Professional Documents
Culture Documents
(Nova F, Zahroh S)
ABSTRAK
Perawat merupakan bagian dari SDM Rumah Sakit yang memberikan pengaruh cukup besar
terhadap kualitas pelayanan, dan pelaksanaan asuhan keperawatan yang baik tidak dapat dipisahkan
dari peran komunikasi terapeutik, maka menerapkan pelaksanaan komunikasi terapeutik secara
optimal oleh perawat, merupakan salah satu upaya peningkatan pelayanan kepada pasien. Jenis
penelitian ini adalah penelitian kuantitatif analitik, dengan desain penelitian menggunakan cross-
sectional. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada pelaksanaan komunikasi
terapeutik perawat di RS Pemerintah dan di RS Swasta, dimana pelaksanaan komunikasi terapeutik
perawat di RS swasta lebih baik. Faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan
pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat di RS Pemerintah dan di RS Swasta adalah sama, yaitu
variabel kepuasan kerja, motivasi kerja, iklim kerja, dukungan teman kerja dan dukungan kepala
ruang. Faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap kepatuhan perawat di RS Pemerintah
dalam melaksanakan komunikasi terapeutik adalah motivasi kerja (OR 36,866); sedangkan di RS
Swasta adalah dukungan kepala ruang (OR 28,598).
Kata Kunci : pelaksanaan, komunikasi terapeutik, RS Pemerintah-RS Swasta
ABSTRACT
Implementation Analysis of Nurs Therapeutic Communication in Inpatient Room Both
Government And Private Hospitals; Nurs is part of hospital human resource that considerable
influence on the quality of service, and the implementation of good nursing care can not be
separated from therapeutic communication, then the optimal implementation of therapeutic
communication by nurse is one of the efforts to improve services to the patients. The type of
this research was quantitative analytical, with a design using cross-sectional study. The results
showed a significant differences in the implementation of nurses therapeutic communication
between public hospitals and private hospitals, where the implementation of nurses therapeutic
communication in private hospital are better. Associated factors significantly with the
implementation of nurses therapeutic communication in public hospitals and in private
hospitals are the same, the variables are job satisfaction, work motivation, work climate,
coworkers support and head of ward support. The most dominant factor that affects the
compliance of nurses in government hospitals in implementing therapeutic communication is
work motivation (OR 36.866) , while in private hospitals is head of ward support (OR 28.598).
Keywords : implementation, therapeutic communication, government-private hospital
183
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 9 / No. 2 / Agustus 2014
184
Analisis Pelaksanaan Komunikasi ... (Nova F, Zahroh S)
(word of mouth) dalam bauran promosi industri dahulu sebelum berhadapan dengan pasien.
jasa rumah sakit (Lupiyoadi & Hamdani, 2009). Padahal langkah-langkah dalam tahap persiapan
atau pra interaksi sangat penting dilakukan
METODE sebelum berinteraksi dengan klien. Karena
Jenis peneliitian ini adalah kuantitatif analitik, perawat yang tidak membekali diri dengan ilmu
dengan desain penelitian menggunakan cross- yang berkaitan dengan penyakit/masalah yang
sectional. Teknik pengambilan data dengan dialami pasien dan tidak menenangkan diri sendiri
wawancara menggunakan kuesioner yang telah sebelum berhadapan dengan pasien, akan lebih
di siapkan. Tempat penelitian adalah di RS mungkin mengalami kecemasan, dimana Ellis,
Pemerintah dan RS Swasta. Variabel dependent Gates, dan Kenworthy tahun 2000 menyatakan
dalam penelitian ini adalah pelaksanaan bahwa kecemasan yang dialami seseorang dapat
komunikasi terapeutik perawat, sedangkan sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang
variabel independent adalah karakteristik lain, dan Brammer tahun 1993 juga menyatakan
perawat (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, bahwa pada saat perawat merasa cemas, dia
masa kerja), pengetahuan, sikap, kepuasan tidak akan mampu mendengarkan apa yang
kerja, motivasi kerja, iklim kerja, dukungan dikatakan pasien dengan baik, sehingga akan sulit
teman kerja, dan dukungan kepala ruang. untuk menerapkan active listening (Suryani,
Populasi target penelitian ini adalah seluruh 2006). Selanjutnya pada fase pra interaksi ini
perawat yang bertugas di ruang rawat inap (selain juga, ada 58,3% responden di RS Pemerintah
rawat inap kebidanan, bayi dan anak), baik di dan 38,9% responden di RS Swasta, yang tidak
rumah sakit pemerintah maupun di rumah sakit pernah membuat rencana metoda wawancara
swasta, jumlah seluruh populasi adalah 128 yang tepat dalam pertemuan dengan pasien.
