Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
periode waktu pengamatan. Diperkirakan demensia vaskuler memberikan
kontribusi 10%-20% dari kasus demensia.
Di indonesia prevalensi demensia belum ada data pasti. Data dari bangsal
saraf, stroke merupakan 50% kasus, maka kemungkinan etiologi demensia
terbanyak diindonesia adalahh demensia vaskular(multi-infark). Demensia bisa
terjadi pada semua umur, tetapi lebih banyak pada lanjut usia.
2
BAB II
STROKE ISKEMIK
2.1. Definisi
Stroke menurut WHO adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun global yang berlangsung dengan cepat, berlangsung
lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain
daripada gangguan vaskular.
Stroke adalah gangguan peredaran darah di otak. Dalam bahasa
inggris di namai juga sebagai Cerebro-vascular accident. Kata stroke berarti
pukulan. Dari kata ini dapat disimpulkan bahywa timbulnya stroke ialah
mendadak.Kata lain untuk penyakit stroke ini ialah brain attack yaitu serangan
otak. Gangguan perdarahan darah ini mengakibatkan fungsi otak terganggu, dan
bila berat dapat mengakibatkan kematian sebagian sel-sel otak disebut infark.
(Harsono,2009).
Stroke ialah bencana atau gangguan peredaran darah di otak. Dalam
bahasa inggris dinamai juga sebagai Cerebro-vascular accident. Kata stroke
berarti pukulan (to strike). Dari kata ini dapat disimpulkan bahwa timbulnya
stroke ialah mendadak. Kata lain untuk penyakit stroke ini ialah brain attack,
yaitu serangan otak. Gangguan peredaran darah ini dapat berupa ;
1. Iskemik. Aliran darah berkurang atau terhenti pada sebagian daerah di otak.
(Iskemia berarti aliran darah berkurang).
2. Perdarahan. Biasanya perdarahan terjadi karena dinding pembuluh darah
robek.
Ganggguan perdarahan darah ini mengakibatkan fungsi otak
terganggu, dan bila berat dapat mengakibatkan kematian sebagian sel-sel otak
disebut infark.(Lumbantobing,2007).
3
Otak memperoleh darah melalui dua system, yakni sistem karotis dan sistem
vertebralis yang terdiri dari :
1 pasang arteri karotis interne
1 pasang arteri vertebralis
1. Sistem karotis
Arteri karotis interna merupakan hasil percabangan dari arteri karotis
komunis dekstra dan arteri karotis komunis sinistra. Arteri karotis komunis
dekstra berasal dari percabangan arteri subklavia dekstra, sedangkan arteri karotis
komunis sinistra berasal dari arkus aorta.
Arteri komunis interna setelah memisahkan diri dari arteri karotis
komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan
dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri optalmika untuk nervus optikus
dan retina, akhirnya bercang dua : arteri serebri anterior dan arteri serebri media.
Untuk otak sistem ini member aliran darah ke lobus frontalis, parietalis, dan
beberapa lobus temporalis.
2. Sistem vertebralis
Sistem vertebralis dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak memalui kanalis
4
transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk ke rongga cranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri
serebelli inferior. Pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu
menjadi arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada
tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri
serebri posterior, yang melayani daerah lobus oksipital dan bagian medial lobus
temporalis.
Ketiga pasang arteri serebri ini (A. serebri anterior, A. serebri media, A.
serebri (posterior) bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan
beranastomosis satu dengan yang lainnya. Cabang-cabangnya yang lebih kecil
menembus kedalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-
cabang arteri serebri lainnya. Untuk menjamin pemberian darah kke otak. Ada
sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan vertebral,yaitu :
Sirkulus willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh
A.serebri media dekstra dan sinistra, A. komunikan anterior (yang
menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang A. serebri posterior,
dan A. komunikan posterior (yang menghubungkan A.serebri media dan
posterior) kanan dan kiri. Anastomosis antara A. serebri interna dan A. karotis
eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui A. optalmika dan A. fasialis
ke A. maksilaris eksterna.
Hubungan sistem vertebral dengan arteri karotis eksterna.
2.3. Epidemiologi
Setiap tahunnya, 200 dari tiap 100.000 orang di Eropah, menderita stroke
dan menyebabkan kematian 275.000-300.000 orang Amerika. Di pusat-pusat
5
pelayanan neurologi di Indonesia jumlah penderita stroke selalu menempati
urutan pertama dari seluruh penderita rawat inap.(Harsono.2009)
Insiden stroke menurut umum, bias mengenai semua umur, tetapi secara
keseluruhan mulai meningkat pada usia decade ke-5. Perdarahan subarachnoid
sudah mulai timbul pada usia dasawarsa ke-3 sampai ke-5 dan setelah usia 60 th.
