You are on page 1of 14

ASUHAN KEPERAWATAN

FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH: FEMUR, TIBIA FIBULA

MATA KULIAH: SISTEM MUSKULOKELETAL

DOSEN: TISA GUSMIYAH

KELOMPOK 1

ABDUL MUTAAL

APRILIA INTAN. S

IGA ANGGRAINI

NURFAUZIAH

SEMESTER 4

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK

TAHUN AJARAN 2016/2017


KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang ASUHAN KEPERAWATAN EKSTREMITAS BAWAH: Femur, tibia,
fibula. Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah
tentang ASUHAN KEPERAWATAN EKSTREMITAS BAWAH: Femur, tibia, fibula. ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Pontianak, Maret 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau cedera
fisik. Penanganan fraktur biasanya dilakukan tindakan pembedahan. Pasca
dilakukannya operasi, pasien seringkali merasakan nyeri. Penanganan nyeri salah
satunya dapat dilakukan dengan tehnik non farmakologis diantaranya memberikan
guided imagery (ratna & judha, post operasi fraktur).
Klien yang mengalami nyeri kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas
sehari-hari dan nyeri yang berat dapat menghambat gaya hidup seseorang apabila
tidak segera diatasi maka nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan dan imobilisasi
pada individu untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri. Nyeri juga menyebabkan
isolasi sosial, depresi dan perubahan konsep dari oleh karena itu peran perawat
sangat diperlukan untuk membantu klien dan anggota keluarga dalam upaya
mengatasi nyeri. Penting juga perawat memahami makna nyeri secara holistik pada
setiap individu sehingga dapat mengembangkan strategi penatalaksanaan nyeri selain
pemberian analgetik yaitu terapi non farmakologi (Potter & Perry, 2005).

Penatalaksanaan nyeri di bagi menjadi dua yaitu dengan farmakologi dan


non farmakologis. Penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari berbagai tindakan
penanganan fisik meliputi stimulus kulit, stimulus elektrik saraf kulit, akupuntur dan
pemberian placebo. Intervensi prilaku kognitif meliputi tindakan distraksi, tehnik
relaksasi, imajinasi terbimbing, umpan balik biologis, hypnosis dan sentuhan
terapeutik (Tamsuri, 2006).

Berdasarkan Depkes RI, 2007 badan kesehatan dunia (WHO) mencatat


tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden
kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden
kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas
bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelekaan yang terjadi. Fraktur merupakan
suatu keadaan dimana terjadi diistegritas tulang, penyebab terbanyak adalah insiden
kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat berpengaruh
terhadap kejadian fraktur (Rohimin, 2009).

Kejadian fraktur di Indonesia sebesar 1,3 juta setiap tahun dengan jumlah
penduduk 238 juta, merupakan terbesar di Asia Tenggara (Wrongdignosis, 2011).
Manajemen fraktur memiliki tujuan reduksi, imobilisasi, dan pemulihan fungsi,
normal (Halstead, 2004). Reposisi, reduksi, dan retaining merupakan suatu rangkaian
tindakan yang tidak dapat dipisahkan. ORIF merupakan metode penatalaksanaan
bedah patah tulang yang paling banyak keunggulannya (Price & Wilson, 2003).
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada fraktur bagian ekstremitas bawah
yaitu femur, tibia dan fibula secara keseleruhuan, baik itu etio, fisio, diagnosa
serta penatalaksanaan.
2. Tujuan khusus
a. Memahami pengertian fraktur
b. Memahami pengertian fraktur ekstremitas bawah yaitu femur, tibia dan
fibula.
c. Memahami etiologi fraktur ekstremitas bawah yaitu femur, tiabia dan fibula.
d. Memahami patofisologi fraktur ekstremitas bawah yaitu femur, tiabia dan
fibula.
e. Memahami asuhan keperawatan serta penanganan fraktur ekstremitas bawah
yaitu femur, tibia dan fibula.

C. Rumusan masalah
1. Manajemen fraktur pada tahap reduksi, imobilisasi, dan pemulihan fungsi,
normal
2. Bagaimana Penatalaksanaan menejemen nyeri dengan farmakologi dan non
farmakologis

D. Manfaat penulisan
Menambah wawasan dalam penyakit fraktur ekstremitas bawah, Menjadi
program pembelajaran bagi perawat dalam menangani kasus fraktur.
BAB II
PEMBAHASAN

