You are on page 1of 3

MANUSIA

Menurut pandangan ilmu psikologi, pandangan manusia terhadap dirinya sangat


mempengaruhi pendidikannya.

Kesalah pahaman tentang manusia melingkupi manusia sejak manusia menempati bumi ini.
Bisa jadi, kesalah pahaman itu cenderung pada hal-hal yang berlebihan, misalnya manusia
menganggap dirinya sebagai wujud terhebat di alam semesta ini. Di satu sisi manusia
menyerukan pandangan seperti itu, di sisi lain manusia memperbudak dirinya dengan
egoisme, kecongkakan, dan ketakaburan. Al-Maududi mengatakan ada juga manusia yang
mengangkat dirinya sebagai penanggung jawab manusia lewat upaya agar dipertuhan dengan
tujuan kekuasaan, kegagahan, kehebatan, kedhaliman, keburukan, dan ketiranian.

Sikap berlebihan lainnya adalah kecenderungan manusia pada penempatan diri pada kehinaan
dan kerendahan. Lalu manusia menundukkan kepala di depan setiap pohon, batu, sungai,
gunung, atau binatang. Mereka tidak melihat adanya keselamatan kecuali dengan bersujud
kepada matahari, bulan, bintang, api, atau benda lainnya yang dianggap mengandung
kekuatan atau kemampuan untuk memberikan manfaat kepada mereka.

Islam menampilkan manusia sesuai dengan hakekatnya, menjelaskan asal-usulnya,


keistimewaannya, tugasnya, hubungannya dengan alam semesta, atau kesiapannya untuk
menerima kebaikan dan keburukan.

1. Hakekat Manusia dan Asal-Usul Penciptaannya


Hakekat manusia bersumber pada dua hal. Pertama ashal al baid [asal yang jauh], yaitu
penciptaan pertama dari tanah yang kemudian Allah menyempurnakannya dan meniupkan
kepadanya sebagian ruh-Nya.
Kedua: ashal al-qarib [asal yang dekat] yaitu penciptaan manusia itu dari nuthfah.

Arahan al-Quran itu ditujukan untuk menghancurkan kecongkakan manusia dan


melemahkan ketakaburannya sehingga dia benar-benar tawadlu dalam kehidupannya. Al-
Quran pun memberikan kejelasan tentang pertolongan Allah yang telah diberikan kepada
manusia ketika berada dalam kegelapan rahim, ketika ditumbuhkan sebagai janin dan
dikembangkan hingga tuntas penciptaannya, seperti firman Allah:

Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan
Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia
menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan.

2. Manusia: Makhluk yang Dimuliakan


Islam tidak memposisikan manusia dalam kehinaan, kerendahan atau tidak berharga seperti
binatang, benda mati, atau makhluk lainnya.
Allah telah menganugerahkan manusia dengan kemampuan yang dengannya manusia dapat
menguasai semesta yang telah diperuntukkan Allah bagi manusia. Artinya Allah melarang
manusia menghinakan diri pada semesta ini. Dia telah memberikan keamanan kepada
manusia dalam menghadapi semesta karena manusia diberi kekuasaan untuk menundukkan
alam semesta demi kemaslahatan umat manusia. Itulah dasar pendidikan Rabbani yang
dengannya al-Quran menumbuhkan kehormatan dan harga diri dalam diri manusia sekaligus
juga menumbuhkan kesadaran terhadap karunia Allah.

3. Manusia: Makhluk Istimewa dan Terpilih


Salah satu anugerah yang diberikan Allah kepada manusia adalah menjadikan manusia
mampu membedakan kebaikan dari kejahatan atau kedurhakaan dari ketakwaan. Ke dalam
naluri manusia, Allah menanamkan kesiapan dan kehendak untuk melakukan kebaikan atau
keburukan sehingga manusia mampu memilih jalan yang mampu mengantarkannya kepada
kebaikan dan kebahagiaan atau jalan yang menjerumuskannya pada kebinasaan. Dengan jelas
Allah menyebutkan bahwa dalam hidupnya, manusia harus berupaya menyucikan,
mengembangkan, dan meninggikan diri agar manusia terangkat dalam keutamaan.

Untuk orang-orang yang memilih jalan kedurhakaan, Allah meratakan mereka sekaligus
kotanya dengan tanah.