Perdarahan intraserebral sering didapati mulai pada decade ke-5 sampai decade
ke-8 usia orang Amerika. Sedangkan thrombosis lebih sering pada umur 50-70
an.Stroke pada anak muda juga banyak di dapati akibat infarrk karena emboli
yaitu mulai dari usia di bawah 20 tahun dan meningkat pada decade ke-4 hingga
decade ke-6 dari usia, lalu menurun dan jarang dijumpai pada usia yang lebih tua.
(Medscape. Januari 2015)
2.4. Klasifikasi
1. Stroke hemoragik
2. Stroke iskemik atau non hemoragik
3. TIA atau Transient ischemic attack
4. RIND atau Reversible ischemic neurologic deficit
6
Gambar 2.3. Klasifikasi Stroke
2.6. Klasifikasi
1. Transient isckemic attack (TIA). Gejala neurologic yang timbul akibat
gangguan peredaran darah di otak akaN menghilang dalam waktu 24 jam.
7
2. Reversible ischemic neurological deficir (RIND). Gejala neurologi yang
timbul akan menghilang dalam waktu lebih lamadari 24 jam, tapi tidak lebih
dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progessive stroke/ stroke in evolution). Gejala neurologic
makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed stroke/ Permanent stroke) gejala klinis sudah
menetap.(Harsono.2009)
2.7. Patologi
Secara patologik suatu infark dapat dibagi dalam :
1. Trombosis pembuluh darah (trombosis cerebri )
8
Gambar 2.4. Trombosis cerebri
2.8. Patofisiologi
Infark iskemik serebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuknya ateroma). Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinik dengan cara :
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau
perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
9
4. Kelainan jantung
a. Menyebabkan menurunnya curah jantung antara lain fibrilsi, blok
jantung.
b. Lepasnya embolus menimbulkan iskemia di otak.(Harsono,2009)
10
- Hemiparesis kontralateral dan dapat disertai sindrom horner pada sisi
sumbatan.
2. Gejala-gejala penyumbatan arteri serebri anterior
- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
- Gangguan mental (bila lesi di frontal)
- Gangguan sensitibilitas pada tungkai yang lumpuh
- Inkontinensia
- Bisa kejang-kejang
3. Gejala-gejala penyumbatan ateri serebri media
- Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi hemiparesis yang sama, bila
tidak dipangkal maka lengan lebih menonjol
- Hemihipestesia
- Gangguan fungsi luhur pada kortek hemisfer dominan yang terserang
antara lain afasia motorik atau sensorik.
4. Gangguan pada kedua sisi
Karena adanya sklerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi
pada kedua sisi. Timbul gangguan pseudobulbar, biasanya pada vascular
dengan gejala :
- Hemiplegi dupleks
- Sukar menelan
11
- Nyeri talamik, suatu nyeri yang terus menerus dan sukar di hilangkan:
pada pemeriksaan raba terdapat anesthesia tetapi pada tes tusukan
timbul rasa nyeri (anesthesia dolorosal)
- Hemikhorea, disertai hemiparesis disebut sindrom dejerine marie.
2. Gangguan atau sumbatan pada arteri serebeli posterior inferior
- Sindrom wallerberg berupa ataksia serebelar pada lengan dan tungkai
disisi yang sama, gangguan N.II dan reflex kornea hilang pada sisi
yang sama.
- Sindrom horner sesisi dengan lesi
- Nistagmus jika terjadi infark pada nucleus vestibularis
- Hemihipestesia alternans
12
b. Pemeriksaan rangsangan menings
- Kaku kuduk
- Kernig sign
- Lasegue sign
- Brudzinski I
- Brudzinski II
- Brudzinski III
- Brudzinski IV
- Guillain sign
- Edelmann test
- Bikele test
c. Pemeriksaan nervus cranialis
1) Nervus Olfactorius (N.1)
2) Nervus opticus (N.II)
3) Nervus okulares : oculomotorius (III), trochlearis (IV),abdusens (VI)
4) Nervus trigeminus (N.V)
5) Nervus facialis (N.VII)(Lumbantobing,2004)
13
- Pemeriksaan likuor serebrospinalis.
- EKG (echocardiogram)
Tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan
pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. EKG dilakukan
untuk melihat apakah adanya kelainan jantung.
