Professional Documents
Culture Documents
html
Bunuh Diri
Pendahuluan
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko untuk diri sendiri atau melakukan
tindaan yang dapat mengancam nyawa. Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan
oleh seseorang untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk
aktivitas bunuh diri niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang
diinginkan (Stuart dan Sundeen 1995).
Petunjuk psikiatrik :
a~ Upaya bunuh diri sebelumnya
b~ Kelainan afektif
c~ Alkoholisme dan penyalahgunaan obat
d~ Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja
e~ Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia
Riwayat psikososial:
a~ Baru berpisah, bercerai/ kehilangan
b~ Hidup sendiri
c~ Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami
Faktor-faktor kepribadian :
a~ Implisit, agresif, rasa bermusuhan
b~ Kegiatan kognitif dan negatif
c~ Keputusasaan
d~ Harga diri rendah
e~ Batasan/gangguan kepribadian antisosial
Tingkatan
Menurut Tri Aan (2009), perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
Suicidal ideation. Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda
yang digunakan tanpa melakukan aksi/tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan
mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa
pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
Suicidal intent. Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit
untuk melakukan bunuh diri,
Suicidal threat. Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam bahkan
ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
Suicidal gesture. Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk
melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan,
misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi
karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu
ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami
konflik mental. Tahap ini sering di namakan Crying for help sebab individu ini sedang berjuang
dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
Suicidal attempt. Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin
mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan. Walaupun demikian banyak
individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa
percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang
pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu
yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
Tinjauan Psikologis
Teori Psikodinamik
Psikodinamik memandang tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh seorang individu adalah
merupakan masalah depresi klasik, dalam hal ini, seseorang yang mempunyai agresifitas yang tinggi
dalam menyerang dirinya sendiri (Meningger, dalam Meyer & Salmon, 1998). Konsep Freud tentang
insting mati (death instinct), thanatos, merupakan konsep yang mendasari hal tersebut dan menjadi
pencetus bagi seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri. Teori Psikodinamik menyatakan bahwa
kehilangan kontrol ego individu, menjadi penyebab individu tersebut melakukan bunuh diri (Meyer &
Salmon, 1998). Freud menyatakan jika depresi adalah kemarahan seseorang yang ditujukan kepada
dirinya sendiri. Secara spesifik, ego yang terdapat pada seseorang yang berada pada kondisi seperti hal
tersebut, dihadirkan kepada orang yang telah meninggalkannya. Kemarahan akan menjadi lebih besar
jika orang yang depresi berharap untuk menghapus kesan atau sosok dari orang yang
meninggalkannya. Penghapusan atau penghilangan kesan atau gambar tersebut dilakukan kepada
dirinya sendiri dengan jalan bunuh diri. Teori ini menyatakan jika bunuh diri merujuk pada suatu
manifestasi kemarahan kepada orang lain. Teori psikodinamik menyepakati atau menghendaki orang-
orang yang bunuh diri jangan mengekspresikan kemarahannya ke dalam catatan atau surat, karena
mereka tidak akan bisa mengekspresikan emosi tersebut dan mengembalikan perasaan tersebut kepada
diri mereka. Aliran-aliran psikodinamik terbaru yang muncul, masih terfokus pada kemarahan pada
diri sendiri sebagai inti permasalahan atau penyebab terjadinya tindakan bunuh diri atau usaha bunuh
diri (Maltsberger, dalam Hoeksema, 2001).
Teori Kognitif-Behavior
Klasifikasi
Inisiator Kematian (Death Initiators). Inisiator-inisiator mati juga mempunyai keinginan yang jelas
untuk mati, tetapi mereka percaya jika kematian mau tidak mau akan segera mereka rasakan. Individu
yang menderita penyakit serius tergolong ke dalam tipe ini. Sebagai contoh, beberapa penderita
HIV (Human Immunodeficiency Virus), sebelum mereka mendapatkan perawatan, baik itu perawatan
medis atau bukan, terlebih dahulu memutuskan untuk bunuh diri. Hal ini mereka lakukan dengan
pertimbangan bahwa mati lebih baik dari pada harus menghadapi penyakit mereka yang mau tidak
mau akan bertambah parah dan kemungkinan berubah menjadi AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome).
