Professional Documents
Culture Documents
(GMO)
Dosen Pembimbing :
Supriliyah Praningsih, S.Kep,Ns
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca
makalah ini, sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses belajar
mengajar. Makalah ini mungkin kurang sempurna, untuk itu kami mengharap
kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Psikosa (Psychosis) merupakan bentuk gangguan mental yang ditandai
dengan adanya diorganisasi kognitif, diorientasi waktu, ruang, orang serta
adanya gangguan dalam emosionalnya, keadaan tersebu tmenyebabkan
penderita yang mengalami disintegrasi kepribadian, yang dapat
menyebabkan terputusnya hubungan dirinya dengan realita, bahkan dapa
tmenganggu fungsi sosialnya. Pada beberapa kasus disertai adanya
halusinasi dan delusi.
Menurut Kartini Kartono (1989), psikosa dibagi dalam dua golongan,
yaitu organic psychosis (psikosa organic) dan functional psychosis
(psikosafungsional). Organic psychosic disebabkan oleh adanya gangguan
padafaktor fisik / organic dan faktor intern, yang menyebabkan penderita
mengalami kekalutan mental, maladjustment, dan inkompeten secara sosial.
Pada umumnya penyakit ini disebabkan oleh adanya gangguan otak (terjadi
organic brain disorder).Hal ini mengakibatkan berkurangnya/ rusaknya
fungsi fungsi pengenalan, ingatan, intelektual, perasaan dan kemauannya.
1.2 RumusanMasalah
1. Apa definisi dari Gangguan Mental Organik ?
2. Bagaimana etiologi dari Gangguan Mental Organik ?
3. Bagaimana manifestasi dari Gangguan Mental Organik ?
4. Bagaimana klasifikasi dari Gangguan Mental Organik ?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Gangguan Mental Organik ?
1.3 Tujuan
1. Mengatahui definisi dari Gangguan Mental Organik
2. Mengatahui etiologi dari Gangguan Mental Organik
3. Mengatahui manifestasi dari Gangguan Mental Organik
4. Mengatahui klasifikasi dari Gangguan Mental Organik
5. Mengatahui asuhan keperawatan pada pasien Gangguan Mental Organik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Gangguan mental organik merupakan sebuah gangguan mental yang
memiliki dasar organik yang patologis yang juga bisa diidentifikasi seperti
halnya penyakit serebral vaskular, tumor otak, intoksikasi obat-obatan, dll.
Secara umum, ganguan mental seperti ini bisa diklasifikasikan menjagi 3
kelompok berdasarkan kepada gejala utamanya yang merupakan gangguan
berbahasa, gangguan kognitif seperti halnya penurunan daya ingat, dan juga
gangguan perhatian. Ketiga kelompok gangguan mental itu adalah delirium,
dimensia, serta gangguan amnestik.
Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan
jiwa yang dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat
dibuktikan adanya penyakit, cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat
disfungsi otak. Disfungsi ini dapat primer seperti pada penyakit, cedera, dan
ruda paksa yang langsung atau diduga mengenai otak, atau sekunder, seperti
pada gangguan dan penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai salah satu
dari beberapa organ atau sistem tubuh.
