Professional Documents
Culture Documents
BAB II
PERANCANGAN POLA DAN SISTEM SALURANN TUANG
2.1. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami perancangan pola dari suatu produk
2. Mengetahui bagian-bagian pola dan system salurann tuang (gating
system)
3. Mengetahui tahapan proses pembuatan pola
4. Mengetahui dan memahami cara perhitungan unutk membuat sistem
salurann tuan (gating system)
5. Mengetahui dan memahami perancangan sistem salurann tuang dari
suatu pola
6. Mengetahui tahapan proses pembuatan sistem salurann tuang (gating
system)
- Dapat mencetak produk yang sangat besar, lebih berat dari 100 ton;
- Masalah lingkungan.
Proses pengecoran pada dasarnya ialah penuangan logam cair kedalam
cetakan yang telah terlebih dahulu dibuat pola, hingga logam cair tersebut
membeku dan kemudian dipindahkan dari cetakan.
Jenis-jenis pengecoran yang ada yaitu:
1. Sand Casting, Yaitu jenis pengecoran dengan menggunakan cetakan
pasir. Jenis pengecoran ini paling banyak dipakai karena ongkos
produksinya murah dan dapat membuat benda coran yang berkapasitas
bertonton.
2. Centrifugal Casting, Yaitu jenis pengecoran dimana cetakan diputar
bersamaan dengan penuangan logam cair kedalam cetakan. Yang
bertujuan agar logam cair tersebut terdorong oleh gaya sentrifugal
akibat berputarnya cetakan. Contoh benda coran yang biasanya
menggunakan jenis pengecoran ini ialah pelek dan benda coran lain
yang berbentuk bulat atau silinder.
3. Die Casting, Yaitu jenis pengecoran yang cetakannya terbuat dari
logam. Sehingga cetakannya dapat dipakai berulang-ulang. Biasanya
logam yang dicor ialah logam non ferrous.
4. Investment Casting, yaitu jenis pengecoran yang polanya terbuat dari
lilin (wax), dan cetakannya terbuat dari keramik. Contoh benda coran
yang biasa menggunakan jenis pengecoran ini ialah benda coran yang
memiliki kepresisian yang tinggi misalnya rotor turbin.
1) Pola
Pola atau pattern adalah suatu model yang memiliki ukuran dan
bentuk yang sama dengan bentuk produknya kecuali pada bidang-
bidang tertentu yang disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti bidang
pisah (parting line), bentuk rongga (cavity), dan proses pemesinannya
yang menyebabkan kesulitan untuk dibentuk langsung pada pola. Ada
juga yang mendefinisikan sebagai tiruan benda kerja yang akan
diproduksi dengan teknik pengecoran, dengan toleransi/suaian ukuran
sesuai perhitungan pengecoran. Ukuran pola, biasanya lebih besar dari
benda kerja. Untuk membuat benda tuang diperlukan logam cair dan
cetakan, dimana logam cair itu dituang ke dalam rongga cetakan,
kemudian setelah logamnya membeku dan suhunya cukup untuk
pembongkaran dilakukan pembongkaran cetakan. Pada pembuatan
cetakan dalam hal membuat rongga-rongga cetak yang teliti ukurannya,
dengan berbagai bentuk diperlukan sebuat alat yang disebut pola.
Faktor-faktor tersebut selanjutnya akan diantisipasi dengan
perhitungan penyusutan logam dan toleransi pemesinannya. Untuk itu
ada beberapa faktor diatas yang harus diperhatikan pada saat
perencanaan pola yaitu:
a. Bidang pisah (Parting line)
Fungsi dari bidang pisah ini adalah memisahkan atau membuat
partisi dari bagian pola bagian atas (cope) dan dengan pola bagian
bawah (drag). Untuk itu bagian pola atas dan bawah harus memiliki
acuan agar tidak mengalami kesalahan dimensi. Pada penentuan
bidang pisah atau parting line akan ditentukan bagian yang harus
berada di daerah drag (bawah) dan cope (atas).