Penantang Kematian (Death Darers). Ragu-ragu (Ambivalent) dalam memandang kematian, dan
mereka bertindak jika kesempatan untuk mati bertambah besar. Tetapi hal tersebut, bukanlah suatu
jaminan jika mereka akan mati. Orang-orang yang menelan segenggam obat atau pil tanpa mengetahui
seberapa berbahaya obat atau pil tersebut, kemudian memanggil seorang teman, tergolong ke dalam
tipe ini. Anak-anak muda yang secara acak memasukkan sebuah peluru ke dalam pistol, kemudian
mengarahkan ke kepala mereka juga termasuk ke dalam tipe ini. Orang-orang yang termasuk Death
Darers, adalah orang-orang yang membutuhkan perhatian atau membuat seseorang atau orang lain
merasa bersalah. Dan hal tersebut, melebihi keinginan mereka untuk mati.
Isyarat bunuh diri ditunjukan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya
dengan mengatakan, tolong jaga anak-anak saya karena saya akan pergi jauh! atau segala sesuatu
akan lebih baik tanpa saya.
Dalam kondisi ini pasien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri hidupnya, tetapi tidak
disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan
seperti rasa bersalah, sedih, marah, putus asa, atau tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal
negative tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai oleh
rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara
aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan
diri. Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus
dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh
dirinya.
Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri
kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum
racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
Anomic Suicide. Kondisi ketidaknormalan individu berada pada posisi yang sangat rendah, individu
adalah orang yang terkatung-katung secara sosial. Anomic suicide adalah hasil dari adanya gangguan
yang nyata. Sebagai contoh, seseorang yang tiba-tiba harus kehilangan pekerjaannya yang berharga
kemudian melakukan tindakan bunuh diri termasuk ke dalam tipe ini. Anomie disebut juga kehilangan
perasaan dan menjadi kebingungan.
Egoistic Suicide. Kekurangan keterikatan dengan komunitas sosial atau masyarakat, atau dengan kata
lain individu kehilangan dukungan dari lingkungan sosialnya atau masyarakat. Sebagai contoh, orang-
orang yang sudah lanjut usia (elderly) yang membunuh diri mereka sendiri setelah kehilangan kontak
atau sentuhan dari teman atau keluarganya bisa dimasukkan ke dalam kategori ini.
Altruistic Suicide. Pengorbanan diri (self-sacrifice) sebagai bentuk peran serta sosial dan untuk
mendapatkan penghargaan dari masyarakat, sebagai contoh kamikaze atau seppuku di jepang. Tipe ini
disebut jugaformalized suicide
Fatalistic Suicide. Merupakan bunuh diri sebagai akibat hilangnya kendali diri dan merasa jika bisa
menentukan takdir diri sendiri dan orang lain. Bunuh diri massal yang dilakukan oleh 39 orang
anggota Heavens Gate cult adalah contoh dari tipe ini. Kehidupan 39 orang ini berada di tangan
pemimpinnya.
Rentang Respons
Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap sitosional yang
membutuhan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang
berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan di tempat kerjanya .
Beresiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan
diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa
path semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
melakukan pekerjaan secara optimal.
Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan
dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang
tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak
optimal.
Pencederaan diri
Seseorang melakukan perccobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap
situasi yang ada.
Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.
Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (2004), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa
bermusuhan, implisif dan depresi.
Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan
berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting untuk prilaku
destruktif.
Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi media proses
yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2006) faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :
1~ Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti.
2~ Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3~ Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
4~ Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
Penyebab lain:
1~ Adanya harapan untuk reuni dan fantasy.
2~ Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaan
3~ Tangisan untuk minta bantuan
4~ Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan yang lebih baik
Mekanisme Koping
Mood/affek
Depresi yang persisten, merasa hopelessness, helplessness, isolation, sedih, merasa jauh dari orang
lain, afek datar, sering mendengar atau melihat bunyi yang sedih dan unhappy, membenci diri sendiri,
merasa dihina, sering menampilkan sesuatu yang tidak adekuat di sekolah, mengharapkan untuk
dihukum.
Perilaku/behavior
Perubahan pada penampilan fisik, kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang
mendengarkan, gangguan tidur, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit, perilaku antisocial :
menolak untuk minum, menggunakan obat-obatan, berkelahi, lari dari rumah.
Menolak untuk ke sekolah, bolos dari sekolah, withdraw sosial teman-temannya, kegiatan-kegiatan
sekolah dan hanya interest pada hal hal yang menyenangkan, kekurangan system pendukung sosial
yang efektif.
Keterampilan koping
Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan support system,
melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya.
Berbagai istilah untuk menguraikan mencederaikan diri antara lain : aniaya diri, agresi yang di
arahkan pada diri sendiri, membahayakan diri, cederai membebani diri, mutilasi diri. Cedera diri
didefisinikan suatu tindakan membahayakan diri sendiri yang dilakukan dengan sengaja tanpa bantuan
orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk umum perilaku pencederaan
diri termasuk melukai dan membakar kulit, membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai
tubuhnya sedikit-demi sedikit, menggigit jarinya. Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang
jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Aktivitas ini dapat diklasifikasikan sebagai
langsung atau tidak langsung. Perilaku destruktif diri langsung, mencangkup setiap bentuk aktivitas
bunuh diri, tujuannya adalah kematian dan individu menyadari hal tersebut hasil yang diinginkan.
