You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Patadigma hidup sehat dari H.L Belum dapat dijadikan dasar

untuk lebih memahami kompleksitas masalah kesehatan

masyarakat, berdasarkan pandangan hidup sehat H.L Blum

diperkenalkan empat faktor utama yang mempengaruhi derajat

kesehatan individu/masyarakat, antara lain faktor perilaku,

lingkungan, pelayanan kesehatan dan genetik. Keempat faktor

tersebut saling berinteraksi satu sama lain mempengaruhi derajat

kesehatan individu/masyarakat. Diantara keempat faktor tersebut,

faktor perilaku manusia merupakan faktor paling besar dan paling

sulit ditanggulangi disusul oleh faktor lingkungan. Faktor pelayanan

kesehatan memegang peranan ketiga terbesar menurut konsep ini

(Khasanah, 2011).
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang dalam suatu

wadah hygiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes)

terkadang terlupakan oleh para pengusaha atau pihak manajemen.

Berbagai alat dan teknologi buatan manusia disamping bermanfaat

juga dapat menimbulkan bencana atau kecelakaan, begitupun

ditempat kerja, penggunaan mesin, alat kerja, material dan proses

produksi telah menjadi sumber bahaya bagi pekerja (Ramli, 2010).

Press release International Labour Organization (ILO) pada

tanggal 26 April 2013; dalam rangka hari Keselamatan dan

1
Kesehatan Kerja sedunia, menyatakan bahwa jumlah kasus

penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan diperkirakan 160

juta setiap tahun dengan sekitar 2,02 juta kematian setiap

tahunnya.

Data Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja di Indonesia di

dapatka dari PT. Jamsostek berdasarkan kasus yang diberikaa

kompensasi. Pada tahun 2011 tercatat 96.314 kasus Kecelakaan

Kerja dan Penyakit Akibat Kerja dengan korban meninggal 2.144

orang dan mengalami cacat sebanyak 42 orang (Jamsostek, 2011).

Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja tahun 2012

tersebut meningkat menjadi 103.000 kasus (Jamsostek, 2012).

Bila kita melihat data dari PT. Jamsostek (Persero) yang saat

ini telah berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) Ketenagakerjaan mencatat di aindonesia sepanjang 2013

jumlah peserta Jamsostek yang mengalami kecelakaan kerja

sebanyak 129.911 orang. Dari jumlah kecelakaan tersebut

sebagian besar atau sekitar 69,59 persen terjadi di dalam

perusahaan ketika mereka bekerja, sedaangkan yang diluar

perusahhaan sebanyak 10,26 persen dan sisanya atau sekitar

20,15 persen merupakan kecelakaan lalu linta yang dialami para

pekerja, sementara akibat kecelakaan tersebut, jumlah peserta

jamsostek yang meninggal sebanyak 3.093 pekerja, yang

mengalami sakit 15.106 orang, luka-luka 174.266 orang dan

2
meninggal mendadak sebanyak 446 orang. Sebanyak 34,43 persen

penyebab kecelakaan kerja dikarenakan posisi tidak aman atau

ergonomis dan sebanyak 32,12 persen pekerja tidak memakai

peralatan yang safety, akibat penggunaan mesin sebanyak 32,25

persen, dan sisanya sebanyak 1,2 persen diakibatkan oleh

benturan saat bekerja (Jamsostek, 2014).

Menurut data Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

menyebutkan, sampai tahun 2013 di Indonesia tidak kurang dari

enam pekerja meninggal dunia setiap hari akibat kecelakaan

kerja. Angka tersebut tergolong tinggi dibandingkan Negara Eropa

hanya sebanyak dua orang meninggal per hari karena kecelakaan

kerja. Sementara menurut data Internasional Labour Organization

(ILO), di Indonesia rata-rata pertahun terdapat 99.000 kasus

kecelakaan kerja. Dari total jumlah itu, sekitar 70 persen berakibat

fatal yaitu kematian dan cacat seumur hidup (Suara Pembaharuan,

2014).

