You are on page 1of 23

ICMI DAN POLITIKNYA PADA MASA ORDE BARU

Makalah
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Orde Baru dan
Reformasi
Dosen Pengampu :
Drs. Andi Suwirta
Drs Erick Kamsori

Disusun Oleh :
Anita Racmawati (NIM. 1306198)
Dina Nur Syamsiah A (NIM.1300160)
M. Dzulham Fadli (NIM. 1306796)
Nia Noviana (NIM. 1300467)
Ririn Rindu Nugraha (NIM. 1300226)
Septian Minurdin (NIM. 1306060)
Ulfah Widya Grahana (NIM. 1303583)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Puji kepada Tuhan yang MahaEsa yang tanpa izin-Nya,
makalah ini tentu tidak akan selesai. Shalawat serta salam kita panjatkan kepada
Nabi kita, Muhammad S.A.W yang membawa kita dari zaman kegelapan menuju
zaman yang terang benderang. Kepada orangtua, dosen, sahabat, teman dan pihak
lain yang begitu banyak untuk dituliskan, penulis ucapkan Terimakasih.
Tentu saja, makalah berjudul ICMI DAN POLITIKNYA PADA MASA
ORDE BARU ini memiliki banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan baik segi
isi maupun hal lainnya. Namun penulis dengan segenap kebisaan penulis akan
selalu memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada.
Semoga makalah ini berguna bagi penyusun khususnya dan bagi
khalayak masyarakat pada umumnya. Akhir kata saya ucapkan terimakasih.

12 Desember 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .....................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................
3
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................
3
D. Manfaat Penulisan ..............................................................................................
3
BAB II ISI
A. Latar Belakang Kehadiran ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Se-
Indonesia) ............................................................................................................
............... 4
B. Peranan ICMI dalam Pembangunan ..................................................................
8
C. Tokoh-Tokoh yang Berperan dalam ICMI ..............
10
D. Pandangan-Pandangan yang Muncul Mengenai Berdirinya ICMI ..................
13
E. Perkembangan ICMI Masa Kini ..........
16
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 18
B. Saran ................................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dibuatlah lima buah rumusan
masalah yang akan dibahas lebih mendalam, yakni :
1. Apa yang melatarbelakangi hadirnya ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Se-
Indonesia) di Indonesia?
2. Bagaimana peranan ICMI dalam pembangunan Indonesia dimasa Orde Baru ?
3. Siapa saja tokoh-tokoh yang berperan dalam ICMI ?
4. Bagaimana pandangan-pandangan yang muncul mengenai berdirinya ICMI
dimasa Orde Baru ?
5. Bagaimana perkembangan ICMI pada masa kini ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini berdasarkan
rumusan masalah diatas, yakni :
1. Dapat mengetahui latar belakang hadirnya ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim
Se-Indonesia) di Indonesia;
2. Dapat menganalisis peranan ICMI dalam pembangunan Indonesia dimasa
Orde Baru;
3. Dapat mengidentifikasi siapa saja tokoh-tokoh yang berperan dalam ICMI;
4. Dapat menganalisis pandangan-pandangan yang muncul mengenai berdirinya
ICMI dimasa Orde Baru;
5. Dapat menganalisis perkembangan ICMI pada masa kini.

D. Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun dengan harapan memiliki kegunaan baik secara
teoritik maupun secara praktik. Secara teoritis makalah ini diharapkan dapat
berguna untuk menambah pengetahuan mengenai ICMI dan politiknya pada masa
Orde Baru. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Penyusun, sebagai wahana atau referensi penambah pengetahuan khusunya
mengenai ICMI dan politiknya pada masa Orde Baru;
2. Pembaca, sebagai media informasi tentang ICMI dan politiknya pada masa
Orde Baru.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Kehadiran ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Se-