orang. Sistem pengambilan sampel dalam Padahal untuk dapat mencapai tujuan dari
penelitian ini menggunakan Quota Sampling. pelaksanaan komunikasi terapeutik terhadap
Penggunaan Quota Sampling didasarkan pada pasien, seharusnya perawat sudah menentukan
jumlah populasi yang lebih kecil, yaitu 36 orang data spesifik yang akan dicari sekaligus
perawat di RS Swasta. Selanjutnya untuk sampel menentukan metoda wawancara yang tepat
di RS Pemerintah mengikuti jumlah sampel di RS untuk bisa mendapatkan data tersebut, karena
Swasta, yaitu 36 orang. Maka total sampel dalam ada berbagai jenis metode wawancara dalam
penelitian ini adalah 72 orang. komunikasi keperawatan dan masing-masing
digunakan sesuai dengan data yang hendak dicari,
HASIL DAN PEMBAHASAN maka penentuan metode wawancara yang tepat
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan untuk mendapatkan data spesifik yang hendak
gambaran bahwa 77,8% responden RS dicari merupakan bagian penting yang perlu
Pemerintah patuh dalam pelaksanaan komunikasi dilakukan (Mundakir, 2006).
terapeutik, dan 80,6% responden RS Swasta Pada fase kedua (fase orientasi), sebanyak
patuh dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik. 66,7% responden di RS Pemerintah tidak
Beberapa hal yang masih kurang dan perlu pernah memperkenalkan diri, sebanyak 66,7%
mendapat perhatian dalam penerapan komunikasi responden tidak pernah menanyakan nama
terapeutik adalah hanya 41,7% responden di RS panggilan kesukaan pasien, dan sebanyak
Pemerintah yang mencari literature atau bahan 66,7% responden juga tidak pernah
panduan lain yang berkaitan dengan penyakit/ menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk
masalah yang dialami pasien, dan hanya 55,6% melakukan kegiatan komunikasi terapeutik.
responden yang menenangkan diri sendiri terlebih Padahal dengan memperkenalkan diri, berarti
185
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 9 / No. 2 / Agustus 2014
perawat telah bersikap terbuka dan diharapkan Sedangkan untuk fase keempat (fase
hal ini akan mendorong pasien untuk membuka terminasi), Stuart tahun 1998 mengatakan bahwa
dirinya. Dengan menanyakan nama panggilan fase ini merupakan akhir dari pertemuan perawat-
kesukaan pasien, berarti perawat berusaha pasien. Tetapi pada fase terminasi ini, sebanyak
membina rasa saling percaya, dimana Stuart 47,2% responden RS Pemerintah tidak pernah
tahun 1998 menyatakan bahwa hubungan saling melakukan evaluasi objektif, dan 47,2%
percaya merupakan kunci dari keberhasilan responden juga tidak pernah melakukan evaluasi
suatu hubungan terapeutik. Dan dengan subjektif. Bahkan sebanyak 61,1% responden
menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk tidak pernah mengakhiri kegiatan pertemuan
melakukan kegiatan komunikasi terapeutik, dengan mengucapkan terima kasih kepada
maka perawat telah melakukan perumusan pasien. Padahal Brammer dan Mc Donald tahun
kontrak, dimana kontrak sangat penting untuk 1996 menyatakan bahwa meminta pasien untuk
menjamin kelangsungan sebuah interaksi, karena menyimpulkan tentang apa yang telah
kontrak bisa dijadikan alat untuk mengingatkan didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat
klien akan kesepakatan terkait interaksi yang berguna, karena dapat membuat perawat
sedang berlangsung. Selain itu, pada fase mengetahui sejauh mana tujuan telah tercapai.
orientasi ini juga, sebanyak 22,2% responden Apabila kegiatan terminasi kurang dilaksanakan
di RS Swasta tidak pernah menjelaskan peran dengan baik (terminasi dilakukan secara sepihak
dan tanggung jawab perawat, serta tentang hak dan tiba-tiba), dapat menyebabkan rangkaian
dan kewajiban pasien, padahal hal ini perlu kegiatan proses komunikasi terapeutik menjadi
dilakukan untuk membuat pasien memahami tidak efektif, karena adanya perasaan kehilangan,
peran perawat dan menghindari kesalahfahaman penolakan dan mengingkari manfaat dari interaksi
dari pasien akan kehadiran perawat, selain itu yang telah dilakukan (Suryani, 2006).