Kerugian yang ditimbulkan penyakit terkait kerja cukup

signifikan pada tahun 2002 oleh ILO diasumsikan kerugian akibat

Penyakit Terkait Kerja (Work Related Deseases) sebesar US

160.000.000 setiap tahun. Di Indonesia PT. Jamsostek membayar

klaim penyakit dan kecelakaan kerja sebesar Rp.296 miliar pada

tahun 2008 dan Rp.328 miliar pada tahun 2009, DK3N (2010)

3
memperkirakan dunia kerja Nasional menderita kerugian Rp.50

triliun total biaya penyakit dan kecelakaan kerja (Harjono, 2010).

Data Kementrian Tenaga Kerja Dan Transmigrasi mencatat

sebanyak 12.745 perusahaan melanggar norma kesalamatan dan

kesehatan kerja (K3) pada 2013. Dari jumlah itu, sebanyak 12.657

perusahaan telah melaknsanakan norma K3 pasca penerbitan nota

peringatan pertama dan kedua. Dasri belasan ribu perusahaan

yang melanggar itu, ada 88 perusahan yang tetap melakukan

pelanggaran, sehingga dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)

dan diproses lanjut oleh kepolisian untuk diajukan kepengadilan

melalui proses. Angka tersebut menggambarkan pelanggaran

terhadao norma Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) di

Indonesia, masih terbilang tinggi. Karena itu para pelaku industri

diminta untuk meningkatkan kepatuhan terhadap norma K3

(JPN,2014).

Indonesia pelaksanaan kesehatan kerja diwajibkan oleh

peraturan perundang-undangan. Tujuan dari peraturan

perundangan adalah memberikan kepastian hukum dalam

pelaksanaan perlindungan pekerja untuk mendapatkan pekerjaan

yamg produktif dan layak, dengan demikian menjadi jelas hak,

kewajiban dan wewenang dari mereka yang terkait dalam

hubungan kerja, yaitu pekerja dan pemberi kerja.

4
Peraturan Mentri Departemen Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Dan Koperasi Nomor Per.03/Men/1982, Pasal 2

tentang Tugas Pokok Pelayanan Kesehatan Kerja, mencakup 12

elemen seperti pemeriksaaan kesehatan sebelum kerja, berkala

khusus pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan

terhadap pekerja; pembinaan dan pengawasan terhadap

lingkungan kerja; pembinaan dan pengawasan saniper; pembinaan

dan pengawasan untuk kesehatan pekerja; pertolongan pertama

pada kecelakaan kerja (P3K); pendidikan dan pelatihan pekerja dan

petugas P3K; memberikan nasihat mengenai perencanaan dan

pembuatan tempat kerja; pemilihan APD; gizi dan penyelenggraan

makanan di tempat kerja; membantu usaha rehabilitasi akibat

kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja; pembinaan dan

pengawas terhadap pekerja yang mempunyai kelainan kesehatan

tertentu; melaporkan berkala pelayanan kesehatan kerja kepada

pengurus.

Berdasarkan Studi Noviana Dini Yolanda, (2011) PT

Potrokiamia Gresik Jawa Timur hasil penelitian menunjukkan

pelayanan kesehatan yang diselenggarakan PT Petrokimia Gresik

meliputi program promotif yang meliputi : penyuluhan umum,

Cooking class, Senam sehat, program preventif yang meliputi :

Medical check up Treademill, Pemeriksaan laboratorium, program

kuratif yang meliputi pembiayaan karyawan dan keluarga karyawan

5
yang rawat inap, dan program rehabilitative yang meliputi

pembiayaan karyawan selama masa pemulihan setelah sakit.

