You are on page 1of 26

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter
Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi,
2013). Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang
disebabkan oleh kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai
dengan:
1. Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis
2. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3
3. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik
iskemia ensefalopati)
4. Gangguan multiorgan sistem. (Prambudi, 2013).
Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir
dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia
merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi
bayi baru lahir (BBL) terhadap kehidupan uteri. Asfiksia berarti
hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses
ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak
atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital
lainnya. Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan
terjadi pernapasan yang cepat dalam periode yang singkat.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti,
denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus
neuromuscular berkurang secara berangsur- angsur dan bayi
memasuki periode apnea yang dikenal sebagai apnea primer. Perlu
diketahui bahwa kondisi pernafasan megap-megap dan tonus otot
yang turun juga dapat terjadi akibat obat-obat yang diberikan
kepada ibunya. Biasanya pemberian perangsangan dan oksigen
selama periode apnea primer dapat merangsang terjadinya
pernafasan spontan. Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan
menunjukkan pernafasan megap-megap yang dalam, denyut
jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun
dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama
makin lemah sampai bayi memasuki periode apnea yang disebut
apnea sekunder (Saifuddin, 2009). Asfiksia adalah keadaan bayi

1
tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan
mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin
berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi
selama atau sesudah persalinan (Depkes RI, 2009). Dengan demikian
asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin
sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat
dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang
mempengarui kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan.

B. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara
lain :
1. Faktor ibu
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis,
TBC, HIV)
e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
3. Faktor bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia
bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) (DepKes
RI, 2009
penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi yang
terdiri dari :
1. Faktor Ibu
Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan

2
segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena
hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia
dalam. Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah
pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran
oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini sering
ditemukan pada keadaan:
a gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipertoni
atau tetani uterus akibat penyakit atau obat
b hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
c hipertensi pada penyakit eklampsia dan lain- lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta,
perdarahan plasenta dan lain-lain.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat
pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini
dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan
lain-lain.
4. Faktor neonates
Depresi tali pusat pernafasan bayi baru lahir dapat terjadi
karena beberapa hal, yaitu :
a pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada
ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat
pernafasan janin
b trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan
intracranial
c kelainan kongenital pada bayi, misalnya hernia diafragmatika,
atresia/stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru dan lain-
lain.

C. Manifestasi klinik
Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang
menimbulkan tanda-tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini:
1. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur

3
b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
2. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot,
dan organ lain
3. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen
4. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan
oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak
5. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot
jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang
kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan
6. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-
paru atau nafas tidak teratur/megap-megap
7. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam
darah
8. Pucat
9. Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung
kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun,
tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
a. mAppnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan
tonus neuromuscular menurun
b. Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan
pernafasan megapmegap yang dalam, denyut jantung terus
menerus, bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan makin lama
makin lemah
TANDA-TANDA STADIUM I STADIUM II STADIUM III
Tingkat Sangat Lesu (letargia) Pinsan
kesadaran waspada (stupor), koma
Tonus otot Normal Hipotonik Flasid
Postur Normal Fleksi Disorientasi
Refleks Hyperaktif Hyperaktif Tidak ada
tendo/klenus
Mioklonus Ada Ada Tidak ada
Refleks morrow Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Tidak sama,
refleks cahaya
jelek
Kejang-kejang Tidak ada Lazim Deserebrasi
EEG Normal aktifitasVolta Supresi
se rendah ledakan
kejang-kejang sampai
isoelektrik
Lamanya 24 jam jika ada 24 jam Beberapa hari

