You are on page 1of 13

Asuhan Keperawatan Ali

Amran

Klasik

Kartu Lipat

Majalah

Mozaik

Bilah Sisi

Cuplikan

Kronologis
INTRA NATAL
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya serta nikmat yang tidak terhingga seperti nikmat iman dan islam, nikmat sehat
walafiat sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul asuhan keperawatan pada
klien intranatal
1

ISK ( infeksi saluran Kemih )


A. Definisi

Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya invasi
mikroorganisme pada saluran kemih. ( Agus Tossy , ardaya,suwanto 2001).
CKR ( Cidera Kepala Ringan )
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma kepala atau cedera kepala merupakan kasus yang sangat sering terjadi dalam
kehidupan kita sehari-hari.

OCT

25

Perdarahan Saluran Cerna

BAB I
PENDAHULUAN

Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di dalam
rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga
medis maupun non medis termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama
yang cepat dan tepat akan menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup
untuk mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut.
Adapun yang disebut sebagai penderita gawat darurat adalah penderita yang
memerlukan pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang mengancam
nyawa,sehingga memerlukan suatu pertolongan yang cepat, tepat, cermat untuk
mencegah kematian maupun kecacatan. Untuk memudahkan dalam pemberian
pertolongan korban harus diklasifikasikan termasuk dalam kasus gawat darurat,
darurat tidak gawat, tidak gawat tidak darurat dan meninggal.
Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dimana pasien
berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan hemodinamik adalah
trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ yang berada di rongga
abdomen adalah organ-organ pencernaan. Selain trauma abdomen kasus-kasus
kegawatdaruratan pada system pencernaan salah satunya perdarahan saluran
cerna baik saluran cerna bagian atas ataupun saluran cerna bagian bawah bila hal
ini dibiarkan tentu akan berakibat fatal bagi korban atau pasien bahkan bisa
menimbulkan kematian. Oleh karena itu kita perlu memahami penanganan
kegawatdaruratan pada system pencernaan secara cepat,cermat dan tepat
sehingga hal-hal tersebut dapat kita hindari.
BABII
PEMBAHASAN

A. DEFINISI PERDARAHAN SALURAN CERNA DAN TRAUMA ABDOMEN


Perdarahan saluran cerna yaitu perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di
sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa
ditemukannya darah dalam tinja atau muntah darah,tetapi gejala bisa juga
tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan tertentu. Saluran
perncernaan dibagi menjadi 2 yaitu, perdarahan saluran cerna bagian atas dan
saluran cerna bagian bawah. Saluran cerna bagian atas ( upper GI ) meliputi : mulut,
faring, esophagus dan lambung. Sedangkan saluran cerna bagian bawah ( lower GI)
meliputi : usus halus dan usus besar sampai anus.
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001 :
2476 )
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak
diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk
(Ignativicus & Workman, 2006).
B. ETIOLOGI
1. Perdarahaan saluran cerna
Perdarahan saluran cerna bagian atas ( upper GI ) umumnya dapat disebabkan
antara lain :
a. Ulkus peptikum
b. Varises esophagus pada hipertensi portal
c. Gastritis erosive atau ulseratif :
Alcohol dalam jumlah besar
Obat-obatan : salisilat, fenilbutazon, indometasin, kortikosteroid, reserpin dosis
besar (oral/parenteral).
Stress berat : penyakit intracranial, luka bakar, sepsis.
d. Lain-lain : esofagitis, karsinoma lambung ( biasanya bersifat perdarahan kronik ),
ruptura aneurisma aorta, laserasi hepar ( hemobilia ), uremi.
Perdarahan saluran cerna bagian bawah ( lower GI) umumnya disebabkan antara
lain:
a. Lesi daerah anus : hemoroid, fisura ani, fistula ani.
b. Penyakit rectum dan usus besar : karsinoma, polip, radang ( colitis ulseratif, penyakit
crohn, amuba ) dan divertikulum.
c. Penyakit jejunum dan ileum : volvulus, enterokolitis nekrotikans ( keduanya pada
bayi baru lahir ), invaginasi ( bayi dan anak-anak < 2 tahun ), divertikulum
Meckel (perdarahan banyak dan berulang pada anak dan dewasa muda), tifoid.