- Magnetic resonance imaging (MRI)
Menggunakan gelombang magnetik untuk membuat gambaran
otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika
dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan
garis depan untuk stroke. Jika CT scan dapat selesai dalam
beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat
dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih
baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjur.
2. Pemeriksaan lain
- Pemeriksaan untuk menentukan factor risiko seperti : darah rutin
(Hb,Ht,leukosit,eritrosit,LED), hitung jenis dan bila perlu
gambaran darah.
- Komponen kimia darah, gas, elektrolit
- Laboratorium
Tes ini dilakukan untuk mengindentifikasi factor resiko stroke yang
dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih
lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia,
fungsi ginjal, polisitemia, trombosit, gula darah, cholrsterol, dan
abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.
2.12. Diagnosis
1. Skor stroke skor siriraj, skor gajah mada
2. Laboratorium darah :
Hb,Ht,Eritrosit,leukosit,hitung jenis,trombosit, LED
PT dan aPTT, agregasi trombosit ,fibrinogen
Gula darah
Profil lipid , dan kolesterol, asam urat
14
3. EKG dan ekokardiografi untuk mencari pencetus stroke akibat penyakit
jantung
4. Pungsi lumbal (sesuai indikasi)
5. Foto toraks
6. CT Scan atau MRI kepala.(Dewanto,george.2009)
15
Tabel 2.4. Perbedaan Stroke Hemoragik Dan Stroke Iskemik Berdasarkan
Anamnesis
Gejala Stroke hemoragik Stroke non hemoragik
Onset atau awitan Mendadak Mendadak
Saat onset Sedang aktif Istirahat
Peringatan (warning) - +
Nyeri kepala +++ +/-
Kejang + -
Muntah + -
Penurunan kesadaran +++ +/-
2.13. Penatalaksanaan
Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan
sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu
atau mengancam fungsi otak. Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat
menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah
untuk memperbaiki aliran darah keotak secepat mungkin dan melindungi neuron.
Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat dibagi dalam :
Pengelolaan umum pedoman 6 B
a. Breath ; Oksigenasi, jalan nafas harus terbuka, hisap lendir dan slem untuk
mencegah kekurangan oksigen dengan segala akibat buruknya. Dijaga agar
oksigenasi dan ventilasi baik, agar tidak terjadi aspirasi. Intubasi pada
pasien dengan GCS < 8.
b. Blood : usahakan aliran darah keotak semaksimal mungkin dan
pengontrolan tekanan darah. Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh
segera diturunkan, karena dapat memperburuk keadaan kecuali pada
tekanan darah sistolik >220 mmHg atau diastolik > 120 mmHg (stroke
iskemik), sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 100 mmHg (stroke
hemoragik).
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu di awasi kadar gula darah yang
terlalu tinggi terbukti memperburuk out come pasien stroke.
c. Brain : menurunkan tekanan intracranial dan menurunkan edema otak.
d. Bladder ; hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine
sebaiknya dipasang kateter intermitten.
16
e. Bowel : kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi,
jaga supaya defekasi teratur, pasang NGT6 bila didapatkan kesulitan
menelan makanan.
f. Burn : jaga suhu.
17
Pada fase akut stroke dapat terjadi edema otak. Bila edema ini berat
akan mengganggu sirkulasi darah di otak dan dapat juga mengakibatkan
herniasi jaringan otak. Herniasi ini dapat mengakibatkan keadaan lebih
buruk atau dapat juga menyebabkan kematian. Obat antiedema otak aialah
cairan hiperosmolar misalnya larutan manitol 20 %, larutan gliserol 10%.
Membatasi jumlah cairan yang diberikan juga membantu mencegah
bertambahnya edema di otak. Obat deksametason, suatu kortikosteroid
dapat pula di gunakan.
- Obat antigregasi trombosit
Obat yang dapat mencegah menggumpalnya trombosit darah dan
dengan demikian mencegah terbentuknya thrombus (gumpalan darah)
yang dapat menyumbat pembuluh darah. Obat yang banyak digunakan
adalah asetosal (aspirin). Dosis berkisar dari 40 mg sehari sampai 1.3 gr
sehari. Akhir-akhir ini juga digunakan obat tiklopidin dengan dosis 2 x 250
mg atau klopidogrel dengan dosis 1x75 mg sehari. Pada TIA, untuk
mencegah kambuhnya, atau untuk mencegah terjadinya stroke yang lebih
berat, lama pengobatan dengan antigregasi berlangsung 1-2 tahun atau
lebih.
