You are on page 1of 7

Asuhan Keperawatan Pada BAyi Dengan Tetanus Neonatorum

A. PENGERTIAN
Tetanus neonatorim adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan oleh kuman,clostridium
tetani.
Tetanus neonatorium merupakan penyebab kejang yang sering di jumpai pada BBL yang di
sebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat
pemotogan tali pusat atau perawatan tidak aseptik.
B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerobik dan
mengeluarkan eksotoksin yang neorotropoik.
C.Epidemiologi
Clostridium tetani berbentuk batang langsing, tidak berkapsul, gram positip. Dapat bergerak
dan membentuk sporaspora, terminal yang menyerupai tongkat penabuh genderang (drum
stick). Spora spora tersebut kebal terhadap berbagai bahan dan keadaan yang merugikan
termasuk perebusan, tetapi dapat dihancurkan jika dipanaskan dengan otoklaf. Kuman ini
dapat hidup bertahun-tahun di dalam tanah, asalkan tidak terpapar sinar matahari, selain dapat
ditemukan pula dalam debu, tanah, air laut, air tawar dan traktus digestivus manusia serta
hewan.
C. GAMBARAN KLINIK
Masa inkubasi biasanya 3 10 hari. Gejala permulaan adalah bayi mendadak tidak mau atau
tidak bisa menetek karena mulut tertutup (trismus), mulut mencucu seperti ikan, dapat terjadi
spasmus otot yang luas dan kejang yang umum. Leher menjadi kaku dan kepala mendongak
ke atas (opistotonus). Dinding abdomen kaku, mengeras dan kalau terdapat kejang otot
pernafasan, dapat terjadi sianosis. Suhu dapat meningkat sampai 390 C. Naiknya suhu ini
mempunyai prognosis yang tidak baik.

D. MANIFESTASI
Gejala klinik pada tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang primitifpun
mampu mengenalinya. Anak yang semula menangis, menetek dan hidup normal, mulai hari
ketiga menunjukan gejala klinik yang bervariasi mulai dari kekakuan mulut dan kesulitan
menetek, risus sardonicus sampai opistotonus. Trismus pada tetanus neonatorum tidak sejelas
pada penderita anak atau dewasa, karena kekakuan otot leher lebih kuat dari otot masseter,
sehingga rahang bawah tertarik dan mulut justru agak membuka dan kaku (Athvale, dan Pai,
1965, Marshall, 1968).
Bentukan mulut menjadi mecucu (Jw) seperti mulut ikan karper. Bayi yang semula kembali
lemas setelah kejang dengan cepat menjadi lebih kaku dan frekuensi kejang-kejang menjadi
makin sering dengan tanda-tanda klinik kegagalan nafas (Irwantono, Ismudijanto dan MF
Kaspan 1987). Kekakuan pada tetanus sangat khusus : fleksi pada tangan, ekstensi pada
tungkai namun fleksi plantar pada jari kaki tidak tampak sejelas pada penderita anak.
Kekakuan dimulai pada otot-otot setempat atau trismus kemudian menjalar ke seluruh tubuh,
tanpa disertai gangguan kesadaran. Seluruh tubuh bayi menjadi kaku, bengkok (flexi) pada
siku dengan tangan dikepal keras keras. Hipertoni menjadi semakin tinggi, sehingga bayi
dapat diangkat bagaikan sepotong kayu. Leher yang kaku seringkali menyebabkan kepala
dalam posisi menengadah

3.1.2. Patologi
Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak pada sumsum tulang belakang, dan terutama
pada nukleus motorik. Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat spasmus laring pada kejang
yang lama. Selain itu kematian dapat disebabkan oleh pengaruh langsung pada pusat
pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain ialah pneumonia aspirasi dan
sepsis. Kedua sebab yang terakhir ini mungkin sekali merupakan sebab utama kematian
tetanus neonatorum di Indonesia.

E . PATOFISIOLOGI

Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk vegetatif
dan berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat
penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat
adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra axonal
toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya
dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun
toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sungsum belakang toksin menjalar dari sel saraf
lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory
neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan
menimbulkan kekakuan.
Tanda tanda

1. Bayi yang semula dapat disusui dengan baik, tiba tiba tidak mau menyusu.
2. Mulut mencucu, seperti mulut ikan.
3. Mudah sekali dan sering kejang, terutama jika disentuh, terkena sinar, atau mendengar
suara keras.
4. Wajahnya kebiruan.
5. Kadang kadang demam.
Tanda tanda tersebut mulai timbul antara 3 14 hari sesudah lahir, tetapi kadang kadang
lebih lambat. Tetanus neonatorum terjadi karena pemotongan tali pusat bayi dengan
menggunakan alat yang tidak bersih, luka tali pusat kotor atau tidak bersih karena diberi
bermacam macam ramuan, atau ibu hamil tidak mendapat imunisasi TT lengkap sehingga
bayi yang dikandungnya tidak kebal terhadap penyakit tetanus neonatorum.

