You are on page 1of 7

I.

Tinjauan Pustaka
[1] T. H. Milaningrum, "OPTIMALISASI PENCAHAYAAN ALAMI
DALAM EFISIENSI ENERGI DI PERPUSTAKAAN UGM," pp. 1-8.
"Sistem pasif ini bias dicapai dengan teknik desain arsitektur yang
mengolah tatanan ruang, bidang, massa, dan elemen arsitektur. Pendekatan
bioklimatik pada dasarnya bertitik tolak dari dua hal fundamental untuk
menentukan strategi desain yang responsif terhadap lingkungan global
yaitu kondisi kenyamanan manusia dan penggunaan energi secara pasif. ."

[2] A. Aziz, "Kajian Terhadap Kenyamanan Ruang Teori di Fakultas Teknik


Universitas Negeri Yogyakarta di Tinjau dari Pencahayaan Alami da
Pencahayaan Campuran" pp. 1-6.
" Kuat pencahayaan pada ruang teori diukur dengan menggunakan lux
meter pada pukul 07.00 wib semua ruang belum mencapai standar
minimum, pada pukul 12.00 wib 3 (tiga) ruang teori atau 23 % ruang
sudah mencapai standar minimum"

[3] N. Amin, "Optimasi Sistem Pencahayaan dengan Memanfaatkan Cahaya


Alami" Jurnal Ilmiah Foristek, vol. I, no. 1, pp. 43-50, 2011.
" Pemanfaatan cahaya matahari untuk pencahayaan ruangan memberikan
efisiensi pemakaian energi listrik untuk lampu dan mengurangi biaya
konsumsi listrik hingga 36 persennya. Pemilihan lampu dan peletakan
luminer sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas cahaya yang
diberikan pada bidang kerja."

II. Teori Penunjang


9.1 Pencahayaan Alami
9.1.1 Pengertian Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar
matahari [1]. Penggunaan pencahayaan alami ini dapat memberikan keuntungan
berupa penghematan energi listrik yang digunakan pada sebuah bangunan.
Namun, pencahayaan alami mempunyai kelemahan berupa intensitas cahaya
yang dipancarkan tidak tetap.
Pencahayaan alami pada suatu ruangan dapat didapatkan dengan
digunakaannya jendela jendela yang besar atau penggunaan dinding dinding
kaca. Hal ini menyebabkan intensitas cahaya yang masuk besar dan tersebar di
seluruh ruangan. Namun,apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan
alami atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi, dapat digunakan
pencahayaan buatan[2].

9.1.2 Kriteria Perancangan


Kriteria perancangan
pada pencahayaan alami
ditentukan sesuai Standar
Nasional Indonesia RSNI 03-
2396- 2001[3] sebagai
berikut:

9.1.2.1 Faktor
pencahayaan alami
pada siang hari
Pada pencahayaan
alami terdapat 3
komponen yang
dapat empengaruhi
distribusi
pencahayaannya.
Salah satunya
komponen langit
(faktor langit-fl),
yaitu perbandingan tingkat pencahayaan langsung dari langit di titik
tersebut dengn tingkat pencahayaan oleh terang langit pada bidang
datar dilapangan terbuka.
Faktor langit adalah selalu lebih kecil dari faktor pencahayaan
di siang hari. Perhitungan pada faktor langit berguna untuk
memudahkan perhitungan, dikarenakan fl merupakan komponen yang
terbesar pada titik ukur.

9.1.2.2 Faktor faktor Pencahayaan Alami


Faktor pencahayaan alami siang hari adalah perbandingan
tingkat pencahayaan pada suatu titik darisuatu bidang tertentu di dalam
suatu ruangan terhadap tingkat pencahayaan bidang datar di lapangan
terbuka yang merupakan ukuran kinerja lubang cahaya ruangan
tersebut. Faktor pencahayaan alami siang hari terdiridari 3 komponen
meliputi:
1.Sky component (SC), yaitu komponen pencahayaanlangsung dari
cahaya langit;
2. Externally reflected component (ERC), yaitu komponen
pencahayaan yang berasal dari refleksibenda-benda yang berada di
sekitar bangunan yangbersangkutan;
3. Internally reflected component (IRC), yaitu komponen pencahayaan
yang berasal dari refleksipermukaan-permukaan dalam ruangan.
Gambar...Tiga Komponen Cahaya Langit yang sampai pada Suatu Titik
di Bidang Kerja