Perilaku destruktif diri tak langsung termasuk tipe aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu
yang dapat mengarah pada kematian. Individu tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi
kematian akibat perilakunya dan biasanya akan menyangkal apabila dikonfrontasi. Durasi dari
perilakunya biasanya lebih lama daripada perilaku bunuh diri. Perilaku destruktif diri tak langsung
meliputi : merokok, mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam tindakan rekreasi beresiko
tinggi. Prnyalah gunaan zat perilaku menyimpang secara sosial, perilaku yang menimbulkan stres,
gangguan makan, ketidakpatuhan pada tindakan medik.
Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
Masa kanak- kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya, atau saksi
penganiayaan.
Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan
dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam ( pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap
perilaku kekerasan akan menciptakan seolah- olah perilaku kekerasan diterima (permisive).
Bioneurolgis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal, dan
ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan oranglain. Kondisi
klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang
kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang
ribut, padat, kritikan yang menghina pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaann
dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik
dapat pula memicu perilaku kekerasan.
Mekanisme Koping
Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang berhubungan dengan
perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan
diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif. Perilaku bunuh diri
menunjukka kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakir
untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan
kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.
Terapi
Pendekatan Psikodinamika
Psikoanalisa tradisional bertujuan membantu orang yang depresi untuk memahami perasaan mereka
yang ambivalen terhadap orang-orang (objek) penting dalam hidup mereka yang telah atau terancam
hilang. Dengan menggali perasaan-perasaan marah terhadap objek yang hilang, mereka dapat
mengarahkan rasa marah keluarmelalui ekspresi verbal dari perasaan.
Pendekatan Behavioral
Pendekatan penanganan behavioral beranggapan bahwa perilaku depresi dipelajari dan dapat
dihilangkan(unlearned). Terapis perilaku bertujuan secara langsung memodifikasi perilaku dan bukan
untuk menumbuhkan kesadaran terhadap kemungkinan penyebab yang tidak disadari dari perilaku-
perilaku ini. Terapi ini telah terbukti berhasil dalam menangani depresi untuk orang dewasa dan juga
anak (Craighead& Ilardi, 1998). Salah satu program behavioral yang ilustratif telah dikembangkan
oleh Lewinshon dan koleganya. Program ini terdiri dari sebuah program terapi kelompok dengan 12
sesi selama 8 minggu yang diorganisasikan sebagai suatu kursuscoping with depression (CWD)
course. Kursus ini membantu klien memperoleh keterampilan relaksasi, meningkatkan aktivitas yang
menyenangkan, dan membangun keterampilan sosial yang memungkinkan mereka
mendapatkan reinforcement sosial.
Pendekatan Kognitif
Teoretikus kognitif percaya bahwa pikiran yang terdistorsi memainkan suatu peran kunci dalam
perkembangan depresi. Terapi kognitif yang dikembangkan Aaron Beck dan koleganya telah
mengembangkan suatu pendekatan penanganan yang multikomponen. Orang yang depresi cenderung
untuk berfokus pada bagaimana perasaan mereka dan bukan pada pikiran-pikiran yang mungkin
mendasari kondisi perasaan mereka. Artinya, mereka biasanya memberikan lebih banyak perhatian
pada bagaimana buruknya perasaan mereka dibanding pada pikiran-pikiran yang kemungkinan
memicu atau mempertahankan mood yang depresi.
Pendekatan biologis dalam penyembuhan perilaku abnormal berpendapat bahwa gangguan mental,
seperti penyakit fisik disebabkan oleh disfungsi biokimiawi atau fisiologis otak. Terapi fisiologis
dalam upaya penyembuhan perilaku abnormal meliputi kemoterapi, elektrokonvulsif dan prosedur
pembedahan.
