Professional Documents
Culture Documents
I. Konsep Dasar
A. Definisi
Menurut Suddarth (2002:2353) Fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang yang banyak
disebabkan karena kekerasan yang mendadak atau tidak atau kecelakaan.
Menurut Santoso Herman (2000:144) Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang
atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa (Carpenito 2000:43)
Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi menahan
tekanan yang diberikan kepadanya. (Doenges, 2000:625)
B. Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur.
1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2) Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut).
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang
spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi
pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat
trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang
dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma
rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang
ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteum nasih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi
fragmen, terbagi atas:
a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
d) Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
e) Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
(Suddarth, 2002:2354-2356)
C. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang yang
biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak, apabila
tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2000:627)
Menurut Carpenito (2000:47) adapun penyebab fraktur antara lain:
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian
demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut (Doenges, 2000:627) adapun penyebab fraktur antara lain:
1) Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa misalnya benturan
atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur
2) Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat kejadian
kekerasan.
3) Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan, neuplastik dan
metabolik).
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari faktur ,menurut Brunner and Suddarth,(2002:2358)
a. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi. Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang di rancang utuk meminimalkan
gerakan antar fregmen tulang
b. Setelah terjadi faraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen
tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang normal dengan ekstermitas
yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu
samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi)
d. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus dapat mengaibatkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari pendarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
Menurut Santoso Herman (2000:153) manifestasi klinik dari fraktur adalah:
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema.
Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur.
Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.
E. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu karena trauma
langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang
yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot
misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
(Doenges, 2000:629)
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan
lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa
sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-
jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati Carpenito (2000:50)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan
yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan
saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut
saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner &
suddarth, 2002: 2387).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya (Doenges, 2000:629).
G. Komplikasi
a. Syok
Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak
sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
b. Mal union.
Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union, sebab-sebab
lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung
patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non
union).
c. Non union
Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini diakibatkan
oleh reduksi yang kurang memadai.
d. Delayed union
Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama dari
proses penyembuhan fraktur.
e. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID).
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat
pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.
f. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi
dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli
yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memsaok ke otak, paru, ginjal, dan
organ lain.
g. Sindrom Kompartemen
Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk
kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas permanen jika tidak ditangani
segera.
h. Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan iskemia, dan gangguan
syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri atau keadaan penekanan syaraf karena
pemasangan gips, balutan atau pemasangan traksi.(Brunner & suddarth, 2002: 2390).
H. Pemeriksaan Penunjang
1. X.Ray
2. Foto Ronsen
3. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
4. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
5. CCT kalau banyak kerusakan otot.
(Carpenito 2000:50)
I. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan dan Terapi Medis
a. Pemberian anti obat antiinflamasi.
b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
d. Bedrest, Fisioterapi
2. Konservatif
Pembedahan dapat mempermudah perawatan dan fisioterapi agar mobilisasi dapat
berlangsung lebih cepat. Pembedahan yang sering dilakukan seperti disektomi dengan peleburan
yang digunakan untuk menyatukan prosessus spinosus vertebra; tujuan peleburan spinal adalah
untuk menjembatani discus detektif, menstabilkan tulang belakang dan mengurangi angka
kekambuhan. Laminectomy mengangkat lamina untuk memanjakan elemen neural pada kanalis
spinalis, menghilangkan kompresi medulla dan radiks. Microdiskectomy atau percutaeneus
diskectomy untuk menggambarkan penggunaan operasi dengan mikroskop, melihat potongan
yang mengganggu dan menekan akar syaraf.
(Carpenito 2000:50)
a. Pengkajian
B1 (Breathing) : Napas pendek
B2 (Blood) : Hipotensi, bradikardi,
B3 (Brain) : Pusing saat melakukan perubahan posisi, nyeri tekan otot, hiperestesi tepat
diatas daerah trauma dan mengalami deformitas pada daerah trauma.
B4 (Bleader) : Inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut dan
peristaltic hilang
B5 ( Bowel) : Mengalami distensi perut dan peristaltik usus hilang
B6 (Bone) : Kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal, hilangnya sensasi dan
hilangnya tonus otot dan hilangnya reflek.
b. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa yang yang mungkin kita angkat dan menjadi perhatian pada fraktur servikal,
diantaranya :
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmakerusakan
b. Mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan gangguan rasa nyaman nyeri
c. Berhubungan dengan adanya cedera gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan
d. Dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.
e. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.
