You are on page 1of 5

1.

1 Keperawatan Biopsikososiospiritual dan Budaya pada Klien dengan


Hemodialisa
1.1.1 Fisiologis (Bio)
Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow.
Perawat memiliki peran dalam dalam membantu klien memenuhi kebutuhan
fisiologisnya berhubungan dengan peran perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan yang holistik. Kebutuhan fisiologis manusia secara umum yang harus
dipenuhi menurut Perry & Potter (2006) meliputi Oksigen, cairan, nutrisi,
temperature, eliminasi, tempat tinggal, istirahat, dan seks. Sedangkan khusus untuk
pasien CKD dengan hemodialisa, kebutuhan fisiologis selama di rumah sakit telah
dijelaskan dalam konsep penatalaksanaan dengan hemodialisa.

1.1.2 Psikososial
Sebelum memberikan intervensi keperawatan khususnya hemodialisa,
penting bagi perawat untuk mengkaji status psikososial pasien terlebih dahulu,
mencakup pertanyaan-pertanyaan mengenai gejala depresi, ansietas, atau
gangguan tidur dan dukungan lingkungan sosial.
Penyakit ginjal terminal merupakan tahap akhir dari gangguan fungsi ginjal
dimana pasien harus menjalani terapi dialisa selama hidupnya. Bentuk terapi dialisa
yang paling sering dilakukan di Indonesia adalah dialisa. Permasalahan yang
muncul kemudian menyebabkan perasaan tidak nyaman sehingga individu
termotivasi untuk menguranginya. salah satu cara untuk mengurangi stress adalah
manfaatkan dukungan sosial.
Ketika dinyatakan harus menjalani hemodialisis mungkin seseorang tidak
percaya. Tidak pernah terlintas dalam fikirannya harus menjalani hidup dengan
hemodialysis. Kebanyakan pasien hemodialisa pertama kali yang dirasakan hanya
pasrah dan merasa kehilangan segalanya, karir, cita-cita, masa depan, tidak ada lagi
yang bisa harapkan. Sampai akhirnya berkesimpulan mungkin inilah akhir
kehidupannya. Gambaran tersebut adalah yang sering terjadi pada pasien-pasien
heemodialisa pada awal-awal tahun mereka menjalaninya. Ansietas bahkan depresi
adalah akibat yang umum terjadi pada pasien dengan hemodialisa, dengan
mayoritas depresi terjadi pada 40%-50%.
Integrasi sosial dan dukungan sosial telah menunjukkan pengaruh pada
outcome setelah hemodialisa pada beberapa penelitian. Integrasi sosial berupa
adanya ikatan sosial seperti pasangan hidup, anggota keluarga terdekat, atau
teman, serta kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas kelompok seperti family
gatherings dan perkumpulan agama. Sedangkan dukungan sosial berupa mampu
merasakan atau memperoleh dukungan informasi, materi, dan/atau dukungan
emosional. Dukungan sosial dapat ditunjukkan dengan memfasilitasi pemenuhan
treatment, namun tetap berdasarkan ketentuan yang berlaku.

1.1.3 Spiritual
Menurut Noguchi et al. (2006) spiritual distress dapat terjadi pada pasien
yang kurang memahami makna, nilai dan tujuan hidupnya ketika timbul masalah fisik
dan fungsi tubuh yang dialami akibat dari penyakit yang diderita (dalam Rahnama et
al., 2012). Spiritual distress juga dapat timbul akibat pasien mengalami hospitalisasi,
kerena biasanya pasien dengan hemodialisa dengan kondisi yang tidak stabil harus
mengalami perawatan di unit perawatan intensif atau rawat inap.
Pendekatan yang dapat dilakukan pada keadaan di atas yakni dengan
perawatan spiritual atau spiritual care. Hal ini sesuai dengan pendapat Smeltzer et
al. (2010) bahwa salah satu cara untuk mengurangi kecemasan pasien yakni
dengan dukungan spiritual yang sesuai dengan kebutuhan dan keyakinan pasien.
Menurut Moeini et al. (2012) dengan dipenuhinya kebutuhan spiritual, maka
diharapkan pasien akan mencapai kesejahteraan spiritual. Pendapat tersebut sesuai
dengan pendapat Aston Universitys Chaplaincy Team (2014) bahwa kesejahteraan
spiritual ini merupakan suatu keutuhan yang meliputi dimensi fisik, emosi, mental
dan spiritual, bahwa meskipun seseorang sedang sakit, namun apabila dia memiliki
kesejahteraan spiritual yang positif, maka akan membantunya untuk mengatasi atau
menghadapi masalah fisik tersebut.
Menurut Sulmasy (2002) dan Kozier et al (2008) bahwa perawat sebagai
tenaga kesehatan harus mampu memenuhi kebutuhan pasien secara utuh,
termasuk dalam hal memenuhi kebutuhan spiritualnya. Adapun metode pengkajian
kebutuhan spiritual dapat menggunakan model FICA yang dikembangkan oleh
Puchalsky pada tahun 1996 (Borneman, 2011). Model ini mengkaji empat hal yang
tidak hanya terbatas pada aspek agama saja. Empat hal tersebut yakni:
a. Faith and Belief (apakah pasien memiliki perhatian terhadap spiritual atau
agama),
b. Importance (seberapa penting arti keyakinan bagi pasien),
c. Community (adanya orang terdekat dan keberadaan komunitas yang dapat
meningkatkan spiritualitas),
d. Address in care (harapan pasien terhadap pemberi pelayanan dalam
memenuhi kebutuhan spiritual selama pasien dirawat).
Pada tahap intervensi, perawat dapat memberikan intervensi perawatan
spiritual kepada pasien. Dalam Butcher et al. (2013) bahwa bentuk intervensinya
sebagai berikut: menggunakan komunikasi terapeutik, mendorong keterlibatan atau
interaksi pasien dengan keluarga atau orang terdekat, memberikan privasi dan
waktu untuk menjalankan aktivitas spiritual, memainkan lagu rohani, memberikan
kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya, menyediakan
perlengkapan ibadah.
Menurut Aston Universitys Chaplaincy Team (2014) bahwa cara untuk
memenuhi kebutuhan spiritual adalah sebagai berikut: meluangkan waktu sendiri
untuk pasien supaya memperoleh kedamaian di dalam diri (inner peace),
meluangkan waktu menikmati alam sekitar, mengikuti kegiatan keagamaan di rumah
ibadah, bergabung dalam komunitas keagamaan, menemui orang yang dapat
memberikan bimbingan spiritual, menikmati kesenian.