E. Defenisi
Fraktur adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang rawan, bak yang bersifat
total maupun sebagaian (chairudin rasjad, 1998). Fraktur dikenal sebagai patah
tulang. Biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga,
kekuatan tulang, dan jaringan lunak disekitartulang dan menetukan apakah fraktur
yang terjadi tersebut lengkap atau tidak lengkap. Fraktur tulang terjadi apabila
seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap mengakibatkan seluruh
ketebalan tulang (sylvia. A price, 1999). Kebanyakan fraktur terjadi karena
kegagalan tulang menahan tekanan, trauma tekanan membengkok, memutar, dan
menarik (chairudin rasjad, 1998).
Dalam beberapa gangguan sistem muskulokeletal, perawat dihadapkan
dalam beberapa masalah klinis klien akibat trauma pada tulang. Manisfestasi
kelainan akibat trauma pada tulang bervariasi. Pengamatan secara klinis memberikan
gambaran kelainan pada tulang. Secara umum keadaaan patah tulang secara klinis
dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1. Fraktur tertutup, adalah fraktur yang fregmen tulangnya tidak menembus kulit
sehingga tempat fraktur tidak tercemar lingkungan/ tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka, adalah fraktur yang fregmen tulangnya yang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui pada luka pada kulit dan jaringan lunak.

Gambar 1.1. gambaran sistematis secara klinis dari fraktur terbuka dan tertutup.

Femur merupakan tulang terpanjang yang ada dalam tubuh manusia. Fraktur
tulang femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal. Untuk mematahkan
batang femur pada orang dewasa, diperlukan gaya yang besar.kebanyakan fraktur ini
terjadi pada rpia muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh
dari ketinggian.biasanya klien ini mengalami trauma multipel. Secara klinis fraktur
femur terdiri atas patah tulang paha terbuka dan patah tulang paha tertutup. Klien
sering megalami syok, baik syok hipovolemik karena kehilangan banyak darah
maupun syok neurogenik karena nyeri yang sangat hebat (Arif muttaqin, 2008).
Fraktur kruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula
yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian
pergelangan kaki. Fraktur biasanya disebabkan oleh adanya trauma aduksi tiba
terhadap femur saat kaki terfiksai pada dasar, misalnya trauma sewaktu mengendarai
mobil (Arif muttaqin, 2008).
Fraktur diafisi tibia dan fibula pada banyak keadaan trauma ektremitas
bawah yang mengenai tulang tibia dan fibula, fraktur diafisi tibia dan fibula lebih
sering ditemukan bersama-sama. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit
ditiutupi otot sehingga fraaktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka. fraktur
diafisis tibia dan fibula bervariasi menurut usia klien dan jenis trauma yang terjadi.
Pada bayi dan anak kecil, fraktur bersifat spiral pada tibia dengan fibula yang utuh.
Pada usia 3-6 tahun, biasanya terjadi stres torsional pada tibia bagian medial yang
akan menimbulkan fraktur green stick pada metafasis atau diafisis proksimal dengan
fibula yang utuh. pada usia 5-10 tahun, fraktur biasanya transversal dengan atau
tanpa fraktur fibula. Fraktur dan fibula dapat tertutup dan terbuka (Arif muttaqin,
2008).

F. Anatomi fisiologi
Pengertian Tulang adalah jaringan hidup yang akan sulai syaraf dan darah.
Dalam hal ini sistem skeleti yang akan dibahas adalah tulang tibia dan tulang fibula.
Tulang tibia: Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial
dibanding dengan fibula. Tulang Fibula: Fibula atau tulang betis adalah tulang
sebelah lateral dari tibia dan terutama berguna sebagai tempat lekat untuk otot dan
hanya sedikit berguna untuk menopang berat tubuh. (Price & Wilson, 2006).
Tibia merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan terletak
medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah batang
dan dua ujung. Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan lateral. Kondil-
kondil ini merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari tulang.
Permukaan superiornya memperlihatkan dua dataran permukaan persendian untuk
femur dalam formasi sendi lutut. Permukaan-permukaan tersebut halus dan di atas
permukaannya yang terdapat tulang rawan semilunar (setengah bulan) yang
membuat permukaan persendian lebih dalam untuk penerimaan kondil femur.
Tulang fibula adalah tulang betis yang berada disebelah lateral tungkai
bawah. Ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang sebelah
luar dari tibia tapi tidak ikut dalam formasi lutut. Ujung bawah memanjang menjadi
maleolus lateralis. Seperti tibia, arteri yang memperdarahinya adalah arteri tibialis
posterior. Dan otot-otot yang terdapat pada daerah betis adalah muskulus
gastroknemius dan muskulus soleus pada sisi posterior serta muskulus peroneus dan
tibialis anterior pada sisi anterior. Nervus peroneus dan tibialis juga mempesarafi
daerah sekitar tulang fibula ini.