2.2 Etiologi
1. PRIMER : Langsung pada otak
a. Rudapaksa
b. Infeksi
c. Gangguan vaskular
d. Tumor
2. SEKUNDER : Tidaklangsung melalui gangguan sistemik
a. Gangguan metabolit
b. Gangguan toxin
c. Gangguan hypoxia
2.3 Manifestasi Klinis
1. Adanya gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir, dayabelajar)
2. Adanya gangguan sensorium (gangguan kesadaran dan perhatian)
3. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam persepsi
4. (halusinasi), isi pikiran (waham/delusi), dan suasana perasaan
5. (depresi, gembira, cemas)
2.4 Klasifikasi
I. Delirium
B. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala Utama :
1. Kesadaran berkabut
3. Diorientasi
4. Ilusi
5. Halusinasi
Gejala-gejala neurologis :
1. Disfrasia
2. Disartria
3. Tremor
5. Kelainan motorik
C. Gambaran klinis
D. Patofisiologi
Delirium merupakan fenomena kompleks, multifaktorial, dan
mempengaruhi berbagai bagian sistem saraf pusat. Hipotesis terbaru
menunjukkan defi siensi jalur kolinergik dapat merupakan salah satu
faktor penyebab delirium. Delirium yang diakibatkan oleh
penghentian substansi seperti alkohol, benzodiazepin, atau nikotin
dapat dibedakan dengan delirium karena penyebab lain. Pada delirium
akibat penghentian alkohol terjadi ketidakseimbangan mekanisme
inhibisi dan eksitasi pada sistem neurotransmiter. Konsumsi alkohol
secara reguler dapat menyebabkan inhibisi reseptor NMDA (N-
methyl-D-aspartate) dan aktivasi reseptor GABA-A
(gammaaminobutyric acid-A). Disinhibisi serebral berhubungan
dengan perubahan neurotransmiter yang memperkuat transmisi
dopaminergik dan noradrenergik, adapun perubahan ini memberikan
manifestasi karakteristik delirium, termasuk aktivasi simpatis dan
kecenderungan kejang epileptik. Pada kondisi lain, penghentian
benzodiazepin menyebabkan delirium melalui jalur penurunan
transmisi GABA - ergik dan dapat timbul kejang epileptik. Delirium
yang tidak diakibatkan karena penghentian substansi timbul melalui
berbagai mekanisme, jalur akhir biasanya melibatkan defisit
kolinergik dikombinasikan dengan hiperaktivitas dopaminergik.
Perubahan transmisi neuronal yang dijumpai pada delirium
melibatkan berbagai mekanisme, yang melibatkan tiga hipotesis
utama, yaitu
1. Efek Langsung
Beberapa substansi memiliki efek langsung pada sistem
neurotransmiter, khususnya agen antikolinergik dan
dopaminergik. Lebih lanjut, gangguan metabolik seperti
hipoglikemia, hipoksia, atau iskemia dapat langsung mengganggu
fungsi neuronal
2. Inflamasi
Delirium dapat terjadi akibat gangguan primer dari luar otak,
seperti penyakit inflamasi, trauma, atau prosedur bedah. Pada
beberapa kasus, respons inflamasi sistemik menyebabkan
peningkatan produksi sitokin, yang dapat mengaktivasi mikroglia
untuk memproduksi reaksi infl amasi pada otak. Sejalan dengan
efeknya yang merusak neuron, sitokin juga mengganggu
pembentukan dan pelepasan neurotransmiter. Proses inflamasi
berperan menyebabkan delirium pada pasien dengan penyakit
utama di otak (terutama penyakit neurodegeneratif ).
3. Stres
Faktor stres menginduksi sistem saraf simpatis untuk
melepaskan lebih banyak noradrenalin, dan aksis
hipotalamuspituitari-adrenokortikal untuk melepaskan lebih
banyak glukokortikoid, yang juga dapat mengaktivasi glia dan
menyebab kan kerusakan neuron.
E. Terapi Delirium
Prinsip terapi pada pasien dengan delirium yaitu
mengobati gejala-gejala klinis yang timbul (medikasi) dan melakukan
intervensi personal danlingkungan terhadap pasien agar timbul fungsi
kognitif yang optimal.Medikasi yang dapat diberikan antara lain :
1. Neuroleptik (haloperidol,risperidone,olanzapine)
Haloperidol (haldol)
Risperidone (risperdal)
1. Etiologi
Genetik
Dipengaruhi sebanyak 40%, keluarga yang memiliki latar
belakang demensia dengan tipe Alzheimer. Sehingga dapat
dikatakan genetik memiliki peran dalam munculnya penyakit
tersebut
Amyloid Precursor Protein
Genetik yang menjadi dasar protein amyloid terdapat pada
lengan kromosom 21. Proses ini berlanjut pada pembentukan of
amyloid precursor protein. Protein ini nantinya akan membentuk
plak senilis.