2. Trauma tumpul abdomen


Dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk
pengaman (set-belt) (FKUI, 1995).
C. PATOFISIOLOGI
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas
Ulkus peptikum, perdarahan pada ulkus peptikum merupakan manifestasi yang
utama dari penyakit ini .
Gastritis erosive tjd org yg mengkonsumsi alkohol & obat-obat antiinflamasi dpt
menyebabkan terjadinya erosi lambung. Erosi lambung juga terjadi pada orang yang
mengalami trauma berat, pembedahan, & penyakit sistemik yang berat.7
Varises & gastropati hipertensi portal, terjado secara mendadak disebabkan oleh
hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat sirosis hepar, kemudian akan
menyebabkan perdarahan varises.
Ruptur mukosa esofagogastrika (Sindrom Mallory Weiss), perdarahan disebabkan
karena laserasi mukosa.

2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah


Lesi pd anus & rectum, perdarahan dapat terjadi karena feses yang mengeras
sehingga defekasi dilakukan dengan mengejan. Trauma rectum & msuknya benda
asing dalam rectum juga dapat menyebabkan terjadinya hematochezia.
Lesi pada colon, perdarahan terjadi karena karsinoma maupun polip pada colon.
3. Trauma tumpul
Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya
menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi
sering menimbulkan kerusakan organ multipel, seperti organ padat ( hepar, lien,
ginjal ) dari pada organ-organ berongga. (Sorensen, 1987)
Yang mungkin terjadi pada trauma abdomen adalah :

Perforasi
Gejala perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia atau
mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya lambung, maka terjadi
perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma dan timbul gejala peritonitis
hebat.
Bila perforasi terjadi di bagian bawah seperti kolon, mula-mula timbul gejala karena
mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak. Baru setelah 24 jam
timbul gejala-gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.
Mengingat kolon tempat bakteri dan hasil akhirnya adalah faeses, maka jika kolon
terluka dan mengalami perforasi perlu segera dilakukan pembedahan. Jika tidak
segera dilakukan pembedahan, peritonium akan terkontaminasi oleh bakteri dan
faeses. Hal ini dapat menimbulkan peritonitis yang berakibat lebih berat.
Perdarahan
Setiap trauma abdomen (trauma tumpul, trauma tajam, dan tembak) dapat
menimbulkan perdarahan. Yang paling banyak terkena robekan pada trauma adalah
alat-alat parenkim, mesenterium, dan ligamenta; sedangkan alat-alat traktus
digestivus pada trauma tumpul biasanya terhindar. Diagnostik perdarahan pada
trauma tumpul lebih sulit dibandingkan dengan trauma tajam, lebih-lebih pada taraf
permulaan. Penting sekali untuk menentukan secepatnya, apakah ada perdarahan
dan tindakan segera harus dilakukan untuk menghentikan perdarahan tersebut.
Sebagai contoh adalah trauma tumpul yang menimbulkan perdarahan dari limpa.
Dalam taraf pertama darah akan berkumpul dalam sakus lienalis, sehingga tanda-
tanda umum perangsangan peritoneal belum ada sama sekali.
Dalam hal ini sebagai pedoman untuk menentukan limpa robek(ruptur lienalis)
adalah:
Adanya bekas (jejas) trauma di daerah limpa
Gerakkan pernapasan di daerah epigastrium kiri berkurang
Nyeri tekan yang hebat di ruang interkostalis 9 - 10 garis aksiler depan kiri.

Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen Nyeri

Motilitas usus

Disfungsi usus Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

Gangguan cairan Nutrisi kurang dari


dan eloktrolit kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Saluran pencernaan
Gambaran kliniknya berbeda-beda tergantung pada :
Letak sumber perdarahan dan kecepatan gerak usus
Kecepatan dan jumlah perdarahan
Keadaan penderita sebelum perdarahan
Hematemesis ialah dimuntahkannya darah dari mulut, darah dapat berasal dari
saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan (epistaksis, hemoptisis,
ekstraksi gigi, tonsilektomi). Tergantung pada lamanya kontak dengan asam
lambung, darah dapat berwarna merah, coklat atau hitam. Biasanya tercampur sisa
makanan dan bereaksi asam.
Melena ialah feces berwarna hitam seperti ter karena tercampur darah ;umumnya
terjadi akibat perdarahan saluran cerna bagian atas yang lebih dari 50-100ml dan
biasanya disertai hematemesis. Melana tanpa hematemesis terjadi pada perdarahan
jejunum atau ileum asalkan perjalanannya dalam usus lambat. Biasanya melena
berlangsung 1-3 hari, lalu berangsur normal meskipun darah samar mungkin
menetap sampai 3-8 hari (perdarahan <50 ml, diketahui dengan tes benzidin).
Hematokezia ialah keluarnya darah segar dari anus umumya terjadi akibat
perdarahan saluran cerna bagian bawah. Dapat juga disebabkan perdarahan
saluran cerna bagian atas yang besar dan cepat disalurkan melalui usus.
2. Trauma tumpul
Gambaran kliniknya antara lain :
Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di
bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh
iritasi.
Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat
pasien dalam posisi rekumben.
Mual dan muntah
Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi

E. PROSEDUR DIAGNOSTIK
1. Perdarahan saluran pencernaan bagian atas
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lamah atau
kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat
penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme, penyakit
lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti: leukemia
dan lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri
atau pedih di daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak.
Dari hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar
dengan memakai takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-
lain. Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu
diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda
anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang
lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari
tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti,
eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan
edema tungkai. Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit,
leukosit, sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan
secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.

Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah
esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan
duodenum. emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada
daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya
varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan
radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.

Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara
endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal
dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah
dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi
untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang
sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau
sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.

Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati


Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit
hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran
makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang
sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.

2. Trauma tumpul
Riwayat
Dapatkan keterangan mengenai perlukaannya, bila mungkin dari penderitanya
sendiri, orang sekitar korban, pembawa ambulans, polisi, atau saksi-saksi lainnya,
sesegera mungkin, bersamaan dengan usaha resusitasi.

Penemuan
Trauma tumpul pada abdomen secara tipikal menimbulkan rasa nyeri tekan, dan
rigiditas otot, pada daerah terjadinya rembesan darah atau isi perut. Tanda-tanda ini
dapat belum timbul hingga 12 jam atau lebih pasca trauma, sehingga kadanga-
kadang diperlukan pengamatan yang terus-menerus yang lebih lama. Nyeri yang
berasal dari otot dan tulang, mungkin malah tak terdapat tanda-tanda objektif yang
dapat menunjukan perlukaan viseral yang luas. Fraktur pada iga bagian bawah
sering kali menyertai perlukaan pada hati dan limpa. Pemeriksaan rektum secaga
digital, dapat menimbulkan adanya darah pada feses

Test Laboratorium
Secara rutin, diperiksa hematokrit, hitung jenis leukosit, dan urinalisis, sedangkan
test lainnya dilakukan bila diperlukan. Nilai-nilai amilase urine, dan serum dapat
membantu untuk menentukan adanya perlukaan pankreas atau perforasi usus.

Foto Sinar X

Film polos abdomen dapat menunjukkan adanya udara bebas intraperitoneal,


obliterasi bayangan psoas, dan penemuan-penemuan lainnya yang pada umunya
tak khas. Fraktur prosesus transversalis menunjukan adanya trauma hebat, dan
harus mengingatkan kita pada kemungkinan adanya perlukaan viseral yang hebat.
Film dada dapat menunjukkan adanya fraktur iga, hematotorak, pnemotorak, atau
lainnya yang berhubungan dengan perlukaan thorak
Penderita dengan tauma tumpul sering memerlukan foto thorak sinar X tengkorak,
pelvis, dan anggota gerak lainnya.
Studi kontras pada saluran kemih diperlukan bila terdapat hematuria.
Foto sinar X dengan kontras pada saluran pencernaan atas dan bawah, diperlukan
pada kasus tertentu.
C.T Scan abdomen sangat membantu pada beberapa kasus, tetapi inibelim banyak
dilakukan.
Angiografi dapat memecahkan teka-teki tantang perlukaan pada limpa, hati, dan
pakreas. Pada kenyataanya, angiografi abdominal jarang dilakukan.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)


Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas dapat dibagi atas:
a. Penatalaksanaan umum/suportif
b. Penatalaksanaan khusus
c. Usaha menghilangkan faktor agresif
d. Usaha meningkatkan faktor defensif
e. Penatalaksanaan bedah