- Antikoagulansia
Mencegah terjadinya gumpalan darah dan embolisasi thrombus.
Antikoagulansia masih sering digunakan pada penderita stroke dengan
kelainan jantung yang dapat menimbulkan embolus. Obat yang digunakan
ialah heparin, kumarin, sintrom
- Obat trombolitik (obat yang dapat menghancurkan thrombus)
Terapi trombolitik pada stroke iskemik didasari anggapan bahwa bila
sumbatan oleh thrombus dapat segera dihilangkan atau dikurangi maka
sel-sel neuron yang sekarat dapat ditolong. Terapi trombolitik pada stroke
iskemik merupakan terapi yang poten dan cukup berbahaya bila tidak
dilakukan dengan seksama.
- Obat atau tindakan lain
Berbagai obat dan tindakan telah diteliti dan dilaporkan dikepustakaan
dengan tujuan memperbaiki ataun mengoptimasi keadaan otak, metabolismenya
dan sirkulasinya. Hasilnya msih controversial dan masih membutuhkan penelitian
lebih lanjut. Obat-obat ini misalnya : kodergokrin mesilat (hydergin), nimodipin
(nimotop), pentoksifilin (trental), sitikolin(nicholin). Tindakan yang perlu
18
penelitian lebih lanjut ialah hemodilusi, mengencerkan darah. Hal ini dilakukan
bila darah kental pada fase akut stroke. Bila darah kental, misalnya Ht 44-50%
darah dikeluarkan sebanyak 250 cc, diganti dengan larutan dekstran 40 atau
larutan lainnya.Bila masih kental juga, dapat dikeluarkan lagi 250 cc keesokan
harinya.(Harsono.2009)
BAB III
DEMENSIA VASKULAR
c.1. Definisi
Demensia Vaskuler (DVa) meliputi semua kasus demensia yang
disebabkan oleh gangguan serebrovaskuler dengan penurunan kognisi mulai dari
yang ringan sampai yang paling berat (tidak harus prominen gangguan memori),
dapat/tidak disertai gangguan perilaku sehingga menimbulkan gangguan aktifitas
harian yang tidak disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke.
c.2. Epidemiologi
Insidensi dan prevalensi DVa yang dilaporkan berbeda-beda menurut
populasi study, metoda pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan periode
waktu pengamatan. Diperkirakan DVa memberikan kontribusi 10%-20% dari
kasus demensia.
19
Jumlah lanjut usia pada tahun 1995 lebih kurang 13,2 juta jiwa dan pada
tahun 2000 meningkat menajadi 15,3 juta jiwa. Kemudian pada tahun 2005
diperkirakan meningkat menjadi 19,9 juta jiwa atau 8,48% dari jumlah
penduduk(berdasarkan data pusdatin kesos tahun 2002).
Prevalensi demensia pada lanjut usia yang berumur 65 tahun adalah 5%
dari populasi lansia. Prevalensi ini meningkat menjadi 20% pada lansia berumur
85 tahun ke atas. Dengan kategori lanjut usia penduduk berumur 65 tahun ke atas,
angka lansia diindonesia pada tahun 2000 sebanyak 11,28 juta. Jumlah ini
diperkirakan melonjak menajdi 29 juta jiwa pada tahun 2010 atau 10% dari
populasi penduduk.
Di indonesia prevalensi demensia belum ada data pasti. Data dari bangsal
saraf, stroke merupakan 50% kasus, maka kemungkinan etiologi demensia
terbanyak diindonesia adalah demensia vaskular(multi-infark). Demensia bisa
terjadi pada semua umur, tetapi lebih banyak pada lanjut usia.
Menurut hasil penelitian di RSUD Raden Mattaher, jambi, pada prevalensi
demensia berdasarkan riwayat stroke responden. Sebanyak 75(69,4%) responden
tidak memiliki riwayat stroke, sedangkan 33(30,5%) responden lainnya memiliki
riwayat stroke. Dari 75 responden yang tidak memiliki riwayat stroke, 45(60%)
responden dalam keadaan normal, 25(33,3%) kemungkinan demensia. Sedangkan
sebanyak 5 responden(6,7%) mengalami demensia.sedangkan dari 33 responden
dengan riwayat stroke, 11 responden(33,3%) dalam keadaan normal, 14 (42,4%)
kemungkinan demensia, dan 8 responden (24,2%) mengalami demensia.
