coping terhadap stressor.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari para ahli tentang stres yaitu stres bisa terjadi karena manusia
begitu kuat dalam mengejar keinginannya serta kebutuhannya dengan mengandalkan
segala kemampuan dan potensinya. Sehingga diperlukan adaptasi yaitu suatu cara
untuk mengatasi tekanan dari lingkungan sekitar untuk tetap menjaga keseimbangan
tubuhnya. Dan memberikan respons yaitu setiap tingkah laku pada hakekatnya
merupakan tanggapan/balasan terhadap rangsangan/stimulus.

Adaptasi terhadap stress dapat dibagi menjadi (5), yaitu adaptasi fisiologis,
adaptasi psikologis, adaptasi perkembangan, adaptasi sosial budaya dan adaptasi
spiritual.

Respons patofisiologis terhadap stress dapat dibedakan menjadi (2), yaitu


komponen fisiologis yang meliputi LAS dan GAS, komponen psikologis meliputi
mekanisme koping (Taks Oriented Behavior dan Ego Dependen Mecanism).

DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/30270598/Konsep-Stres-Dan-Manajemen-Stres diakses
pada 18 September 2016 pukul 11.25

Noorhana. Stress dan Mekanisme Adaptasi. Slide Kuliah Modul Saraf dan Jiwa,
FKUI 2010.

Maramis, Willy F. dan Albert A. Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. Ke-2.
Surabaya: Airlangga University Press, 2009: 83-101

You might also like