Geldard tahun 1998 menyatakan bahwa tujuan Berdasar pada pembahasan mengenai
dari interaksi perlu dijelaskan untuk menghindari pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat di
adanya harapan yang terlalu tinggi dari pasien kedua rumah sakit tersebut, terlihat bahwa
terhadap perawat, karena pasien menganggap responden pada kedua rumah sakit
perawat seperti dewa penolong yang serba tahu melaksanakan setiap fase pada komunikasi
dan serba bisa (Suryani, 2006). terapeutik, tetapi masih banyak langkah dalam
Untuk fase ketiga (fase kerja), Stuart tahun masing-masing fase yang tidak dilaksanakan,
1998 menyatakan bahwa fase ketiga (fase kerja) terutama pada responden di rumah sakit
merupakan inti dari keseluruhan proses pemerintah. Padahal setiap langkah yang tidak
komunikasi terapeutik. Tetapi pada fase kerja dilaksanakan oleh responden memiliki
ini, sebanyak 47,2% responden di RS keterkaitan antara satu sama lain dan dapat
Pemerintah tidak pernah mengajak pasien mempengaruhi hasil pelaksanaan komunikasi
mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan terapeutik secara keseluruhan.
maslah yang dihadapi. Padahal menurut Murray Kondisi tersebut diperkuat oleh hasil analisis
dan Judith tahun 1997, teknik menyimpulkan uji statistik menggunakan uji independent t-test,
merupakan usaha untuk memadukan dan yang menunjukkan nilai p 0,000 < (0,05), dan
menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, berarti ada perbedaan bermakna antara
dan membantu perawat-pasien memiliki pikiran pelaksanaan komunikasi terapeutik di RS
dan ide yang sama, sehingga diharapkan pasien Pemeritah dengan pelaksanaan komunikasi
merasa bahwa perawat memahami pesan-pesan terapeutik di RS Swasta. Dimana nilai
yang telah disampaikan (Suryani, 2006). perbedaan pelaksanaan komunikasi terapeutik
186
Analisis Pelaksanaan Komunikasi ... (Nova F, Zahroh S)
antara RS Pemerintah dengan RS Swasta adalah 2006 yang menyatakan bahwa : Kepuasan kerja
antara -12,627 sampai -4,873; dengan adalah keadaan emosi yang senang atau emosi
perbedaan rata-rata sebesar -8,750. positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau
Nilai lebih tinggi dari responden di rumah pengalaman kerja seseorang (Luthans, 2006).
sakit swasta, merupakan kondisi yang sesuai Berdasarkan hasil analisis univariat, dapat
dengan analisa hasil distribusi frekuensi jawaban diketahui bahwa 69,4% responden RS
yang telah dibahas diatas, dimana terlihat bahwa Pemerintah memiliki kepuasan kerja baik, dan
responden di RS Swasta lebih lengkap dalam 75% responden RS Swasta memiliki kepuasan
menerapkan setiap langkah dari 4 fase kerja baik. Selanjutnya hasil analisis uji statistik
pelaksanaan komunikasi terapeutik. Walaupun menggunakan uji independent t-test, yang
ada beberapa langkah yang juga tidak pernah menunjukkan nilai p 0,031 < (0,05), dan
dilaksanankan oleh responden di RS Swasta, berarti ada perbedaan bermakna antara
tetapi persentasinya lebih kecil daripada RS kepuasan kerja di RS Pemeritah dengan
pemerintah. kepuasan kerja di RS Swasta. Dimana
perbedaan kepuasan kerja antara RS Pemerintah
Kepuasan Kerja dengan RS Swasta adalah antara -14,282 sampai
Berdasarkan hasil analisis uji statistik dengan -0,718; dengan perbedaan rata-rata sebesar -
menggunakan uji chi square, diperoleh nilai p 7,500.
