You are on page 1of 22

http://duniaamerahh.blogspot.co.id/2014/11/bunuh-diri.

html

Bunuh Diri

Pendahuluan

Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko untuk diri sendiri atau melakukan
tindaan yang dapat mengancam nyawa. Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan
oleh seseorang untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk
aktivitas bunuh diri niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang
diinginkan (Stuart dan Sundeen 1995).

Tanda Dan Gejala


a~ Keputusasaan
b~ Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna
c~ Alam perasaan depresi
d~ Agitasi dan gelisah
e~ Insomnia yang menetap
f~ Penurunan BB
g~ Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial

Petunjuk psikiatrik :
a~ Upaya bunuh diri sebelumnya
b~ Kelainan afektif
c~ Alkoholisme dan penyalahgunaan obat
d~ Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja
e~ Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia

Riwayat psikososial:
a~ Baru berpisah, bercerai/ kehilangan
b~ Hidup sendiri
c~ Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami

Faktor-faktor kepribadian :
a~ Implisit, agresif, rasa bermusuhan
b~ Kegiatan kognitif dan negatif
c~ Keputusasaan
d~ Harga diri rendah
e~ Batasan/gangguan kepribadian antisosial
Tingkatan

Menurut Tri Aan (2009), perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :

Suicidal ideation. Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda
yang digunakan tanpa melakukan aksi/tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan
mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa
pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati

Suicidal intent. Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit
untuk melakukan bunuh diri,

Suicidal threat. Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam bahkan
ancaman untuk mengakhiri hidupnya .

Suicidal gesture. Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk
melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan,
misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi
karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu
ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami
konflik mental. Tahap ini sering di namakan Crying for help sebab individu ini sedang berjuang
dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
Suicidal attempt. Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin
mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan. Walaupun demikian banyak
individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.

Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa
percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang
pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu
yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.

Tinjauan Psikologis
Teori Psikodinamik

Psikodinamik memandang tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh seorang individu adalah
merupakan masalah depresi klasik, dalam hal ini, seseorang yang mempunyai agresifitas yang tinggi
dalam menyerang dirinya sendiri (Meningger, dalam Meyer & Salmon, 1998). Konsep Freud tentang
insting mati (death instinct), thanatos, merupakan konsep yang mendasari hal tersebut dan menjadi
pencetus bagi seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri. Teori Psikodinamik menyatakan bahwa
kehilangan kontrol ego individu, menjadi penyebab individu tersebut melakukan bunuh diri (Meyer &
Salmon, 1998). Freud menyatakan jika depresi adalah kemarahan seseorang yang ditujukan kepada
dirinya sendiri. Secara spesifik, ego yang terdapat pada seseorang yang berada pada kondisi seperti hal
tersebut, dihadirkan kepada orang yang telah meninggalkannya. Kemarahan akan menjadi lebih besar
jika orang yang depresi berharap untuk menghapus kesan atau sosok dari orang yang
meninggalkannya. Penghapusan atau penghilangan kesan atau gambar tersebut dilakukan kepada
dirinya sendiri dengan jalan bunuh diri. Teori ini menyatakan jika bunuh diri merujuk pada suatu
manifestasi kemarahan kepada orang lain. Teori psikodinamik menyepakati atau menghendaki orang-
orang yang bunuh diri jangan mengekspresikan kemarahannya ke dalam catatan atau surat, karena
mereka tidak akan bisa mengekspresikan emosi tersebut dan mengembalikan perasaan tersebut kepada
diri mereka. Aliran-aliran psikodinamik terbaru yang muncul, masih terfokus pada kemarahan pada
diri sendiri sebagai inti permasalahan atau penyebab terjadinya tindakan bunuh diri atau usaha bunuh
diri (Maltsberger, dalam Hoeksema, 2001).
Teori Kognitif-Behavior

Teori kognitif-behavior meyakini jika kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap memberikan


kontribusi terhadap terjadinya perilaku bunuh diri. Konsistensi prediksi yang tinggi dari variabel
kognitif terhadap bunuh diri adalah kehilangan harapan (hopelessness), perasaan jika masa depan
sangatlah suram dan tidak ada jalan untuk menjadikan hal tersebut menjadi lebih baik atau positif
(Beck, dkk., dalam Hoeksema, 2001). Adanya pemikiran yang bercabang (dichotomous thinking),
kekakuan dan ketidak luwesan dalam berpikir menjadi penyebab seseorang bunuh diri. Kekakuan dan
ketidak luwesan tersebut menjadikan seseorang kesulitan dalam menemukan alternatif penyelesaian
masalah sampai perasaan untuk bunuh diri yang dirasakan oleh orang tersebut menghilang.
Karakteristik perilaku yang menunjukkan atau yang menjadi penyebab seseorang melakukan bunuh
diri adalah impulsifitas. Perilaku ini (impulsif), akan semakin berisiko jika terkombinasikan dengan
gangguan psikologis yang lain, seperti depresi atau tinggal di lingkungan dengan potensi untuk
menghasilkan stres yang tinggi (Hoeksema, 2001).

