You are on page 1of 35

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MENTAL ORGANIK

(GMO)
Dosen Pembimbing :
Supriliyah Praningsih, S.Kep,Ns

Disusun Oleh Kelompok 3 :


1. Ayu Luluul Jannah (151001005)
2. Nur Aini (151001033)
3. Nuratri Harmiani (151001034)
4. Puji Rahayu N (151001036)
5. Tiflatul Amin Hidayah (151001040)
6. Vina Ismawati (151001044)
7. Widya Pangestu A (151001045)
8. Wiwik Aryunani (151001046)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


(STIKES) PEMKAB JOMBANG
S1 KEPERAWATAN/ II A
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,


hidayah serta karunianya-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dengan adanya makalah ini, diharapkan
dapat membantu proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi para
pembaca. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada semua pihak,
atas bantuan, dukungan dan doanya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca
makalah ini, sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses belajar
mengajar. Makalah ini mungkin kurang sempurna, untuk itu kami mengharap
kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini.

Jombang, 08 April 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Psikosa (Psychosis) merupakan bentuk gangguan mental yang ditandai
dengan adanya diorganisasi kognitif, diorientasi waktu, ruang, orang serta
adanya gangguan dalam emosionalnya, keadaan tersebu tmenyebabkan
penderita yang mengalami disintegrasi kepribadian, yang dapat
menyebabkan terputusnya hubungan dirinya dengan realita, bahkan dapa
tmenganggu fungsi sosialnya. Pada beberapa kasus disertai adanya
halusinasi dan delusi.
Menurut Kartini Kartono (1989), psikosa dibagi dalam dua golongan,
yaitu organic psychosis (psikosa organic) dan functional psychosis
(psikosafungsional). Organic psychosic disebabkan oleh adanya gangguan
padafaktor fisik / organic dan faktor intern, yang menyebabkan penderita
mengalami kekalutan mental, maladjustment, dan inkompeten secara sosial.
Pada umumnya penyakit ini disebabkan oleh adanya gangguan otak (terjadi
organic brain disorder).Hal ini mengakibatkan berkurangnya/ rusaknya
fungsi fungsi pengenalan, ingatan, intelektual, perasaan dan kemauannya.
1.2 RumusanMasalah
1. Apa definisi dari Gangguan Mental Organik ?
2. Bagaimana etiologi dari Gangguan Mental Organik ?
3. Bagaimana manifestasi dari Gangguan Mental Organik ?
4. Bagaimana klasifikasi dari Gangguan Mental Organik ?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Gangguan Mental Organik ?
1.3 Tujuan
1. Mengatahui definisi dari Gangguan Mental Organik
2. Mengatahui etiologi dari Gangguan Mental Organik
3. Mengatahui manifestasi dari Gangguan Mental Organik
4. Mengatahui klasifikasi dari Gangguan Mental Organik
5. Mengatahui asuhan keperawatan pada pasien Gangguan Mental Organik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Gangguan mental organik merupakan sebuah gangguan mental yang
memiliki dasar organik yang patologis yang juga bisa diidentifikasi seperti
halnya penyakit serebral vaskular, tumor otak, intoksikasi obat-obatan, dll.
Secara umum, ganguan mental seperti ini bisa diklasifikasikan menjagi 3
kelompok berdasarkan kepada gejala utamanya yang merupakan gangguan
berbahasa, gangguan kognitif seperti halnya penurunan daya ingat, dan juga
gangguan perhatian. Ketiga kelompok gangguan mental itu adalah delirium,
dimensia, serta gangguan amnestik.
Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan
jiwa yang dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat
dibuktikan adanya penyakit, cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat
disfungsi otak. Disfungsi ini dapat primer seperti pada penyakit, cedera, dan
ruda paksa yang langsung atau diduga mengenai otak, atau sekunder, seperti
pada gangguan dan penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai salah satu
dari beberapa organ atau sistem tubuh.

Dalam sumber lain, gangguan mental organik meliputi juga gangguan


mental organik selektif yang mencakup gangguan kepribadian organik antara
lain seperti sindroma lobus frontalis, sindroma amnesia organik, sindrom
waham organik, halusinosis organik, sindroma afektif organic

2.2 Etiologi
1. PRIMER : Langsung pada otak
a. Rudapaksa
b. Infeksi
c. Gangguan vaskular
d. Tumor
2. SEKUNDER : Tidaklangsung melalui gangguan sistemik
a. Gangguan metabolit
b. Gangguan toxin
c. Gangguan hypoxia
2.3 Manifestasi Klinis
1. Adanya gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir, dayabelajar)
2. Adanya gangguan sensorium (gangguan kesadaran dan perhatian)
3. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam persepsi
4. (halusinasi), isi pikiran (waham/delusi), dan suasana perasaan
5. (depresi, gembira, cemas)
2.4 Klasifikasi
I. Delirium

Delirium adalah kejadian akut atau subakut neuropsikiatri berupa


penurunan fungsi kognitif dengan gangguan irama sirkardian dan bersifat
reversibel. Penyakit ini disebabkan oleh disfungsi serebral dan
bermanifestasi secara klinis berupa kelainan neuropsikiatri. Tanda yang
khas adalah penurunan kesadaran dan gangguan kognitif. Adanya
gangguan mood (suasana hati), persepsi dan perilaku merupakan gejala
dari defisit kejiwaan. Tremor, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia
urin merupakan gejala defisit neurologis.
A. Etiologi

Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya


mempunyai pola gejala serupa yang berhubungan dengan tingkat
kesadaran dan kognitif pasien. Penyebab utama dapat berasal dari
penyakit susunan saraf pusat seperti epilepsi, penyakit sistemik,
intoksikasi atau reaksi, dan putus obat maupun zat toksik. Penyebab
delirium terbanyak terletak di luar sistem pusat, misalnya gagal ginjal
dan hati. Neurotransmiter yang dianggap berperan adalah asetilkolin,
serotonin, serta glutamat Area yang terutama terkena adalah formasio
retikularis.