program promotif dan preventif di PT Petrokimia gresik dikelola oleh

Departemen Lingkungan dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

yang kegiatannya meliputi pemeriksaan kesehatan karyawan,

pemeriksaan lingkungan kerja, pengadaan pelatihan umum dan

pelatihan PPPK, penyediaan APD (Alat Pelindung Diri), Pengelolaan

Gizi kerja, penyediaan kotak P3K, pengadaan safety shower,

melaksanakan program managed care, pencegahab PAK (penyakit

Akibat kerja) dan kecelakaan kerja. Sedangkan program kuratif dan

rehabilitative dikelola oleh Departemen Personalia yang kegiatannya

meliputi penyelenggaraan pelayaran kesehatan kerja, memberikan

fasilitas pelayanan kesehatan seperti poliklinik, tenaga medis, dan

lain sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

penyelenggaraan kegiatan pelayanan kesehatan kerja sudah

memenuhi permenakar RI No. 03/MEN/1982 tentang pelayanan

Kesehatan kerja, akan tetapi sebaiknya perlu disediakan kantin atau

ruang makan yang dipantau sanitasinya agar kebutuhan gizi

karyawan dapat dipantau dengan baik dan memenuhi nilai indeks

kalori yang dianjurkan.


Keselamatan dan kesehatan kerja juga didasari, Pertama, oleh

undang-undang republik Indonesia Nomor 1 tahun 1970 Tentang

Keselamatan kerja, Bab I pasal 1Tentang istilah-istilah, Bab II pasal 2

Ruang lingkup, Bab III Pasal 3 dan Pasal 4 Syarat-syarat

6
keselamatan kerja, VII Pasal 11 Kecelakaan, Bab IX Pasal 13 Bab

Kewajiban bila memasuki tempat kerja. Kedua, UU No. 21 tahun

2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning

Labour Inspection in Industry and Commerce (yang mana disahkan

19 Juli 1947). Saat ini, telah 137 negara (lebih dari 70%) Anggota

ILO meratifikasi (menyetujui dan memberikan sanksi formal) ke

dalam Undang-Undang, termasuk Indonesia (Depkes RI, 2003).


Secara umum komitmen organisasi adalah suatu keinginan

atau niat yang dimunculkan dalam diri seseorang karyawan yang

memahami keberadaan dirinya dalam sebuah organisasi tempatnya

bekerja dan selalu bersedia dan terlibat aktif dalam usaha-usaha

mewujudkan tujuan perusahaan atau memberikan kontribusi positif

bagi organisasi serta memiliki keinginan untuk tetap berada dalam

organisasi tempatnya bekerja (Hadiyani, 2013). Definisi komitmen

secara umum sebagai sikap yang menunjukkan loyalitas karyawan

dan merupakam proses berkelanjutan bagaimana seorang anggota

organisasi mengekspresikan perhatian mereka kepada kesuksesan

dan kebaikan organisasinya. Komitmen mencakup juga keterlibatan

kerja. Hal ini disebabkan karena antara keterlibatan kerja dengan

komitmen organisasi sangat erat hubungannya. Keterlibatan kerja

sebagai derajat kemauan untuk menyatukan dirinya dengan

pekerjaan, menginvestasikan waktu, kemampuan dan energinya

untuk pekerjaan, dan menganggap pekerjaannya sebagai bagian

utama dari kehidupannya. Komitmen dari karyawan merupakan

7
sesuatu yang penting. Karena dampaknya antara lain terhadap

keterlambatan, ketidakhadiran, keinginan untuk pindah kerja, dan

perputaran tenaga kerja.