0,000 < (0,05), baik untuk RS Pemerintah
maupun RS Swasta. Maknanya ada hubungan Motivasi Kerja
antara kepuasan kerja responden dengan Berdasarkan analisis uji statistik dengan
kepatuhan dalam melaksanakan komunikasi menggunakan uji chi square diperoleh nilai p
terapeutik terhadap pasien. Untuk analisis 0,000 < (0,05), baik untuk RS Pemerintah
hubungan antara kepuasan kerja dengan maupun RS Swasta. Hal ini berarti ada hubungan
pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat di yang bermakna antara motivasi kerja responden
RS Pemerintah, diperoleh gambaran bahwa dengan kepatuhan dalam melaksanakan
persentase responden yang patuh dalam komunikasi terapeutik terhadap pasien. Untuk
melaksanakan komunikasi terapeutik terhadap analisis hubungan antara motivasi kerja dengan
pasien lebih besar pada yang memiliki kepuasan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat di
kerja baik yaitu sebesar 96% dibandingkan RS Pemerintah, diperoleh gambaran bahwa
dengan yang memiliki kepuasan kerja kurang persentase responden yang patuh dalam
yaitu sebesar 36,4%. Begitu juga untuk analisis melaksanakan komunikasi terapeutik terhadap
hubungan antara kepuasan kerja dengan pasien lebih besar pada yang memiliki motivasi
pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat di kerja baik yaitu sebesar 96,2% dibandingkan
RS Swasta, diperoleh gambaran bahwa dengan yang memiliki motivasi kerja kurang yaitu
persentase responden yang patuh dalam sebesar 30%. Begitu juga untuk analisis
melaksanakan komunikasi terapeutik terhadap hubungan antara motivasi kerja dengan
pasien lebih besar pada yang memiliki kepuasan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat di
kerja baik yaitu sebesar 96,3% dibandingkan RS Swasta, diperoleh gambaran bahwa
dengan yang memiliki kepuasan kerja kurang persentase responden yang patuh dalam
yaitu sebesar 33,3%. melaksanakan komunikasi terapeutik terhadap
Adanya hubungan antara kepuasan kerja pasien lebih besar pada yang memiliki motivasi
dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik ini kerja baik yaitu sebesar 96,3% dibandingkan
didukung oleh teori kepuasan kerja Luthans tahun dengan yang memiliki motivasi kerja kurang yaitu
187
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 9 / No. 2 / Agustus 2014
188
Analisis Pelaksanaan Komunikasi ... (Nova F, Zahroh S)
189
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 9 / No. 2 / Agustus 2014
190
Analisis Pelaksanaan Komunikasi ... (Nova F, Zahroh S)
Berdasarkan hasil analisis uji statistik Pemerintah, dan nilai p 0,676 > (0,05) untuk
menggunakan uji independent t-test, didapatkan responden di RS Swasta. Hal ini berarti bahwa
nilai p 0,000 < (0,05), yang berarti ada tidak ada hubungan antara pendidikan responden
perbedaan antara umur di RS Pemeritah dengan dengan kepatuhan dalam melaksanakan
umur di RS Swasta. Dimana perbedaan umur komunikasi terapeutik terhadap pasien. Peneliti
antara RS Pemerintah dengan RS Swasta adalah berpendapat bahwa tidak adanya hubungan
antara 3,446 sampai 6,943; dengan perbedaan antara pendidikan dengan kepatuhan responden
rata-rata sebesar 5,194. dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik
kemungkinan disebabkan karena responden di
Jenis Kelamin RS Pemerintah Kota Banjar pada tingkat
Berdasarkan hasil uji statistik dengan pendidikan manapun memiliki kebiasaan yang
menggunakan uji chi square diperoleh nilai p sama dalam melaksanakan komunikasi
0,746 > (0,05) untuk RS Pemerintah, dan nilai terapeutik. Pendapat ini berdasarkan pada fakta
p 0,883 > (0,05) untuk RS Swasta. Hal ini bahwa jenjang karier keperawatan di Indonesia
berarti bahwa tidak ada hubungan antara jenis sulit di bedakan antara SPK, AKPER dan S.Kep/
kelamin responden dengan kepatuhan dalam S1. Walaupun pada dasarnya mereka
melaksanakan komunikasi terapeutik terhadap mempunyai perbedaan tingkat pendidikan,
pasien. Tidak adanya hubungan antara jenis namun di rumah sakit mereka mempunyai
kelamin dengan pelaksanaan komunikasi kesamaan dalam memberikan pelayanan
terapeutik ini didukung oleh pernyataan Budioro kesehatan di bidang keperawatan. Hak dan
yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan tanggung jawab mereka sama saja, baik dalam
yang penting antara karyawan laki-laki dengan memberikan obat (injeksi maupun oral), dalam
karyawan perempuan dalam prestasi kerja, melakukan tindakan seperti memasang infus,
karena tidak ada perbedaan dalam penyelesaian NGT ataupun kateter, begitu juga dalam
problem, keterampilan analis, motivasi, pelaksanaan komunikasi terapeutik. Oleh karena
kepemimpinan dan kemampuan belajar itu, responden yang berpendidikan D3 memiliki
(Budioro, 1998). kebiasaan pelaksanaan komunikasi terapeutik
Berdasarkan hasil analisis univariat, dapat yang sama dengan responden yang
diketahui bahwa sebanyak 63,9% responden berpendidikan S1.