Selain itu diakibatkan juga karena adanya gangguan


metabolik/defisiensi vitamin (thiamin), hipoksia, hipcarbamia,
hipoglikemia, gangguan mineral, pasca bedah, kejang, cedera kepala,
ensefalopati hipertensif, gangguan fokal lobus parietal, dan
inferomedial lobus oksipital.

B. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala Utama :
1. Kesadaran berkabut

2. Kesulitan mempertahankan atau mengalihkan perhatian

3. Diorientasi

4. Ilusi

5. Halusinasi

6. Perubahan kesadaran yang berfluktuasi

Gejala-gejala neurologis :

1. Disfrasia

2. Disartria

3. Tremor

4. Asteriksis pada ensefalopati hepatikum dan uremia

5. Kelainan motorik

C. Gambaran klinis

a. Gambaran mencolok adanya defisit untuk memusatkan,


mempertahankan, memindahkan perhatian

b. Halusinasi visual sering ditemukan

c. Gangguan irama tidur

d. Fluktuasi kesadaran disorientasi, amnesia, tidak kooperatif

D. Patofisiologi
Delirium merupakan fenomena kompleks, multifaktorial, dan
mempengaruhi berbagai bagian sistem saraf pusat. Hipotesis terbaru
menunjukkan defi siensi jalur kolinergik dapat merupakan salah satu
faktor penyebab delirium. Delirium yang diakibatkan oleh
penghentian substansi seperti alkohol, benzodiazepin, atau nikotin
dapat dibedakan dengan delirium karena penyebab lain. Pada delirium
akibat penghentian alkohol terjadi ketidakseimbangan mekanisme
inhibisi dan eksitasi pada sistem neurotransmiter. Konsumsi alkohol
secara reguler dapat menyebabkan inhibisi reseptor NMDA (N-
methyl-D-aspartate) dan aktivasi reseptor GABA-A
(gammaaminobutyric acid-A). Disinhibisi serebral berhubungan
dengan perubahan neurotransmiter yang memperkuat transmisi
dopaminergik dan noradrenergik, adapun perubahan ini memberikan
manifestasi karakteristik delirium, termasuk aktivasi simpatis dan
kecenderungan kejang epileptik. Pada kondisi lain, penghentian
benzodiazepin menyebabkan delirium melalui jalur penurunan
transmisi GABA - ergik dan dapat timbul kejang epileptik. Delirium
yang tidak diakibatkan karena penghentian substansi timbul melalui
berbagai mekanisme, jalur akhir biasanya melibatkan defisit
kolinergik dikombinasikan dengan hiperaktivitas dopaminergik.
Perubahan transmisi neuronal yang dijumpai pada delirium
melibatkan berbagai mekanisme, yang melibatkan tiga hipotesis
utama, yaitu
1. Efek Langsung
Beberapa substansi memiliki efek langsung pada sistem
neurotransmiter, khususnya agen antikolinergik dan
dopaminergik. Lebih lanjut, gangguan metabolik seperti
hipoglikemia, hipoksia, atau iskemia dapat langsung mengganggu
fungsi neuronal
2. Inflamasi
Delirium dapat terjadi akibat gangguan primer dari luar otak,
seperti penyakit inflamasi, trauma, atau prosedur bedah. Pada
beberapa kasus, respons inflamasi sistemik menyebabkan
peningkatan produksi sitokin, yang dapat mengaktivasi mikroglia
untuk memproduksi reaksi infl amasi pada otak. Sejalan dengan
efeknya yang merusak neuron, sitokin juga mengganggu
pembentukan dan pelepasan neurotransmiter. Proses inflamasi
berperan menyebabkan delirium pada pasien dengan penyakit
utama di otak (terutama penyakit neurodegeneratif ).
3. Stres
Faktor stres menginduksi sistem saraf simpatis untuk
melepaskan lebih banyak noradrenalin, dan aksis
hipotalamuspituitari-adrenokortikal untuk melepaskan lebih
banyak glukokortikoid, yang juga dapat mengaktivasi glia dan
menyebab kan kerusakan neuron.
E. Terapi Delirium
Prinsip terapi pada pasien dengan delirium yaitu
mengobati gejala-gejala klinis yang timbul (medikasi) dan melakukan
intervensi personal danlingkungan terhadap pasien agar timbul fungsi
kognitif yang optimal.Medikasi yang dapat diberikan antara lain :
1. Neuroleptik (haloperidol,risperidone,olanzapine)

Haloperidol (haldol)

Suatu antipsikosis dengan potensi tinggi. Salah satu antipsikosis


efektif untuk delirium.