Klasifikasi

Perilaku bunuh diri dibagi menjadi 3 kategori:


1~ Ancaman bunuh diri: ada peringatan verbal & non verbal, ancaman ini menunjukkan
ambivalensi seseorang terhadap kematian, jika tidak mendapat respon maka akan
ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
2~ Upaya bunuh diri: semua tindakan yang dilakukan individu terhadap diri sendiri yang
dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
3~ Bunuh diri: terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan, orang yang
melakukan upaya bunuh diri walaupun tidak benarbenar ingin mati mungkin akan mati.

Empat Tipe Bunuh Diri Menurut Shneidman

Pencari Kematian (Death


Seekers). Individu-individu yang
termasuk dalam tipe ini adalah
individu yang secara jelas dan tegas
mencari dan menginginkan untuk mengakhiri kehidupannya. Kesungguhan mereka untuk melakukan
tindakan bunuh diri, sudah hadir dalam jangka waktu yang lama, mereka telah menyiapkan segala
sesuatunya untuk kematian mereka.Mereka telah memberikan barang-barang milik mereka kepada
orang lain, menuliskan keinginan mereka, membeli sepucuk pistol, lalu segera bunuh diri.
Selanjutnya, kesungguhan mereka akan berkurang, dan jika mereka gagal melakukan bunuh diri,
mereka kemudian menjadi ragu atau kebingungan (ambivalent) dalam memutuskan untuk mati.

Inisiator Kematian (Death Initiators). Inisiator-inisiator mati juga mempunyai keinginan yang jelas
untuk mati, tetapi mereka percaya jika kematian mau tidak mau akan segera mereka rasakan. Individu
yang menderita penyakit serius tergolong ke dalam tipe ini. Sebagai contoh, beberapa penderita
HIV (Human Immunodeficiency Virus), sebelum mereka mendapatkan perawatan, baik itu perawatan
medis atau bukan, terlebih dahulu memutuskan untuk bunuh diri. Hal ini mereka lakukan dengan
pertimbangan bahwa mati lebih baik dari pada harus menghadapi penyakit mereka yang mau tidak
mau akan bertambah parah dan kemungkinan berubah menjadi AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome).

Pengabai Kematian (Death Ignorers). Bersungguh-sungguh untuk mengakhiri kehidupannya, tapi


mereka tidak percaya jika keinginan tersebut merupakan akhir dari keberadaan (existence) dirinya.
Mereka meyakini bahwa mati merupakan awal dari kehidupan mereka yang baru dan lebih baik.
Kelompok-kelompok keagamaan tertentu termasuk ke dalam kategori ini. Sebagai contoh, pada tahun
1997, 39 orang anggotaHeavens Gate cult melakukan bunuh diri massal.

Penantang Kematian (Death Darers). Ragu-ragu (Ambivalent) dalam memandang kematian, dan
mereka bertindak jika kesempatan untuk mati bertambah besar. Tetapi hal tersebut, bukanlah suatu
jaminan jika mereka akan mati. Orang-orang yang menelan segenggam obat atau pil tanpa mengetahui
seberapa berbahaya obat atau pil tersebut, kemudian memanggil seorang teman, tergolong ke dalam
tipe ini. Anak-anak muda yang secara acak memasukkan sebuah peluru ke dalam pistol, kemudian
mengarahkan ke kepala mereka juga termasuk ke dalam tipe ini. Orang-orang yang termasuk Death
Darers, adalah orang-orang yang membutuhkan perhatian atau membuat seseorang atau orang lain
merasa bersalah. Dan hal tersebut, melebihi keinginan mereka untuk mati.

Tahapan Bunuh Diri Menurut Keliat


Isyarat bunuh diri

Isyarat bunuh diri ditunjukan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya
dengan mengatakan, tolong jaga anak-anak saya karena saya akan pergi jauh! atau segala sesuatu
akan lebih baik tanpa saya.

Dalam kondisi ini pasien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri hidupnya, tetapi tidak
disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan
seperti rasa bersalah, sedih, marah, putus asa, atau tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal
negative tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.