Dalam dunia kerja, komitmen sesorang terhadap profesinya

maupun organisasi tempat bekerja seringkali menjadi isu yang

sangat penting. Beberapa organisasi berani memasukkan unsur

komitmen sebagai salah satu persyaratan untuk memegang jabatan

atau posisi yang ditawarkan, hal ini menunjukkan pentingnya

komitmen didalam dunia kerja. Komitmen kerja diperusahaan tidak

terlepas dari bentuk hubungan antara karyawaan dengan pekerjaan

atau profesi ditempat karyawan tersebut bekerja. Kemampuan

perusahaan dalam mengelola karyawannya dengan baik akan

menimbulkan komitmen yang kuat dari karyawannya terhadap

perusahaan tersebut. Kondisi seperti ini dapat meninggkatkan

efektivitas kerja karyawan dalam rangka mencapai tujuan

perusahaan (Yudhaningsi, 2011).


Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat komitmen adalah

faktor intrinsik dan ekstrinsik karyawan yang bersangkutan. Faktor-

faktor ekstrinsik yang dapat mendorong terjadinya derajad komitmen

tertentu antara lain adalah keteladanan pihak manajemen khususnya

manajemen puncak dalam berkomitmen diberbagai aspek

organisasi. Selain itu juga dipengaruhi faktor-faktor manajemen

rekrutmen dan seleksi karyawan, pelatihan dan pengembangan,

manajemen kompensasi, manajemen kinerja, manajemen karir, dan

8
fungsi control atasan dan sesama rekan kerja. Faktor ekstrinsik di

luar organisasi antara lain aspek-aspek budaya, kondisi

perekonomian makro, kesempatan kerja, dan persaingan

kompensasi. Pengembangan sumber daya manusia karyawan yang

menyangkut kecerdasan emosional dan kecerdasan sosial harus

menjadi prioritas disamping keterampilan teknis. Dukungan fungsi-

fungsi manajemen sumber daya manusia lainnya tidak boleh

diabaikan. Kalau tidak diprogramkan secara terencana, maka

pengingkaran pada komitmen sama saja memperlihatkan adanya

kekeroposan suatu organisasi. Penurunan kredibilitas atau

kepercayaan terhadap karyawan pada gilirannya akan

mengakibatkan hancurnya kredibilitas perusahaan itu sendiri. Dan ini

akan memperkecil derajat loyalitas pelanggan dan mitra bisnis

kepada perusahaan tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat

dikatakan bahwa komitmen organisasi dapat mempengaruhi

efektivitas kerja karyawan karena dengan memiliki komitmenyang

tinggi maka seorang karyawan akan melaksanakan tugas atau

pekerjaannya dengan tertib dan lancar sehingga hasil kerjanya

(kinerjanya) akan meningkat serta akan berdampak pula pada tujuan

perusahaan yang dapat dicapai secara optimal (Setiawan, 2011).


Bilamana pendapat tersebut di atas dikaitkan dengan

penerapan program K3, maka tingkat komitmen karyawan terhadap

perusahaan akan dipengaruhi oleh sikap karyawan terhadap

perusahaan, yang mencakup penerapan progarm K3. Positif

9
negatifnya sikap karyawan akan ditentukan bagaimana karyawan

merasakan kenyamanan, keamanan dan ketenangan pada saat

bekerja di dalam lingkugan kerjanya. Sikap positif akan muncul

bilaman karyawan merasakan penerapan program K3 membuat

dirinya nyaman, lebih terindungi keselamatannya, dan akan

memunculkan suatu perilaku yang positif pula. Bila karyawan tidak

merasakan yang demikian maka akan timbul perilaku negatif, yang

pada akhirnya akan menyebabkan tingginya absensi, dan

kemungkinan melakukan turn over. Dalam penelitian ini rumusan

hipotesis yang akan diuji kebenarannya berbunyi sebagai berikut:

Ada hubungan positif antara sikap terhadap penerapan program

keselamatan dn kesehatan kerja dengan komitmen karyawan

terhadap perusahaan. Karyawan yang mempunyai sikap positif

terhadap penerapan program K3, akan memiliki komitmen yang

tinggi terhadap perusahaan.