Neuro transmitter
Barties etal (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas
spesifik neuro transmiter dgn cara biopsi sterotaktik dan otopsi
jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan
aktivitas kolinasetil transferase
Kasus :
Pasien bernama Tn.S datang ke rumah sakit dalam keadaan diikat, dengan
keluhan berbicara melantur, suka keluyuran, demam, dan menggigil. Keluhan-
keluhan itu muncul bukan karna dirasuki mahluk halus, melainkan karna
kejadian 2 minggu yang lalu bahwa pasien pernah berdusta kepada orang
namun pasien percaya bahwa sakitnya terkena sumpah dari orang tersebut. Saat
ditanya pasien mampu menjawab pertanyaan dari pemeriksa namun pasien
tampak gelisah dan mengatakan sambil lalu, seperti saat ditanya ingin pergi
kemana, pasien mengatakan ingin pergi kesurga dan bertemu Allah, pasien juga
mengatakan bahwa dirinya adalah Tn. S yang asli bukan yang lain. Ditemukan
tanda-tanda vital Suhu : 37,1C, TD : 140/90 mmHg, Nadi : 82x/mnt, RR:
22x/mnt.
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 22 tahun
Suku/Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Pekerja Batubara
Pendidikan : SMP
Alamat : Mojoagung
Diagnosa Medis : GMO
No. Reg : 17220420
Tanggal MRS : 7 April 2017 (pukul : 09.50)
Tanggal Pengkajian : 7 April 2017 (pukul : 10.10)
3.1.2 Identitas Penanggung Jawab
Nama : Sumi
Umur : 40 tahun
Suku/Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Dagang
Pendidikan : SD
Alamat : Mojoagung
Hubungan dengan pasien : Ibu
3.1.3 Riwayat Keperawatan (Nursing History)
1. Keluhan Utama
Berbicara ngelantur
2. Keluhan Tambahan
5. Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja sebagai montir motor. Saat ini pasien
bekerja sebagai pegawai batubara.
Suhu : 37,1C
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 82x/mnt
RR : 22x/mnt
1. Sistem Pernapasan
Anamnesa : Pasien tidak mengalami sesak nafas
a. Hidung
Inspeksi : bentuk normal, tidak ada epistaksis
Palpasi : nyeri tekan (-)
b. Mulut
Inspeksi : mukosa bibir tidak kering dan tidak pucat
c. Leher
Inspeksi : pembesaran vena jugularis (-)
Palpasi : pembesaran kelenjar tyroid (-)
d. Area dada
Inspeksi : bentuk dada dan gerak simetris
Palpasi : fremitus rabasimetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
2. Kardiovaskuler dan limfe
a. Wajah
Inspeksi : Gelisah
b. Leher
c. Dada
Palpasi:
3. Persyarafan
Baik dapat mencium bau antara balsam dan minyak kayu putih
k. Nervus XI aksesorius
Mengangkat bahu (+), memutar kepala (+)
l. Nervus XII hypoglosal/hipoglosum
Deviasilidah (-), tremor lidah (-)
klien mampu menjulurkan lidah dan menggerakkannya ke
segala arah
Tingkat kesadaran (kualitas):
Samnolen : kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal
Genetalia
Palpasi: tidak ada benjolan atau masa dan tidak ada nyeri tekan
a. Mulut
Inspeksi : mukosa bibir tidak kering dan tidak pucat
b. Lidah
Inspeksi : pucat (-), tidak ada stomatitis
c. Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Kuadran 1
Hepar : hepatomegali (-)
Kuadran 2
Gaster : nyeri tekan abdomen (-)
Lien : splenomegaly (-)
Kuadran 3
Tidak terdapat massa
Kuadran 4
Bising usus (+), tidak meningkat
Perkusi : Tympani
Auskultasi:
5 5
Kekuatan otot
5 5
Anamnesa :
a. Kepala
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada rambut yang rontok
b. Leher
8. Sistem reproduksi
Anamnesa : Tidak ada keluhan
Genetalia
Palpasi: tidak ada benjolan atau masa dan tidak ada nyeri tekan
9. Persepsi sensori
a. Mata
b. Telinga
c. Penciuman-(hidung)
NS.