4
kemajuan sampai 14 sampai
hari beberapa
minggu
Hasil akhir Baik Bervariasi Kematian,
defisit berat
Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk memutuskan
apakah seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat
dilakukan dengan mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit
pertama), dan setelah 5 menit. Lakukan hal ini dengan cepat, karena jika
nilainya rendah, berarti tersebut membutuhkan tindakan. Observasi dan
periksa :
1. A = Appearance (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
2. P = Pulse (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop
atau palpasi denyut jantung dengan jari.
3. G = Grimace (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit
kaki bayi dengan jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan
reaksinya ketika lender pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika
lender dari mulut dan tenggorokannya dihisap.
4. A = Activity. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki
dan tangannya atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan
bagaimana kedua tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap
rangsangan tersebut.
5. R = Repiration (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi.
Perhatikan pernapasannya.
TANDA 0 1 2 JUMLA
H NILAI
Frekwensi Tidak ada Kurang dari Lebih dari
jantung 100 x/menit 100
x/menit
Usaha Tidak ada Lambat, Menangis
bernafas tidak teratur kuat
Tonus otot Lumpuh / Ekstremitas Gerakan
lemas fleksi sedikit aktif
Refleks Tidak ada Gerakan Menangis
respon sedikit batuk
Warna Biru / Tubuh: Tubuh dan
pucat kemerahan, ekstremitas
ekstremitas: kemerahan
biru
6. Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa

5
7. Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik
akan terlihat frekwensi jantung lebih dari 100 X / menit, tonus otot
kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada
8. Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik
ditemukan frekwensi jantung kurang dari 100 X / menit, tonus otot
buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak
ada.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama
kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan
kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak
tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang
terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi
jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian
diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas
tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua,
dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping
perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan
asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis
respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang
berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan
jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler
menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara
alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh
darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat
menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

D. Patofisiologi
Gangguan suplai darah teroksigenasi melalui vena umbilical dapat
terjadi pada saat antepartum, intrapartum, dan pascapartum saat
tali pusat dipotong. Hal ini diikuti oleh serangkaian kejadian yang
dapat diperkirakan ketika asfiksia bertambah berat.
1. Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini dimaksudkan untuk
mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat
kepala dijalan lahir atau bila paru tidak mengembang karena

6
suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti nafas komplit
yang disebut apnea primer.

2. Setelah waktu singkat-lama asfiksia tidak dikaji dalam situasi klinis


karena dilakukan tindakan resusitasi yang sesuai usaha
bernafas otomatis dimulai. Hal ini hanya akan membantu dalam
waktu singkat, kemudian jika paru tidak mengembang, secara
bertahap terjadi penurunan kekuatan dan frekuensi pernafasan.
Selanjutnya bayi akan memasuki periode apnea terminal. Kecuali
jika dilakukan resusitasi yang tepat, pemulihan dari keadaan terminal
ini tidak akan terjadi.

3. Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan akhirnya turun


di bawah 100 kali/menit. Frekuensi jantung mungkin sedikit
meningkat saat bayi bernafas terengah-engah tetapi bersama
dengan menurun dan hentinya nafas terengah-engah bayi,
frekuensi jantung terus berkurang. Keadaan asam-basa semakin
memburuk, metabolisme selular gagal, jantung pun berhenti.
Keadaan ini akan terjadi dalam waktu cukup lama.

4. Selama apnea primer, tekanan darah meningkat bersama


dengan pelepasan ketokolamin dan zat kimia stress lainnya.
Walupun demikian, tekanan darah yang terkait erat dengan
frekuensi jantung, mengalami penurunan tajam selama apnea
terminal.

5. Terjadi penurunan pH yang hamper linier sejak awitan asfiksia. Apnea


primer dan apnea terminal mungkin tidak selalu dapat
dibedakan. Pada umumnya bradikardi berat dan kondisi syok
memburuk apnea terminal.

E. WOC

7
F. Komplikasi
1. Edema otak & Perdarahan otak

8
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke
otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan
iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya,
yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah
jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan
ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada
pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan
persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos dada
2. USG kepala
3. Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
4. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status
parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
5. Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
6. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya
kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah,
menunjukkan kondisi hemolitik.