F. FAKTOR RESIKO DAN PENCEGAHAN


1. Faktor resiko
Tetanus neonatorum terjadi pada masa perinatal, antara umur 0 sampai 28 hari, terutama pada
saat luka puntung tali pusat belum kering, sehingga spora C. tetani dapat mencemari dan
berbiak menjadi kuman vegetatif.
Menurut Foster, (1983) serta Sub Dinas PPM Propinsi Jawa Timur, (1989) terdapat 5 faktor
resiko pokok tetanus neonatorum yaitu : (a) faktor resiko pencemaran lingkungan fisik dan
biologik, (b) faktor cara pemotongan tali pusat, (c) faktor cara perawatan tali pusat, (d) faktor
kebersihan pelayanan persalinan dan (e) faktor kekebalan ibu hamil.
* Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik
Merupakan faktor yang menentukan kepadatan kuman dan tingginya tingkat pencemaran
spora di lingkungannya. Risiko akan hilang bila lahan pertanian dan peternakan diubah
penggunaannya
* Faktor Cara Pemotongan Tali Pusat
Penggunaan sembilu, pisau cukur atau silet untuk memotong tali pusat tergantung pada
pengertian masyarakat akan sterilitas. Setelah dipotong, tali pusat dapat disimpul erat-erat
atau diikat dengan benang. Penolong persalinan biasanya lebih memusatkan perhatian pada
kelahiran plasenta dan perdarahan ibu.
* Faktor Cara Perawatan Tali Pusat
Tata cara perawatan perinatal sangat berkaitan erat dengan hasil interaksi antara tingkat
pengetahuan, budaya, ekonomi masyarakat dan adanya pelayanan kesehatan di lingkungan
sekitarnya. Masyarakat di banyak daerah masih menggunakan daun-daun, ramuan, serbuk
abu dan kopi untuk pengobatan luika puntung tali pusat. Kebiasaan ini tidak dapat
dihilangkan hanya dengan pendidikan dukun bayi saja.
* Faktor Kebersihan Pelayanan Persalinan
Merupakan interaksi antara kondisi setempat dengan tersedianya pelayanan kesehatan yang
baik di daerah tersebut yang menentukan subyek penolong persalinan dan kebersihan
persalinan. Untuk daerah terpencil yang belum terjangkau oleh pelayanan persalinan yang
higienis maupun daerah perkotaan yang biaya persalinannya tak terjangkau oleh masarakat,
peranan dukun bayi (terlatih atau tidak) maupun penolong lain sangatlah besar. Pelatihan
dukun bayi dapat menurunkan kematian perinatal namun tidak berpengaruh pada kejadian
tetanus neonatorum.
Masih banyak ibu yang tidak memeriksakan kehamilannya (25 sampai 60%) dan lebih
banyak lagi yang persalinannya tidak ditolong oleh tenaga medis (70%) sehingga resiko
tetanus neonatorum bagi bayi lahir di Indonesia besar.
* Faktor Kekebalan Ibu Hamil
Merupakan faktor yang sangat penting. Antibodi antitetanus dalam darah ibu hamil yang
dapat disalurkan pada bayinya dapat mencegah manifestasi klinik infeksi dengan kuman C.
tetani (Suri, dkk,1964). Suntikan tetanus toksoid 1 kalipun dapat mengurangi kematian
tetanus neonatorum dari 70-78 per 1000 kelahiran hidup menjadi 40 per 1000 kelahiran hidup
(Newell, 1966, Black, 1980, Rahman, 1982).
3.1.3. Pencegahan
3.1.7.1. Melaui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan, bersih alas, dan bersih
alat.
1. Bersih tangan
Sebelum menolong persalinan, tangan poenolong disikat dan dicuci dengan sabun sampai
bersih. Kotoran di bawah kuku dibersihkan dengan sabun. Cuci tangan dilakukan selama 15
30 . Mencuci tangan secara benar dan menggunakan sarung tangan pelindung merupakan
kunci untuk menjaga lingkungan bebas dari infeksi.
2. Bersih alas
Tempat atau alas yang dipakai untuk persaliunan harus bersih, karena clostrodium tetani bisa
menular dari saluran genetal ibu pada waktu kelahiran.
3. Bersih alat
Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode sterilisasi ada 2, yang
pertama dengan pemanasan kering : 1700 C selama 60 dan yang kedua menggunakan
otoklaf : 106 kPa, 1210 C selama 30 jika dibungkus, dan 20 jika alat tidak dibungkus.
3.1.7.2. Perawatan tali pusat yang baik
Untuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah lepas, cara yang murah dan baik
yaitu mernggunakan alkohol 70 % dan kasa steril. Kasa steril yang telah dibasahi dengan
alkohol dibungkuskan pada tali pusat terutama pada pangkalnya. Kasa dibasahi lagi dengan
alkohol jika sudah kering. Jika tali pusat telah lepas, kompres alkohol ditruskan lagi sampai
luka bekas tali pusat kering betul (selama 3 5 hari). Jangan membubuhkan bubuk dermatol
atau bedak kepada bekas tali pusat karena akan terjadi infeksi.
3.1.7.3. Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Ibu hamil yang
mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk antibodi tetanus. Seperti difteri,
antibodi tetanus termasuk dalam golongan Ig G yang mudah melewati sawar plasenta, masuk
dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh janin, yang akan mencegah
terjadinya tetanis neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali ( 2 dosis). Jarak pemberian TT pertama dan
kedua, serta jarak antara TT kedua dengan saat kelahiran, sangat menentukan kadar antibodi
tetanus dalam darah bayi. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan kedua
serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi maka kadar antibosi tetanus dalam darah bayi
akan semakin tinggi, karena interval yang panjang akan mempertinggi respon imunologik dan
diperoleh cukup waktu untuk menyeberangkan antibodi tetanus dalam jumlah yan cukup dari
tubuh ibu hamil ke tubuh bayinya.
TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk ibu hamil tidak ada bahaya bagi
janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT . Pada ibu hamil yang mendapatkan
imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan
mereka yang tidak mendapatkan imunisasi