Ancaman bunuh diri

Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai oleh
rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara
aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan
diri. Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus
dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh
dirinya.
Percobaan bunuh diri

Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri
kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum
racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

Prinsip Tipe Bunuh Diri

Anomic Suicide. Kondisi ketidaknormalan individu berada pada posisi yang sangat rendah, individu
adalah orang yang terkatung-katung secara sosial. Anomic suicide adalah hasil dari adanya gangguan
yang nyata. Sebagai contoh, seseorang yang tiba-tiba harus kehilangan pekerjaannya yang berharga
kemudian melakukan tindakan bunuh diri termasuk ke dalam tipe ini. Anomie disebut juga kehilangan
perasaan dan menjadi kebingungan.

Egoistic Suicide. Kekurangan keterikatan dengan komunitas sosial atau masyarakat, atau dengan kata
lain individu kehilangan dukungan dari lingkungan sosialnya atau masyarakat. Sebagai contoh, orang-
orang yang sudah lanjut usia (elderly) yang membunuh diri mereka sendiri setelah kehilangan kontak
atau sentuhan dari teman atau keluarganya bisa dimasukkan ke dalam kategori ini.

Altruistic Suicide. Pengorbanan diri (self-sacrifice) sebagai bentuk peran serta sosial dan untuk
mendapatkan penghargaan dari masyarakat, sebagai contoh kamikaze atau seppuku di jepang. Tipe ini
disebut jugaformalized suicide

Fatalistic Suicide. Merupakan bunuh diri sebagai akibat hilangnya kendali diri dan merasa jika bisa
menentukan takdir diri sendiri dan orang lain. Bunuh diri massal yang dilakukan oleh 39 orang
anggota Heavens Gate cult adalah contoh dari tipe ini. Kehidupan 39 orang ini berada di tangan
pemimpinnya.
Rentang Respons

Peningkatan diri

Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap sitosional yang
membutuhan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang
berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan di tempat kerjanya .

Beresiko destruktif

Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan
diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa
path semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
melakukan pekerjaan secara optimal.
Destruktif diri tidak langsung

Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan
dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang
tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak
optimal.

Pencederaan diri

Seseorang melakukan perccobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap
situasi yang ada.

Bunuh diri

Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.

Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (2004), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :

Sifat kepribadian

Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa
bermusuhan, implisif dan depresi.

Lingkungan psikososial

Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan
berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.

Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting untuk prilaku
destruktif.
Faktor biokimia

Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi media proses
yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.

Faktor Presipitasi

Menurut Stuart (2006) faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :
1~ Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti.
2~ Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3~ Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
4~ Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

Penyebab lain:
1~ Adanya harapan untuk reuni dan fantasy.
2~ Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaan
3~ Tangisan untuk minta bantuan
4~ Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan yang lebih baik
Mekanisme Koping

Mood/affek
Depresi yang persisten, merasa hopelessness, helplessness, isolation, sedih, merasa jauh dari orang
lain, afek datar, sering mendengar atau melihat bunyi yang sedih dan unhappy, membenci diri sendiri,
merasa dihina, sering menampilkan sesuatu yang tidak adekuat di sekolah, mengharapkan untuk
dihukum.

Perilaku/behavior
Perubahan pada penampilan fisik, kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang
mendengarkan, gangguan tidur, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit, perilaku antisocial :
menolak untuk minum, menggunakan obat-obatan, berkelahi, lari dari rumah.

Sekolah dan hubungan interpersonal

Menolak untuk ke sekolah, bolos dari sekolah, withdraw sosial teman-temannya, kegiatan-kegiatan
sekolah dan hanya interest pada hal hal yang menyenangkan, kekurangan system pendukung sosial
yang efektif.
Keterampilan koping

Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan support system,
melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya.

Proses Terjadinya Masalah

Berbagai istilah untuk menguraikan mencederaikan diri antara lain : aniaya diri, agresi yang di
arahkan pada diri sendiri, membahayakan diri, cederai membebani diri, mutilasi diri. Cedera diri
didefisinikan suatu tindakan membahayakan diri sendiri yang dilakukan dengan sengaja tanpa bantuan
orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk umum perilaku pencederaan
diri termasuk melukai dan membakar kulit, membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai
tubuhnya sedikit-demi sedikit, menggigit jarinya. Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang
jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Aktivitas ini dapat diklasifikasikan sebagai
langsung atau tidak langsung. Perilaku destruktif diri langsung, mencangkup setiap bentuk aktivitas
bunuh diri, tujuannya adalah kematian dan individu menyadari hal tersebut hasil yang diinginkan.
Perilaku destruktif diri tak langsung termasuk tipe aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu
yang dapat mengarah pada kematian. Individu tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi
kematian akibat perilakunya dan biasanya akan menyangkal apabila dikonfrontasi. Durasi dari
perilakunya biasanya lebih lama daripada perilaku bunuh diri. Perilaku destruktif diri tak langsung
meliputi : merokok, mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam tindakan rekreasi beresiko
tinggi. Prnyalah gunaan zat perilaku menyimpang secara sosial, perilaku yang menimbulkan stres,
gangguan makan, ketidakpatuhan pada tindakan medik.