Indonesia)
Menurut M. Dawan Rahardjo (1995, hlm. 28-29), sejarah dibentuknya
Ikatan Cendikiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI), berawal dari gagasan seorang
tokoh yang bernama Dr. Ir. Imanuddin Abdurrahim yang dikenal sebagai dai-
cedikiawan yang tidak berprofil politik. Walaupun bukan dari kalangan politik,
beliau adalah seorang cendikiawan yang sangat prihatin terhadap proses
demokratisasi di Indonesia dan dilingkungan kaum Muslim. Bang Imad (sebutan
akrab Dr. Ir. Imanuddin Abdurrahim) mempunyai ide untuk membentuk sebuah
ikatan cendikiawan muslim dengan cara mengumpulkan sejumlah mahasiswa
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang. Selain itu Bang Imad juga ikut
terlibat dalam upaya menjembatani perbedaan pandangan yang timbul antara
cendikiawan muslim sebagai dampak dari isu pembaharuan pemikiran keagamaan
dalam Islam yang dilakukan secara tidak langsung oleh Nurcholish Madjid pada
awal tahun 1970.
Bang Imad memiliki tujuan untuk mencegah timbulnya firqah-firqah yang
menurutnya cukup memprihatinkan dikalangan masyarakat. Dimana, timbul pada
saat itu muncul kelompok-kelompok Islami yang berfokus pada kepemimpinan
tokoh semacam M. Amien Rais di Yogyakarta, Nurcholish Madjid di Jakarta,
Jalaluddin Rahmat di Bandung, A. M. Saefuddin di Bogor, Fuad Amsyari di
Surabaya, dan Halide di Ujung Padang yang bercorak sectarian dan primodial.
Untuk melaksanakan gagasannya tersebut, Imad mengundang sejumlah
cendikiawan muslim untuk bertemu dan melakukan dialog secara kekeluargaan
tepatnya di Kaliurung. Bang Imad mengharapkan dalam pertemuan tersebut
terjadi sebuah proses integrasi kultural yang dialogis antara cendikiawan muslim.
Akan tetapi rencananya tersebut tidak dapat direalisasikan karena adanya
pembubaran oleh aparat kepolisian dengan alasan tidak adanya surat izin.
Selain latar belakang diatas, pemikiran lain yang melatarbelakangi gagasan
pembentukan ICMI adalah tokoh Habibie yang ia usulkan menjadi Ketua Umum
ICMI. Hal ini tercetus dari ceramah-ceramah Imad yang selalu ingin memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dikalangan kaum Muslim di Indonesia. B. J.
Habibie dirasa penting baginya untuk mewujudkan hal tersebut. Karena pada saat
Imad memberikan idenya kepada kalangan mahasiswa Fakultas Teknik di
Universitas Brawijaya, mereka mengidolakan sosok Habibie, terutama setelah
mereka membaca laporan majalah Islam Kiblat yang salah satunya ditulis oleh
Habibie mengenai visinya tentang Islam dan IPTEK.
Pada tahun 1984 yang diselenggarakan pertemuan Cendikiawan Muslim I
oleh Majlis Ulama Indonesia (MUI), dua Universitas Islam, dan 4 lembaga
swadaya masyarakat yang dimotori oleh Lembaga Studi Agama dan Filsafat
(LSAF). Selanjutnya pada tahun 1987 dalam suatu pertemuan cendekiawan
muslim di kampus Universitas Djuanda, Bogor, dalam patronase Letnan
Jenderal, Purnawirawan, Alamsyah Ratu Perwiranegara, tercetus lagi gagasan
untuk membentuk ikatan cendekiawan muslim. Karena inisiatif yang hampir sama
muncul juga dari Makassar dan Surabaya maka diambil suatu jalan tengah
dibawah kepemimpinan sidang Letjen (purn.) Achmad Tirtosudiro dan dibentuk
sebuah forum dengan nama Forum Komunikasi Pembangunan Indonesia
(FKPI).
Dari paparan latar belakang tersebut diatas ditegaskan bahwa menurut
Rahardjo inilah cikal-bakal sesungguhnya ICMI. Dengan begitu apa yang terjadi
di Malang bulan Desember 1990 hanyalah suatu gerak terakhir dari seluruh proses
di mana B. J. Habibie diangkat menjadi Ketua ICMI. Pada 6 Desember 1990,
masyarakat Indonesia menyaksikan sosok Presiden Suharto berpakaian tradisional
santri, menabuh bedug menandai kongres pertama ICMI. Untuk banyak kalangan
Muslim Indonesia, peristiwa ini menandakan restu Presiden kepada ICMI
merupakan awal dari rangkaian pendekatan pemerintah terhadap masyarakat
Muslim pada masa itu.
Saat pertama kali didirikan, ICMI yang diketuai oleh Prof. Dr. B. J.
Habibie, selaku Menteri Negara Riset dan Teknologi, tujuan didirikannya ICMI
yaitu meningkatkan kemampuan umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pilihan ini tepat karena penguasaan iptek akan menjadi faktor penentu
bagi suksesnya pembangunan Indonesia di abad ke-21. Seperti tertulis dalam
anggaran dasarnya, ICMI bertujuan mewujudkan tata kehidupan masyarakat
madani yang diridhoi Alloh SWT dengan meningkatkan mutu keimanan dan
ketaqwaan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam, kecendekiawanan dan
peran serta cendekiawan muslim se-Indonesia. ICMI merupakan ormas yang
berasaskan Islam dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila. Dalam berorganisasi, ICMI memiliki 3 sifat yakni (1) ke-Islaman dan
ke-Indonesiaan; (2) keilmuan, kepakaran, kecendekiawanan, dan kebudayaan; (3)
serta keterbukaan, kebebasan, kemandirian, dan kekeluargaan. Bila dilihat dari
perspektif politik, kehadiran ICMI ini memiliki pengertian strukturalistik. Dengan
berhimpun dalam satu wadah, sumber daya intelektual dan spiritual akan
memperkaya wahana dan infrastruktur umat Islam. Basis ini dengan sendirinya
akan memberi peluang untuk mengasah sumber-sumber kekuasaan agar menjadi
kekuatan politik yang fungsional. Akses politik Islam akan menjadi semakin
terlihat. Dibentuknya ICMI diharapkan menjadi salah satu institusi yang
memperkuat interaksi Islam sebagai kekuatan politik dengan birokrasi dan
pembuat keputusan. Dari proses interaksi ini, diharapkan keluar kebijakan-
kebijkan yang berguna bagi pembangunan kesejahteraan umat dan peningkatan
kualitas manusia serta pengembangan bidang spiritual.
Menurut Emil Salim, ICMI merupaka wadah yang terbuka bagi seluruh
intelektual Islam. Potensi cendekiawan muslim yang berasal dari aliran apapun,
warna politik manapun, dari kelompok manapun, selama ia muslim dapat
dihimpun dalam kesatuan cendekiawan muslim. Menurut Nurcholis Madjid,
munculnya ICMI adalah akibat dari pertumbuhan masyarakat Islam di Indonesia.
Dilansir dari web resmi ICMI (2014) (http://icmi.or.id/organisasi/sejarah), adapun
kegiatan dan struktur organisasi dalam ICMI, yang diantaranya:
1. Kegiatan-kegiatan ICMI
Guna mewujudkan tujuannya dan dalam rangka menegakkan kebajikan,
mencegah kemungkaran, ICMI menyelenggarakan kegiatan-kegiatan berikut:
a. Meningkatkan mutu komitmen dan pengamalan keimanan-ketaqwaan,
kecendekiawanan, dan kepakaran para anggota melalui peningkatan
pembelajaran dan koordinasi sistem jaringan informasi dan komunikasi di
dalam maupun di luar negeri.
b. Mengembangkan pemikiran, menyelenggarakan penelitian dan pengkajian
yang inovatif, strategis, dan antisipatif dalam rangka mempengaruhi
kebijakan publik serta berupaya merumuskan dan memecahkan berbagai
masalah strategis lokal, regional, nasional dan global.
c. Berperan aktif mengembangkan sistem pendidikan dan meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
masyarakat dan bangsa, khususnya umat Islam Indonesia.
d. Menyelenggarakan berbagai kegiatan pemberdayaan dan advokasi
kebijakan di bidang sosial, ekonomi, hukum, danbudaya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup dan martabat rakyat kecil dan kaum yang lemah
guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
e. Mempublikasikan dan mengkomunikasikan hasil-hasil pemikiran,
penelitian, kajian, dan inovasi bekerjasama dengan berbagai kalangan,
baik perorangan, lembaga, perhimpunan, pemerintah maupun swasta.
2. Struktur Organisasi ICMI
Struktur Organisasi ICMI terdiri atas Organisasi Satuan (Orsat) dengan
lingkup kecamatan, Organisasi Daerah (Orda) untuk lingkup Kabupaten/Kota,
Organisasi Wilayah (Orwil) untuk tingkat Propinsi, dan Organisasi Pusat yang
berskala nasional. Apabila disuatu daerah tertentu terdapat kasus khusus, maka
untuk mempermudah pengaturan administrasi dan koordinasi dapat dibentuk
Organisasi Wilayah. Jika diperlukan Badan Otonom, Batom ini dapat dibuat
dan dipertanggungjawabkan kepada ketua koordinasi Batom sesuai dengan
jenjang organisasinya. Batom adalah Badan Otonom milik ICMI yang
melakukan kegiatan Usaha yang secara otonom untuk memajukan ICMI dan
anggotanya yang didasari kepada transparansi dan akuntabilitas serta
mempertanggungjawabkannya kepada pengurus ICMI sesuai dengan jenjang
organisasi. ICMI adalah organisasi cendekiawan muslim yang mnghimpun
berbagai unsur cendekiawan dari berbagai kalangan masyarakat. Untuk
memelihara dan melestarikan persatuan dan kesatuan bangsa, ICMI
melakukan kerjasama dengan pemerintah, organisasi cendekiawan lain,
ormas-ormas, dan berbagai unsur kalangan masyarakat.