Sedangkan tidak mengalami stroke tetapi, mengalami gangguan kognitif, dan
sebanyak 8 responden(24,2%) responden menderita stroke dan mengalami
demensia.
Sedangkan untuk prevalensi demensia berdasarkan riwayat hipertensi
responden. Sebanyak 61 responden yang memiliki riwayat hipertensi, 10
responden(16,4%) diantaranya mengalami penurunan fungsi kognitif, sedangkan
3 responden yang tidak memiliki riwayat hipertensi(6,4%) mengalami penurunan
fungsi kognitif. Sebagian besar responden yang memiliki riwayat hipertensi lama
<10 tahun. Penelitian sebelumnya menyebutkan adanya hipertensi yang
20
berpengaruh menurunkan status fungsi kognitif pada penderita yang mengalami
hipertensi diatas 20 tahun.
c.3. Etiologi
Penyebabnya adalah penyakit vaskular serebral yang multiple yang
menimbulkan gejala berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki
khususnya dengan riwayat hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya.
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan
sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multiple yang
menyebar luas pada otak. Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh
plaque aterosklerotik atau tromboemboli dan tempat lain (misalnya katup
jantung).
Kondisi umum yang dapat menyebabkan DVa meliputi :
- Stroke (infark) yang memblokir arteri otak. Stroke yang memblokir arteri
otak biasanya menyebabkan berbagai gejala yang mungkin termasuk DVa.
Tetapi beberapa stroke tidak menimbulkan gejala nyata. Infark otak diam
ini masih bisa meningkatkan resiko demensia. Baik dengan stroke diam
maupun jelas, resiko DVa meningkat seiring bertambahnya jumlah infark
yang terjadi dari waktu ke waktu. Salah satu jenis demensia vaskuler yang
disebabkan banyak stroke disebut demensia multi infark.
- Menyempitnya atau rusaknya pembuluh darah otak. Kondisi penyempitan
atau kerusakan jangka panjang pada pembuluh darah otak juga dapat
menyebabkan DVa kondisi ini termasuk Were and Tear (kerusakan pada
tubuh yang terjadi secara alamiah dan tidak dapat di elakkan sebagai
akibat dari penuaan) ; tekanan darah tinggi, pengerasan arteri, diabetes,
eritemarosus lupus (SLE), pendarahan otak, arteritis temporal.
c.4. Klasifikasi
Beberapa subtipe DVa yaitu:
a) Gangguan kognitif vaskular ringan
b) Demensia multiinfark. Disebabkan oleh infark pembuluh darah besar
multipel, Trombosis/ emboli arteri ukuran besar dan medium
21
c) Demensia infark strategi. Disebabkan oleh infark single yang strategi
(separti oklusi dari arteri serebral posteriol yang menyebabkan infark
thalamus bilateral atau sindrom arteri serebri anterior yang
menyebabkan infark lobus frontal bilateral). Trombosis/ emboli
arteri ukuran besar dan medium
d) Demensia vaskuler karna lesi lakunar
e) Penyakit biswanger. Disebabkan oleh penyakit sistemik pembuluh
darah kecil (seperti lakuna multipel di gangglia basal, di subkortikal
atau di substansia alba periventrikuler)
f) Demensia vaskuler akibat lesi hemoragik. Terdapat penyakit
serebrovaskuler hemoragik seperti hematoma subdural atau intra
serebral atau perdarahan subaraknoid
g) Demensia vaskuler subkortikal
h) Demensia campur (kombinasi penyakit alzheimer dan demensia
vaskuler). Kombinasi penyakit serebrovaskular dan gambaran
neuropatologi ke arah penyakit alzeimer.
c.5. Patofisiologi
a) Infark multipel
Demensia multi infark merupakan akibat dari infark multipel
dan bilateral. Terdapat riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke
dengan gejala fokal seperti hemiparesis/hemiplegi, afasia,
hemianopsia. Pseudobulbar palsy sering disertai disartria, gangguan
berjalan (small step gait), forced laughing/crying, refleks Babinski dan
inkontinensia. Computed tomography imaging (CT-scan) otak
menunjukkan hipodensitas bilateral disertai atrofi kortikal, kadang-
kadang disertai dilatasi ventrikel.