00140 Resiko Perilaku Kekerasan Terhadap Diri Sendiri
DIAGNOSIS :
Domain : 11 Keamanan/Perlindungan
(NANDA-I) Kelas 3 Perilaku Kekerasan
NIC NOC
Intervensi Aktifitas Outcome Indikator
Manajemen 1. Pertahanan rutinitas Keseimbangan 1. Mempertahankan
Halusinasi yang konsisten Alam Perasaan perawatan dan
Definisi : Definisi : kebersihan diri
2. Menunjukkan
meningkatka penyesuaian
nafsu makan
n keamanan, emosi dalam
yang normal
kenyamanan, menanggapi
3. Melaporkan tidur
dan orientasi situasi dengan
yang cukup
realita pada tepat
4. Menunjukkan
klien yang 2. Tingkatkan
kosentrasi
mengalami komunikasi yang
halusinansi jelas dan terbuka
5. pembicaraan
tidak terarah
3. Fokuskan kembali
flight of ideas
klien mengenai
topic jika
komunikasi klien
tidak sesuai situasi 6. Depresi
7. Lethargy
4. Berikan obat
antispikotik dan
anti ansietas secara
rutin dan sesuai
kebutuhan
5. Berikan pengajaran
8. Hiperaktif
terkait penyakit
kepada klien/orang
yang terdekat klien
jika halusinasi
didasarkan karena
penyakit
(misalnya.,
delirium,
skizofrenia, dan
depresi)
6. Monitor status fisik
klien (misalnya.,
berat badan,
hidrasi, dan telapak
kaki pada klien
yang mondar
mandir)
HARI / NO.
JAM IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
TANGGAL DX
00140 1. Mempertahanan rutinitas yang
Resiko konsisten
Perilaku Respon :
Kekerasan 2. Meningkatkan komunikasi yang
Terhadap jelas dan terbuka
Diri Respon :
Sendiri 3. Memfokuskan kembali klien
mengenai topic jika komunikasi
klien tidak sesuai situasi
Respon :
4. Memberikan obat antispikotik dan
anti anastesi secara rutin dan
sesuai kebutuhan
Respon :
5. Memberikan pengajaran terkait
penyakit kepada klien/orang yang
terdekat {klien} jika haluninasi
didasarkan karena penyakit
(misalnya., delirium, skizofrenia,
dan depresi)
Respon :
6. Memonitor status fisik klien
(misalnya., berat badan, hidrasi,
dan telapak kaki pada klien yang
mondar mandir)
Respon :
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gangguan mental organik merupakan sebuah gangguan mental yang
memiliki dasar organik yang patologis yang juga bisa diidentifikasi seperti
halnya penyakit serebral vaskular, tumor otak, intoksikasi obat-obatan, dll.
PRIMER : Langsung pada otak
a. Rudapaksa
b. Infeksi
c. Gangguan vaskular
d. Tumor
SEKUNDER : Tidak langsung melalui gangguan sistemik
a. Gangguan metabolit
b. Gangguan toxin
c. Gangguan hypoxia
Manifestasi Klinis :
a. Adanya gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir,
dayabelajar)
b. Adanya gangguan sensorium (gangguan kesadaran dan perhatian)
c. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam persepsi
(halusinasi), isi pikiran (waham/delusi), dan suasana
perasaan(depresi, gembira, cemas)
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.radiologyassistant.nl/en/p43dbf6d16f98d/dementia-role-of-
mri.html (Diakses : Rabu, 4 April 2017 pada pukul 21.43 WIB)
2. http://www.ncpic.org/ClinicalInformation/BrainDisorders/ (Diakses : Rabu,
4 April 2017 pada pukul 20.06 WIB)
3. http://www.scribd.com/doc/285880697/makalah-GMO (Diakses : Kamis, 5
April 2017 pada pukul 18.45)
4. Gustin, Wilta Zurda. 2015. Gangguan Mental Lainnya Akibat Kerusakan
Dan Disfungsi otak Dan Penyakit Fisik. http://psikiatri.forumid.net/t178-
laporan-kasus-ganggua-mental-organik-akibat-penyakit-fisik (Diakses :
Kamis, 5 April 2017 pada pukul 19.32)
5. Luman, Andy. 2015. Sindrom Delirium. CDK-233/ vol. 42 no. 10.
www.kalbemed.com/Portals/6/09_233Sindrom%20Delirium.pdf . (Diakses :
Kamis, 5 April 2017 pada pukul 21.52)