Risperidone (risperdal)

Antipsikotik golongan terbaru dengan efek ekstrapiramidal lebih


sedikitdibandingkan dengan haldol. Mengikat reseptor dopamine
D2 dengan afinitas 20 kali lebih rendah daripada 5-ht2-reseptor

2. Short acting sedative (lorazepam)


Digunakan untuk delirium yang diakibatkan oleh gejala putus
obat atau alcohol. Tidak digunakan benzodiazepine karena dapat
mendepresi nafas, terutama pada pasien dengan usia tua, pasien
dengan masalah paru.
Vitamin, thiamine (thiamilate) dancyanocobalamine
(nascobal, cyomin, crystamine)
Bahwa defisiensi vitamin B6 dan vitamin B12 dapat
menyebabkan delirium maka untuk mencegahnya diberikan
preparat vitamin B per oral.
3. Terapi Cairan dan Nutrisi
Intervensi personal dan lingkungan terhadap pasien delirium
jugasangat berguna untuk membina hubungan yang erat terhadap
pasien dengan lingkungan sekitar untuk dapat berinteraksi serta
dapat mempermudah pasien untuk melakukan ADL (activity of
daily living) sendirinya tanpa tergantung orang lain.
Intervensi personal yang dapat dilakukan antara lain
a. Kebutuhan Fisiologis

Prioritasnya adalah menjaga keselamatan hidup-


Kebutuhan dasar dengan mengutamakan nutrisi dan
cairan. Jika pasien sangat gelisah perlu pengikatan
untuk menjaga therapi, tapi sedapat mungkin
harusdipertimbangkan dan jangan ditinggal sendiri.\
Gangguan tidur