a. Penatalaksanaan umum atau suportif


Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital. Yang paling
penting pada pasien perdarahan SCBA adalah memberikan resusitasi pada waktu
pertama kali datang ke rumah sakit. Kita harus secepatnya memasang infus untuk
pemberian cairan kristaloid (seperti NaCL 0.9% dan lainnya) ataupun koloid (plasma
expander) sambil menunggu darah dengan/tanpa komponen darah lainnya bila
diperlukan. Selang nasogastrik perlu dipasang untuk memonitor apakah perdarahan
memang berasal dari SCBA dan apakah masih aktif berdarah atau tidak dengan
melakukan bilasan lambung tiap 6 jam sampai jernih.
Pasien harus diperiksa darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit dan
trombosit) tiap 6 jam untuk memonitor aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila dicurigai
adanya kelainan pembekuan darah seperti Disseminated Intravascular Coagullation
(DIC) dan lainnya, harus dilakukan pemeriksaan pembekuan darah seperti masa
perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, APTT, masa trombin, Burr Cell, D
dimmer dan lainnya. Bila terdapat kelainan pembekuan darah harus diobati sesuai
kelainannya. Pada penderita dengan hipertensi portal dimana perdarahan
disebabkan pecahnya varises esofagus dapat diberikan obat somatostatin atau
oktreotide. Pada perdarahan non varises yang masif,
dapat juga diberikan somatostatin atau oktroetide tetapi jangka pendek 1-2 hari saja.
Pada prinsipnya, urutan penatalaksanaan perdarahan SCBA dapat mengikuti
anjuran algoritme penatalaksanaan dari Konsensus Nasional Indonesia atau Palmer
atau Triadapafilopoulos.
Selain pengobatan pada pasien perdarahan perlu diperhatikan pemberian nutrisi
yang optimal sesegera mungkin bila pasien sudah tidak perlu dipuasakan lagi , dan
mengobati kelainan kejiwaan/psikis bila ada dan memberikan edukasi mengenai
penyakit pada pasien dan keluarga misal memberi tahu mengenai penyebab
perdarahan dan bagaimana cara-cara pencegahaan agar tidak mengalami
perdarahan lagi.
b. Penatalaksanaan khusus
Penatalaksanaan khusus merupakan penatalaksanaan hemostatik perendoskopik
atau terapi embolisasi arteri.
Terapi hemostatik perendoskopik yang diberikan pada pecah varises esofagus
yaitu tindakan skleroterapi varises perendoskopik (STE) dan ligasi varises
perendoskopik (LVE). Pada perdarahan karena kelainan non varises, dilakukan
suntikan adrenalin di sekitar tukak atau lesi dan dapat dilanjutkan dengan suntikan
etoksi-sklerol atau obat fibrinogen-trombin atau dilakukan terapi koagulasi listrik atau
koagulasi dengan heat probe atau terapi laser, atau koagulasi denganbipolar
probe atau yang paling baik yaitu hemostatik dengan terapi metal clip.
Bila pengobatan konservatif, hemostatik endoskopik gagal atau kelainan berasal dari
usus halus dimana skop tak dapat masuk dapat dilakukan terapi embolisasi arteri
yang memperdarahi daerah ulkus.
Terapi ini dilakukan oleh dokter spesialis radiologi intervensional.
c. Usaha menghilangkan faktor agresif
Usaha yang diperlukan untuk menghilangkan faktor agresif pada perdarahan SCBA
karena kelainan non varises antara lain :
a. Memperbaiki/menghindari faktor predisposisi atau risiko seperti gizi, stres,
lingkungan, sosioekonomi
b. Menghindari/menghentikan paparan bahan atau zat yang agresif seperti asam,
cuka, OAINS, rokok, kortikosteroid dan lainnya
c. Memberikan obat yang dapat mengurangi asam lambung seperti antasida,
antimuskarinik, penghambat reseptor H2 (H2RA), penghambat pompa proton (PPI).
PPI diberikan per injeksi bolus intra vena 2-3 kali 40 mg/hari atau bolus intra vena 80
mg dilanjutkan kontinu infus drip 8 mg/jam selama 12 jam kemudian intra vena 4
mg/jam sampai 5 hari atau sampai perdarahan berhenti lalu diganti oral 1-2 bulan.
Alasan mengapa PPI diindikasikan pada perdarahan non varises, karena PPI dapat
menaikkan pH diatas 6 sehingga menyebabkan bekuan darah yang terbentuk tetap
stabil, tidak lisis
d. Memberikan obat eradikasi kuman Helicobacter pylori dapat berupa terapi tripel
dan terapi kuadrupel selama 1- 2 minggu :
Terapi tripel :
1. PPI + amoksisilin + klaritromisin
2. PPI + metronidazol + klaritromisin
3. PPI + metronidazol + tetrasiklin
Terapi kuadrupel, bila tripel gagal :
1. Bismuth + PPI + amoksisilin + klaritromisin
2. Bismuth + PPI + metronidazol + klaritromisin
3. Bismuth + PPI + tetrasiklin + metronidazole (untuk daerah
resistensi tinggi klaritromisin)
d. Usaha meningkatkan faktor defensif
Usaha ini dilakukan dengan memberikan obat-0bat yang meningkatkan faktor
defensif selama 4 8 minggu antara lain :
a. Sukralfat 3 kali 500-1000 mg per hari
b. Cetraxate 4 kali 200 mg per hari
c. Bismuth subsitrat 2 kali 2 tablet per hari
d. Prostaglandin eksogen 2-3 kali 1 tablet per hari
e. Tephrenone 3 kali 50 mg per hari
f. Rebamipide 3 kali 100 mg per hari
e. Penatalaksanaan bedah/operatif
Penatalaksanaan bedah/operatif merupakan penatalaksanaan yang cukup penting
bilapenatalaksanaan konservatif dan khusus gagal atau memang sudah ada
komplikasi yang merupakan indikasi pembedahan. Biasanya pembedahan dilakukan
bila pasien masuk dalam :
a. Keadaan gawat I sampai II
b. Komplikasi stenosis pilorus-duodenum, perforasi, tukak duodenum refrakter
Yang dimaksud dengan gawat I adalah bila perdarahan SCBA dalam 8 jam pertama
membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter, sedangkan gawat II adalah bila
dalam 24 jam pertama setelah gawat I pasien masih membutuhkan darah untuk
transfusi sebanyak 2 liter.
2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah ( SCBB )
Penatalaksanaan perdarahan SCBB tentunya akan bervariasi tergantung pada
penyebab atau lesi sumber perdarahan, dampak hemodinamik yang telah terjadi
pada waktu masuk rumah sakit, pola perdarahan yang bersifat akut atau telah
berlangsung lama/kronik.
Riwayat Penyakit
Nilai dalam anamnesis apakah perdarahan/darah tersebut bercampur dengan feses (seperti
terjadi pada kolitis atau lesi di proksimal rektum) atau terpisah/menetes (terduga hemoroid),
pemakaian antikoagulan, atau terdapat gejala sistemik lainnya seperti demam lama (tifoid, kolitis
infeksi), menurunnya berat badan (kanker), perubahan pola defekasi (kanker), tanpa rasa sakit
(hemoroid intema, angiodisplasia), nyeri perut (kolitis infeksi, iskemia mesenterial), tenesmus ani
(fisura, disentri). Apakah kejadian ini bersifat akut, pertama kali atau berulang, atau kronik, akan
membantu ke arah dugaan penyebab atau sumber perdarahan.