H. Penatalaksanaan
Bayi baru lahir dalam apnu primer dapat memulai pola pernapasan
biasa, walaupun mungkin tidak teratur dan mungkin tidak efektif,

9
tanpa intervensi khusus. Bayi baru lahir dalam apnu sekunder tidak
akan bernapas sendiri. Pernapasan buatan atau tindakan ventilasi
dengan tekanan positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk
membantu bayi memulai pernapasan pada bayi baru lahir dengan apnu
sekunder. Menganggap bahwa seorang bayi menderita apnu primer dan
memberikan stimulasi yang kurang efektif hanya akan
memperlambat pemberian oksigen dan meningkatkan resiko kerusakan
otak. Sangat penting untuk disadari bahwa pada bayi yang mengalami
apnu sekunder, semakin lama kita menunda upaya pernapasan
buatan, semakin lama bayi memulai pernapasan spontan. Penundaan
dalam melakukan upaya pernapasan buatan, walaupun singkat, dapat
berakibat keterlambatan pernapasan yang spontan dan teratur.
Perhatikanlah bahwa semakin lama bayi berada dalam apnu sekunder,
semakin besar kemungkinan terjadinya kerusakan otak. Penyebab apa
pun yang merupakan latar belakang depresi ini, segera sesudah tali
pusat dijepit, bayi yang mengalami depresi dan tidak mampu melalui
pernapasan spontan yang memadai akan mengalami hipoksia yang
semakin berat dan secara progresif menjadi asfiksia. Resusitasi
yang efektif dapat merangsang pernapasan awal dan mencegah
asfiksia progresif. Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang
adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk
menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat
vital lainnya (Saifuddin,2009). Antisipasi, persiapan adekuat,
evaluasi akurat dan inisiasi bantuan sangatlah penting dalam
kesuksesan resusitasi neonatus. Pada setiap kelahiran harus ada
setidaknya satu orang yang bertanggung jawab pada bayi baru lahir.
Orang tersebut harus mampu untuk memulai resusitasi, termasuk
pemberian ventilasi tekanan positif dan kompresi dada. Orang ini atau
orang lain yang datang harus memiliki kemampuan melakukan
resusitasi neonatus secara komplit, termasuk melakukan intubasi
endotrakheal dan memberikan obat-obatan. Bila dengan
mempertimbangkan faktor risiko, sebelum bayi lahir diidentifikasi bahwa
akan membutuhkan resusitasi maka diperlukan tenaga terampil
tambahan dan persiapan alat resusitasi. Bayi

prematur (usia gestasi < 37 minggu) membutuhkan persiapan khusus.


Bayi prematur memiliki paru imatur yang kemungkinan lebih sulit
diventilasi dan mudah mengalami kerusakan karena ventilasi tekanan

10
positif serta memiliki pembuluh darah imatur dalam otak yang mudah
mengalami perdarahan Selain itu, bayi prematur memiliki volume darah
sedikit yang meningkatkan risiko syok hipovolemik dan kulit tipis serta
area permukaan tubuh yang luas sehingga mempercepat kehilangan
panas dan rentan terhadap infeksi. Apabila diperkirakanbayi akan
memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya sebelumnya dimintakan
informed consent. Definisi informed consent adalah persetujuan
tertulis dari penderita atau orangtua/wali nya tentang suatu tindakan
medis setelah mendapatkan penjelasan dari petugas kesehatan
yang berwenang. Tindakan resusitasi dasar pada bayi dengan depresi
pernapasan adalah tindakan gawat darurat. Dalam hal gawat
darurat mungkin informed consent dapat ditunda setelah tindakan.
Setelah kondisi bayi stabil namun memerlukan perawatan lanjutan,
dokter perlu melakukan informed consent. Lebih baik lagi apabila
informed consent dimintakan sebelumnya apabila diperkirakan akan
memerlukan tindakan. Oleh karena itu untuk menentukan butuh
resusitasi atau tidak, semua bayi perlu penilaian awal dan harus
dipastikan bahwa setiap langkah dilakukan dengan benar dan efektif
sebelum ke langkah berikutnya. Secara garis besar pelaksanaan
resusitasi mengikuti algoritma resusitasi neonatal. Berikut ini akan
ditampilkan diagram alur untuk menentukan apakah terhadap bayi
yang lahir diperlukan resusitasi atau tidak.