Femur adalah tulang terpanjang dan terberat dari tubuh. Femur terdiri dari
bagian proksimal, corpus dan distal. Bagian proksimal femur terdiri dari caput,
collum/cervikal dan 2(dua) trochanter (major dan minor). Caput femur dilapisi oleh
kartilago articular kecuali bagian medial yang diganti dengan cekungan/fovea untuk
tempat caput ligamentum. Collum femur berbentuk trapezoidal. Diantara trochanter
major dan minor terdapat linea intertrochanterica. Bagian distal femur terbagi
menjadi dua oleh lengkungan spiral menjadi condylus medial dan lateral. Condilus
femoral ini membentuk sendi dengan condilus tibia dan disebut articulation genu.
G. Etiologi

H. Tanda dan gejala


1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fregmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari pendarahan subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness/ keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot perpindahan tulang dari tempatnya
dan kerusakan struktur didaerah berdekatan
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/ pendarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi (black, 1993).
I. Patofisiolog

J. Klasifikasi
1. Fraktur tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fregmen tulang dengan dunia
luar
2. Fraktur terbuka, bila terdapat hubungan antara fregmen tulang dengan dunia luar
karena adanya perlukaan di kulit, fraktur terbuka terbagi menjadi 3 derajat:
a. Derajat I
1) Luka kurang dari 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk
3) Fraktur sederhana, transversal, obliq atau kumulatif ringan
4) Kontaminasi ringan
b. Derajat II
1) Laserasi lebih dari 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, aculse
3) Fraktur komuniti sedang
c. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi sturktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
3. Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran
(bergeser dari posisi normal)
4. Fraktur incomplete
Patah hany terjadi pada sebagian dari garis rengah tulang
5. Jenis khusus fraktur
a. Bentuk garis patah
1) Garis patah melintang
2) Garis patah obliq
3) Garis patah spiral
4) Fraktur kompresi
5) Fraktur avulsi
b. Jumlah garis patah
1) Fraktur komunif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
2) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
3) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang
berlainan
c. Bergeser- tidak bergeser
Fraktur tidak bergeser garis patali kompli tetapi kedua fregmen tidak bergeser
Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fregmen-fregme fraktur yang juga
disebut di alokasi fregmen (smeltzer, 2001).
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

K. Pengkajian
a. Sirkulasi
Gejala: riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vasculer perifer, atau
statis vascular (peningkatan resiko pembentukan trombus)
b. Integritas ego
Gejala: perasaan cemas, takut, marah, apatis: faktor-faktor stress multiple,
misalnya financial hubungan gaya hidup
Tanda: tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan peka rangsang: stimulasi
simpatis.
c. Makanan / cairan
Gejala: insufisiensi pancreas/ DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/
ketoasidosis): malnutrisi (termaksud obesitas), membran mukosa yang kering
(pembatasan pemasukan/ periode puasa pra operasi)
d. Pernapasan
Gejala: infeksi, kondisi yang kronis/ batuk, merokok
e. Keamanan
Gejala: alergi/ sensitive terhadap obat, makanan, plaster, dan larutan, defisiensi
imune (peningkatan resiko infeksi sistemik dan penundaan penyembuhan),
munculnya kanker/ terapi kanker terbaru

L. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fregmen tulang,
edema dan cidera pada jaringan, alat traksi / imobilitas, stress, ansietas
b. Intoleransi atifitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/ keletihan, ketidak
adekuat oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensai dibuktikan oleh terdapat
luka/ ulserasi, kelemahan penurunan berat abdan, turgoe kulit buruk, terdapat
jaringan nekrotik.
d. Hambatan mebolitas fisik berhubungan dnegan nyeri/ ketidak nyamanan,
kerusakan muskuloskeletal, terapi pembatasan aktifitas, dan penurunan kekuatan/
ketahanan
e. Resiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh, respon inflamasi tertekan,
prosedur invlasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi pembedahan
f. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/ meningat salah
interpretasi informasi.
M. Perencanaan dan implementasi keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pergerakan fregmen tulang, kompresi saraf, cedera
neuromuskular trauma jaringan, dan refleks spasme oto sekunder
Tujuan keperawatan : nyeri berkurang, hilang atau teratasi
Kriteria hasil : secara subjekstif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi,
mengidentifikasi aktivitas yang menignkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah.
Skala nyeri 0-1 atau teratasi. Mampu mengurangi rasa nyeri
intervensi Rasional
- Lakukan pendekatan pada klien dan - Hubungan yang baik membuat klien dan
keluarga keluarga kooperatif
- Kaji tingkat intensitas dan frekwensi - Tingkat intensitas nyeri dan frekwensi
nyeri menunjukkan skala nyeri
- Jelaskan pada klien penyebab dari - Memberikan penjelasan akan menambah
nyeri pengetahuan klien tentang nyeri
2. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik
yang bermanfaat dan tubuh atau suatu ekstremitas arau lebih
Tujuan : pasien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal
Kriteria hasil : penampilan seimbang. Melakukuan pergerakan dan perpindahan.
Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi dengan karakteristik
0 = mandi penuh
1 = memerlukan alat bantu
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu
4 = ketergantungan tidak berpartisipasi dalam aktivitas
Intervensi Rasional
- Kaji kebutuhan akan pelayanan - Mengidentifikasi maslah, memudahkan
kesehatan dan kebutuhan akan intervensi
peralatan - Mempengaruhi penilain terhadap
- Tentukan tingkat motivasi klien kemampuan aktivitas apakah karena
dalam melakukan aktivitas ketidak mampuan ataukah ketidak mauan
- Ajarkan dan pantau pasien dalam - Menilai batasan kemampuan aktivitas
hala menggunakan alat bantu optimal
- Ajarkan dan dukung pasien dalam - Mempertahankan/ menignkatkan kekuatan
latihan ROM aktif dan pasif dan ketahuan otot
- Kolaborasi dengan ahli terapi fisik - Sebagai suatu sumber untuk
atau okupasi mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/ menignkatkan mobilitas
pasien
3. Kerusakan integritas kulit, perubahan/ gangguan epidermis dan dermis, keadanaan kulit
seseorang yang engalami perubahan secara tidak diinginkan
Tujuan: mencapai penyembuhan luka pada waktu yang seusai
Kriteria hasil:
a. tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
b. luka bersih lembab dan tidak kotor
c. tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
Intervensi Rasional
- Kaji kulit dan identifikasi pada tahap - Mengetahui sejauh mana perkembangan
perkembangan luka luka permudah dalam melakukan tindakan
yang tepat
- Kaji lokasi ukuran warna, bau, dan - Mengidentifikasi tingkat keparahan luka
tipe cairan akan mempermudah intervensi
- Pantau peningkatan suhu tbuh - Suhu tubuh yang meningkat dapat
mengidentifikasi sebagai adanya proses
peradangan
- Berikan perawata luka dengan teknik
- Teknik aseptik membantu mempercepat
aseptik. Balut luka dengan kasa
penyembuhan luka dan mencegah
kering dan steril, gunakan plester
terjadinya infeksi
kertas
- Jika pemulihan tidak terjadi - Agar benda asing atau jaringan yang
kolaborasi tindakan lanjutan, misal terinfeksi tidak menyebar luas pada area
debridement kulit normal lainnya
4. Hambatan imobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirira, penggerak fisik
yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih
Tujuan: pasien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal
Kriteria hasil: a. Penampilan yang seimbang, b. melakukan pergerakan dan perpindahan, c.
Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi dengan karakteristik: 0= mandiri
penuh. 1= memerlukan alat bantu. 2= memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan,
pengawasan dan pengajaran. 3= membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu
lainnya
Intervensi Rasional
- Kaji kebutuhan akan pelayanan
kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan
sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasi dan kerusakan kulit
Tujuan : infeksi tidak terjasi/ terkontrol
Intervensi Rasional
- Kaji kulit dan identifikasi pada tahap - Mengetahui sejauh mana perkembangan
perkembangan luka mempermudah dalam melakukan
tindakan tepat
- Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta - Mengidentifikasi tingkat keparahan luka
jumlah dan tipe caira dan mempermudah intervensi
- Pantau peningkatan suhu - Suhu tubuh yang meningkat dapat
mengidentifikasikan sebagai adanya proses
d. peradangan
- Berikan perawatan teknik aseptik.
- Teknik aseptik membantu mempercepat
Balut luka dengan kasa kering dan
penyembuhan luka dan mencegah
steril gunakan plester kering
terjadinya infeksi
6. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami erubahan secara
tidak diinginkan
Tujuan : mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
Kriteria hasil : tidak ada tanda tanda infeksi seperti pus. Luka bersih tidak lembab dan
tidak bocor. Tanda tnada vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
Intervensi Rasional

N. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Ropyanto, C. B., & Sitorus, R. (2013). Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan
status fungsional paska open reduction internal fixation (ORIF) fraktur
ekstremitas. Jurnal Keperawatan Medikal Bedah.

Syam, Y., Noersasongko, D., & Sunaryo, H. (2014). Fraktur Akibat Osteoporosis. e-
CliniC.

Arif Muttaqin & Pamilih Eko Karyuni (2005). Asuhan keperawatan klien gangguan
muskuloskeletal

You might also like