1.1.4 Hubungan Budaya terhadap Keperawatan


Kultur merupakan pengetahuan yang dipelajari dan disebarkan mengenai
kultur tertentu dengan nilai, kepercayaan, aturan perilaku dan praktek gaya
hidup yang menjadi acuan bagi kelompok tertentu dalam berpikir dan bertindak
dengan cara yang terpola (Smelzer, 2001).
Dalam menghadapi budaya klien, proses keperawatan yang dilakukan
adalah mulai pengkajian hingga intervensi, yang dijelaskan sebagai berikut :
a. Pengkajian
Perawat harus memulai pengkajian dengan menentukan warisan budaya
cultural klien, latar belakang organisasi social dan ketrampilan bahasa.
b. Diagnose keperawatan
Mengelompokkan data yang relevan dan mengembangkan diagnose
keperawatan potensial dan actual yang berhubungan dengan kebutuhan
cultural dan etnik klien.
c. Perencanaan
Warisan budaya cultural klien, tingkat pendidikan, dan keterampilan
berbahasa harus dipertimbangkan ketika merencanakan aktivitas
penyuluhan maupun intervensi.
d. Implementasi
Sebelum melakukan intervensi perawat harus menanyakan harapan mereka.
Hal ini harus dilakukan dalam segala kasus, bahkan ketika asuhan
keperawtan tidak dapat di modifikasi.
e. Evaluasi
Mengevaluasi terkait tindakan keperawatan yang telah dilakukan apakah
telah sesuai dengan asuhan keprawatan berdasa bipsikososiospiritual.

1.2 Pengaruh Hemodialisa terhadap Ansietas

Keadaan ketergantungan pada mesin dialisa seumur hidupnya


mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan penderita gagal ginjal
terminal yang melakukan terapi hemodialisa. Perubahan hidup penderita gagal ginjal
terminal merupakan salah satu pemicu terjadinya stres. Keadaan stress dapat
menghasilkan perubahan, baik secara fisiologi maupun psikologis, yang
mengakibatkan berkembangnya suatu penyakit. Stress juga secara tidak langsung
dapat mempengaruhi kesakitan dengan cara merubah pola perilaku. Hal ini jelas
menunjukkan adanya keadaan stres yang memperburuk kondisi kesehatan
penderita dan menurunkan kualitas hidupnya.
Ansietas banyak terjadi antara pasien yang menjalani hospitalisasi dengan
hemodialisa. Evidence base menyatakan bahwa depresi dan ansietas di rumah sakit
dapat dikurangi dengan intervensi dukungan perawatan yang terstruktur.
Beberapa contoh Intervensi yang dapat diberikan sebagai berikut :
a. Psycho-education diberikan pada semua pasien yang menjalani hemodialisa,
mengatasi faktor resiko dan masalah penyesuaian.
b. Terapi individu menggunakan cognitive-behaviour therapy untuk ansietas,
depresi dan penyesuaian dengan peristiwa hidup yang merugikan.
c. Brief individual therapy untuk pasien dengan severe mental illness (SMI)
serta mengurangi level distres. Pasien yang tidak berhubungan dengan
pelayanan kesehatan mental dirujuk ke pelayanan kesehatan yang tepat.
(Alison Child dkk, 2010)
d. Bensons relaxation yaitu relaksasi pada klien dengan hemodialisa baik pre-
intra-maupun post hemodialisa
e. Pemberian aktivitas spiritual untuk menurunkan level stress pada klien
dengan CKD yang menjalani terapi hemodialisa.
Dengan begitu banyak kasus terkait ansietas pada klien dengan hemodialisa
dan adanya evidence base terkait pentingnya peranan perawatan yang holistic,
perawat seharusnya memiliki peranan yang besar terhadap penyelesaian masalah
tersebut. Sehingga perawat harus berperan dalam menurunkan tingkat ansietas
pada klien dengan hemodialisa

You might also like