Pemberia Imunisasi TT dan Lamanya Perlindungan


Dosis Saat Pemberian % Perlindungan Lama Perlindungan
TT1

TT2
TT3

TT4

TT5
Pada kunjungan pertama atau sedini mungkin pada kehamilan
Minimal 4 minggu setelah TT1
Minimal 6 bulan setelah TT2 atau selama kehamilan berikutnya
Minimal setahun setelah TT3 atau selama kehamilan berikutnya
Minimal setahun setelah TT4 atau selama kehamilan berikutnya 0

80 %
95 %

99 %

99 %
Tidak ada

3 tahun
5 tahun

10 tahun

selama usia subur

3.1.8. Penatalaksanaan
3.1.8.1. Medik
1. Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau pemberian obat anti kejang. Obat
yang dapat dipakai adalah kombinasi fenobarbital dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikas
mula-mula 30 60 mg parenteral kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10
mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral,
kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari. Kombinasi yang lain adalah
luminal dan diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg BB. Obat anti kejang yang lain adalah
kloralhidrat yang diberikan lewat rektum.
2. Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S (antitetanus serum) dengan dosis
10.000 satuan setiap hari serlama 2 hari .
3. Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi inferksi dapat digunakan penisilin 200.000 satuan setiap hari dan diteruskan
sampai 3 hari panas turun.
4. Tali pusat dibersihkan atau di kompres dengan alkohol 70 % atau betadin 10 %.
5. Memperhatikan jalan nafas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.