- Kolaborasi pemberian obat tidur


- Gosok punggung apabila pasien mengalami sulit
tidur
- Beri susu hangat
- Berbicara lembut
- Libatkan keluarga
- Temani menjelang tidur
- Buat jadwal tetap untuk bangun dan tidur
- Hindari tidur diluar jam tidur
- Mandi sore dengan air hanngat
- Hindari minum yang dapat mencegah tidur seperti :
kopi dsb.
- Lakukan methode relaksasi seperti : napas dalam
Disorientasi
- Ruangan yang terang
- Buat jam, kalender dalam ruangan
- Lakukan kunjungan sesering mungkin
- Orientasikan pada situasi lingkungan
- Beri nama/ petunjuk/ tanda yang jelas pada ruangan/
kamar
- Orientasikan pasien pada barang milik pribadinya
( kamar, tempat tidur,lemari, photo keluarga,
pakaian, sandal ,dll)
- Tempatkan alat-alat yang membantu orientasi massa
- Ikutkan dalam terapi aktifitas kelompok dengan
program orientasi(orang, tempat, waktu).
b. Halusinasi
- Lindungi pasien dan orang lain dari perilaku
merusak diri- Ruangan
- Hindari dari benda-benda berbahaya
- Barang-barang seminimal mungkin- Perawatan 1 1
dengan pengawasan yang ketat- Orientasikan pada
realita- Dukungan dan peran serta keluarga-
Maksimalkan rasa aman- Sikap yang tegas
dari pemberi/ pelayanan perawatan (konsisten)
c. Komunikasi
- Pesan jelas
- Sederhana
- Singkat dan beri pilihan terbatas
d. Pendidikan kesehatan
- Mulai saat pasien bertanya tentang yang terjadi pada
keadaansebelumnya
- Seharusnya perawat harus tahu sebelumnya tentang :
Masalah pasien
Stressor
Pengobatan
Rencana perawatan
Usaha pencegahan
Rencana perawatan dirumah
- Penjelasan diulang beberapa kali
- Beri petunjuk lisan dan tertulis
- Libatkan anggota keluarga agar dapat melanjutkan
perawatan dirumahdengan baik sesuai rencana yang
telah ditentukan
II. Dimentia
Merupakan suatu gangguan mental organik yang biasanya diakibatkan
oleh proses degeneratif yang progresif yang mengenai fungsi kognitif.
Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan
fungsi kognitif (biasanya tanpa gangguan kesadaran) yang mempengaruhi
kepribadian pasien.
Sebuah sindrom yang ditandai denagn berbagai gangguan fungsi
kognitif tanpa adanya gangguan pada kesadaran. Gangguan pada fungsi
kognitif itu dapat berupa gangguan pada intelegensi secara umum, ingatan,
belajar, orientasi, bahasa, konsentrasi, perhatian, dan juga kemampuan
sosial. Gangguannya pun dapat berupa progresif, statis, permanen dan juga
reversible jika diberikan pengobatan tepat pada waktunya.
Penyebab dari gangguan mental ini adalah 75 persen demensia
Alzheimer serta demensia vaskular, sisanya dikarenakan oleh penyakit
Huntington, Pick, serta truma kepala. Gambaran dari gangguan awalnya
adalah berupa gangguan daya ingat yang baru, selanjutnya ingatan yang
sudah lama pun juga akan mengalami gangguan pula. Selain itu ditemukan
juga gangguan bahasa serta gangguan orientasi di masalah ini.
Bila salah satu anggota keluarga kita mengalami gangguan mental ini,
maka mungkin kita akan sangat terganggu jika ia mengalami perubahan
kepribadian menjadi lebih introvert, gampang marah, serta sering
mengalami halusinasi.
1. Gambaran Klinik
Pasien penderita demensia menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Gangguan Daya Ingat
Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal don
menonjol pada demensia, khususnya pada demensia yang mengenai
korteks, seperti demensia tipe Alzheimer. Pada awal perjalanan
demensia, gangguan daya ingat terjadi secara ringan dan paling
jelas untuk peristiwa yang baru terjadi. Selama perjalanan penyakit
demensia, pasien terganggu dalam orientasi terhadap orang, waktu,
maupun tempat. Sebagai contoh, pasien dengan demensia mungkin
lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar
mandi. Tetapi, pasien tidak menunjukkan gangguan pada tingkat
kesadaran.
b. Gangguan Bahasa
Proses demensia dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa
pasien. Kesulitan berbahasa ditandai oleh cara berkata yang samar-
samar, stereotipik tidak tepat, atau berputarputar.
c. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian merupakan gambaran yang paling
mengganggu bagi keluarga pasien, hal ini dikarenakan pasien
demensia mempunyai waham paranoid. Gangguan yang terjadi
pada lobus frontal dan temporal dimungkinan menjadi penyebab
perubahan keperibadian pasien. Pasien jadi lebih mudah marah dan
emosinya meledak-ledak. Pasien demensia juga menunjukkan
tertawa atau menangis yang patologis yaitu, emosi yang ekstrim
tanpa penyebab yang terlihat.
d. Psikosis
Diperkirakan 20 -30% pasien demensia tipe Alzheimer
mengalami halusinasi, dan 30-40% mengalami waham, terutama
dengan sifat paranoid.
e. Etiologi
Demensia dapat disebabkan oleh penyakit alzheimer dengan
kemungkinan 60%, dapat juga disebabkan karena gangguan
neurologis (seperti chorea huntington, parkinsonism, multiple
sklerosis), gangguan toksik metabolik (anemia pernisiosa,
defisiensi asam folat, hipotiroidime, intoksikasi bromida), trauma
(cedera kepala), dan obat toksin (termasuk demensia alkoholik
kronis). Demensia yang masih mungkin disembuhkan (reversible)
adalah yang disebabkan oleh gangguan kelebihan atau kekurangan
hormon tiroid, dan vitamin B12 (Depkes, 2001)
2. Jenis-jenis Demensia
a. Demensia Vaskular
Gejala umum dari dementia vascular adalah sama dengan
tipe demensia alzheimer, tetapi diagnosis dari vascular demensia
membutuhkan pemerikasaan klinis dimana vascular demensia
lebih menunjukkan penurunan dan deteriorasi dari penyakit
alzheimer. Demensia vaskuler juga merupakan demensia yang
terjadi akibat penyakit ateroskleros pada pembuluh darah
sehingga resiko demensia sama dengan penyakit aterosklerose
lainnya, seperti hipertensi, diabetes mellitus dan hiperlipidemia.
Demensia vaskuler yaitu demensia yang timbul akibat keadaan
atau penyakit lain seperti stroke, hipertensi kronik, gangguan
metabolik, toksik, trauma otak, infeksi, tumor dan lain-lain.
Dimana demensia vaskuler dapat terjadi apabila lansia memiliki
penyakit diatas, sehingga kejadian demensia dapat terjadi dengan
cepat. Perjalanan penyakit ini pasien akan mendadak merasa
membaik kemudian memburuk.
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh
gangguan sirkulasi darah di otak. Dan setiap penyebab atau
faktor resiko stroke dapat berakibat terja dinya demensia.
Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat
gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat didiuga
sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai
pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan
karena kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos
emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.
Kelainan ini dihubungkan dengan penyakit vaskular sistemik dan
serebral, yang mungkin terlihat pada pemeriksaan fisik.
Umumnya disertai dengan hipertensi. Deteriorasi diperkirakan
dapat terjadi sebagai respons terhadap infark otak berulang. Usia
awitan nampaknya lebih awal dari demensia degeneratif primer
tipe Alzheimer dan lebih umum pada pria dibandingkan pada
wanita.
Penyebab demensia vaskular adalah penyakit vaskuler serebral
yang multipel yang menimbulkan gejala berpola demensia.
Ditemukan umumnya pada laki-laki, khususnya dengan riwayat
hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Gangguan
terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan
sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkhim
multipel yang menyebar luas pada otak. Penyebab infark berupa
oklusi pembuluh darah oleh plaq arteriosklerotik atau
tromboemboli dari tempat lain (misalnya katup jantung). Pada
pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil funduskopi yang
tidak normal atau pembesaran jantung
III. Alzheimer
Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang
selanjutnya diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia
menggambarkan seorang wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan
demensia progresif selama 4,5 tahun. Diagnosis akhir Alzheimer
didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; meskipun demikian,
demensia Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis
setelah penyebab demensia lain telah disingkirkan dari pertimbangan
diagnostik.
Demensia degeneratif primer tipe Alzheimer adalah PMO kronis
yang mempunyai awitan tersembunyi dan membahayakan serta secara
umum progresif, menjadi semakin buruk. Gambaran khusus meliputi
kehilangan berbagai-bagai segi kemampuan intelektual, seperti memori,
penilaian, pikiran abstrak, dan fungsi kortikal lebih tinggi lainnya, serta
perubahan pada kepribadian dan perilaku (DSM-III-R, 1987). Gejala-
gejala yang dihubungkan dengan sindrom demensia terlihat. Bisa juga
terdapat tanda delirium, delusi atau depresi. Perubahan-perubahan
patopsikologis meliputi atrofi otak, dengan pelebaran sulkus kortikal
dan pembesaran ventrikel serebral