(Brunner & suddarth, 2002: 2392).
c. Intervensi Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmakerusakan
Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen
Kriteria hasil : Pentilasi adekuat
Intervensi :
1) Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.
R/: Pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/
mempertahankan jalan nafas.
2) Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret.
R/ : Jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan
mengurangi resiko infeksi pernapasan.
3) Kaji fungsi pernapasan.
R/: Trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot
pernapasan mengalami kelumpuhan.
4) Auskultasi suara napas.
R/ : Hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.
5) Observasi warna kulit.
R/: Menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera.
6) Kaji distensi perut dan spasme otot.
R/: Kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma.
7) Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.
R/: Membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.
8) Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan.
R/: Menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya
kegagalan pernapasan.
9) Pantau analisa gas darah.
R/: Untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi
PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.
10) Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi
pernapasan.
R/: Membentu pasien dalam bernafas.
11) Lakukan fisioterapi nafas.
R/: Mencegah sekret tertahan (Brunner & suddarth, 2002: 2392-2393).
d. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan. Ada tiga fase dalam tindakan keperawatan, yaitu :
1. Fase Persiapan
Meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana, pengetahuan dan keterampilan
menginterpretasikan rencana, persiapan klien dan lingkungan.
2. Fase Intervensi
Merupakan puncak dari implementasi yang berorientasi pada tujuan dan fokus pada
pengumpulan data yang berhubungan dengan reaksi klien termasuk reaksi fisik, psikologis,
sosial dan spiritual. Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung
jawab secara professional, yaitu :
a. Secara Mandiri (Independen)
Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi
masalahnya atau menanggapi reaksi karena adanya stressor (penyakit), misalnya :
1) Membantu klien dalam melakukan kegiatan sehari hari
2) Melakukan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus
3) Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar.
4) Menciptakan lingkungan terapeutik
b. Saling ketergantungan/ kolaborasi (Interdependen)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerja sama sesama tim perawatan atau kesehatan lainnya
seperti dokter, fisiotherapy, analisis kesehatan, dsb.
c. Rujukan/ Ketergantungan
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain diantaranya dokter, psikologis,
psikiater, ahli gizi, fisiotherapi, dsb.
Pada penatalaksanaanya tindakan keperawatan dilakukan secara :
1). Langsung : Ditangani sendiri oleh perawat
2). Delegasi : Diserahkan kepada orang lain/ perawat lain yang dapat dipercaya
3. Fase Dokumentasi
Merupakan terminasi antara perawat dan klien. Setelah implementasi dilakukan dokumentasi
terhadap implementasi yang dilakukan. Ada tiga sistem pencatatan yang digunakan :
a. Sources Oriented Record
e. Evaluasi Keperawatan
Adalah mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang
dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Teknik penilaian yang didapat dari beberapa cara,
yaitu :
1. Wawancara : Dilakukan pada klien dan keluarga
2. Pengamatan : Pengamatan klien terhadap sikap, pelaksanaan, hasil yang dicapai dan
perubahan tingkah laku klien.
Jenis evaluasi ada dua macam, yaitu :
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera.
b. Evaluasi Sumatif
Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada saat tertentu
berdasarkan tujuan rekapitulasi dari hasil yang direncanakan pada tahap perencanaan. Ada tiga
alternatif yang dapat dipergunakan oleh perawat dalam memutuskan/ menilai :
1) Tujuan tercapai : Jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian : Jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari standar dan
kriteria yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai : Jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali dan
akan timbul masalah baru.
(Deonges,2000: 635)
Daftar Pustaka
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC,
Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Herman Santoso, dr., SpBO (2000), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem
Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.