Yang perlu diperhatikan dalam penentuan cope, drag dan permukaan
pisah adalah :
b. Penyusutan Pola
Pada setiap pola yang akan harus diketahui dahulu material apa
yang akan digunakan untuk pembuatan produk. Ukuran pola harus
ditambahkan dengan ukuran penyusutannya, setiap logam memiliki
nilai penyusutan berbeda, antara lain besi cor memiliki nilai
penyusutan (shringkage) sebesar 1%, aluminium 1.5 % dan baja 2%.
Tabel 2.1 Tambahan Penyusutan Pola
c.
Kemiringan Pola
Setiap pola yang akan dibuat harus memiliki kemiringan tertentu
yaitu dengan tujuan agar pada waktu pencabutan model dari
cetakannya, pola tersebut tidak mengalami kerusakan dan
memudahkan pada saat proses pencabutan pola dari cetakannya.
Kemiringan setiap pola tergantung pada tinggi rendahnya ukuran
pola tersebut jika ukuran dari suatu pola tinggi maka kemiringannya
2H x C-P 2
ESH=
2C
Dimana:
H = Tinggi sprue (cm)
C = Tinggi coran (cm)
Gambar 2.10 Rumus ESH
P = Tinggi coran dari cope hingga bagian teratasnya. (cm)
Gambar
c. Salurann Masuk 2.13 Salurann Pengalir (Runner)
(ingate)
Ingate atau salurann masuk adalah salurann yang
mendistribusikan langsung logam cair kedalam produk cor. Ingate
harus mudah dipotong untuk proses pelepasan produk cor dari
bagian sistem salurannnya, oleh karena itu dala pembuatan Ingate
harus memperhatikan ukuran coran, ketebalannya, kondisi cetakan
dan ukuran bentuk Ingate-nya.
Gambar 2.15 Hubungan Proporsi Luas Penampang Sprue, Runner dan Gate
3) Posisi gate
pada runner,
sebaiknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a) Meletakkan gate pada lokasi yang jauh dari sprue dan runner
extension.
b) Meletakkan gate pada arah yang berlawanan dengan aliran
logam cair.
c) Ketika gate dipasang pada arah yang sama dengan aliran
logam,maka akan memudahkan kotoran ikut masuk.
d.
Penggerindaan
produk
Pemotongan
Produk
2.4.2 Bahan
1. Kayu : Secukupnya
2. Triplek : Secukupnya
3. Lem kayu : Secukupnya
4. Dempul : Secukupnya
5. Hardener : Secukupnya
6. Cat : Secukupnya
7. Thinner : Secukupnya
8. Paku : secukupnya
9. Ampelas 60, 120, 600 mesh : 1 lembar
20 Calculate Ingate
Jumlah Ingate,n (asumsi) 2
Luas Area Ingate, Ag (L)
1.042194435
(cm2)
Luas Area Ingate 1 (cm2) 0.521097218
2
Luas Area Ingate 2 (cm ) 0.521097218
Asumsi Kedalaman Ingate,
0.75
t (cm)
Lebar Ingate,l (cm) = L/t 1.38959258
Flowing Volume, Q
80.27762674
(cm3/sec) = (V/Tp)/n
21 Velocity (cm/sec)
Velocity at Sprue, Vs =
61.62199607
Q/As
Velocity at Runner, Vr =
68.46888453
Q/Ar
Velocity at Ingate, Vg =
77.02749509
Q/Ag
22 Reynold Number, Nr (cm2/kg)
Sprue Runner Ingate
183.122635 203.469595
Nr Sprue = Vs x Ab /R 228.9032945
6 1
Nr Runner = Vr x Ab /R Ket Ket Ket
Aliran Aliran
Nr Ingate = Vg x Ab / R Aliran Laminar
Laminar Laminar
2
2 hc- p2 ( 2 x 10 cm x 4,41cm ) - (2,205 cm)
= = =9,448 cm
2c 2 x 4,41 cm
13. Pouring rate (R) for Al (kg/sec)
R = 0.698 x W
= 0.698 0,385
= 0,433 kg/sec
14. Pouring time, tp (sec)
W 0.385
= =0.889 s ec
tp = R 0.433
0.385 kg
= 0.0027 kg/ cm3 x 0.889 x 0.88 2 x 980,7 x 10
= 1,302 cm2
Jari jari, r (cm)
r=
As
=
1.302
3.14
=0.644 cm
1,288 cm x 9,448 cm