1. Etiologi
Genetik
Dipengaruhi sebanyak 40%, keluarga yang memiliki latar
belakang demensia dengan tipe Alzheimer. Sehingga dapat
dikatakan genetik memiliki peran dalam munculnya penyakit
tersebut
Amyloid Precursor Protein
Genetik yang menjadi dasar protein amyloid terdapat pada
lengan kromosom 21. Proses ini berlanjut pada pembentukan of
amyloid precursor protein. Protein ini nantinya akan membentuk
plak senilis.
Neuro transmitter
Barties etal (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas
spesifik neuro transmiter dgn cara biopsi sterotaktik dan otopsi
jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan
aktivitas kolinasetil transferase

2. Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :


a. Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan
gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan
menurun. Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru
atau lupa hal baru yang dialami.
b. Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium
demensia. Gejalanya, antara lain:
Disorientasi
Gangguan bahasa (afasia)
Penderita mudah bingung
Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita
tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal
anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu
tindakan sehingga mengulanginya lagi. Dan ada gangguan
visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di
lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,.
c. Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12
tahun. Gejala klinisnya antara lain :
a. Penderita menjadi vegetatif
b. Tidak bergerak dan membisu
c. Daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak
mengenal keluarganya sendiri
d. Tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
e. Kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain
f. Kematian terjadi akibat infeksi atau trauma. [15]
3. Perjalanan Penyakit
a. Stadium Awal
Perilaku berubah dapat diamati keluarga semangat &
kemauan, dorongan untuk melakukan aktifitas rutin sehari-
hari, tak mampu melakukan aktifitas multipel, depresi ringan.
b. Stadium Menengah : Gangguan memori & kognitif
Deteriorasi intelektual : orientsi, memori, berhitung,
percakapan kurang efisien, pemahaman misinterpretasi,
penderita murung, menarik diri, menjauhi teman lama, obsesi,
kebiasaan pramorbid, daya nilai menurun.
c. Stadium Lanjut : Kemunduran psikologik & perilaku
Apati
Gangguan kepribadian menyeluruh, mengurus diri (-)
Tak mampu mengingat, komunikasi
Gejala neurologik afasia, apraksia, agnosia, buta kortikal
Pasien meninggal 2-5 tahun, komplikasi terbanyak karena
infeksi
Demensia multi-infark adalah PMO kronis dimana ada
indikasi deteriorasi intermiten.
Dari pada awitan yang tersembunyi dan berbahaya serta
kemajuan yang sama terlihat pada demensia degeneratif primer
tipe Alzheimer, awitan dari demensia multi-infark secara khas
bersifat mendadak dan jalannya selangkah demi selangkah
serta berfluktuasi. Defisit yang terlihat tergantung pada bagian
otak yang rusak. Fungsi-fungsi kognitif tertentu dapat
dipengaruhi secara dini, sedangkan bagian lainnya relatif tetap
tidak rusak. Secara khusus, gangguan-gangguan pada memori,
pikiran abstrak, penilaian, kontrol impuls, dan gangguan
kepribadian terlihat. Tanda-tanda neurologis fokal umumnya
terlihat termasuk kelemahan pada anggota badan, tidak
simetrisnya refleks, respons-respons ekstensor plantar, disartria
dan berjalan dengan langkah yang pendek. Mungkin juda
terdapat tanda delirium, delusi, atau depresi (DSM-III-R,1987)
Secara mikroskopik, plak-plak senil, kekacauan neurofibrilaris,
dan degenerasi granulovakuolar neuron-neuron dapat terlihat.
Perubahan-perubahan ini terjadi pada 2% sampai 4% dari
populasi pada usia lebih dari 65 tahun serta meningkat dengan
bertambahnya usia. Kelainan perilaku ini sedikit lebih umum
pada wanita dibandingkan pada pria.
4. Prognosis dan Patogenesis
Pada umumnya demensia dimulai pada umur 50 sampai 60
tahun dengan deteriorasi selama 5-10 tahun yang berujung
kematian. Onset dan kecepatan dari deteriorasi berbeda pada tiap
jenis dementia dan kategori diagnosis individu. Rata-rata tingkat
survival expectation untuk pasien demensia dengan tipe alzheimer
adalah 8 tahun dari range 1-20 tahun. Data menunjukkan bahwa
orang yang memiliki onset lebih awal atau memiliki latar belakang
keluarga yang mungkin pernaj memiliki dementia akan memiliki
perjalanan penyakit yang lebih cepat. Segera setelah demensia di
diagnosis, pasien harus menjalani tes medis dan neuropsikologis
karena 10-15% dari seluruh pasien dengan demensia memiliki
potensi reversibel jika treatment diberikan sebelum munculnya
kerusakan otak secara permanen
5. Pemeriksaan Diagnostik Demensia
Menurut Arif muttaqin, (2008) :
a. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu
diagnosis klinis demensia ditegakkan untuk membantu
pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia
reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah
demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal,
pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain:
pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum,
kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam
folat.
b. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam
pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih
dipertanyakan.
c. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan
gambaran spesifik dan pada sebagian besar EEG adalah
normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi
gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
d. Pemeriksaan cairan otak
Fungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan
demensia akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai
rangsangan meningen dan panas, demensia presentasi atipikal,
hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan
meningeal pada CT scan.
e. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein
pengangkut lipid polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu
epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode
bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4
diantara penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat
atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE
epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.
f. Pemeriksaan neuropsikologi
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status
mental, aktivitas sehari-hari / fungsional dan aspek kognitif
lainnya. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003) Pemeriksaan
neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan
pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi
kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa,
konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem solving.
Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada
kasus yang sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan
atau proses depresi. Sebaiknya syarat pemeriksaan
neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:
i. Mampu menyaring secara cepat suatu populasi
ii. Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah
diindentifikaskan demensia.
Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental
Mini (MMSE) adalah test yang paling banyak dipakai, tetapi
sensitif untuk mendeteksi gangguan memori ringan.
6. Terapi
Bantuan yang baik mereka yang membantu pasien berjuang
dengan perasaan bersalah, berduka, marah, dan kelelahan
sebagaimana mereka menyaksian anggota keluarga mereka sendiri
menderita. Pasien yang mendapat dukungan dan psikoterapi
edukasional dimana penyakitnya secara terang dijelaskan. Mereka
juga mendapat keuntungan dari dukungan yang diberikan oleh
keluarganya dalam menghadapi penyakit yang membuat mereka
memilikidisfungsi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus :

Pasien bernama Tn.S datang ke rumah sakit dalam keadaan diikat, dengan
keluhan berbicara melantur, suka keluyuran, demam, dan menggigil. Keluhan-
keluhan itu muncul bukan karna dirasuki mahluk halus, melainkan karna
kejadian 2 minggu yang lalu bahwa pasien pernah berdusta kepada orang
namun pasien percaya bahwa sakitnya terkena sumpah dari orang tersebut. Saat
ditanya pasien mampu menjawab pertanyaan dari pemeriksa namun pasien
tampak gelisah dan mengatakan sambil lalu, seperti saat ditanya ingin pergi
kemana, pasien mengatakan ingin pergi kesurga dan bertemu Allah, pasien juga
mengatakan bahwa dirinya adalah Tn. S yang asli bukan yang lain. Ditemukan
tanda-tanda vital Suhu : 37,1C, TD : 140/90 mmHg, Nadi : 82x/mnt, RR:
22x/mnt.

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 22 tahun
Suku/Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Pekerja Batubara
Pendidikan : SMP
Alamat : Mojoagung
Diagnosa Medis : GMO
No. Reg : 17220420
Tanggal MRS : 7 April 2017 (pukul : 09.50)
Tanggal Pengkajian : 7 April 2017 (pukul : 10.10)
3.1.2 Identitas Penanggung Jawab
Nama : Sumi
Umur : 40 tahun
Suku/Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Dagang
Pendidikan : SD
Alamat : Mojoagung
Hubungan dengan pasien : Ibu
3.1.3 Riwayat Keperawatan (Nursing History)

1. Keluhan Utama

Berbicara ngelantur

2. Keluhan Tambahan

Keluyuran, Demam, Menggigil

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merasa sakit sejak 2 minggu ini, pasien mengatakan


bahwa dirinya adalah Tn. S yang asli bukan yang lain. Saat ditanya
kenapa kerumah sakit, pasien mengatakan bahwa pasien pernah
berdusta kepada orang dan terkena sumpah dari orang tersebut. Pasien
juga meminta maaf dan mohon agar ikatannya dibuka.

Pasien selalu nampak ingin melepaskan ikatannya, saat ditanya


ingin pergi kemana, pasien mengatakan ingin pergi kesurga dan
bertemu Allah. Pasien mampu menjawab pertanyaan dari pemeriksa
namun pasien gelisah dan mengatakan sambil lalu. Pasien mengatakan
bahwa dirinya tidak dirasuki oleh orang, tidak ada bayangan dan
mendengar bisikan. Namun percaya bahwa dirinya sakit karena
terkena sumpah oleh orang yang pernah di dustai pasien.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakitjiwa (-), Hipertensi (+), Diabetes Melitus (-),


asma (-), sakit keras (- ), trauma kepala (-)

5. Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja sebagai montir motor. Saat ini pasien
bekerja sebagai pegawai batubara.

6. Situasi Kehidupan Sekarang

Pasien sekarang tinggal dengan ibu, ayah, kakak dan adiknya.


Lingkungan tempat tinggal terkesan cukup baik. Pasien tinggal di
daerah yang cukup padat penduduk dan berdekatan dengan tetangga.
Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga dikenal cukup baik.
Pasien mengatakan bahwa ada masalah atau hal-hal yang membebani
pikirannya. Keadaan ekonomi keluarga saat ini tidak ada masalah.

7. Persepsi pasien tentang diri dan lingkungannya

Pasien sadar bahwa dirinya sakit, tapi tidak meminta


pertolongan untuk bantuan medis.