di RS Pemerintah adalah perempuan, dan 36,1% Berdasarkan hasil analisis univariat,
responden adalah laki-laki. Sedangkan untuk diketahui bahwa bahwa 80,6% responden di RS
responden di RS Swasta, dapat diketahui bahwa Pemerintah berpendidikan D3, dan 19,4%
sebanyak 80,6% adalah perempuan, dan 19,4% responden lainnya berpendidikan S1. Sedangkan
responden adalah laki-laki. Selanjutnya hasil untuk responden di RS Swasta, sebanyak 72,2%
analisis uji statistik menggunakan uji independent responden berpendidikan D3, dan 27,8%
t-test, menunjukkan nilai p 0,118 > (0,05), responden lainnya berpendidikan S1.
yang berarti tidak ada perbedaan antara jenis Selanjutnya hasil analisis uji statistik
kelamin di RS Pemeritah dengan jenis kelamin menggunakan uji independent t-test
di RS Swasta. menunjukkan nilai p 0,412 > (0,05), yang
berarti tidak ada perbedaan antara pendidikan
Pendidikan di RS Pemeritah dengan pendidikan di RS
Berdasarkan hasil uji statistik dengan Swasta. Tidak adanya perbedaan pada variabel
menggunakan uji chi square diperoleh nilai p pendidikan antara kedua rumah sakit ini,
1,000 > (0,05) untuk responden di RS disebabkan karena responden untuk penelitian
191
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 9 / No. 2 / Agustus 2014
ini adalah sama, baik untuk di RS Pemerintah Swasta. Dimana dapat diketahui bahwa
dan di RS Swasta, yaitu perawat, maka variabel perbedaan masa kerja antara RS Pemerintah
pendidikan tentu tidak akan menunjukkan dengan RS Swasta adalah antara 3,386 sampai
perbedaan yang bermakna. 7,003; dengan perbedaan rata-rata sebesar
5,194. Perbedaan masa kerja antara responden
Masa Kerja di RS Pemerintah dengan di RS Swasta
Berdasarkan hasil analisis uji statistik dengan kemungkinan disebabkan perbedaan umur
menggunakan uji chi square diperoleh nilai p 0,964 berdirinya kedua rumah sakit, dimana RSUD
> (0,05) untuk RS Pemerintah, dan nilai p 1,000 Kota Banjar merupakan rumah sakit pertama di
> (0,05) untuk RS Swasta. Hal ini berarti bahwa Kota Banjar yang sudah berdiri sejak tahun
tidak ada hubungan antara masa kerja responden 1978, sedangkan RS Mitra Idaman merupakan
dengan kepatuhan dalam melaksanakan rumah sakit swasta yang baru berdiri tahun 2004,
komunikasi terapeutik terhadap pasien. Peneliti sehingga perbedaan umur berdirinya ini juga
berpendapat bahwa tidak adanya hubungan antara mempengaruhi masa kerja dari responden
masa kerja dengan pelaksanaan komunikasi masing-masing rumah sakit.