B. Peranan ICMI dalam Pembangunan


Kehadiran ICMI pada tahun 1990 lalu telah menggugah banyak pihak
mengenai kekuatan politik umat Islam terutama dari sisi intelektualnya. Seperti
yang dijelaskan dalam buku Santoso (1995, hlm. 85) penerbitan republika,
pendirian Bank Muamalat, CIDES dan masih ada beberapa kegiatan lain memberi
manfaat pada masyarakat golongan bawah dan menengah. Dari pendapat diatas
dapat dilihat bahwa meskipun dengan usianya yang masih muda, namun ICMI
sudah mulai bisa memberikan peranannya terhadap kemajuan umat khususnya
dalam bidang sosial dan kemasyarakatan Indonesia. ICMI mendirikan sebuah
harian umum yang bernafaskan Islam dengan nama surat kabar Republika.
Diharapkan dengan berdirinya harian ini sebagai media yang bernafaskan Islam
dapat memberikan pencerahan kepada umat. Adapun beberapa peranan ICMI
dalam pembangunan secara rincinya, yakni :
1. Peran ICMI dalam Bidang Sosial
Peran ICMI dalam bidang sosial ialah, berhasil melahirkan lembaga
mobilisasi dana yaitu Dompet Dhuafa dari hasil penjualan harian Republika
yang kemudian pada perkembangannya menjadi lembaga yang mandiri. Dompet
Dhuafa dipercaya oleh masyarakat dan umat untuk menghimpun, menggalang dan
mengelola dana zakat, infaq dan sedekah dari masyarakat luas.
2. Peran ICMI dalam Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, dengan didirikanya bank Muamalat sebagai bank
syariah pertama di Indonesia. Diharapkan dengan berdirinya bank ini nasabah
mendapatkan feed back yang positif berupa sistem bagi hasil yang berbeda dengan
bak konvensional lainya. Sebagai kelompok intelegensi muslim, ICMI
mempunyai kewajiban moral untuk ikut menegakkan demokrasi ekonomi di
Indonesia. Dengan kata lain, ICMI harus berupaya untuk menegakkan keadilan
sosial, bukan saja seperti disyaratkan oleh Pancasila, tetapi juga oleh ajaran-ajaran
Islam. Selain bank Muamalat ICMI juga mendirikan ratusan Baitul Maal wa
Tamwil dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) (Habibie, 2012 hlm.147) .
Hal ini dilakukan ICMI dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat.
3. Peran ICMI dalam Bidang Pendidikan
Salah satu kegiatan dari ICMI ialah berperan aktif mengembangkan sistem
pendidikan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan masyarakat dan bangsa, khususnya umat Islam
Indonesia.