3.1.4 Pemeriksaan Fisik

Tanda Tanda Vital

Suhu : 37,1C

TD : 140/90 mmHg

Nadi : 82x/mnt

RR : 22x/mnt

3.1.5 Pemeriksaan Per Sistem

1. Sistem Pernapasan
Anamnesa : Pasien tidak mengalami sesak nafas
a. Hidung
Inspeksi : bentuk normal, tidak ada epistaksis
Palpasi : nyeri tekan (-)
b. Mulut
Inspeksi : mukosa bibir tidak kering dan tidak pucat
c. Leher
Inspeksi : pembesaran vena jugularis (-)
Palpasi : pembesaran kelenjar tyroid (-)
d. Area dada
Inspeksi : bentuk dada dan gerak simetris
Palpasi : fremitus rabasimetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
2. Kardiovaskuler dan limfe

a. Wajah

Inspeksi : Gelisah

b. Leher

Inspeksi : pembesaran vena jugularis (-)

Palpasi : pembesaran kelenjar tyroid (-)

c. Dada

Inspeksi : bentuk dada dangerak simetris

Palpasi:

Perkusi : batas jantung normal


Auskultasi : S1,S2 tunggal

3. Persyarafan

a. Nervus I olfaktorius (pembau)

Baik dapat mencium bau antara balsam dan minyak kayu putih

b. Nervus II opticus (penglihatan)


Respon cahaya langsung D/S (+/+) Respon cahaya Konsensual
D/S (+/+)
c. Nervus III oculomotorius
ptosis (-/-), gerakan bola mata D/S kesegala arah.
d. Nervus IV toklearis
Pupil 3mm/3mm
e. Nervus V trigeminus (sensasi kulit wajah)
Sensasi kulit wajah normal
f. Nervus VI abdusen

Gerakan matake lateral bawah D/S baik , strabismus (-), diplopia


(-)

g. Nervus VII facialis


Asimetris wajah (-), angkatalis (+/+)
h. Nervus VIII vestibucochlearis
Uarapetikan jari (+/+), tes garpu tala (sde), tes keseimbangan
(sde)
i. Nervus IX glosoparingeal
pergeseran uvula (-) , reflek muntah (+)
j. Nervus X vagus

k. Nervus XI aksesorius
Mengangkat bahu (+), memutar kepala (+)
l. Nervus XII hypoglosal/hipoglosum
Deviasilidah (-), tremor lidah (-)
klien mampu menjulurkan lidah dan menggerakkannya ke
segala arah
Tingkat kesadaran (kualitas):
Samnolen : kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal

4. Perkemihan dan eliminasi urin

Anamnesa : pasien merasakan mengiggil

Genetalia

Inspeksi : tidak ada tanda - tanda infeksi

Palpasi: tidak ada benjolan atau masa dan tidak ada nyeri tekan

5. Sistem pencernaan eliminasi alvi

a. Mulut
Inspeksi : mukosa bibir tidak kering dan tidak pucat
b. Lidah
Inspeksi : pucat (-), tidak ada stomatitis
c. Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Kuadran 1
Hepar : hepatomegali (-)
Kuadran 2
Gaster : nyeri tekan abdomen (-)
Lien : splenomegaly (-)
Kuadran 3
Tidak terdapat massa
Kuadran 4
Bising usus (+), tidak meningkat
Perkusi : Tympani
Auskultasi:

6. Sistem muskuloskeletel dan integumen.

Inspeksi : lembab, tidak ada lesi, tidak ada oedem

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

5 5
Kekuatan otot
5 5

7. Sistem endokrin dan eksokrin

Anamnesa :

a. Kepala

Inspeksi : rambut bersih, distribusi rambut merata,

Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada rambut yang rontok

b. Leher

Inspeksi : pembesaran vena jugularis (-)

Palpasi : pembesaran kelenjar tiroid (-) , dan nyeri tekan (-)

8. Sistem reproduksi
Anamnesa : Tidak ada keluhan

Genetalia

Inspeksi: tidak ada tanda - tanda infeksi

Palpasi: tidak ada benjolan atau masa dan tidak ada nyeri tekan

9. Persepsi sensori

Anamnesa : Tidak ada penurunan tajam penglihatan, mata tidak


kabur, tidak ada keluhan tinnitus (berdenging) dan tidak ada
penurunan pendengaran.

a. Mata

Inspeksi : bentuk simetris, kornea normal, warna iris hitam,


lensa normal jernih, sklera putih

Palpasi: tidak ada nyeri dan tidak ada pembengkakan kelopak


mata

b. Telinga

Inspeksi : bentuk simetris, bersih, tidak ada serumen

Palpasi : tidak ada oedem dan tidak ada nyeri tekan

c. Penciuman-(hidung)

Palpasi : tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri saat


palpasi fosa kanina

Perkusi : tidak ada reaksi hebat pada regio frontalis, sinus


frontalis dan fosakanina
3.2 Diagnosa Keperawatan

NS.
00140 Resiko Perilaku Kekerasan Terhadap Diri Sendiri
DIAGNOSIS :
Domain : 11 Keamanan/Perlindungan
(NANDA-I) Kelas 3 Perilaku Kekerasan