Hubungan positif antara penerapan program K3 terhadap

komitmen karyawan dengan perusahaan menunjukkan pertanda

bahwa program K3 telah dipersepsi secara positif dan dipandang

efektif, aman dan sesuai dengan prosedur yang akan menimbulkan

perasaan tenang, aman dan nyaman pada diri karyawan saat

bekerja sehingga menimbulkan kepercayaan bahwa perusahaan

benarbenar memperthatikan minat dan harapan karyawan terkait

dengan pekerjaannya. Dengan demikian, karyawan akan lebih

bersemangat dalam menyelesaikan pekerjaannya. Hasil penelitian ini

10
senada dengan pendapat Vaughn (Nugroho, 1990) yang

menyatakan bahwa adanya rasa aman terhadap pekerjaan akan

membuat karyawan lebih dapat berkonsentrasi dalam menjalankan

pekerjaannya. Demikian juga penelitian Zohar (1980) yang

menemukan bahwa dengan iklim keselamatan yang ditumbuhkan

dalam perusahaan akan menciptakan lingkungan kerja yang aman

dibandingkan dengan perusahaan tanpa iklim keselamatan.

Perusahaan yang menerapkan keselamtan kerja sebagai satu

prioritas dapat meningkatkan perilaku keselamatan kerja, dan

mengurangi kecelakaan kerja (Riggio, 1990).

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan dalam

aktifitasnya perusahaan terdapat banyak prosedur dan alat, juga

mekanisme yang beroperasi yang mempunyai resiko bahaya

ledakan, kebakaran, dan penyakit akibat kerja. Untuk itu sangat

diperlukan penerapan program K3 yang baik sehingga dapat

mencegah resiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Bagian

program K3 di PT. PLN Tragi Tello sudah berjalan sebagaimana

mestinya, hal ini dapat terlihat dari adanya peraturan perusahaan

tentang penggunaan alat pelindung diri bagi kerja, dan pembagian

sistem kerja shift. Dari survey pendahuluan juga diketahui kehadiran

kerja terlihat baik dilihat dari rendahnya tingkat absensi karyawan.

Maka berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti

11
hubungan antara sikap kerja terhadap program K3 dengan komitmen

kerja di perusahaan tersebut .


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun menjadi rumusan

masalah antara lain:


1. Apakah ada hubungan antara Komitmen Afektif terhadap

penerapan program K3 di PT. PLN Tragi Tello Makassar.?


2. Apakah ada hubungan antara Komitmen Normatif terhadap

penerapan program K3 di PT. PLN Tragi Tello Makassar.?


3. Apakah ada hubungan antara Komitmen Kontinyu terhadap

penerapan program K3 di PT. PLN Tragi Tello Makassar.?


C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui penerapan program K3 terhadap

komitmen karyawan PT. PLN Tragi Tello Makassar Tahun 2016.


2. Tujuan khusus
a) Untuk mengetahui hubungan antara Komitmen Afektif

terhadap penerapan program K3 di PT. PLN Tragi Tello

Makassar.?
b) Untuk mengetahui hubungan antara Komitmen Normatif

terhadap penerapan program K3 di PT. PLN Tragi Tello

Makassar.?
c) Untuk mengetahui hubungan antara Komitmen Kontinyu

terhadap penerapan program K3 di PT. PLN Tragi Tello

Makassar.?
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Memperluas wawasan dan pengetahuan tantang keselamat kerja

di perusahaan atau industri kerja khususnya dalam sikap

terhadap penerapan program kesehatan keselamatan dan kerja

12
serta merupakan pengalaman yang berharga dalam mencoba

mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama di perguruan tinggi.


2. Manfaat teoritis
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk institusi

pendidikan dalam hal pengembangan dan peningkatan ilmu

pengetahuan serta keterampilan bagi mahasiswa.


3. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi

dan bahan bacaan bagi Mahasiswa atau Karyawan dan

penelitian selanjutnya khususnya komitmen terhadap program

K3 di tempat kerja.

13

You might also like