Faktor Predisposisi Bunuh Diri


Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin
terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:

Psikologis

Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
Masa kanak- kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya, atau saksi
penganiayaan.

Perilaku

Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan
dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.

Sosial budaya

Budaya tertutup dan membalas secara diam ( pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap
perilaku kekerasan akan menciptakan seolah- olah perilaku kekerasan diterima (permisive).

Bioneurolgis

Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal, dan
ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.

Faktor Presipitasi Bunuh Diri

Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan oranglain. Kondisi
klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang
kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang
ribut, padat, kritikan yang menghina pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaann
dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik
dapat pula memicu perilaku kekerasan.

Mekanisme Koping

Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang berhubungan dengan
perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan
diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif. Perilaku bunuh diri
menunjukka kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakir
untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan
kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.

Terapi

Pendekatan Psikodinamika
Psikoanalisa tradisional bertujuan membantu orang yang depresi untuk memahami perasaan mereka
yang ambivalen terhadap orang-orang (objek) penting dalam hidup mereka yang telah atau terancam
hilang. Dengan menggali perasaan-perasaan marah terhadap objek yang hilang, mereka dapat
mengarahkan rasa marah keluarmelalui ekspresi verbal dari perasaan.

Pendekatan Behavioral

Pendekatan penanganan behavioral beranggapan bahwa perilaku depresi dipelajari dan dapat
dihilangkan(unlearned). Terapis perilaku bertujuan secara langsung memodifikasi perilaku dan bukan
untuk menumbuhkan kesadaran terhadap kemungkinan penyebab yang tidak disadari dari perilaku-
perilaku ini. Terapi ini telah terbukti berhasil dalam menangani depresi untuk orang dewasa dan juga
anak (Craighead& Ilardi, 1998). Salah satu program behavioral yang ilustratif telah dikembangkan
oleh Lewinshon dan koleganya. Program ini terdiri dari sebuah program terapi kelompok dengan 12
sesi selama 8 minggu yang diorganisasikan sebagai suatu kursuscoping with depression (CWD)
course. Kursus ini membantu klien memperoleh keterampilan relaksasi, meningkatkan aktivitas yang
menyenangkan, dan membangun keterampilan sosial yang memungkinkan mereka
mendapatkan reinforcement sosial.

Pendekatan Kognitif

Teoretikus kognitif percaya bahwa pikiran yang terdistorsi memainkan suatu peran kunci dalam
perkembangan depresi. Terapi kognitif yang dikembangkan Aaron Beck dan koleganya telah
mengembangkan suatu pendekatan penanganan yang multikomponen. Orang yang depresi cenderung
untuk berfokus pada bagaimana perasaan mereka dan bukan pada pikiran-pikiran yang mungkin
mendasari kondisi perasaan mereka. Artinya, mereka biasanya memberikan lebih banyak perhatian
pada bagaimana buruknya perasaan mereka dibanding pada pikiran-pikiran yang kemungkinan
memicu atau mempertahankan mood yang depresi.

Terapi Dengan Pendekatan Biologis

Pendekatan biologis dalam penyembuhan perilaku abnormal berpendapat bahwa gangguan mental,
seperti penyakit fisik disebabkan oleh disfungsi biokimiawi atau fisiologis otak. Terapi fisiologis
dalam upaya penyembuhan perilaku abnormal meliputi kemoterapi, elektrokonvulsif dan prosedur
pembedahan.