4. Manusia: Makhluk yang Dapat Dididik


Allah telah membekali manusia dengan kemampuan untuk belajar dan mengetahui. Allah pun
telah menganugerahi manusia berbagai sarana untuk belajar, seperti penglihatan,
pendengaran, dan hati. Penglihatan merupakan pengembangan pengetahuan dengan hasil
observasi dan penelitian yang berkaitan dengannya. Hati merupakan sarana membersihkan
ilmu pengetahuan dari kotoran dan noda sehingga lahirlah ilmu pengetahuan yang murni. Jika
ketiga pengetahuan itu dipadukan, terciptalah ilmu pengetahuan yang sesuai dengan yang
dikaruniakan Allah kepada manusia yang hanya dengan ilmu pengetahuan itulah manusia
mampu mengatasi dan menundukkan makhluk lain agar tunduk pada kehendaknya.

Jika manusia tidak memanfaatkan sarana-sarana pendidikan tersebut, Allah swt.


menggolongkan mereka dalam kehinaan.

Sarana pendidikan lain yang dimiliki manusia adalah bahasa, kemampuan untuk
mengeluarkan gagasan, dan kemampuan untuk menulis. Melalui berfikir dan belajar,
diharapkan manusia mampu mempelajari dan memahami syariat-syariat Allah. Lebih jelasnya
lagi, Allah berfirman:
Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan
membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al
Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah
yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (al-Baqarah: 129)

Lewat inipun manusia diajak untuk mentafakuri penciptaan langit, bumi, dan dirinya sendiri
sebagaimana firman Allah:
Dan [juga] pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (adz-Dzaariyaat:
21)
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan? (al-Ghaasyiyah:
17)
Katakanlah: Apakah sama orang buta dengan orang yang melihat? maka apakah kamu
tidak memikirkan[nya]? (al-Anam: 50)

Ayat-ayat di atas telah menegaskan bahwa Allah telah menciptakan pendengaran,


penglihatan, dan hati sebagai sarana untuk merenung, tafakur, berfikir jernih, serta meneliti
alam semesta ini. Kemudian dengan akal dan hatinya, manusia mengolah alam ini untuk
dijadikan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan. Kita didik secara ilmiah melalui berfikir,
observasi, diskusi, hingga penyimpulan sampai akhirnya kita dapat meraih ilmu pengetahuan
dan menghasilkan sesuatu. Jika demikian, sangat terasa penyia-nyiaan kita terhadap fungsi
pendengaran, penglihatan, dan hati sehingga yang asalnya umat Islam menjadi pemimpin atas
umat lainnya, kini kita harus menyaksikan kemajuan orang lain.

5. Tanggung Jawab Manusia


Islam bukan hanya memuliakan, mengunggulkan, dan mengistimewakan manusia atas
makhluk lainnya. Sejalan dengan ini Islam pun memberikan tanggung jawab yang disertai
balasan sepadan. Islam membebani manusia dengan tanggung jawab penerapan syariat Allah
dan perwujudan penghambaan kepada-Nya. Padahal, makhluk-makhluk lain tidak bersedia
memikul tanggung jawab tersebut.

Sejalan dengan kebebasan, kehendak, dan kemampuan untuk membedakan kebaikan dan
keburukan, Allah telah menentukan balasan atau balasan yang setimpal dengan alternatif
yang dipilih manusia.

Atas pendengaran, penglihatan, hati dan seluruh anggota tubuh yang diberikan Allah,
manusia bertanggung jawab untuk memanfaatkan semuanya dalam jalan kebaikan.

Rasa tanggung jawab itu akan terpelihara di dalam diri manusia yang sadar, selalu ingat, adil,
jauh dari penyelewengan, tidak tunduk pada hawa nafsu, jauh dari kedhaliman dan kesesatan
serta istiqamah dalam segala perilaku.

6. Ibadah kepada Allah: tugas tertinggi manusia.


Seluruh tugas manusia dalam hidup ini, berakumulasi pada tanggung jawabnya untuk
beribadah dan mengesakan Allah sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya ini:

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
(adz-Dzaariyaat: 56)

Dan sesungguhnya, masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu
menyembah sesuatupun di dalamnya disamping [menyembah] Allah. (al-Jinn: 18)

You might also like