Diamter atas sprue = 2 cm
= 1,979 cm
Gating ratio
Sprue : Runner : Ingate
1 : 0.9 : 0.8
16. Gating ratio yang digunakan
1 : 0.9 : 0.8
1,302 : 1,172 : 1,402
17. Jumlah Runner
Jumlah runner = 1
18. Calculate runner area
Ar = 1,172 cm2
Kedalaman/ tinggi runner = 1,5 cm (diasumsikan)
2
Ar 1,172 cm
Lebar runner = t = 1,5 =0,781 cm
r =
As
=
1,302 cm2
3.14 = 0,644 cm
Ab = 2 x r
= 2 x 0,644 cm
Ab = 1,288 cm
Well area = 5 x Ab
= 5 x 1,288 = 6,441 cm
r =
Lwell
=
6.441 cm
3,14
=1,432 cm
= 0,521 cm2
2
Luas Area Ingate 1,042 cm
Luas area ingate 2 = Jumlah Ingate = 2 =
0,521 cm2
Asumsi kedalaman/tinggi ingate = 0,75 cm
2
L 1,042 cm
Lebar ingate, l = t = 0,75 = 1,389 cm
cm3
Flowing volume sec )
(
V 142,857
cm3
Q= tp 0,889
= = 80,277 sec
n 2
cm
( )
21. Velocity sec
Velocity at runner
cm3
80,277 ()
Vr = Q = sec
2
= 68,468
cm
Ar 1,172 cm sec
Velocity at ingate
3
cm
80,277 ( )
Vg = Q sec cm
= = 77,027
Ag 1,172cm 2 sec
cm2
22. Reynold number kg )
(
V x Ab
Nr = R
Jika,
Nr < 2300 = aliran laminar
2300 < Nr < 13800 = aliran non turulen
Nr > 13800 = Aliran turbulen
Nr Sprue =
cm
61,621 x 1,288 cm
Vs x Ab sec cm2
= =183,122
R kg kg
0.433
sec
(Aliran laminar)
Nr Runner =
cm
68,468 x 1,288 cm 2
V x Ab sec cm
= =203,469
R kg kg
0.433
sec
(Aliran laminar)
Nr Ingate =
cm
77,027 x 1,288 cm 2
V x Ab sec cm
= =228,903
R kg kg
0.433
sec
(Aliran laminar)
dan resin sintesis. Pada saat pembuatan pola, hal yang harus dilakukan
adalah pemotongan kayu sesuai dengan perhitungan dan gambar teknik
yang dibuat, sebelumnya dilakukan pengukuran terlebih dahulu sesuai
perhitungan yang telah dibuat agar dapat menentukan seberapa banyak
kayu yang akan digunakan agar lebih efisien dan hemat bahan baku
(kayu). Pemotongan dan penghalusan permukaan kayu menggunakan alat
seperti gergaji, mesin gerinda, kikir dan lainnya sebagai peralatan yang
menunjang pada saat proses pengerjaan. Ketelitian dalam hal pemotongan
dan kesesuaian ukuran pada bagian-bagian pola produk dan sistem saluran
tuang ini sangar berpengaruh pada penyatuan seluruh bagian sistem
saluran tuang. Pada saat pembuatan pola ini hal yang perlu di perhatikan
adalah kemiringan dari pola. Pola harus dibuat sedikit miring kira-kira
sekitar 1o atau berbentuk sedikit radius tidak boleh berbentuk siku agar
pada saat pola diangkat dari cetakannya menjadi lebih mudah dan pasir
cetaknya tidak hancur. Pembuatan pola kayu tersebut meliputi bagian dari
produk palu daging yaitu kepala palu dan handle palu, sistem salurann
tuang yaitu pouring basin, sprue, well, runner dan ingate. Pouring basin
merupakan bagian tempat logam cair pertama dituangan dan menyediakan
jalan masuk yang layak bagi logam cair ke dalam mulut sprue. Sprue
(saluran tuang) yang digunakan adalah tipe tapered round sprue yaitu tipe
sprue seperti terompet yang berfungsi sebagai salurann tuang logam cair
yang diteruskan dari pouring basin. Selanjutnya well, well memiliki
bentuk silinder yang biasanya disebut juga sebagai sprue base berfungsi
sebagai penyaring logam cair yang mengalir dimana logam cair yang
memiliki massa jenis lebih besar akan mengendap pada permukaan well.
