You are on page 1of 1

ANTIHIPERTENSI

Antihipertensi telah digunakan selama hampir 40 tahun untuk


mengurangi tekanan darah dan mencegah morbiditas dan mortalitas
yang terkait dengan keadaan hipertensi.[1] Sebagai suatu kelompok,
antihipertensi digunakan untuk menurunkan tekanan darah ke tingkat
normal (<90 mmHg diastolik) atau sampai ke tingkat palig rendah yang
dapat ditoleransi.[2] Antihipertensi diklasifikasikan ke dalam kelompok-
kelompok sesuai mekanisme aksinya meliputi:[2]
antiadrenergik yang bekerja secara perifer
adrenergik alfa yang beraksi sentral
beta-blocker atau penyekat adrenergik beta
vasodilator
ACE inhibitor (angiotensin converting enzyme inhibitor) atau
penghambat enzim pengkonversi angiotensin,
CCB (calcium channel blocker) atau penyekat saluran kalsium
Antagonis reseptor angiotensin II atau angiotensin receptor blocker
(ARB)
diuretik
indapamid.[2] Indipamid adalah suatu diuretik dengan sifat vasodilator. [2]
Kegawatdaruratan hipertensi dapat ditangani dengan vasodilator
parenteral seperti diazoksid, nitroprusid, atau enalaprilat.[2]
Sampai sejauh ini, hanya diuretik dan beta bloker yang telah terbukti
mencegah komplikasi jangka panjang hipertensi.[3] Semua obat-obat
antihipertensi lainnya digunakan dengan anggapan bahwa penurunan
tekanan darah merupakan kunci dalam mencegah komplikasi-komplikasi
tersebut.[3] Banyak obat yang meniadakan efektivitas terapeutik dari
antihipertensi, termasuk antihistamin, agens antiinflamasi nonsteroid,
bronkodilator simpatomimetik, dekongestan, penekan nafsu makan,
antidepresan, dan MAO inhibitor (monoaminoksidase).[2] Hipokalemia
akibat diuretik dapat meingkatkan risiko toksisitas glikosida jantung.[2]
Suplemen kalium dan diuretik hemat kalium dapat menyebabkan
hiperkalemia bila digunakan bersama inhibitor enzim pengkonversi
angiotensin (ACE).[2]
-wikipedia-

You might also like