Pemeriksaan Fisik
Segera nilai tanda vital, terutama ada tidaknya renjatan atau hipotensi postural (Tilt test). Jangan
lupa colok dubur untuk menilai sifat darah yang keluar dan ada tidaknya kelainan pada anus
(hemoroid interna, tumor rektum). Pemeriksaan fisis abdomen untuk menilai ada tidaknya rasa
nyeri tekan (iskemia mesenterial), rangsang peritoneal (divertikulitis), massa intraabdomen
(tumor kolon, amuboma, penyakit Crohn). Pemeriksaan sistemik lainnya: adanya artritis
(inflammatory bowel disease), demam (kolitis infeksi), gizi buruk (kanker), penyakit jantung
koroner (kolitis iskemia).
Laboratorium
Segera harus dinilai adalah kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan kalau sarana lengkap
waktu protrombin. Laboratorium lain sesuai indikasi. Penilaian hasil laboratorium harus
disesuaikan dengan keadaan klinis yang ada. Penilaian kadar hemoglobin dan hematokrit,
misalnya pada perdarahan akut dan masif, akan berdampak pada kebijakan pilihan jenis darah
yang akan diberikan pada proses resusitasi.
Anoskopi/Rektoskopi
Pada umumnya dapat segera mengetahui sumber perdarahan tersebut bila berasal dari
perdarahan hemoroid interna atau adanya tumor rektum. Dapat dikerjakan tanpa persiapan yang
optimal.
Sigmoidoskopi
Perdarahan dari sigmoid (misalnya tumor sigmoid) masih mungkin dapat diidentifikasi dengan
pemeriksaan ini dengan hanya persiapan laksan enema (YAL) atau klisma, mengingat darah
dalam lumen usus itu sendiri sudah bersifat laksan.
Kolonoskopi
Pada keadaan yang bersifat elektif dengan persiapan yang optimal, pemeriksaan ini dapat
dengan relatif mudah mengidentifikasi sumber perdarahan di seluruh bagian kolon sampai ileum
terminal. Tetapi pada keadaan perdarahan aktif, lumen usus penuh darah (terutama bekuan
darah), maka lapang pandang kolonoskop akan terhambat. Diperlukan usaha yang berat untuk
membersihkan lumen kolon secara kolonoskopi. Sering sekali lumen skop tersumbat total
sehingga pemeriksaan harus dihentikan. Tidak jarang hanya dapat menyumbangkan informasi
adanya demarkasi atau batas antara lumen kolon yang bersih dari darah dan diambil kesimpulan
bahwa letak sumber perdarahan di distal demarkasi tersebut
Push Enteroskopi
Pemeriksaan ini dilakukan melalui SCBA dan melewati ligamentum Treitz serta dapat
mengidentifikasi perdarahan pada usus kecil. Sarana ini masih sangat jarang di Indonesia.
Barium Enema (colon in loop)
Pada keadaan perdarahan akut dan emergensi, pemeriksaan ini tidak mempunyai peran.
Bahkan kontras yang ada akan memperlambat rencana pemeriksaan kolonoskopi (kontras
barium potensial dapat menyumbat saluran pada skop) atau skintigrafi (kontras barium akan
mengacaukan interpretasi) bila diperlukan. Serta tidak ada tambahan manfaat terapeutik. Tetapi
pada keadaan yang elektif, pemeriksaan ini mampu mengidentifikasi berbagai lesi yang dapat
diprakirakan sebagai sumber perdarahan (tidak dapat menentukan sumber perdarahan).
Angiografi/Arteriografi
Injeksi zat kontras lewat kanul yang dimasukkan melalui arteri femoralis dan arteri mesenterika
superior atau inferior, memungkinkan visualisasi lokasi sumber perdarahan. Dengan teknik ini
biasanya perdarahan arterial dapat terdeteksi bila lebih dari 0,5 ml per menit. Arteriografi dapat
dilanjutkan dengan embolisasi terapeutik pada pembuluh darah yang menjadi sumber
perdarahan.