terapeutik, kemungkinan dipengaruhi oleh stres
kerja yang dialami oleh perawat masa kerja lama. Pengetahuan
Sehingga pada akhirnya walaupun memiliki Berdasarkan hasil analisis uji statistik dengan
pengalaman kerja lebih banyak, tetapi perawat menggunakan uji chi square diperoleh nilai p
masa kerja lama mempunyai kebiasaan 0,643 > (0,05) untuk RS Pemerintah, dan nilai
pelaksanaan komunikasi terapeutik yang sama saja p 0,883 > (0,05) untuk RS Swasta. Hal ini
dengan perawat masa kerja baru. Selanjutnya hal berarti bahwa tidak ada hubungan antara
ini juga didukung oleh Keliat tahun 1999 yang pengetahuan responden dengan kepatuhan dalam
menyatakan bahwa peran perawat di IGD dan melaksanakan komunikasi terapeutik terhadap
ruang rawat inap sangat penting karena merupakan pasien. Tidak adanya hubungan antara
ujung tombak pelayanan, dan perawat merupakan pengetahuan dengan pelaksanaan komunikasi
tenaga paling lama kontak atau berhubungan terapeutik ini didukung oleh pernyataan Green
dengan pasien dan keluarga, dimana hal ini dapat yang menyebutkan bahwa peningkatan
menjadi stressor yang kuat pada perawat didalam pengetahuan tidak selalu menyebabkan
lingkungan pekerjaan. Kemudian Abraham dan perubahan perilaku, walaupun pengetahuan
Steanly tahun 1997, menyatakan bahwa dalam merupakan faktor penting dalam perubahan
pelayanan kesehatan perawat yang mengalami perilaku (Green, 2000). Selanjutnya Winkel
stres kerja berat dapat kehilangan motivasi, menyatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh
mengalami kejenuhan yang berat dan tidak masuk seseorang akan menimbulkan pengertian dan
kerja lebih sering (Utomo, 2009). pemahaman terhadap pengetahuan tersebut.
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa Dengan memahami sesuatu hal yang dipelajari,
sebanyak 55,6% responden di RS Pemerintah seseorang akan dapat mengadakan penilaian.
memiliki masa kerja d 9,39 tahun, dan sebanyak Penilaian ini dapat positif atau negatif. Penilaian
58,3% responden memiliki masa kerja < 4,19 yang positif akan menimbulkan sikap positif, yang
tahun. Selanjutnya hasil analisis uji statistik dengan akhirnya akan berpengaruh pada perilaku positif
menggunakan uji independent t-test terhadap sesuatu yang dipelajari tersebut. Begitu
menunjukkan nilai p 0,000 < (0,05), yang juga sebaliknya, penilaian yang negatif akan
berarti bahwa ada perbedaan antara masa kerja menimbulkan sikap negatif, yang akhirnya akan
di RS Pemeritah dengan masa kerja di RS berpengaruh pada perilaku negatif terhadap
192
Analisis Pelaksanaan Komunikasi ... (Nova F, Zahroh S)
sesuatu yang dipelajari tersebut (Winkel, 1986). Berdasarkan hasil analisis univariat, dapat
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa diketahui bahwa sebanyak 66,7% responden
75% responden di RS Pemerintah memiliki RS Pemerintah memiliki sikap baik, dan 72,2%
pengetahuan baik, dan bahwa 80,6% responden responden RS Swasta memiliki sikap baik.
di RS Swasta memiliki pengetahuan baik. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis uji statistik
Berdasarkan hasil analisis analisis uji statistik dengan menggunakan uji independent t-test,
menggunakan uji independent t-test, didapatkan diketahui bahwa nilai p 0,044 < (0,05), yang
nilai p 0,373 > (0,05), yang berarti tidak ada berarti ada perbedaan antara sikap di RS
perbedaan antara pengetahuan di RS Pemeritah Pemeritah dengan sikap di RS Swasta.
dengan pengetahuan di RS Swasta. Tidak adanya Selanjutnya dapat diketahui bahwa perbedaan
perbedaan bermakna antara responden di RS sikap antara RS Pemerintah dengan RS Swasta
Pemerintah dan di RS Swasta pada penelitian adalah antara 2,851 sampai -0,038; dengan
ini, karena responden di kedua rumah sakit perbedaan rata-rata sebesar -1,444. Nilai rata-
adalah sama yaitu perawat, dimana semua rata sikap responden di RS Swasta yang lebih
perawat tentu memiliki pengetahuan yang sama baik daripada nilai rata-rata sikap responden di
mengenai komunikasi terapeutik, karena RS Pemerintah kemungkinan disebabkan oleh
merupakan salah satu cabang ilmu keperawatan, tuntutan untuk memberikan atau menampilkan
maka variabel pengetahuan (mengenai performa kerja terbaik yang disampaikan oleh
komunikasi terapeutik) tentu tidak akan manajemen rumah sakit, sehingga dalam kondisi
menunjukkan perbedaan yang bermakna. apapun, melayani pasien dengan baik tetap harus
menjadi prioritas.
