Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
1. ASTI PRIATIN
2. HENNI SASTRAYATI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang distosia karena kelainan his ( inersia
hipotonik dan hipertonik)
2. Tujuan khusus
c. Mampu mengetahui tanda dan gejala distosia karena kelainan his hipotonik
dan hipertonik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Distosia kelainan tenaga/his adalah his tidak normal dalam kekuatan/ sifatnya menyebabkan
rintangan pada jalan lahir, dan tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan persalinan macet (prof.
Dr. Sarwono prawihardjo, 1993)
Distosia karena kelainan his dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
A. Inersia hipotonik
1. Pengertian
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Disini kekuatan his lemah
dan frekuensinya jarang. Sering di jumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang
baik seperti anemia, uterus yang terlalu terenggang misalnya karena hidramion atau
kehamilan kembar atau grandemultipara atau primipara serta pada penderita yang
keadaan emosinya kurang baik.Inersia uteri terbagi dua yaitu:
a. Inersia primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang
tidak adekuat (kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan),
sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan
inpartu atau belum
b. Inersia sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik,
kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan dan kemudian melemah
maka pada persalinan akibat inersia uteri sekunder ini tidak dibiarkan berlangsung
sedemikian lama karena dapat menimbulkan kelelahan otot uterus maka inersia
uteri sekunder ini jarang di temukan. Kecuali pada wanita yang tidak diberi
pengawasan baik waktu persalinan.
2. Etiologi
4. Diagnosis
Menurut prof. Dr. Sarwono prawihardjo (1992) diagnosis inersia uteri paling
sulit dalam fase laten sehingga diperlukan pengalaman. Kontraksi uterus yang di sertai rasa
nyeri, tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk pada
kesimpulan ini di perlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi perubahan
pada serviks, yaitu pendataran dan pembukaan. Kesalahan yang sering terjadi pada inersia
uteri adalah mengobati pasien padahal persalinan belum di mulai
5. Penatalaksanaan
a. Keadaan umum penderita harus di perbaiki. Gizi selama kehamilan harus diperhatikan
b. Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan jelaskan tentang kemungkinan
yang akan terjadi
c. Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin turunnya bagian terbawah janin
dan keadaan janin
d. Jika sudah masuk PAP anjurkan pasien untuk jalan jalan
e. Melakukan perubahan posisi ketika ada kontraksi dengan miring kiri dan miring kanan
f. Melakukan stimulasi puting susu dengan cara menggosok, memijat atau melakukan
gerakan melingkar di daerah puting dengan lembut yang diyakini akan melepaskan
hormon oksitosin yang dapat menyebabkan kontraksi. ada beberapa rekomendasi
dalam hal penggunaannya, yaitu:
1) Hanya memijat satu payudara pada suatu waktu
2) Hanya memijat puting selama 5 menit, lalu tunggu selama 15 menit untuk
melihat apa yang terjadi sebelum melakukan pemijatan kembali
3) Sebaiknya tidak menstimulasi payudara selama kontraksi
4) Jangan menggunakan stimulasi payudara jika kontraksi sudah terjadi setiap 3
menit atau 1 menit
g. Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan misalnya
pada letak kepala
1) Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dextrose 5% dimulai dengan
12 tetes/menit, dinaikkan 10-15 menit sampai 40-50 tetes/menit. tujuannya
pemberian oksitosin agar serviks dapat membuka
2) Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus. Bila tidak memperkuat his
setelah pemberian oksitosin beberapa lama hentikan dulu dan anjurkan ibu
untuk istirahat. Pada malam hari berikan obat penenang misalnya valium 10
mg dan esoknya di ulang lagi pemberian oksitosin drips
3) Bila inersia uteri di sertai disproposi sefalopelvis maka sebaiknya dilakukan
seksio sesaria
4) Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia sekunder, ibu lemah dan
partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi
tidak ada gunanya memberikan oksitosin drips. Sebaiknya partus di sesuaikan
sesuai hasil pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya (ektrasi vakum, forcep
dan seksio sesaria).
B. Inersia hipertonik
1. Pengertian
Adalah inersia hipertonik bisa disebut juga tetania uteri yaitu his yang terlalu
kuat. Sifat hisnya normal, tonus otot diluar his yang biasa, kelainannnya terletak pada
kekuatan his. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan
berlangsung cepat (<3 jam di sebut partus presipitatus).
Pasien merasa kesakitan karena his yang terlalu kuat dan berlangsung hampir
terus menerus pada janin akan terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi
uteroplasenter.
2. Etiologi
4. Diagnosis
a. Anamesa
Dilihat dari keadaan ibu yang mengatakan his yang terlalu kuat dan
berlangsung hampir terus menerus
b. Pemeriksaan fisik
5. Penatalaksanaan
a. Dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus otot nyeri dan mengurangi
ketakutan.
b. Bila dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan sectio
cesarean
c. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi.
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. IDENTITAS
2. PROLOG
Pasien datang kiriman dari Bidan tgl 11/04/15 jam 16.30 dengan G1P0A0 UK 39
minggu. Pasien datang kerumah bidan tgl 11-04-2015 jam 09.00 WIB dengan
keluhan kenceng kenceng dan mengeluarkan cairan berwarna jernih sejak jam
01.00 WIB, Bidan melakuan pemeriksaan pada
Jam 09.00 : TFU 32 cm, His 3 x dalam 10 menit selama 25 detik, Djj 140-145 x / m
VT pembukaan 5cm, eff 50%, ketuban negatif, Kepala Hodge 1, terdapat
bloodslym.
Jam 13.00 : TFU 32 cm, His 3 x dalam 10 menit selama 25 detik, Djj 142 146 x/m
VT pembukaan 5 cm, eff 50 %, ketuban negative, Kepala Hodge 1, terdapat
bloodslym
Jam 15.00 : TFU 32 cm, His 3 x dalam 10 menit selama 20 detik, Djj 136- 140 x/m
VT pembukaan 5 cm, eff 50 %, ketuban negative, Kepala Hodge 1, terdapat
bloodsym
Dipasang infus RL dengan tetesan 20 tpm pada jam 15.45 WIB
3. SUBYEKTIF
Kenceng kenceng dan lemas
4. OBYEKTIF
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 78x/m
P : 24x/m
5. ASASESMENT
G1P0A1 Aterm Tunggal Hidup Intrauterin dengan Inersia Uteri sekunder
6. PENATALAKSANAAN
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang kondisi pasien saat ini,
pasien dan keluarga mengerti
2. Memperbaiki keadaan umum ibu, ibu mau minum dan makan
3. Mengosongkan kandung kemih
4. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin, pasien merasa nyaman dan tenang
5. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG, Advis oksitosin drip 5-10 satuan
dalam 500cc dextrose 5% dimulai dengan 12 tetes permenit, dinaikkan setiap
10-15 tetes permenit sampai 40-50 tetes permenit.
6. Memberikan inform consent kepada pasien dan keluarga untuk tindakan
berikutnya, pasien dan keluarga setuju
7. Mengganti cairan infus dextrose 5%
8. Memberikan oxitosin drip 12 tetes permenit
9. Mengobservasi His dan Djj
10. Melakukan asuhan persalinan, Bayi lahir spontan, BB: 2900 gram, PB 49cm,
Laki-laki,
11. Mengobservasi TTV dan 2 jam post partum
CATATAN PERKEMBANGAN
Obyektif
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Komposmentis
TD : 100/70mmHg
Nadi : 80x/m
P : 24x/m
Perdarahan : 250 cc
UC : keras
Assasement
P1-1 2 jam post partum
Penatalaksanaan