Kemoterapi (Chemotherapy)
Chemotherapy atau Kemoterapi dalam kamus J.P. Chaplin diartikan sebagai penggunaan obat bius
dalam penyembuhan gangguan atau penyakit-penyakit mental. Adapun penemuan obat-obat ini
dimulai pada awal tahun 1950-an, yaitu ditemukannya obat yang menghilangkan sebagian gejala
Schizophrenia. Beberapa tahun kemudian ditemukan obat yang dapat meredakan depresi dan sejumlah
obat-obatan dikembangkan untuk menyembuhkan kecemasan.
a~ Antianxiety Drugs
Yaitu obat yang dapat menurunkan kecemasan dan termasuk pada golongan yang
dinamakan benzodiazepin. Obat-obatan ini sering dikenal dengan transkuiliser
(penenang).
b~ Anti Depressant
Obat anti depressant sering diberikan pada pasien yang mengalami depresi mayor. Selain
itu juga untuk membantu meningkatkan mood individu yang terdepresi. Obat ini lebih
memberikan efek pada membangkitkan energi. Obat anti depressant cenderung
mengurangi depresi pada aspek fisik. Contohnya, mereka cenderung untuk meningkatkan
tingkat aktivitas pasien untuk mengurangi gangguan makan dan tidur.Orang yang
mengalami depresi berat sering mengalami insomnia oleh karena itu pemberian anti
depressant harus mempertimbangkan waktu pemberian. Hal ini menjadi pertimbangan
manakala beberapa pasien yang berada di rumah sakit selama periode tertentu
mempunyai kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Akan tetapi pemberian obat
anti depressant yang berlebihan akan menyebabkan kematian.
c~ Antipsychotic
Obat anti psikotik sangat efektif untuk menghilangkan halusinasi dan konfusi dari satu
episode schizophrenia ikut serta membantu pemulihan proses berpikir yang
rasional. Obat ini tidak menyembuhkan schizophrenia, akan tetapi membantu pasien agar
dapat berfungsi diluar rumah sakit. Anti psikotik dapat mempersingkat masa perawatan
pasien dan mencegah kekambuhan. Walaupun demikian obat ini memiliki efek samping
terhadap mulut menjadi kering, pandangan kabur, konsentrasi berkurang hingga gejala
neurologis.
d~ Lithium
Bangsa Yunani pertama kali menggunakan metal lithium untuk obat-obatan psycho
active. Mereka menentukan kandungan air mineral untuk pasien dengan gangguan
bipolar afektif, walaupun demikian mereka belum memahami mengapa hal ini kadang-
kadang bisa menghasilkan kesembuhan. Akibat ini kemungkinan besar dikarenakan air
mineral yang mengandung lithium. Metal lithium dalam bentuk tablet dapat meratakan
hasil periode tingkah laku depresif pada tingkat sedang dari persediaan norephinephrin.
Electroconvulsive
Terapi elektrokonvulsif (electroconvulsive therapy) dijelaskan oleh psikiater asal Itali Ugo Carletti
pada tahun 1939. Pada terapi ini dikenal electroschot therapy, yaitu adanya penggunaan arus listrik
kecil yang dialirkan ke otak untuk menghasilkan kejang yang mirip dengan kejang epileptik. Pada saat
ini ECT diberikan pada pasien yang mengalami depresi yang parah dimana pasien tidak merespon
pada terapi otak. Secara khusus, pasien dengan terapi ECT mendapatkan satu treatment dalam tiga
atau beberapa minggu. ECT dapat menyebabkan ketidaksadaran, walaupun demikian arus listrik yang
dialirkan sangatlah lemah. Arus listrik dialirkan melalui pelipis menuju ke sisi hemisfer serebral non
dominan. Individu akan terbangun dalam beberapa menit kemudian dan tidak ingat apapun tentang
terapi. Efek samping dari terapi ECT ini adalah gangguan memori yang menimbulkan kekosongan
memori sehingga pasien mengalami gangguan kemampuan untuk menambah informasi baru selama
beberapa waktu.
Psychosurgery
Pada terapi ini, tindakan yang dilakukan adalah adanya pemotongan serabut saraf dengan penyinaran
ultrasonik. Psychosurgery merupakan metode yang digunakan untuk pasien yang menunjukan tingkah
laku abnormal, diantaranya pasien yang mengalamai gangguan emosi yang berat dan kerusakan pada
bagian otaknya. Pada pasien yang mengalami gangguan berat, pembedahan dilakukan terhadap serabut
yang menghubungkan frontal lobe dengan sistim limbik atau dengan area hipotalamus tertentu. Terapi
ini digunakan untuk mengurangi simptom psikotis, seperti disorganisasi proses pikiran, gangguan
emosionalitas, disorientasi waktu ruang dan lingkungan, serta halusinasi dan delusi.
Daftar Pustaka
Direja, Adi Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan. Jakarta: Salemba Medika
Stuart, G. W Dan Sundeen, S. J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Terjemahan Dari Pocket Guide
To Psyciatric Nursing Oleh Achir Yani S. Hamid. Jakarta: EGC
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 2004, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Penerbit : Buku Kedokteran EGC ;
Jakarta.
Stuart, GW. 2006, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.