Kemoterapi (Chemotherapy)

Chemotherapy atau Kemoterapi dalam kamus J.P. Chaplin diartikan sebagai penggunaan obat bius
dalam penyembuhan gangguan atau penyakit-penyakit mental. Adapun penemuan obat-obat ini
dimulai pada awal tahun 1950-an, yaitu ditemukannya obat yang menghilangkan sebagian gejala
Schizophrenia. Beberapa tahun kemudian ditemukan obat yang dapat meredakan depresi dan sejumlah
obat-obatan dikembangkan untuk menyembuhkan kecemasan.
a~ Antianxiety Drugs
Yaitu obat yang dapat menurunkan kecemasan dan termasuk pada golongan yang
dinamakan benzodiazepin. Obat-obatan ini sering dikenal dengan transkuiliser
(penenang).
b~ Anti Depressant
Obat anti depressant sering diberikan pada pasien yang mengalami depresi mayor. Selain
itu juga untuk membantu meningkatkan mood individu yang terdepresi. Obat ini lebih
memberikan efek pada membangkitkan energi. Obat anti depressant cenderung
mengurangi depresi pada aspek fisik. Contohnya, mereka cenderung untuk meningkatkan
tingkat aktivitas pasien untuk mengurangi gangguan makan dan tidur.Orang yang
mengalami depresi berat sering mengalami insomnia oleh karena itu pemberian anti
depressant harus mempertimbangkan waktu pemberian. Hal ini menjadi pertimbangan
manakala beberapa pasien yang berada di rumah sakit selama periode tertentu
mempunyai kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Akan tetapi pemberian obat
anti depressant yang berlebihan akan menyebabkan kematian.
c~ Antipsychotic
Obat anti psikotik sangat efektif untuk menghilangkan halusinasi dan konfusi dari satu
episode schizophrenia ikut serta membantu pemulihan proses berpikir yang
rasional. Obat ini tidak menyembuhkan schizophrenia, akan tetapi membantu pasien agar
dapat berfungsi diluar rumah sakit. Anti psikotik dapat mempersingkat masa perawatan
pasien dan mencegah kekambuhan. Walaupun demikian obat ini memiliki efek samping
terhadap mulut menjadi kering, pandangan kabur, konsentrasi berkurang hingga gejala
neurologis.
d~ Lithium
Bangsa Yunani pertama kali menggunakan metal lithium untuk obat-obatan psycho
active. Mereka menentukan kandungan air mineral untuk pasien dengan gangguan
bipolar afektif, walaupun demikian mereka belum memahami mengapa hal ini kadang-
kadang bisa menghasilkan kesembuhan. Akibat ini kemungkinan besar dikarenakan air
mineral yang mengandung lithium. Metal lithium dalam bentuk tablet dapat meratakan
hasil periode tingkah laku depresif pada tingkat sedang dari persediaan norephinephrin.

Electroconvulsive

Terapi elektrokonvulsif (electroconvulsive therapy) dijelaskan oleh psikiater asal Itali Ugo Carletti
pada tahun 1939. Pada terapi ini dikenal electroschot therapy, yaitu adanya penggunaan arus listrik
kecil yang dialirkan ke otak untuk menghasilkan kejang yang mirip dengan kejang epileptik. Pada saat
ini ECT diberikan pada pasien yang mengalami depresi yang parah dimana pasien tidak merespon
pada terapi otak. Secara khusus, pasien dengan terapi ECT mendapatkan satu treatment dalam tiga
atau beberapa minggu. ECT dapat menyebabkan ketidaksadaran, walaupun demikian arus listrik yang
dialirkan sangatlah lemah. Arus listrik dialirkan melalui pelipis menuju ke sisi hemisfer serebral non
dominan. Individu akan terbangun dalam beberapa menit kemudian dan tidak ingat apapun tentang
terapi. Efek samping dari terapi ECT ini adalah gangguan memori yang menimbulkan kekosongan
memori sehingga pasien mengalami gangguan kemampuan untuk menambah informasi baru selama
beberapa waktu.

Psychosurgery

Pada terapi ini, tindakan yang dilakukan adalah adanya pemotongan serabut saraf dengan penyinaran
ultrasonik. Psychosurgery merupakan metode yang digunakan untuk pasien yang menunjukan tingkah
laku abnormal, diantaranya pasien yang mengalamai gangguan emosi yang berat dan kerusakan pada
bagian otaknya. Pada pasien yang mengalami gangguan berat, pembedahan dilakukan terhadap serabut
yang menghubungkan frontal lobe dengan sistim limbik atau dengan area hipotalamus tertentu. Terapi
ini digunakan untuk mengurangi simptom psikotis, seperti disorganisasi proses pikiran, gangguan
emosionalitas, disorientasi waktu ruang dan lingkungan, serta halusinasi dan delusi.
Daftar Pustaka

Direja, Adi Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan. Jakarta: Salemba Medika

Keliat, B. A. 2004. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC

Stuart, G. W Dan Sundeen, S. J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Terjemahan Dari Pocket Guide
To Psyciatric Nursing Oleh Achir Yani S. Hamid. Jakarta: EGC

Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 2004, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Penerbit : Buku Kedokteran EGC ;
Jakarta.

Stuart, GW. 2006, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.

You might also like