Langkah-langkah resusitasi neonates


Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab
3 pertanyaan:
1. Apakah bayi cukup bulan?
2. Apakah bayi bernapas atau menangis?
3. Apakah tonus otot bayi baik atau kuat?
Bila semua jawaban ya maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam
prosedur perawatan rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya.
Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan diselimuti dengan kain
linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban tidak dari
salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau
beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara berurutan:

1. Langkah awal dalam stabilisasi


a. Memberikan kehangatan

11
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer)
dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi
dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh. Bayi dengan BBLR
memiliki kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan harus
mendapat perlakuan khusus. Beberapa kepustakaan
merekomendasikan pemberian teknik penghangatan tambahan
seperti penggunaan plastik pembungkus dan meletakkan bayi
dibawah pemancar panas pada bayi kurang bulan dan BBLR. Alat
lain yang bisa digunakan adalah alas penghangat.
b. Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya Bayi
diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam
posisi menghidu agar posisi farings, larings dan trakea dalam
satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara.
Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan
balon dan sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.
c. Membersihkan jalan napas sesuai keperluan
Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat
menyebabkan pneumonia aspirasi. Salah satu
pendekatan obstetric yang digunakan untuk mencegah
aspirasi adalah dengan melakukan penghisapan mekoneum
sebelum lahirnya bahu (intrapartum suctioning), namun bukti
penelitian dari beberapa senter menunjukkan bahwa cara
ini tidak menunjukkan efek yang bermakna dalam mencegah
aspirasi mekonium. Cara yang tepat untuk membersihkan
jalan napas adalah bergantung pada keaktifan bayi dan
ada/tidaknya mekonium. Bila terdapat mekoneum dalam cairan
amnion dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi
pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang
dari 100x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea
sebelum timbul pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi
mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkah- langkah
pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea,
kemudian dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan
daerah mulut, faring dan trakea sampai glotis. Bila terdapat
mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar,
pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi
tanpa mekoneum.
d. Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkanpada

12
posisi yang benar Meletakkan pada posisi yang benar,
menghisap sekret, dan mengeringkan akan memberi rangsang
yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila setelah
posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi
belum bernapas adekuat, maka perangsangan taktil dapat
dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak kaki, atau
dengan menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas bayi. Bayi
yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir
semua rangsangan, sementara bayi yang berada dalam
apnu sekunder, rangsangan apapun tidak akan menimbulkan
reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau dua tepukan
pada telapak kaki atau gosokan pada punggung. Jangan
membuang waktu yang berharga dengan terus menerus
memberikan rangsangan taktil. Keputusan untuk melanjutkan
dari satu kategori ke kategori berikutnya ditentukan dengan
penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi
jantung dan warna kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah
sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan putuskan untuk
melanjutkan ke langkah berikutnya.
2. Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
a. Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
b. Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi) dan
tekanan ventilasi harus sesuai.
c. Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.
d. Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas
pertama setelah lahir, membutuhkan: 30-40 cm H2O. Setelah

nafas pertama, membutuhkan: 15-20 cm H2O. Bayi dengan


kondisi atau penyakit paru-paru yang berakibat turunnya
compliance, membutuhkan: 20-40 cm H2O. Tekanan ventilasi
hanya dapat diatur apabila digunakan balon yang mempunyai
pengukuran tekanan.
e. Observasi gerak dada bayi: adanya gerakan dada bayi turun naik
merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan
paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal.
Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas
panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang
berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat
menyebabkan pneumothoraks.

13
f. Observasi gerak perut bayi: gerak perut tidak dapat dipakai
sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak paru mungkin
disebabkan masuknya udara ke dalam lambung.
g. Penilaian suara nafas bilateral: suara nafas didengar dengan
menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-paru
merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
h. Observasi pengembangan dada bayi: apabila dada terlalu
berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas
balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan
oleh salah satu penyebab berikut: perlekatan sungkup kurang
sempurna, arus udara terhambat, dan tidak cukup tekanan. Apabila
dengan tahapan diatas dada bayi masih tetap kurang
berkembang sebaiknya dilakukan intubasi endotrakea dan
ventilasi pipa-balon (Saifuddin, 2009).
3. Kompresi dada
Teknik kompresi dada ada 2 cara:
a. Teknik ibu jari (lebih dipilih)
1) Kedua ibu jari menekan sternum, ibu jari tangan
melingkari dada dan menopang punggung
2) Lebih baik dalam megontrol kedalaman dan tekanan
konsisten
3) Lebih unggul dalam menaikan puncak sistolik dan
tekanan perfusi coroner
b. Teknik dua jari
1) Ujung jari tengah dan telunjuk/jari manis dari 1 tangan
menekan sternum, tangan lainnya menopang punggung
2) Tidak tergantung
3) Lebih mudah untuk pemberian obat c. Kedalaman dan tekanan
4) Kedalaman 1/3 diameter anteroposterior dada
5) Lama penekanan lebih pendek dari lama pelepasan curah
jantung maksimum
6) Koordinasi VTP dan kompresi dada 1 siklus : 3 kompresi + 1
ventilasi (3:1) dalam 2 detik, Frekuensi: 90 kompresi + 30
ventilasi dalam 1 menit (berarti 120 kegiatan per menit) Untuk
memastikan frekuensi kompresi dada dan ventilasi yang
tepat, pelaku kompresi mengucapkan satu dua tiga-
pompa- (Prambudi, 2013).