9.1.2.3 Persamaan untuk menentukan faktor pencahayaan alami


Penetapan nilai dari faktor langit didasarkan pada kriteria langit
perancangan yang memberikan kekuatan pencahayaan pada titik
dibidang datar dilapangan terbuka sebsar 10.000 lux.

Gambar .... Bentuk Lubang Cahaya Efektif Persegi Panjang


Berikut merupakan persamaan faktor pencahayaan alami siang
hari pada komponen langit (faktor langit-fl):

{ }
L
1 L 1 D
fl=
2
tan1 ( )
D
tan 1


2 2
H H
1+ ( )
D
1+ ( )
D

Keterangan :
L = Lebar lubang cahaya efektif
H = Tinggi lubang cahaya efektif
D = Jarak titik ukur ke lubang cahaya

Selain menggunakan perhitungan matematis menggunakan


persamaan diatas untuk menghitung faktor langit, dapat digunakan
menggunakan metode tabel/analitis. Berikut tabel untuk mengetahui
nilai dari faktor langit:
Gambar .... Tabel untuk Metode Analitis

9.1.2.3 Titik Ukur

9.1.2.4 Titik Ukur


Adapun berikut merupakan langkah-langkah dalam penentuan
titik ukur:
a. Titik ukur diambil pada suatu bidang datar yang letaknya pada
tinggi 0,75 meter di atas lantai. Bidang datar tersebut disebut
bidang kerja.
Gambar .... Tinggi dan Lebar Cahaya Efektif

b. Untuk menjamin tercapainya suatu keadaan pencahayaan yang


cukup memuaskan, maka Faktor Langit (fl) titik ukur tersebut
harus memenuhi suatu nilai minimum tertentu yang ditetapkan
menurut fungsi dan ukuran ruangannya.
c. Dalam perhitungan digunakan dua jenis titik ukur :
1) Titik Ukur Utama (TUU), diambil pada tengah-tengah antar
1
d
kedua dinding samping, yang berada pada jarak 3 dari

bidang lubang cahaya efektif.


2) Titik Ukur Samping (TUS), diambil pada jarak 0,5 meter dari
1
d
dinding samping, yang juga berada pada jarak 3 dari

bidang lubang cahaya efektif. Dengan d adalah ukuran


kedalaman ruangan, diukur dari mulai bidang lubang cahaya
efektif hingga pada dinding seberangnya, atau hingga pada
bidang batas dalam ruangan yang hendak dihitung
pencahayaannya itu.
Gambar .... Penjelasan Mengenai Jarak d

3) Jarak d pada dinding tidak sejajar


Apabila kedua dinding yang berhadapan tidak sejajar,
maka untuk d diambil jarak ditengah antara kedua dinding
samping tadi, atau diambil jarak rata-ratanya.
1
d
4) Ketentuan jarak 3 minimum

Untuk ruang dengan ukuran d sama dengan atau kurang


1
d
daripada 6 meter, maka ketentuan jarak 3 diganti dengan

jarak minimum 2 meter.

9.1.2.5 Lubang Cahaya Efektif


Pada umumnya cahaya dari langit masuk kedalam ruangan
melalui lubang cahaya efektif pada beberapa dinding. Sehingga pada
setiap dinding akan memiliki lubang cahaya efektif sendiri-sendiri.
Adapun penyebab adanya lubang cahaya efektif yaitu bentuk bangunan
itu sendiri yang menyempitkan pandangan keluar, pembatasan oleh
letak bidang kerja terhadap bidang lubang cahaya atau bagian dari
jendela yang dibuat dari bahan yang tidak tembus cahaya.
Dafpus:

You might also like