Rentan melakukan perilaku yang individu menunjukan bahwa


DEFINITION: ia dapat membahayakan dirinya sendiri secara fisik, emosional
dan atau seksual
Gangguan Psikologis
Ide bunuh diri
Masalah kesehatan fisik
Masalah kesehatan mental (mis : depresi, psikosis, gangguan
RISK kepribadian, penyalahgunaan obat)
FACTOR Petunjuk verbal (mis : bicara tentang kematian lebih baik bila
tanpa saya, mengajukan pertayaan tentang dosis obat)
Pola kesulitan dalam keluarga (mis : kekacauan atau konflik,
riwayat bunuh diri)
Status pernikahan (mis : lajang, janda, duda, cerai)
AS

Subjective data entry : Objective data entry :

Keluhan berbicara melantur, suka Datang dalam keadaan diikat


Mampu menjawab pertanyaan dan
keluyuran, demam, dan menggigil.
Client
DIAGNOSIS

Diagnostic Resiko Perilaku Kekerasan Terhadap Diri Sendiri


Related to:
Statement: Berespon pada pikiran, delusi dan halusinasi

3.3 Intervensi Keperawatan

NIC NOC
Intervensi Aktifitas Outcome Indikator
Manajemen 1. Pertahanan rutinitas Keseimbangan 1. Mempertahankan
Halusinasi yang konsisten Alam Perasaan perawatan dan
Definisi : Definisi : kebersihan diri
2. Menunjukkan
meningkatka penyesuaian
nafsu makan
n keamanan, emosi dalam
yang normal
kenyamanan, menanggapi
3. Melaporkan tidur
dan orientasi situasi dengan
yang cukup
realita pada tepat
4. Menunjukkan
klien yang 2. Tingkatkan
kosentrasi
mengalami komunikasi yang
halusinansi jelas dan terbuka
5. pembicaraan
tidak terarah
3. Fokuskan kembali
flight of ideas
klien mengenai
topic jika
komunikasi klien
tidak sesuai situasi 6. Depresi
7. Lethargy
4. Berikan obat
antispikotik dan
anti ansietas secara
rutin dan sesuai
kebutuhan
5. Berikan pengajaran
8. Hiperaktif
terkait penyakit
kepada klien/orang
yang terdekat klien
jika halusinasi
didasarkan karena
penyakit
(misalnya.,
delirium,
skizofrenia, dan
depresi)
6. Monitor status fisik
klien (misalnya.,
berat badan,
hidrasi, dan telapak
kaki pada klien
yang mondar
mandir)

3.4 Implementasi Keperawatan

HARI / NO.
JAM IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
TANGGAL DX
00140 1. Mempertahanan rutinitas yang
Resiko konsisten
Perilaku Respon :
Kekerasan 2. Meningkatkan komunikasi yang
Terhadap jelas dan terbuka
Diri Respon :
Sendiri 3. Memfokuskan kembali klien
mengenai topic jika komunikasi
klien tidak sesuai situasi
Respon :
4. Memberikan obat antispikotik dan
anti anastesi secara rutin dan
sesuai kebutuhan
Respon :
5. Memberikan pengajaran terkait
penyakit kepada klien/orang yang
terdekat {klien} jika haluninasi
didasarkan karena penyakit
(misalnya., delirium, skizofrenia,
dan depresi)
Respon :
6. Memonitor status fisik klien
(misalnya., berat badan, hidrasi,
dan telapak kaki pada klien yang
mondar mandir)
Respon :

3.5 Evaluasi Keperawatan

HARI / NO JA EVALUASI KEPERAWATAN


TANGGA . M
L DX

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gangguan mental organik merupakan sebuah gangguan mental yang
memiliki dasar organik yang patologis yang juga bisa diidentifikasi seperti
halnya penyakit serebral vaskular, tumor otak, intoksikasi obat-obatan, dll.
PRIMER : Langsung pada otak
a. Rudapaksa
b. Infeksi
c. Gangguan vaskular
d. Tumor
SEKUNDER : Tidak langsung melalui gangguan sistemik
a. Gangguan metabolit
b. Gangguan toxin
c. Gangguan hypoxia

Manifestasi Klinis :
a. Adanya gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir,
dayabelajar)
b. Adanya gangguan sensorium (gangguan kesadaran dan perhatian)
c. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam persepsi
(halusinasi), isi pikiran (waham/delusi), dan suasana
perasaan(depresi, gembira, cemas)

Klasifikasinya : Delirium, Dimentia dan Alzheimer

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.radiologyassistant.nl/en/p43dbf6d16f98d/dementia-role-of-
mri.html (Diakses : Rabu, 4 April 2017 pada pukul 21.43 WIB)
2. http://www.ncpic.org/ClinicalInformation/BrainDisorders/ (Diakses : Rabu,
4 April 2017 pada pukul 20.06 WIB)
3. http://www.scribd.com/doc/285880697/makalah-GMO (Diakses : Kamis, 5
April 2017 pada pukul 18.45)
4. Gustin, Wilta Zurda. 2015. Gangguan Mental Lainnya Akibat Kerusakan
Dan Disfungsi otak Dan Penyakit Fisik. http://psikiatri.forumid.net/t178-
laporan-kasus-ganggua-mental-organik-akibat-penyakit-fisik (Diakses :
Kamis, 5 April 2017 pada pukul 19.32)
5. Luman, Andy. 2015. Sindrom Delirium. CDK-233/ vol. 42 no. 10.
www.kalbemed.com/Portals/6/09_233Sindrom%20Delirium.pdf . (Diakses :
Kamis, 5 April 2017 pada pukul 21.52)

You might also like