Diagnosis
Diagnosis tetanus neonetorum tidak susah. Trismus, kejang umum, dan mengkakunya otot-
otot merupakan gejala utama tetanus neonatorum. Kejang dan mengkakunya otot-otot dapat
pula ditemukan misalnya pada kernicterus, hipokalsemia, meningitis, trauma lahir, dan lain-
lain. Gejala trismus biasanya hanya terdapat pada tetanus.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
II. Riwayat kehamilan prenatal.
Ditanyakan apakah ibu sudah diimunisasi TT.
III. Riwayat natal ditanyakan.
Siapa penolong persalinan karena data ini akan membantu membedakan persalinan yang
bersih/higienis atau tidak. Alat pemotong tali pusat, tempat persalinan.
IV. Riwayat postnatal.
Ditanyakan cara perawatan tali pusat, mulai kapan bayi tidak dapat menetek (incubation
period). Berapa lama selang waktu antara gejala tidak dapat menetek dengan gejala kejang
yang pertama (period of onset).
V. Riwayat imunisasi pada tetanus anak.
Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan terakhir
VI. Riwayat psiko sosial.
a) Kebiasaan anak bermain di mana
b) Hygiene sanitasi
VII. Pemeriksaan fisik.
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari tetanus, bayi normal dan bisa
menetek dalam 3 hari pertama. Hari berikutnya bayi sukar menetek, mulut mecucu seperti
mulut ikan. Risus sardonikus dan kekakuan otot ekstrimitas. Tanda-tanda infeksi tali pusat
kotor. Hipoksia dan sianosis.
Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot lokal disusul dengan kesukaran untuk membuka
mulut (trismus).
Pada wajah : Risus Sardonikus ekspresi muka yang khas akibat kekakuan otot-otot mimik,
dahi mengkerut, alis terangkat, mata agak menyipit, sudut mulut keluar dan ke bawah.
Opisthotonus tubuh yang kaku akibat kekakuan otot leher, otot punggung, otot pinggang,
semua trunk muscle.
Pada perut : otot dinding perut seperti papan. Kejang umum, mula-mula terjadi setelah
dirangsang lambat laun anak jatuh dalam status konvulsius.
Pada daerah ekstrimitas apakah ada luka tusuk, luka dengan nanah, atau gigitan binatang.

VIII. Tata laksana pasien tetanus


Umum
1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Pemberian cairan secara i.v., sekalian untuk
memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium pump).
2. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu tracheostomy.
3. Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau sungkup.
4. Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian valium/diazepam bolus i.v. 5 mg untuk
neonatus, bolus i.v. atau perectal 10 mg untuk anak-anak (maksimum 0.7 mg/kg BB).
Khusus
1. Antibiotika PP 50.000-100.000 IU/kg BB.
2. Sera anti. Dapat diberikan ATS 5000 IU i.m. atau TIGH (Tetanus Immune Globulin
Human) 500-3.000 IU. Pemberian sera anti harus disertai dengan imunisasi aktif dengan
toksoid (DPT/DT/TT)
3. Perawatan luka sangat penting dan harus secara steril dan perawatan terbuka
(debridement).
4. Konsultasi dengan dokter gigi atau dokter bedah atau dokter

IX. Diagnosa Keperawatan


Setelah pengumpulan data, menganalisa data, dan menentukan diagnosa keperawatan yang
tepat sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian direncanakan membuat prioritas
diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, dan intervensi keperawatan.
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan kalori yang
tinggi, makan tidak adekuat.
2. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan sirkulasi (hipoksia berat).
3. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme
pada otot faring).
4. Koping keluarga tidak efektif b.d. kurang pengetahuan keluarga tentang
diagnosis/prognosis penyakit anak
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. sukar untuk membuka mulut (kekakuan otot-otot
masseter)
6. Risti gangguan pertukaran gas b.d. penurunan oksigen di otak.
7. Risti injuri b.d. kejang spontan yang terus-menerus (kurang suplai oksigen karena adanya
oedem laring).

1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Peningkatan kebutuhan kalori yang
tinggi, makan tidak adekuat.
Tujuan : nutrisi dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan dan pertumbuhan
normal.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi dehidrasi
Tidak terjadi penurunan BB
Hasil lab. tidak menunjukkan penurunan albumin dan Hb
Tidak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
1. Catat intake dan output secara akurat.
2. Berikan makan minum personde tepat waktu.
3. Berikan perawatan kebersihan mulut.
4. Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress nafas.
5. Berikan formula yang mengandung kalori tinggi dan protein tinggi dan
sesuaikan dengan kebutuhan.
6. Ajarkan dan awasi penggunaan makanan sehari-hari.
7. Tegakkan diet yang ditentukan dalam bekerja sama dengan ahli gizi.

2. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme
pada otot faring)
Tujuan : kelancaran lalu lintas udara (pernafasan) terpenuhi secara maksimal.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi aspirasi
Bunyi napas terdengar bersih
Rongga mulut bebas dari sumbatan
Intervensi :
1. Berikan O2 nebulizer
2. Ajarkan pasien tehnik batuk yang benar.
3. Ajarkan pasien atau orang terdekat untuk mengatur frekuensi batuk.
4. Ajarkan pada orang terdekat untuk menjaga kebersihan mulut.
5. Berikan perawatan kebersihan mulut.
6. Lakukan penghisapan bila pasien tidak dapat batuk secara efektif dengan melihat waktu.

You might also like