14
4. Intubasi Endotrakeal
Cara:
a. Langkah 1: Persiapan memasukkan laringoskopi
b. Stabilkan kepala bayi dalam posisi sedikit tengadah
c. Berikan O2 aliran bebas selama prosedur

d. b. Langkah 2: Memasukkan laringoskopi


e. Daun laringoskopi di sebelah kanan lidah
f. Geser lidah ke sebelah kiri mulut
g. Masukkan daun sampai batas pangkal lidah
h. Langkah 3: Angkat daun laringoskop
i. Angkat sedikit daun laringoskop
j. Angkat seluruh daun, jangan hanya ujungnya
k. Lihat daerah farings
l. Jangan mengungkit daun
m. Langkah 4: Melihat tanda anatomis
n. Cari tanda pita suara, seperti garis vertical pada kedua sisi
glottis (huruf V terbalik)
o. Tekan krikoid agar glotis terlihat
p. Bila perlu, hisap lender untuk membantu visualisasi
q. Langkah 5: Memasukkan pipa
r. Masukkan pipa dari sebelah kanan mulut bayi dengan
lengkung pipa pada arah horizontal
s. Jika pita suara tertutup, tunggu sampai terbuka
t. Memasukkan pipa sampai garis pedoman pita suara berada di
batas pita suara
u. Batas waktu tindakan 20 detik (Jika 20 detik pita suara belum
terbuka, hentikan dan berikan VTP)
v. Langkah 6: mencabut laringoskop
1) Pegang pipa dengan kuat sambil menahan kea rah langit-
langit mulut bayi, cabut laringoskop dengan hati-hati.
2) Bila memakai stilet, tahan pipa saat mencabut stilet. (Prambudi,
2013).
5. Obat-obatan dan cairan:
a. Epinefrin
b. Larutan = 1 : 10.000

15
c. Cara = IV (pertimbangkan melalui ET bila jalur IV sedang
disiapkan)
d. Dosis : 0,1 0,3 mL/kgBB IV
e. Persiapan = larutan 1 : 10.000 dalam semprit 1 ml (semprit lebih
besar diperlukan untuk pemberian melalui pipa ET. Dosis melalui
pipa ET 0,3-1,0 mL/kg)
f. Kecepatan = secepat mungkin Jangan memberikan dosis lebih
tinggi secara IV.
g. Bikarbonat Natrium 4,2%
h. Dekstron 10%
i. Nalokson (Prambudi, 2013).

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian klinis
Data Umum
1. Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak
keberapa, jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih
ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan diagnosa
Asfiksia Neonatorum.
2. Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan

16
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm,
letak bayi belakang kaki atau sungsang
4. Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena
organ tubuh terutama lambung belum sempurna, selain itu juga
bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumonia
b. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh
terutama pencernaan belum sempurna Kebersihan diri Perawat
dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien,
terutama saat b.a.b dan b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti
popoknya
c. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah,
sesak nafas, pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini
terjadi pada stadium pertama.
b. Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c. Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
d. Kepala
6. Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih
cekung, sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak
a. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya.
b. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya
pernafasan cuping hidung.
c. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan
frekwensi pernafasan yang cepat
d. Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
Gejala dan tanda Aktifitas; pergerakan hyperaktif