Sikap
Berdasarkan hasil analisis uji statistik dengan SIMPULAN
menggunakan uji chi square diperoleh nilai p Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan
0,479 > (0,05) untuk RS Pemerintah, dan nilai beberapa hal sebagai berikut : Ada perbedaan
p 0,676 > (0,05) untuk RS Swasta. Hal ini yang signifikan pada pelaksanaan komunikasi
berarti bahwa tidak ada hubungan antara sikap terapeutik perawat di RS Pemerintah dan di RS
responden dengan kepatuhan dalam Swasta, dimana pelaksanaan komunikasi
melaksanakan komunikasi terapeutik terhadap terapeutik perawat RS swasta lebih baik.
pasien. Tidak adanya hubungan antara Faktor-faktor yang berhubungan secara
pengetahuan dengan pelaksanaan komunikasi signifikan dengan pelaksanaan komunikasi
terapeutik ini didukung oleh pernyataan Atkinson terapeutik perawat di RS Pemerintah maupun di
dalam Azwar tahun 1995 menyatakan bahwa RS Swasta adalah sama, yaitu variabel kepuasan
sekalipun diasumsikan bahwa sikap merupakan kerja, motivasi kerja, iklim kerja, dukungan
predisposisi evaluasi yang banyak menentukan teman kerja dan dukungan kepala ruang rawat
cara individu bertindak, akan tetapi sikap dan inap.
tindakan sering kali jauh berbeda. Hal ini karena Faktor yang paling dominan berpengaruh
tindakan nyata ditentukan tidak hanya oleh sikap, terhadap kepatuhan perawat di RS Pemerintah
akan tetapi oleh berbagai faktor eksternal dalam melaksanakan komunikasi terapeutik adalah
lainnya. Sikap tidaklah sama dengan perilaku, dan motivasi kerja dengan nilai Odd Ratio 36,866,
perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap artinya bahwa motivasi kerja yang baik akan
seseorang, sebab sering kali terjadi bahwa memungkinkan responden di RS Pemerintah lebih
seseorang memperlihatkan tindakan yang patuh dalam melaksanakan komunikasi terapeutik
bertentangan dengan sikapnya (Kholid, 2012). terhadap pasien sebanyak 36,866 kali dibanding
193
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 9 / No. 2 / Agustus 2014
motivasi kerja yang tidak baik. Sedangkan di RS kerja, motivasi kerja, iklim kerja, dukungan
Swasta adalah dukungan kepala ruang rawat inap teman kerja dan dukungan kepala ruang rawat
dengan nilai Odd Ratio 28,598, artinya bahwa inap. Perbedaan yang tidak bermakna antara RS
dukungan kepala ruang rawat inap yang baik akan Pemerintah dengan RS Swasta nampak pada
memungkinkan responden di RS Swasta lebih variabel : pendidikan, jenis kelamin, dan
patuh dalam melaksanakan komunikasi terapeutik pengetahuan.
terhadap pasien sebanyak 28,598 kali dibanding
dukungan kepala ruang rawat inap yang tidak baik. KEPUSTAKAAN
Faktor lain yang berpengaruh secara Abraham & Shanley. 1997. Psikologi Sosial
bersama-sama terhadap pelaksanaan komunikasi Untuk Perawat. EGC. Jakarta.
terapeutik di RS Pemeritah adalah dukungan Aditama, T.Y. 2004. Manajemen Administrasi
teman dengan nilai Odd Ratio 13,738, artinya Rumah Sakit. Universitas Indonesia.
bahwa dukungan teman kerja yang baik akan Jakarta.
memungkinkan responden di RS Pemerintah Azwar, A. 1994. Program menjaga mutu
lebih patuh dalam melaksanakan komunikasi pelayanan kesehatan. IDI. Jakarta.
terapeutik terhadap pasien sebanyak 13,738 kali
dibanding dukungan teman kerja yang tidak baik. Budioro, B. 1998. Pengantar Pendidikan dan
Sedangkan di RS Swasta adalah dukungan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.
teman dengan nilai Odd Ratio 16,209, artinya Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
bahwa dukungan teman yang baik akan Diponegoro. Semarang.
memungkinkan responden di RS Swasta lebih DepKes. 2009. Sistem Kesehatan Nasional :
patuh dalam melaksanakan komunikasi Bentuk dan Cara Penyelenggaraan
terapeutik terhadap pasien sebanyak 16,209 kali Pembangunan Kesehatan. Departemen
dibanding dukungan teman yang tidak baik. Kesehatan RI. Jakarta, 2009.