Dalam bidang pendidikan, murid sekolah menengah atas ICMI


mendirikan Sekolah Insan Cendekia di Serpong Jawa Barat dan Gorontalo
didukung oleh Departemen Agama. Lulusan sekolah ini unggul dan berkualitas
dengan dasar imtak yang ditanamkan kepada siswanya. (Habibie, 2012, hlm. 46)

Sistem pendidikan yang diterapkan disekolah ini, diadopsi oleh beberapa


lembaga pendidikan swasta sejenis. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas
intelektual, didirikan juga CIDES (Center for Information and Development
Studies) dan untuk intelektual muda didirikanlah Majelis Sinergu Kalam
(Masika). Yayasan beasiswa Orbit pun didirikan untuk membantu generasi muda
yang memerlukan beasiswa untuk pendidikan mereka.

4. Peran ICMI dalam Bidang Politik


Dalam bidang politik, ICMI menjadi salah satu kekuatan strategis
golongan islam. Salah satunya ialah, mulai membaiknya hubungan Islam dengan
Birokrasi (Pemerintah), hubungan tersebut bersifat reprokal atau timbal balik,
sehingga menimbulkan konvergesi di antara dua belah pihak. Ketika
pengumuman susunan pengurus ICMI tanggal 13 Februari 1991, B.J. Habibie
mengatakan bahwa ICMI bukanlah organisasi politik dan bukan pula organisasi
massa yang bernaung dibawah organisasi politik.
Politik ICMI yang paling signifikan ialah mengkondisikan hubungan yang
tidak konfrontatif antara Islam dengan Birokrasi Orde Baru. Dalam hal ini terlihat
bahwa ICMI menunjukkan keterlibatannya dalam politik praktis. Hal ini
ditunjukkan dengan penghijauan MPR 1993-1998, Kabinet Pembangunan IV,
dan pengurus Golkar. Amin Rais dari kalangan dalam juga mengakuinya. Mereka
menyebutkan bahwa Walaupun ICMI bukan organisasi politik dan tidak
berpolitik praktis, saya yakin ICMI mempunyai politik leverge yang besar.
Diantara artikulasi politik ICMI yang tidak konfrontatif dengan birokrasi Orde
Baru menjadikan pengaruh nyata bagi kelompok-kelompok kelas menengah yang
soleh dan tekun menjalankan perintah agama dan membuat birokrat yang semula
takut berjamaah sholat jumat menjadi bangga melakukannya. Serta menguatnya
kepatuhan pada Islam dikalangan kelas menengah dan pejabat pemerintah, B.J.
Habibie sebagai ketua umum ICMI dan politisi yang ada dalam pemerintahan dan
dekat dengan lingkaran kekasaan pada waktu itu menjadikan langkah-langkah
politiknya yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan ICMI oleh banyak
kalangan telah dilihat sebagai realisasi manufer politik ICMI, sebagai suatu
bentuk dari dinamisasi program dan kegiatan ICMI.
Disamping Habibie, banyak angota ICMI yang masuk dalam dunia politik,
sehingga hal itu telah memberikan pengaruh politik yang dalam perkembangan
Politik Islam di Indonesia, partisipasi anggota ICMI tampak pada anggota
legislatif 1993-1998, sebagaimana yang dikemukakan Arbisanit, DPR dan MPR
telah menjadi hijau karena ICMI, demikian dengan kabinet dan Golkar. Peran
ICMI semakin terlihat besar terutama karena Habibie yang menempati posisi
ketua umumnya pada saat itu merangkap sebagai Menristek yang kemudian
menjadi Wakil Presiden dan Presiden RI yang ketiga. Demikian fenomena
keterlibatan ICMI dalam dinamika politik Islam di Indonesia, sebagaimana yang
telah kita ketahui bersama bahwa ICMI memberikan fenomena baru bagi umat
islam khususnya, dan umumnya di Indonesia.