17
e. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis
f. Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda :
ketidakefektifan termoregulasi
g. Data Khusus
1) Sirkulasi
a) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180
x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40
sampai 45 mmHg (diastolik).
b) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik
intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada
ruang intercosta III/ IV.
c) Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama
kehidupan.
d) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan
1 vena.
2) Eliminasi
a) Dapat berkemih saat lahir.
b) Makanan/cairan
3) Berat badan : 2500-4000 gram
4) Panjang badan : 44-45 cm
5) Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
6) Neurosensori
a) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap
selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode
pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding,
edema, hematoma).
c) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis
tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi
atau efek narkotik yang memanjang)
7) Pernafasan
Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus
antara 7-10. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik
dapat terlihat, Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels
umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid
menonjol, umum terjadi.
8) Keamanan

18
Suhu rentang dari 36,5 C sampai 37,5 C. Ada verniks
(jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
9) Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat
terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin
belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran
dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie
pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan
tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal),
bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara
alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia
(terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat.
Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda
internal).

Menurut Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal


dan Neonatal (2009) pengkajian pada asfiksia neonatorum untuk
melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga hal penting,
yaitu:
1. Pernafasan
Observasi pergerakan dada dan masukan udara dengan
cermat. Lakukan auskultasi bila perlu lalu kaji pola pernafasan
abnormal, seperti pergerakan dada asimetris, nafas tersengal,
atau mendengkur. Tentukan apakah pernafasannya adekuat
(frekuensi baik dan teratur), tidak adekuat (lambat dan tidak
teratur), atau tidak sama sekali.
2. Denyut jantung
3. Kaji frekuensi jantung dengan mengauskultasi denyut apeks
atau merasakan denyutan umbilicus. Klasifikasikan menjadi
>100 atau <100 kali per menit. Angka ini merupakan titik
batas yang mengindikasikan ada atau tidaknya hipoksia yang
signifikan.
4. Warna
Kaji bibir dan lidah yang dapat berwarna biru atau merah
muda. Sianosis perifer (akrosianosis) merupakan hal yang
normal pada beberapa jam pertama bahkan hari. Bayi pucat
mungkin mengalami syok atau anemia berat. Tentukan apakah
bayi berwarna merah muda, biru, atau pucat. Ketiga observasi
tersebut dikenal dengan komponen skor apgar. Dua komponen

19
lainnya adalah tonus dan respons terhadap rangsangan
menggambarkan depresi SSP pada bayi baru lahir yang
mengalami asfiksia kecuali jika ditemukan kelainan
neuromuscular yang tidak berhubungan
Tabel 1. Skor Apgar

TANDA 0 1 2 JUMLA
H NILAI
Frekwensi Tidak ada Kurang dari Lebih dari
jantung 100 x/menit 100
x/menit
Usaha Tidak ada Lambat, Menangis
bernafas tidak teratur kuat
Tonus otot Lumpuh / Ekstremitas Gerakan
lemas fleksi sedikit aktif
Refleks Tidak ada Gerakan Menangis
respon sedikit batuk
Warna Biru / Tubuh: Tubuh dan
pucat kemerahan, ekstremitas
ekstremitas: kemerahan
biru
Nilai Apgar pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5
menit sesudah bayi lahir. Akan tetapi, penilaian bayi harus
dimulai segera sesudah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan
intervensi berdasarkan penilaian pernafasan, denyut jantung atau
warna bayi, maka penilaian ini harus dilakukan segera. Intervensi
yang harus dilakukan jangan sampai terlambat karena menunggu
hasil penilaian Apgar 1 menit. Kelambatan tindakan akan
membahayakan terutama pada bayi yang mengalami depresi berat.
Walaupun Nilai Apgar tidak penting dalam pengambilan keputusan
pada awal resusitasi, tetapi dapat menolong dalam upaya penilaian
keadaan bayi dan penilaian efektivitas upaya resusitasi. Jadi nilai
Apgar perlu dinilai pada 1 menit dan 5 menit. Apabila nilai Apgar
kurang dari 7 penilaian nilai tambahan masih diperlukan yaitu tiap
5 menit sampai 20 menit atau sampai dua kali penilaian
menunjukkan nilai 8 dan lebih