Besarnya sumbangan variabel motivasi kerja Dalam http://www.depkes.go.id/downloads/
dan dukungan teman kerja secara bersama-sama SKN%20final.pdf (diakses tanggal 03
terhadap variabel pelaksanaan komunikasi Februari 2013).Redaksi. 2011. Undang-
terapeutik perawat di RS Pemerintah adalah Undang Kesehatan (UU RI No.36 Th.
sebesar 99,9% dan selebihnya atau 0,1 % 2009). Penerbit Sinar Grafika. Jakarta.
ditentukan oleh variabel lain di luar penelitian ini. DepKes. 2010. Langkah Rumah Sakit mencapai
Sedangkan besarnya sumbangan variabel pelayanan standar internasional.
dukungan kepala ruang rawat inap dan dukungan Departemen Kesehatan RI : Humas
teman kerja secara bersama-sama terhadap Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
variabel pelaksanaan komunikasi terapeutik Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
perawat di RS Swasta adalah sebesar 99,6% Dalam http://buk.depkes.go.id/index.php?
dan selebihnya atau 0,4% ditentukan oleh variabel option=com_content&view=article&id=
lain di luar penelitian ini. 197:langkah-rumah-sakit-mencapai-
Terdapat perbedaan yang bermakna pada pelayanan-standar-internasional (diakses
pelaksanaan komunikasi terapeutik di RS tanggal 20 Maret 2013).
Pemeritah dengan pelaksanaan komunikasi
terapeutik di RS Swasta, dengan p-value = Dalam : http://etd.eprints.ums.ac.id/4395/1/
0,000. Perbedaan yang bermakna antara RS J220060047.pdf. (diakses tanggal 12
Pemerintah dengan RS Swasta nampak pada Februari 2014).
variabel : umur, masa kerja, sikap, kepuasan Davis, K. & Newstorm, J. W. 1996. Perilaku
194
Analisis Pelaksanaan Komunikasi ... (Nova F, Zahroh S)
Dalam Organisasi. Terjemahan Agus Darma Royani. 2010. Hubungan Sistem Penghargaan
Jilid I. Penerbit Erlangga. Jakarta. Dengan Kinerja Perawat Dalam
Fred, L. 2006. Perilaku Organisasi 10th. Edisi Melaksanakan Asuhan Keperawatan di
Indonesia. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Rumah Sakit Daerah Cilegon Banten. (Tesis).
Gibson, I. & Donelly Jr. 1996. Organisasi : Suryani. 2006. Komunikasi Terapeutik: Teori &
Perilaku Struktur Proses. Terjemahan Praktik. EGC. Jakarta.
Nunuk Ardriani Jilid I. Penerbit Binarupa Suyanto. 2009. Mengenal Kepemimpinan dan
Aksara. Jakarta. Manajemen Keperawatan di Rumah Sakit.
Glanz, K, Lewis. M. F. & Rimer. K. B. 1996. Mitra Cendikia Press. Yogyakarta.
Health Behaviour and Health Education : Utomo, D. P. 2009. Hubungan Stres Kerja
Theory, Research, and Practice. Jossey- Dengan Adaptasi Pada Perawat di Instalasi
Bass A Willey Company. San Fransisco. Gawat Darurat RSUD Pandan Arang
Green, L & Marshall W. Kreuter. 2000. Health Boyolali. (Skripsi).
Promotion Planning : an Educational and Winkel, W.S. 1986. Psikologi Pendidikan dan
Environmental Approach Second Edition. Evaluasi Belajar. Gramedia. Jakarta.
Mayfield Publishing Company. California.
Jalaluddin, R. 2012. Psikologi Komunikasi. PT.
Remaja Rosdakarya. Bandung.
Kholid, A. 2012. Promosi Kesehatan : Dengan
Pendekatan Teori Perilaku, Media dan
Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Lupiyoadi, R & Hamdani, A. 2009. Manajemen
Pemasaran Jasa. Salemba Empat. Jakarta.
Machfoedz, M. 2009. Komunikasi keperawatan:
Komunikasi Terapeutik. Penerbit Ganbika.
Yogyakarta.
Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan :
Aplikasi dalam pelayanan. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Nugroho, H. A & Aryati, S. 2009. Hubungan
Antara Komunikasi Terapeutik Perawat
Dengan Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit
Islam Kendal. FIKKes UNIMUS : Jurnal
Keperawatan UNIMUS, Volume 2,
Nomor 2. Edisi Maret 2009 : 36-41.
UNIMUS. Semarang.
Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan :
Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Salemba Medika. Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan
Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta.
195