You are on page 1of 11

ABSES PERIANAL

Pembimbing:
dr. Santi, Sp. B

Disusun oleh:
Anna Elisa (071200700 )
Andi Diyanti Y.S. (07120070050)

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto
Periode 23 Januari 2012 31 Maret 2012
DAFTAR ISI:

DAFTAR ISI:........................................................................................2
Definisi...............................................................................................3
Anatomi.............................................................................................3
Epidemiologi......................................................................................5
Etiologi...............................................................................................5
Patofisiologi........................................................................................6
Manifestasi Klinis...............................................................................7
Pemeriksaan Fisik..............................................................................7
Diagnosis...........................................................................................7
Penatalaksanaan................................................................................8
Farmakologik...................................................................................8
Operatif...........................................................................................8
Prognosis...........................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................9

2
Definisi
Abses perianal merupakan infeksi jaringan lunak di sekitar saluran anal yang disertai
dengan pembentukan kavitas abses yang bermacam-macam. Pada abses perianal
terdapat penumpukan pus/nanah pada saluran anal dan kulit perianal. Keparahan dan
kedalaman abses cukup variabel dan rongga abses sering dikaitkan dengan
pembentukan fistula anal.

Anatomi
Anatomi usus besar terdiri atas kolon, rectum, dan saluran anal. Pada pembahasan ini
akan dijelaskan lebih dalam mengenai saluran anal. Secara embriologis, saluran anal
atau kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm,
sedangkan rectum berasal dari entoderm. Oleh karena perbedaan asal muasalnya,
maka perdarahan, persarafan, serta aliran darah antara rectum dan anus berbeda.

Saluran anal dan kulit luar di sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatic dan
peka terhadap rangsangan nyeri. Sehingga apabila terjadi kelainan pada daerah ini
seperti abses dan fistula maka akan terasa nyeri sekali.

Saluran anal memiliki ukuran yaitu + 3 cm dengan sumbu menorah ke ventrokranial


yaitu ke arah umbilicus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan rectum
dalam keadaan istirahat.

3
Batas atas saluran anal adalah garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata, atau
linea dentata. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara
klumna rectum. Infeksi yang terjadi pada daerah ini dapat menyebabkan abses
anorektum yang dapat berujung pada pembentukan fistula.

Cincin sfingter anus melingkari saluran anal dan terdiri dari sfingter Internal dan
sfingter eksternal. Sfingter anal internal terdiri atas serabut otot polos dan bekerja
tanpa menuruti kehendak, dipersarafi oleh saraf parasimpatis (S2-S4) dan berguna
dalam proses defekasi, sedangkan sfingter eksternal terdiri atas serabut otot lurik dan
bekerja menurut kehendak, dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan saraf pudendal
yang berasal dari pleksus lumbosacral (L4-L5) yang terdiri dari saraf motorik dan
sensorik.

Arteri yang memperdarahi saluran anal adalah cabang dari arteri iliaka interna dan
arteri mesenterika inferior. Arteri iliaka interna akan bercabang menjadi dua bagian
yakni arteri hemoroidalis medialis dan arteri pudendal interna yang nantinya akan
bercabang lagi menjadi arteri hemoroidalis inferior. Sementara itu, arteri
hemoroidalis superior merupakan cabang langsung dari arteri mesenterika inferior dan
memperdarahi rectum di bagian proksimal.

Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan berjalan
ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena

4
lienalis ke vena porta. Vena ini tidak berkatup seingga tekanan rongga perut
menentukan tekanan di dalamnya. Pembesaran pada vena ini dapat menumbulkan
keluhan hemoroid.

Epidemiologi
Insidensi abses anorektal umumnya mencapai puncaknya pada usia decade ketiga dan
keempat. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa laki-laki lebih sering terkena
dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan dominansi 2:1 hingga 3:1.
Selain itu, kurang lebih 30% pasien dengan abses anorektal memiliki riwayat abses
sebelumnya, baik yang kemudian sembuh dengan sendirinya ataupun memerlukan
tindakan pembedahan.