C. Tokoh-Tokoh yang Berperan dalam ICMI


ICMI melakukan muktamar sebanyak 5 muktamar. Dan terakhir diadakan
pada tahun 2015. Dari setiap muktamar ini, mereka melakukan pergantian ketua
ICMI. Adapun tokoh-tokoh yang pernah menjabat sebagai ketua ICMI adalah
sebagai berikut :

Muktamar Tanggal Ketua terpilih Periode


6-8 Desember 1990 di Prof. Dr. Ing. Bacharuddin 1990-
Muktamar I
Kota Malang Jusuf Habibie 1995
7-9 Desember 1995 di Prof. Dr. Ing. Bacharuddin 1995-
Muktamar II
Jakarta Jusuf Habibie 2000
Muktamar 9-12 November 2000 di 2000-
Adi Sasono
III Jakarta 2005
Muktamar 4-7 Desember 2005 di Dr. Marwah Daud Ibrahim 2005-
IV Makassar (Presidium) 2006
Prof. Dr. Nanat Fatah Natsir 2006-
(Presidium) 2007
Ir. M. Hatta Rajasa (Presidium) 2007-
Dr. Ir. Muslimin Nasution, 2008
APU. (Presidium) 2008-
Prof. Dr. Azyumardi Azra 2009
(Presidium) 2009-
2010
Dr. Ing. H. Ilham Akbar 2010-
Habibie, MBA. (Presidium) 2011
Prof. Dr. Nanat Fatah Natsir 2011-
(Presidium) 2012
4-7 Desember 2010 di Dr. Hj. Marwah Daud Ibrahim, 2012-
Muktamar V
Bogor Ph.D. (Presidium) 2013
Drs. Priyo Budi Santoso 2013-
(Presidium) 2014
Dr. Sugiharto, SE. MBA. 2014-
(Presidium) 2015
Muktamar 11-13 Desember 2015 di Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, 2015-
VI Kota Mataram S.H (Ketua Umum) 2020)

1. Bacharudin Jusuf Habibie


Pada saat itu, Habibie bukan merupakan tokoh yang memprakarsai
berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia. Pada saat itu, Erik Salaman,
Ali Muzakir, Muhammad Zaenuri, Awary Surya, dan Muhammad Dawan
Rahardjo bersama Imadudin Abdurrahim pergi menemui Habibie yang pada saat
itu menjabat sebagai Menristek di masa pemerintahan orde baru untuk menjadi
pembicara kunci dan pemimpin di simposium. Habibie kemudian merespon secara
positif dan meminta mereka untuk mengirimi proposal resmi dengan dukungan
secara tertulis di proposal tersebut. Setelah proposal tersebut selesai dikirim
kepada Habibie, Habibie kemudian menemui Soeharto untuk membicarakan
rencana mereka terhadap Habibie. Dalam 6 jam, Presiden Soeharto menyuruh
Habibie untuk menerima usulan tersebut dan berjanji agar menteri-menteri dalam
pemerintahan Soeharto mendukung usulan mahasiswa tersebut.
Dari Simposium pertama, Habibie ditunjuk resmi sebagai ketua ICMI
pertama. Habibie mengatakan dalam sambutannya dengan berdirinya ICMI, tidak
berarti hanya memperhatikan umat islam, tetapi juga mempunyai komitmen
memperbaiki nasib seluruh bangsa Indonesia. Habibie merupakan faktor
pendorong yang menentukan bagi keberhasilan simposium dan sekaligus
terbentuknya wadah ikatan cendekiawan muslim se-Indonesia (ICMI), akan tetapi
di sisi lain kehadiran Habibie di lingkungan ICMI dianggap sebagai tampilan
organisasi politik, bukan ikatan cendekiawan. Habibie menegaskan pada tanggal
13 Februari 1991 bahwa ICMI bukan merupakan organisasi politik dan bukan
organisasi massa yang bernaung di organisasi politik . Habibie juga merupakan
sebuah pisau bermata dua bagi ICMI, disatu sisi pisau itu bermanfaat bagi ICMI
karena kapasitas dan kapabilitas Habibie membuat ICMI memilki payung
kepemimpinan yang kuat dan berwibawa, serta memilki akses langsung kepemilik
kekuasaan paling kongkrit dan luas di Indonesia. Akan tetapi disisi lain justru
menjadi ancaman bagi ICMI, karena kedatangan Habibie cukup potensial untuk
membuat ICMI menjadi terlampau mesra dengan kekuasaan, dan pada giliranya
mengganggu kemandirian ICMI sebagai aktualisasi politik cendekiawan dan
umat. Maksud kedepanya nanti ICMI akan independen atau tidak.
2. Amien Rais
Amien Rais merupakan anggota ICMI yang bersifat non birokrat, beda
dengan Habibie yang birokrat. Beberapa bulan setelah pembentukan kabinet
pembangunan enam, Amien Rais (asisten ketua ICMI periode 1990-1995 dan
ketua dewan pakar ICMI untuk periode 1995-2000) memecah tabu politik Orde
Baru dengan memunculkann isu mengenai suksesi presiden. Kritik yang muncul
dari Amien Rais terus berlanjut hingga gagasan-gagasan Amin Rais di buat dalam
harian republlika di ahhir tahun 1996. Dalam artikelnya inkonstitusional dia
mengungkap praktek eksploitatif dan korup dari industry pertambangan yang
melibatkan keluarga Soeharto dan menyebabkan posisi Amin Rais dalam ICMI
mulai di persoalkan. Untuk menyelamatkan kepentingan politik kolektif ICMI
Amien Rais sepakat untuk mengundurkan diri dari posisinya dari ketua dewan
pakar ICMI pada 24 februari 1997. Sikap kritis Amien Rais terhadap
pemerintahan Soeharto, termasuk keluarga Soeharto memusuhi aktivis ICMI dari
kalangan non birokrat. Hal ini dibuktikan dengan pada saat menjelang pemilihan
umum 1997 beberapa aktivis ICMI non birokrat yang sebelumnya di calonkan
sebagai wakil Golkar di DPR MPR, seperti Adi Sasono dan Dawan Raharjo di
coret dari daftar.