B. Diagnosis
Untuk dapat menegakkan gawat janin dapat ditetapkan dengan
melakukan pemeriksaan sebagai berikut :

20
1. Denyut jantung janin.
Frekeunsi denyut jantung janin normal antara 120 160 kali per
menit; selama his frekeunsi ini bisa turun, tetapi di luar his
kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan
kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan
tetapi apabila frekeunsi turun sampai di bawah 100 per menit di
luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan
tanda bahaya. Dibeberapa klinik elektrokardiograf janin
digunakan untuk terus-menerus mengawasi keadaan denyut
jantung dalam persalinan.
2. Mekonium di dalam air ketuban.
Mekonium pada presentasi-sunsang tidak ada artinya, akan tetapi
pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan
oksigenisasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya
mekonium dalam air ketuban pada presentasi-kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu
dapat dilakukan dengan mudah.

3. Pemeriksaan pH darah janin.


Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat servik
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh
darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah
7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulis.
Diagnosis gawat-jaanin sangat penting untuk daapaat
menyelamatkaan dan dengan demikian membatasi morbiditas
dan mortalitas perinatal. Selain itu kelahiran bayi yang telah
menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan
asfiksia neonatorum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk
menghadapi keadaan tersebut

C. Diagnosa Keperawatan
N Diagnosa NOC NIC
o
1 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan Manajemen ventilasi
nafas tindakan keperawatan mekanik :
Definisi : selama x24 jam noninvasive

21
Inspirasi dan/atau diharapkan pola nafas Definisi: membantu
ekspirasi yang tidak dapat efektif dengan klien yang
memberi ventilasi kriteria hasil: mendapatkan
adekuat 1. Frekuensi pernafasan dengan
Batasan karakteristik: pernafasan alat bantu nafas
2. Irama pernafasan
1. Bradipnea tanpa insersi trakea
3. Kedalaman
2. Dispnea
1. Monitor kondisi
3. Fase ekspirasi inspirasi
yang
memanjang Keterangan skala:
4. Ortopnea memerlukan
1. Deviasi berat
5. Penggunaan
dukungan
dalam kisaran
otot bantu
ventilasi
normal
pernafasan
2. Deviasi yang noninvasive
6. Penggunaan
cukup berat dari (obstuksif sleep
posisi tiga titik
7. Peningkatan kisaran normal apneu)
3. Deviasi sedang 2. Konsultasikan
diameter
dari kisaran dengan
anterior-
normal professional
posterior
4. Deviasi ringan dari
8. Penurunan kesehatan
kisaran normal
kapasitas viat lainnya dalam
5. Tidak ada deviasi
9. Penurunan
memilih
dari kisaran
tekanan
ventilator non
normal
ekspirasi
infasive
10. Penurunan Kriteria Hasil:
3. Mulai pengkajian
tekanan 1. Tersedak
tubuh secara
2. Suara nafas
inspirasi
menyeluruh
11. Penurunan tambahan
4. Informasikan
3. Pernafasan cuping
ventilasi
kepada klien dan
hidung
emenit
4. Dispneu saat keluarga
12. Pernafasan
istirahat mengenai
bibir
5. Penggunaan otot
13. Pernafasan rasionalisasi dan
bantu pernafasan
cuping hidung sensasi yang
6. Akumulasi sputum
14. Perubahan
diharapkan
Keterangan skala
ekskursi dada
sehubungan
15. Pola nafas 1. Sangat berat
2. Berat dengan
abnormal
3. Cukup
penggunaan
(misalnya, 4. Ringan
5. Tidak ada ventilasi non
irama,
invasive
frekuensi,
5. Tempatkan klien
kedalaman)
pada posisi semi
16. Takipnea
fowler