Terdapat empat tipe abses anorektal berdasarkan letak terjadinya yaitu abses perianal,
abses iskiorektal, abses intersfingterik, dan abses supralevator. Menurut penelitian,
frekuensi abses terjadinya abses pada lokasi-lokasi klasik tersebut yaitu:
Abses perianal 60 %
Abses iskiorektal 20%
Abses intersfingterik 5%, dan
Abses supralevator 4%.

Etiologi
Pada umumnya, abses anorektal disebabkan oleh obstruksi dari kripta anal.
Terhambatnya sekresi kelenjar ini akan menyebabkan infeksi dan berujung pada

5
supurasi dan pembentukan abses di dalam kelenjar anal. Pembentukan abses awalnya
dimulai pada daerah intersfingterik dan selanjutnya menyebar ke daerah-daerah di
sekitarnya. Bakteri-bakteri penyebabnya antara lain adalah jenis stafilokokus,
enterokokus dan Escherichia coli. Penyebab lainnya adalah infeksi dari kulit anus,
hematom, fisura anus, dan skleroterapi.

Beberapa faktor dan kondisi juga berperan pada peningkatan resiko abses perianal
yaitu:
Konstipasi kronik
Imun system menurun
Diabetes
IBD
Anal seks
Kehamilan
AIDS

Abses perianal juga dapat terjadi pada balita dan bayi yang masih menggunakan
popok atau memiliki riwayat fisura anal. Pada kasus-kasus seperti ini, abses akan
tampak sebagai benjolan lunak kemerahan dan bengkak pada ujung anus yang
membuat penderita merasa tidak nyaman.

Patofisiologi
Abses perianal terbentuk akibat berkumpulnya nanah di jaringan bawah kulit daerah
sekitar anus. Nanah terbentuk akibat infeksi kuman/bakteri karena kelenjar di daerah
tersebut tersumbat sehingga alirannya statik dan mudah menjadi sumber awal infeksi.
Bakteri yang biasanya menjadi penyebab adalah Escherichia coli dan spesies
Enterococcus.

Kuman/bakteri yang berkembang biak di kelenjar yang tersumbat lama kelamaan


akan memakan jaringan sehat di sekitarnya sehingga membentuk nanah. Nanah yang
terbentuk makin lama makin banyak sehingga akan terasa bengkak dan nyeri, inilah
yang disebut abses perianal.

6
Pada beberapa orang dengan penurunan daya tubuh misalnya penderita diabetes
militus, HIV/AIDS, dan penggunaan steroid (obat anti radang) dalam jangka waktu
lama, ataupun dalam kemoterapi akibat kanker biasanya abses akan lebih mudah
terjadi.

Manifestasi Klinis
Pasien dengan abses perianal umumnya mengeluh ketidaknyamanan perianal dan rasa
nyeri yang diperparah oleh gerakan dan meningkatnya tekanan perineum seperti saat
sedang duduk atau buang air besar. Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:
Berdarah atau bernanah
Benjolan pada daerah anus
Rasa gatal pada daerah anus
Demam dan menggigil
Konstipasi
Menurunnya nafsu makan
Fatigue
Retensi urin

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum biasanya normal, terutama pada abses-abses yang letaknya
superfisial. Pemeriksaan lokal menunjukkan adanya massa lunak yang nyeri dan
fluktuan yang dapat dipalpasi pada tepi anus, dengan tanda-tanda peradangan pada
jaringan sekitarnya. Apabila massa ditemukan di regio yang lebih dalam dengan
pemeriksaan colok dubur, biasanya massa tersebut adalah abses perirektal. Jika massa
telah pecah, maka ditemukan drainase purulen dari anus.

Abses yang lebih profunda mungkin dapat menyebabkan tanda-tanda sistemik seperti
demam, malaise, dan bahkan sepsis.

7
Diagnosis
Diagnosis abses perianal dapat dibuat secara klinis apabila massa dapat diinspeksi dan
dipalpasi secara langsung. Pemeriksaan colok dubur juga membantu.

Penatalaksanaan
Farmakologik
Antibiotik pada kasus abses perianal yang sederhana biasanya tidak dibutuhkan. Akan
tetapi, apabila ditemukan respon sistemik, atau apabila pasien memiliki imunitas yang
rendah, antibiotik boleh diberikan. Dengan atau tanpa antibiotik, abses perianal harus
didrainase.