D. Pandangan-Pandangan yang Muncul Mengenai Berdirinya ICMI


Pada awalnya, pergerakan ICMI sangat dibatasi oleh pemerintahan pada
masa Orde Baru dimana pada masa itu ICMI hanya diperbolehkan berorganisasi
di pusat saja dan tidak diperbolehkan untuk membentuk cabang-cabangnya di
daerah-daerah. ICMI juga dilarang untuk menggunakan kata
Bismillahhirrahmanirrahim dalam penulisan aturan-aturan dasar organisasinya
serta terjadinya larangan terbit untuk surat kabarnya. Namun terlepas dari itu
semua, mengenai terbentuknya organisasi ICMI ini ternyata terdapat beberapa
perdebatan, baik itu berdasarkan pandangan dari pemerintah pada masa Orde Baru
itu sendiri maupun berdasarkan pandangan masyarakat luas.
1. Pandangan Pemerintah Dengan Berdirinya ICMI
Organisasi ICMI pada dasarnya telah mendapat respon yang baik dari
pemerintah, hal ini terlihat dari dukungan Presiden Soeharto yang merestui
Habibie sebagai ketua organisasi ICMI, meskipun pada awalnya sebagian kabinet
yang dimintai saran oleh Habibie menolak bergabungnya Habibie dengan
organisasi tersebut karena khawatir akan pengaruhnya. Posisi Habibie ketika itu-
lah yan menjadi jaminan bahwa ICMI tidak akan bermain api dengan penguasa
ketika itu, yaitu Presiden Soeharto.
Bedirinya ICMI (Ikatan Cendikiawan Muskim Indonesia) ini mengandung
kontroversi di kalangan pemerintah terutama yang berkaitan dengan sikap pro dan
kontra terhadap perlu atau tidaknya sebuah komunitas cendekiawan untuk terlibat
dalam struktur kekuasaan Negara. Mereka yang pro, memandang bahwa
organisasi ICMI merupakan wadah integratif bagi kekuatan cendekiawan Islam
yang ada, sehingga ICMI benar-benar merupakan rahmat bagi umat Islam di
Indonesia. Mereka yang pro juga mengharapkan sudah waktunya Islam
memainkan peran yang sentral dalan perpolitikan nasional, karena selama ini
Islam hanya berada dalam posisi pinggiran.
Mereka yang kontra tentu saja memiliki alasan tersendiri, akan tetapi
alasan yang sangat menonjol adalah kecurigaan, dengan menjadikan Islam sebagai
wahana untuk kepentingan kelompok yang sempit dan memutar kembali waktu
politik kebelakang dengan pola perpolitikan berdasarkan aliran. Ketika ICMI
dilahirkan di Malang, banyak kalangan ketika itu menilai konstalasi peta politik
berubah, meskipun ICMI bukan sebuah partai politik, tapi individu-individu
didalamnya banyak dikenal ketokohannya seperti B.J Habiebie, Imanuddin
Abdurrahim, M. Amin Rais, Nurcholis Madjid, Dawam Raharjo dan tokoh
lainnya.
Sangat patut dicatat dalam hal ini bahwa banyak pihak militer dilaporkan
telah menasihati pemerintah agar tidak membiarkan pembentukan ICMI, hal ini
tercatat dalam bukunya Hefner (1995) yang berjudul ICMI dan perjuangan
menuju kelas menengah Indonesia yang menyatakan bahwa hari-hari menjelang
pertemuan Try Sutrisno dilaporkan meminta kepada presiden untuk menolak
usulan pembentukan organisasi itu. sejumlah pengurus puncak ICMI menyatakan
bahwa banyak perwira di Angkatan bersenjata terus melihat ICMI sebagai
organisasi emosional dan primordial.
Selain militer banyak juga pengecam ICMI, termasuk tokoh muslim
terkemuka seperti Deliar Noer dan Ridwan Saidi, menyatakan peran presiden
dalam pembetukan organisasi ICMI tidak lebih dari sarana bagi terpilihnya
kembali presiden.
2. Pandangan Masyarakat Luas Dengan Berdirinya ICMI
ICMI merupakan salah satu hasil ketegangan konseptual antara negara dan
umat Islam sehubungan dengan penerapan Pancasila sebagai satu-satunya asas di
Indonesia antara tahun 1982-1985. Kehadiran ICMI sendiri telah menimbulkan
beberapa spekulasi di masyarakat. Pertama, pihak yang memandang positif
berdirinya ICMI. ICMI dianggap sebagai harapan besar akam terwujudnya
masa depan yang lebih baik bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. Mereka
menganggap bahwa dengan berdirinya ICMI, secara politik akan menguntungkan
umat Islam. Bahkan, ormas-ormas seperti MUI, DDI, NU dibawah Yusuf Hasim,
dan Muhammadiyah menganggap bahwa ICMI akan mampu melengkapi bidang-
bidang yang tidak dapat mereka sentuh (Riyadi, M.I, tahun : 1996 Pdf). Hal itu
terbukti dengan didirikannya Bank Muamalat yang berbasis Bank Syriah atau
berdasarkan ketentuan-ketentuan Islam.
Kedua, pihak yang memandang skeptik terhadap berdirinya ICMI. Pada
dasarnya mereka tidak terlalu setuju dengan berdirinnya ICMI, namun tetap
membiarkannya berjalan. Mereka menganggap ICMI tidak akan mampu
memenuhi janjinya untuk menanggung aspirasi masyarakat kelas bawah.
Golongan ini sering memberikan saran-saran agar ICMI sebaiknya kembali