Salurann Pengalir (runner) merupakan salurann utama yang akan
mendistribusikan logam cair kedalam ingate. Runner aadalah komponen
pembanding antara sprue dan ingate untuk mendapatkan nilai
perbandingan sistem salurann tuang atau gating ratio. Gating ratio yang
digunakan adalah 1:0,9:0,8 karena tipe penuangan yang digunakan adalah
penuangan biasa karena produk yang dibuat tidak memiliki ukuran yang
terlalu besar jadi tipe penuangan biasa dirasa cukup. Pada bagian runner
mengalami cacat atau kegagalan. Pada saat praktikum, produk yang akan
dipaku mengalami kesulitan dan mengalami beberapa kegagalan karena
produk yang selalu bergerak dikarena lem belum merekat dengan
sempurna pada parting line dan menyebabkan terjadinya perpatahan
menjadi dua pada produk tersebut, hal seperti ini dapat terjadi karena
kurang berhati-hatinya praktikan dalam melakukan suatu pekerjaan maka
dari itu sebaiknya dalam melakukan sesuatu diperlukan ketelitian dan
keberhati-hatian agar produk yang akan dibuat tidak gagal.
Proses selanjutnya setelah pemasangan pada parting line adalah
pendempulan pada pola dan sistem saluran tuang. Sebelum melakukan
proses ini, pada awalnya bahan dempul dicampur dengan hardener tetapi
penambahan hardener janga terlalu banyak karena dapat menjadikan
dempul cepat kering dan jangan terlalu sedikit karena pengeringan akan
sangat lama. Proses pendempulan dilakukan agar pola dan sistem saluran
tuang yang masih ada cacat atau ketidaksempurnaan pada beberapa bagian
baik kurang ratanya permukaan, bentuk yang kurang sesuai serta dimensi
yang kurang dapat diperbaiki dengan proses pendempulan. Proses ini juga
bertujuan agar pola produk dan sistem saluran tuang tidak memiliki sudut
yang siku sehingga diberi pendempulan agar sudut yang terbentuk menjadi
lebih radius, ini bertujuan agar pada saat pengangkatan pola dan sistem
salurann tuang dari cetakan tidak mengalami kesulitan dan rusaknya pola
dari pasir cetak, tujuan lain dari pendempulan adalah untuk menutupi
celah dan pori-pori kayu karena kayu yang digunakan memiliki struktur
pori-pori yang besar sehingga perlu ditutupi untuk memudahkan proses
selanjutnya. Pada saat proses praktikum, dempul yang digunakan sudah
sedikit mengeras dan pada permukaan pola produk dan sistem salurann
tuangnya yang telah didempul menjadi tidak rata dan harus dilakukan
pendempulan ulang maka dari itu harus diperhatikan dalam penggunaan
dempul tersebut apakah dempul tersebut masih dapat digunakan pada
dalam kondisi yang mengeras atau tidak karena hal tersebut akan berakibat
pada pola dan sistem salurann tuang yang harus di dempul ulang.
Setelah pendempulan dirasa sudah benar-benar kering kemudian
dilakukan peroses pengampelasan dengan amplas 60 mesh agar
memakan waktu yang lama. Maka dari itu dari setiap proses pengerjaan
yang dilakukan memerlukan keberhatian yang sangat tinggi dan tidak
melakukannya secara sembarangan karena akan mengakibatkan kegagalan
pada proses pengerjaan selanjutnya. Jika pola dan sistem salurann tuang
yang dihasilkan baik akan menjadi faktor yang baik pula untuk menentuka
hasil dari produk coran begitupula sebaliknya.