FORMAT PENGKAJIAN DATA
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
BIODATA
Nama : Ny. FU
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 60 tahun
Status Perkawinan : nikah
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Agama : islam
Pendidikan Terakhir : S1
Alamat : malang
No. Register : 1527xxx
Tanggal MRS : 19 09 - 2015
Tanggal Pengkajian : 21 09 - 2015
KESEHATAN KLIEN RIWAYAT
1. Keluahan Utama / Alasan Masuk Rumah Sakit
P : nyeri bertambah saat digerakkan
Q : seperti kesemutan kemeng - kemeng
R : kaki kanan bagian betis
S : skala 3
T : terus menerus
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak tgl 19 September jatuh di kamar mandi kemudian dibawa ke RSI dilakukan pembidaian
dan di rontgen kemudian dirujuk ke RSSA masuk UGD kemudian di pindah ke ruang 21
3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Pasien mengatakan tidak pernah memiliki penyakit menahun seperti hipertensi, diabetes
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan keluarga tidak memiliki penyakit keturunan maupun menular dan tidak
pernah mengalami penyakit seperti yang di alami pasien
DATA PSIKOSOSIAL
A. Pola komuniasi : baik
B. Orang yang paling dekat dengan klien : suami
C. Rekreasi : piknik
Hobby : mengaji
Pengguan waktu senggang : berkumpul dengan keluarga
D. Dampak dirawat di rumah sakit : pasien tidak bisa menikmati suasana di rumah
E. Hubungan dengan orang lain / interaksi sosial : komunikasi dengan orang lain baik
F. Keluarga yang dihubungi bila diperlukan : suami dan anak
DATA SPIRITUAL
A. Ketaatan beribadah : pasien sholat 5 waktu
B. Keyakinan terhadap sehat / sakit : pasien percaya sakitnya disebabkan faktor usia
C. Keyakinan terhadap penyembuhan : pasien ikhlas dan berserah diri kepada allah
PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum / keadaan umum : Compos metis
Tanda / tanda vital
Suhu tubuh : 37,50 C nadi : 84 x/ menit
Tekanan darah : 120/70 mmhg respirasi : 20 x/ menit
Tinggi badan : 150 cm berat badan : 55 kg
B. Pemeriksaan kepala dan leher :
1. Kepala dan rambut
a. Bentuk kepala : bulat
Ubun ubun : keras, tidak cekung
Kulit kepala : bersih, putih
b. Rambut :hitam, tebal
Penyebaran dan keadaan rambut : penyebaran rat
Bau : tidak bau
Warna : hitam
c. Wajah : simetris
Warna kulit : coklat
Struktur wajah : lengkap
2. Mata
a. Kelengkapan dan kesimetrisan: simetris
b. Kelopak mata : tidak ada odema, tidak ada luka
c. Konjungtiva dan sclera : tidak pucat, tidak ada perubahan warna, tidak ikterus
d. Pupil : miosis
e. Kornea dan iris : tidak ada peradangan
f. Ketajaman penglihatan / virus : normal, 6/6
g. Tekanan bola mata : tidak terkaji karena tidak ada alat
3. Hidung
a. Tulang hidung dan posisi septum nasi: tidak ada pembengkakan
b. Lubang hidung : simetris
c. Cuping hidung : tidak ada
4. Telinga
a. Bentuk Telinga : simetris kiri dan kanan
Ukuran Telinga : Normal, Simetris
Ketegangan Telinga : Normal
b. Lubang Telinga : bersih, tidak ada senimen
c. Ketajaman Pendengaran : normal, pasien menjawab pertanyaan dengan benar
5. Mulut dan Faring
a. Keadaan bibir : Bersih, warna bibir merah, tidak kering.
b. Keadaan Gusi dan Gigi : Gusi baik, gigi terlihat bersih dan tidak memakai gigi palsu.
c. Keadaan Lidah : Nampak bersih, tidak ada tremor lidah
6. Leher
a. Posisi Trakhea : Simetris
b. Tiroid : Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tyroid
c. Suara : Baik, normal
d. Kelenjar Lymphe : tidak ada pembesaran
e. Vena Jugularis : tidak ada pembesaran
f. Denyut nadi Coratis : teraba
C. Pemeriksaan Integumen (Kulit)
a. Kebersihan : bersih
b. Kehangatan : akral hangat
c. Warana : coklat
d. Turgor : kurang dari 2 detik
e. Tekstur : halus, sedikit keriput
f. Kelembapan : lembap
g. Kelainan pada kulit : tidak ada kelainan
D. Pemeriksaan Payudara dan Ketiak