Operatif
Penatalaksanaan abses perianal adalah drainase pus. Idealnya drainase dilakukan
sebelum abses perforasi. Drainase dapat dilakukan dengan anestesi minimal (lokal).
Insisi dibuat pada area abses yang fluktuan, dan pus yang keluar idealnya dikirim
untuk kultur. Perdarahan dihentikan dengan penekanan manual, dan luka bekas
drainase dimasukkan kasa dengan iodofor selama 24 jam. Setelah 24 jam, kasa dapat
dilepas dan pasien disarankan untuk melakukan sitz bath (rendam duduk) tiga hari
sekali sesudah buang air besar.

Prognosis
Tatalaksana operatif harus dilaksanakan secepatnya. Keterlambatan dapat
memperpanjang infeksi, menambah kerusakan jaringan, dan mungkin dapat
mengganggu fungsi sfingter ani.

Sepertiga pasien dengan abses perianal, baik yang didrainase maupun yang perforasi
spontan, mengalami fistula-in-ano. Adalah penting bagi pasien untuk melakukan
follow-up teratur selama 2-3 minggu untuk mengevaluasi adanya fistula. 40% hasil
kultur dari abses dengan fistula menunjukkan keterlibatan bakteri usus. Kultur yang
menunjukkan infeksi Staphylococcus biasanya berkaitan dengan infeksi kulit anus
dan kemungkinan adanya fistula ani amat kecil.

8
Apabila ternyata ditemukan fistula, maka fistula harus ditangani dengan fistulotomi.
Beberapa studi menunjukkan bahwa drainase abses dan fistulotomi dapat dilakukan
bersamaan, sehingga mengurangi resiko abses atau fistula persisten atau pembedahan
berulangkali.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Hebra A. Perianal abscess. eMedicine Medscape Reference [Online]. 2010 Jul


14 [cited 2012 Feb 01]. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/191975-overview
2. Malik AI, Nelson RL, Tou S. Incision and drainage of perianal abscess with or
without treatment of anal fistula (review). The Cochrane Library 2010:7.
Diunduh dari: http://www.thecochranelibrary.com
3. Sjamsuhidajat R, de Jong W, editors. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
EGC, 2004.
4. Perianal Abscess Causes, Signs, Symptoms and Treatments [online].2007.
Tersedia pada http://www.tarunaoils.com/articles/peranal-abscess.asp.[dikutip
tanggal 31 Januari 2012]
5. Fistel/Abses Perianal. Tersedia pada :
www.dokterbedahmalang.com/fisterabses-perianal.

10
Usus besar (colon)
Usus besar adalah saluran yang berhubung dengan bagian usus
halus (ileum) dan berakhir dengan anus, panjangnya sekitar 1,5 m
dan diameternya kurang lebih 6,3 cm. Usus besar memiliki pH
antara 7,5-8,0.

Fungsi dari usus besar adalah :


a. Mengabsorbsi 80 % sampai 90 % air dan elektrolit dari kimus
yang tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa
semi padat.
b. Memproduksi mucus.
c. Mengeksresikan zat sisa dalam bentuk feses.

Usus besar dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :


a. Cecum. Merupakan pembatas antara ileum dengan kolon.
b. Kolon. Pada kolon terjadi gerakan mencampur isi kolon dengan
gerakan mendorong.
Pada kolon ada tiga divisi yaitu :
Kolon asendens; yang merentang dari cecum sampai ke
tepi bawah hati disebelah kanan dan membalik secara
horizontal pada fleksura hepatika.
Kolon transversum ; merentang menyilang abdomen ke
bawah hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri,
tempatnya memutar ke bawah pada fleksura spienik.
Kolon desendens; merentang ke bawah pada sisi kiri
abdomen dan menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang
bermuara di rectum
c. Rektum. Merupakan tempat penampungan sementara dari
feses sebelum dikeluarkan melalui anus. Rektum memiliki
panjang kurang lebih 12-13 cm.

11

You might also like