kepada gerakan kultural saja tanpa campur tangan dalam bidang politik. Tokoh
yang termasuk kedalam golongan ini adalah Ridwan Saidi dan Ainun Najib.
Bahkan menurut Ridwan Saidi dalam (Riyadi, M.I, tahun : 1996 Pdf)
mengungkapkan bahwa ICMI lebih mengutamakan badan dari pada roh. []
akibatnya tenaga intelektual yang ada menjadi mubazir. ICMI pada masa itu
dianggap lebih berfokus pada pengembangan stuktur organisasinya bukan
berfokus bagaimana cara memanfaatkan interlektual dari anggotanya.
Ketiga, pihak yang memandang negatif dengan berdirinya ICMI.
Golongan ini menganggaap bahwa ICMI sesungguhnya dimanfatkan oleh elit
negara, untuk memperkuat posisinya dalam perebutan kekuasaan. Pembentukan
ICMI hanya akan memperkuat formalitas Islam dalam lembaga politik
kenegaraan. Hal ini serupa dengan pernyataan Wahid, dkk (1995) yang
menyatakan bahwa untuk menekan kekuatan politik Islam pada masa itu, negara
perlu melakukan mobilisasi dan rekrutmen politik lewat jalur agama yang
terkontrol dibawah partai pemerintah. Selain itu, dengan dipilihnya Habibie
menjadi ketua dianggap mendekatkan ICMI pada pengaruh pemerintahan. Salah
seorang tokoh yang menentang berdirinya ICMI pada masa itu adalah ketua
umum PDI, H. Soeryadi yang tidak setuju dengan didirikannya ICMI karena
menurutnya selain tidak terlalu dibutuhkan, juga terdapat tokoh-tokoh non-Islam
di belakangnya (Riyadi, M.I, tahun : 1996 Pdf). Pandangan negatif dari
masyarakat juga terus berdatangan dengan adanya sikap bisu dan pasif ICMI pada
kasus pembredelan koran Tempo, Detik, dan Editor (Wahid, dkk, 1995).
E. Perkembangan ICMI Masa Kini
Setelah B.J. Habibie lengser dari jabatannya, ICMI mengalami
kemundurannya. Hal ini didasarkan pada tidak adanya kader yang cukup
kompeten dari kaum cendikiawan muslim dalam internal ICMI. Selain itu, kader
muda ICMI yang ingin mengusung perubahan juga tidak dapat berbuat banyak
karena terbelenggu oleh struktur organisasi ICMI yang kolot. Bahkan dengan
didirikannya Balai Jurnalistik ICMI Orwil Jawa Barat (BASIC) yang berfungsi
memfasilitasi diklat-diklat jurnalistik dan kepenyiaran radio, menyediakan materi,
silabus, dan instruktur pada tanggal 1 Januari 2000-pun tidak dapat membuat
ICMI bangkit kembali. Kemunduran ICMI ini kemudian banyak diakui oleh
kalangan cendikiawan itu sendiri. Hal tersebut diperjelas oleh surat kabar
Republika (2011) yang mengungkapkan bahwa Sudah banyak acara berkumpul
orang pintar dalam bentuk seminar, simposium, raker, muktamar, atau apalah
namanya, yang tak lebih dari sekadar seremonial. Manfaatnya tak dirasakan
rakyat.
Pada bagian selanjutnya, surat kabar ini juga mengungkapkan bahwa :
Setelah Habibie lengser sebagai presiden, ICMI memasuki fase
berkabung, satu persatu orang-orang ICMI turun panggung. [] Cides, lembaga
kajian ICMI yang sebelumnya aktif berperan serta membuat analisis dan kajian,
ikut tertelan gelombang transisi. Kegagalan ICMI merespons masalah-masalah
politik, ekonomi, dan sosial tidak hanya berlangsung di tingkat pusat. Di tingkat
lokal di daerah-daerah-pun terlihat dengan kasat mata kalau kehadiran ICMI
juga tidak banyak berbuat, utamanya dalam merespon berbagai keperluan umat,
publik, dan pemerintah daerah. (Republika, 2011)
Meskipun saat ini pengaruh ICMI tidak sebesar pada masa Orde Baru, bukan
berarti ICMI tidak pernah melakukan apa-apa. Contohnya, pada tahun 2003 silam,
organisasi ini pernah mengadakan seminar Gold Dinar as Bilateral Traiding
Currency an Prospect and Implementation di Jakarta. Adapun isi pembahasan dari
seminar tersebut yaitu gagasan mengubah sistem ekonomi konfensional kedalam
sistem ekonomi syariah serta penggantian alat transaksi rupiah menjadi Dinar
Dirham (Yuhana. F. T, 2004). Namun, keputusan tersebut sulit untuk diterima
masyarakat luas karena meskipun mata uang emas itu bukan sesuatu yang baru,
akan rumit jadinya bila harus mengantongi emas dijalanan.
Pada perkembangannya ICMI juga mendesak pemerintah dan DPR segera
mewujudkan adanya Undang-Undang (UU), tentang Perbankan Syariah. Serta
mendesak agar direvisinya sejumlah UU, seperti, UU yang mengatur tentang
Privatisasi BUMN, UU tentang Pendidikan Nasional, UU tentang Harmonisasi
Bangsa, UU tentang Pembiayaan Pengembangan Masyarakat, UU tentang
Perkoperasian dan juga UU yang meliputi tentang Pasar Modal Syariah (Yuhana.
F. T, 2004). Selain itu, ICMI juga masih sering melakukan kegiatan-kegiatan
sosial di masyarakat, seperti, pembangunan kembali sekolah-sekolah yang sudah
tidak layak digunakan dan yang terbaru yaitu penggalangan bantuan kepada
korban gempa di Aceh.

BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Pembentukan ICMI atau Ikatan Cendikiawan Islam Indonesia berawal dari
gagasan seorang tokoh yang bernama Dr. Ir. Imanuddin Abdurrahim yang dikenal
sebagai dai-cedikiawan yang tidak berprofil politik. Bang Imad (sebutannya)
pada saat itu memiliki tujuan untuk mempersatukan golongan-golongan Islam
yang cenderung berkubu-kubu dan berporos pada seorang tokoh saja.
Kelahiran ICMI dapat dikatakan sebagai akibat dari kasus pembunuhan
besar-besaran umat Islam dalam peristiwa Tanjung Priok, [], serta terjadinya
pengekangan-pengekangan bagi umat Islam pada masa itu, sehingga mereka
menganggap perlu adanya pemersatuan. Alasan lain dari kelahiran ICMI adalah
pemerintahan Orde Baru pada saat itu telah merasa bahwa kekuatan Islam sudah
tidak dapat mereka bendung lagi, dan untuk memobilisasinya mereka memerlukan
organisasi yang dapat mereka pantau dibawah partai pemerintah. Meskipun begitu
dalam perjalanan awalnya ICMI mendapatkan beberapa hambatan, seperti tidak
diperbolehkannya membuka cabang-cabang di daerah, penggunaan kata
Bismillahhirrahmanirrahim dalam penulisan aturan-aturan dasar organisasinya
serta terjadinya larangan terbit untuk surat kabarnya.
Organisasi ICMI mencapai masa kejayaannya pada masa kepemimpinan
B. J. Habibie. Organisasi ini banyak melakukan perubahan-perubahan baik dalam
bidang sosial, politik, pendidikan, maupun ekonomi. Salah satunya adalah
pendirian Bank Muamalat yang berdasarkan hukum-hukum Bank Syariah.
Namun, setelah B. J. Habibie turun dari jabatannya sebagai Presiden, pamor ICMI
juga ikut turun. Ada beberapa spekulasi yang muncul dari jatuhnya ICMI.
Sebagian orang menganggap bahwa anggota ICMI pada saat itu terlalu Habibie
sentris sehingga ICMI tidak mampu berkembang dan ada juga yang mengatakan
bahwa ICMI sudah tidak memiliki kader yang mampuni lagi untuk melanjutkan
kursi kepemimpinannya.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :
Habibie, B.J. (2012). Habibie dan Ainun. Jakarta : PT. HTC Mandiri.

Hefner, W. R. (1995). ICMI dan Perjuangan menuju Kelas Menengah Indonesia.


Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya.
Linrung, T. (1995). ICMI Beberapa Catatan Kritis. Jakarta: Amanah Putra

Nusantara.

Wahid, A, dkk. (1995). ICMI Antara Status Quo dan Demokrasi. Bandung :
Penerbit Mizan.

Sumber Surat Kabar :


Republika. (2011). Mengapa ICMI Tiarap ?. Jakarta.

Sumber Penelitian Terdahulu :


Riyadi, M.I. (1996). Tanggapan Masyarakat Terhadap ICMI. Pdf. [Online].
Tersedia di : http://digilib.uinsby.ac.id/11431/7/Bab4.pdf [di download
tanggal 2 Desember 2016].
Yuhana. F. T. (2004). Keberadaan ICMI dalam Dinamika Politik Islam Pasca
Orde
Baru (1998-2003). Skripsi. [Online]. Tersedia di :
http://library.walisongo.ac.id [di download tanggal 2 Desember 2016].

Sumber Internet :
Aceh, M. (2015). Sejarah Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI).

[Online] Tersedia di :

http://makalahislamimasakini.blogspot.co.id/2015/05/sejarah-ikatan-
cendekiawan-muslim-se.html [diakses tanggal 5 Desmeber 2016].

Haniy. U.S. (2010) Lahirnya ikatan cendikiawan muslim. [Online]. Tersedia di :


http://anakpolitik.blogspot.co.id/2010/12/lahirnya-ikatan-cendekiawan-
muslim.html [diakses tanggal 5 Desember 2016].
Tanpa nama. (2014). ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Se-Indonesia):
Organisasi Dan Sejarah. [Online] Tersedia di :
http://icmi.or.id/organisasi/sejarah. [diakses tanggal 8 Desember 2016].

You might also like