a. Ukuran dan bentuk payudara : simetris
b. Warna payudara dan Aerola : coklat
c. Kelainan-kelainan payudara dan putting : normal
d. Axial dan Clavicula : tidak ada nyeri tekan
E. Pemeriksaan Thorak / Dada
1. Inspeksi Thorak
a. Bentuk Thorak : simetris
b. Pernafasan
Frekuensi : 20 x / menit
Irama : reguler / teratur
3. Pemeriksaan Jantung
a. Inspeksi dan Palpasi
Pulpasi : tidak teraba
Ictus Cordis : normal
b. Perkusi
Batas-batas Jantung : normal
c. Auskultasi
Bunyi jantung I : tunggal
Bunyi jantung II : tunggal
Bising/murmur : tidak terdengar
Frekuensi Denyut Jantung : 84 x/ menit
F. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk abdomen :buncit
Benjolan/massa : tidak teraba massa
b. Auskultasi
Peristaltik Usus : 10 x / menit
Bunyi Jantung Anak/BJA :-
c. Palpasi
Tanda nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
Benjolan/massa : tidak ada benjolan
Tanda-tanda Ascites : tidak ada
Hepar : tidak ada nyeri tekan
Lien : tidak ada nyeri tekan
Titik Mc. Burne : tidak ada nyeri tekan
d. Perkusi
Suara Abdomen : dullnes
Pemeriksaan Ascites : tidak ada
Malang, tgl
Perawat,
ANALISA DATA
Nama Pasien : Ny. Fu
Umur : 60
No. Reg : 1527363
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. Fu
Umur :60
No. Reg : 1527363
N RUMUSAN DIAGNOSA
TANGGAL TERATASI TTD
O KEPERAWATAN
1)
21 September 15 Nyeri akut berhubungan dengan
pergeseran posisi tulang
2)
23 September 15 Diskontinuitas jaringan berhubungan
PRIORITAS MASALAH
Nama Pasien : Ny. Fu
Umur : 60
No. Reg : 1527363
NOD
TANGGAL DAFTAR MASALAH TTD
X
1)
21 September 15 Nyeri akut berhubungan dengan pergeseran posisi
tulang
23 September 15 Diskontinuitas jaringan berhubungan dengan luka
oprasi
23 september 15 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
pemasangan fiksasi interna
23 september 15 Resiko infeksi berhubungan dengan insisi
pembedahan dan pemasangan fiksasi interna
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. Fu
Umur : 60
No. Reg : 1527363
4)
IMPLEMENTASI
Nama Pasien : Ny. Fu
Umur : 60
No. Reg : 1527363
TANGGAL /
TINDAKAN KEPERAWATAN TTD
JAM
21 September 2015
/ 11.00 1) Melakukan pendekatan kepada klien dan keluarga
2) Mengkaji tingkat intensitas nyeri dan frekuensi
3) Menjelaskan pada klien penyebab dari nyeri
4) Mengobservasi ttv
5) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian analgesik
Po Cefadroxil 500 mg
Po Pamol 100 mg
23 September 2015
/ 05.00
1) Melakukan pendekatan kepada klien dan keluarga
4) Observasi ttv
- Ketorolac 20 mg
- Ranitidin 50 mg
EVALUASI
Nama Pasien : Ny. Fu
Umur : 60
No. Reg : 1527363
TANGGAL /
CATATAN PERKEMBANGAN TTD
JAM
21 September 2015
/ 12.00 S: P: nyeri saat digerakkan
Q. seperti kesemutan kemeng kemeng
R: kaki kanan bagian atas
S: skal 3
T: terus menerus
O: - mengeluh masih sakit
- Membatasi pergerakan pada kaki bagian atas
- TD: 120 / 70 mmHg S: 370C
N: 82 x/menit RR: 20 x/ menit
A: masalah belum teratasi
23 September 2015
P: ulangi intervensi 1245 dan rencana oprasi
/
S: P: nyeri sekali
Q. seperti ketusuk paku
R: kaki kanan bagian atas
S: skal 5
T: terus menerus
O: - mengeluh sangat sakit
- Membatasi pergerakan
- Memegangi kaki kanan bagian betis
- Gmice (+)
- TD: 140 / 70 mmHg S: 370C
N: 82 x/menit RR: 20 x/ menit
A: masalah belum teratasi
23 September 2015
P: ulangi intervensi 1245
24 September S: skala 3
2015
T: hilang timbul
O: - grimace (-)
- Mengeluh sedikit nyeri
- TD: 120/70 mmHg S: 35,20C
N: 78 x/menit RR: 22 x/ menit
A: masalah teratasi sebagian
P: hentikan intervensi pasien pulang
S: tidak terasa bengkak pada kaki
O: - tidak ada ytanda-tanda infeksi
24 September
2015 - S: 35,2 0 C
- Sprei kering dan bersih
A: masalah belum teratasi
P: hentikan intervensi, berikan KIE: jangan menyentuh
luka, luka usahakan jangan terkena air, jangan coba
24 September
2015 menginjak tanah sebelum disuruh dokter