Blood Flow Scintigraphy (Nuclear Scintigraphy)


Darah pasien diambil dan dilabel dengan zat radioaktif (99m.technitium), kemudian dimasukkan
kembali ke dalam tubuh. Darah yang berlabel tersebut akan bersirkulasi dan keluar pada
daerah/lokasi lesi. Tehnik ini dilaporkan dapat mendeteksi perdarahan yang relatif sedikit (0,1 ml
per menit). Scanning diambil pada jam 1 dan 4 setelah injeksi darah berlabel serta 24 jam
setelah itu atau sesuai dengan prakiraan terjadinya perdarahan. Sehingga dapat mendeteksi
perdarahan yang bersifat intermiten dengan cara mengambil scanning pada jam-jam tertentu.
Operasi Laparatomi Eksplorasi
Tentunya proses operasi secara langsung dapat mengidentifikasi sumber perdarahan. Tetapi
masalahnya adalah kapan tindakan ini akan dilakukan sebagai modalitas diagnostik sekaligus
terapeutik, bagaimana pertimbangan toleransi operasi bagi pasien dan sejauh mana kemudahan
untuk mengidentifikasi sumber perdarahan durante operasi. Secara nyata dalam praktek
penatalaksanaannya di rumah sakit, hal ini sering menimbulkan kontroversi. Keadaan ini
membutuhkan koordinasi multidisiplin yang terkait. Pada dasarnya laparatomi eksplorasi
diindikasikan bila perdarahan hebat yang tidak dapat diatasi secara konservatif. Perdarahan
berulang pada keadaan yang sudah teridentifikasi sumber perdarahan pada pemeriksaan
kolonoskopi, arteriografi, atau scanning, juga tidak memerlukan intervensi operasi. Risiko operasi
akan menurun bila pada operasi tersebut dapat dilakukan identifikasi sumber perdarahan per
kolonoskopik, baik sebelum maupun durante operasi.
3. Trauma tumpul abdomen
Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi
untuk laparotomi.
Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
Pemberian antibiotik
Mencegah infeksi.
Laparotomi

Diposkan 25th October 2012 oleh ali amran

0
Tambahkan komentar

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MILLITUS


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan sistem endokrin merupakan suatu gangguan sistem tubuh yang melibatkan banyak
aspek. Hal ini disebabkan sistem endokrin dipertimbangkan sebagai salah satu sistem tubuh
yang kompleks.

Memuat
Tema Tampilan Dinamis. Diberdayakan oleh Blogger.

You might also like