22
Faktor yang 6. Berikan
berhubungan : perlindungan
1. Ansietas pada wajah jika
2. Cedera
diperlukan untuk
medulla
mencegah
spinalis
kerusakan pada
3. Deformitas
kulit
dinding dada
7. Mulai
4. Deformitas
menggunakan
tulang
5. Disfungsi aplikasi ventilator
8. Observasi klien
muskuloskletal
6. Gangguan secara
neurologis berkelanjutan
9. Pastikan alarm
(misalnya,
ventilator dalam
elektroensefalo
keadaan hidup
gram (EEG)
10. Monitor turan
positif, trauma
ventilator
kepala,
secara rutin
gangguan
termasuk
kejang)
suhu dan
7. Hiperventilasi
8. Imaturitas humidifikasi
neurologis udara
9. Keletihan 11. Periksa
10. Keletihan otot
koneksi
perafasan
ventilator
11. Nyeri
12. Obesitas secara teratur
13. Posisi tubuh 12. Monitor
yang aktivitas-
menghambat aktivitas yang
ekspansi paru dapat
14. Sindrom
meningkatkan
hipoventilasi
konsumsi
oksigen
(demam,
menggigil,
kejang)
13. Berikan
perawatan
mulut secara
rutin dengan

23
membersihka
n secret
14. Dokumentasi
semua
perubahan
pengaturan
ventilator dan
rasionalisasi.

2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Pengisapan lender


bersihan jalan nafas tindakan keperawatan pada jalan nafas
Definisi: selamax 24 jam Definisi: membuang
Ketidakmampuan diharapkan bersihan jalan secret dengan
membersihkan sekresi nafas efektif dengan memasukkan kateter
atau obstruksi dari kriteria hasil: suction kedalam
saluran nafas untuk 1. Mengidentifikasi mulut, nasofaring
mempertahankan faktor-faktor resiko atau trachea pasien
2. Menghindari
bersihan jalan nafas 1. Lakukan
faktor-faktor resiko
Batasan karakteristik: tindakan cuci
3. Mempertahankan
1. Batuk yang tangan
kebersihan mulut
2. Lakukan
tidak efektif
Keterangan skala
2. Dispnea tindakan
3. Gelisah 1. Tidak pernah
pencegahan
4. Kesulitan
dilakukan
umum
verbalisasi 2. Jarang dilakukan
3. Gunakan alat
5. Mata terbuka 3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan pelindung diri
lebar
5. Dilakukan secara
6. Ortonea (sarung
7. Penuruan konsisten
tangan,
bunyi nafas
masker sesuai
8. Perubahan
kebutuhan)
frekuensi nafas
4. Tetukan
9. Perubahan
perlunya
pola nafas
10. Sianosis suction mulut
11. Sputum dalam
atau trachea
jumlah yang 5. Auskultasi
berlebihan suara nafas
12. Suara nafas
sebelum dan
tambahan
sesudah
13. Tidak ada
dilakukan
batuk
suction
Faktor yang
6. Gunakan alat

24
berhubungan: steril setiap
Lingkungan tindakan
1. Perokok suction
2. Perokok pasif 7. Monitor status
3. Terpajan asa
oksigen
Obstruksi jalan nafas
pasien
1. Adanya jalan 8. Berdasarkan
nafas buatan durasi setiap
2. Benda asing
suction
dalam jalan
trachea
nafas
buang secret
3. Eksudat dalam
dan cek
alveoli
4. Hyperplasia respon pasien
pada dinding terhadap
brokus suction
5. Mucus 9. Monitor dan
berlebihan catat warna,
6. Penyakit paru
jumlah, dan
obstruksi
konsistensi
kronis
secret .
7. Sekresi yang
tertahan
8. Spasme jalan
nafas
Fisiologis
1. Asma
2. Disfungsi
neuromuscular
3. Infeksi
4. Jalan nafas
alergik

3 Ketidak efektifan Setelah dilakukan Manajemen nutrisi


pemberian ASI tindakan keperawatan Definsi:
Definisi : kesulitan selamax24jam menyediakan dan
memberikan susu diharapkan pemberian meningkatkan intake
pada bayi atau anak ASI efektif dengan kriteria nutrisi yang
secara langsung dari hasil: seimbang
payudara ibu yang 1. Intake nutrisi 1. tentukan
2. Intake makanan
dapat mempengaruhi status gizi

25
status nutrisi bayi/ lewat selang pasien dan
anak. kemampuan
pasien untuk
Batasan memenuhi
karakteristik : kebutuhan
1. bayi menangis gizi
dalam jam pertama
setelah menyusui
2. bayi menangis
pada payudara
3. bayi mendekat
kearah payudara
4. bayi menolak
latching on
5. bayi tidak mampu

26

You might also like