b) Infark lakunar
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15mm, disebabkan
kelainan pada small penetrating arteries di daerah diencephalon,
batang otak dan sub kortikal akibat dari hipertensi. Pada sepertiga
kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik. Apabila menimbulkan
22
gejala, dapat terjadi gangguan sensorik, transient ischaemic attack,
hemiparesis atau ataksia. Bila jumlah lakunar bertambah maka akan
timbul sindrom demensia, sering disertai pseudobulbar palsy. Pada
derajat yang berat terjadi lacunar state. CT scan otak menunjukkan
hipodensitas multipel dengan ukuran kecil, dapat juga tidak tampak
pada CT scan otak karena ukurannya yang kecil atau terletak di daerah
batang otak. Magnetic resonance imaging (MRI) otak merupakan
pemeriksaan penunjang yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya
lakunar terutama di daerah batang otak (pons).
c) Infark tunggal di daerah strategis
Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik
pada daerah kortikal atau sub kortikal yang mempunyai fungsi
penting. Infark girus angularis menimbulkan gejala afasia sensorik,
aleksia, agrafia, gangguan memori, disorientasi spasial dan gangguan
konstruksi. Infark daerah distribusi arteri serebri posterior
menimbulkan gejala amnesia disertai agitasi, halusinasi visual,
gangguan visual dan kebingungan. Infark daerah distribusi arteri
serebri anterior menimbulkan abulia, afasia motorik dan apraksia.
Infark lobus parietalis menimbulkan gangguan kognitif dan tingkah
laku yang disebabkan gangguan persepsi spasial. Infark pada daerah
distribusi arteri paramedian thalamus menghasilkan thalamic
dementia.
d) Sindrom Binswanger
Gambaran klinis sindrom Binswanger menunjukkan demensia
progresif dengan riwayat stroke, hipertensi dan kadang-kadang
diabetes melitus. Sering disertai gejala pseudobulbar palsy, kelainan
piramidal, gangguan berjalan (gait) dan inkontinensia. Terdapat atrofi
white matter, pembesaran ventrikel dengan korteks serebral yang
normal. Faktor risikonya adalah small artery diseases (hipertensi,
angiopati amiloid), kegagalan autoregulasi aliran darah di otak pada
usia lanjut, hipoperfusi periventrikel karena kegagalan jantung,
aritmia dan hipotensi.
23
e) Perdarahan
Demensia dapat terjadi karena lesi perdarahan seperti hematoma
subdural kronik, gejala sisa dari perdarahan sub arachnoid dan
hematoma serebral. Hematoma multipel berhubungan dengan
angiopati amiloid serebral idiopatik atau herediter.
f) Angiopati amiloid serebral
Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventisia
arteriola serebral. Insidensinya meningkat dengan bertambahnya usia.
Kadang-kadang terjadi demensia dengan onset mendadak.
g) Hipoperfusi
Demensia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti
jantung, hipotensi berat, hipoperfusi dengan/tanpa gejala oklusi
karotis, kegagalan autoregulasi arteri serebral, kegagalan fungsi
pernafasan. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan lesi vaskular di
otak yang multipel terutama di daerah white matter.
h) Mekanisme lain
Mekanisme lain dapat mengakibatkan demensia termasuk
kelainan pembuluh darah inflamasi atau non inflamasi (poliartritis
nodosa, limfomatoid granulomatosis, giant-cell arteritis, dan
sebagainya)
24
Pada demensia, daerah motorik, piramidal dan ekstra piramidal ikut terlibat
secara difus maka hemiparesisa atau monoparesis dan diplegia dapat
melengkapkan sindrom demensia. Apabila manifestasi gangguan korteks
piramidal dan ekstra piramidal tidak nyata, tanda-tanda lesi organik yang
mencerminkan gangguan pada korteks premotorik atau prefrontal dapat
membangkitkan reflek-reflek. Refleks tersebut merupakan pertanda keadaan
regresi atau kemunduran kualitas fungsi.
b. Refleks glabela. Orang dengan demensia akan memejamkan matanya tiap kali
glabelanya diketuk. Pada orang sehat, pemejaman mata pada ketukan berkali-
kali pada glabela hanya timbul dua tiga kali saja dan selanjutnya tidak akan
memejam lagi.
25
Gambar 3.2. Refleks
Glabela
e. Snout reflex. Pada penderita dengan demensia setiap kali bibir atas atau
bawah diketuk m. Oblikularis oris berkontraksi.
26
Gambar 3.4. Snout Reflex
f. Refleks menetek (suck reflex). Refleks menetek adalah positif apabila bibir
penderita dicucurkan secara reflektorik seolah-olah mau menetek jika
bibirnya tersentuh oleh sesuatu misalnya sebatang pensil.
c.8. Diagnosa
Pemeriksaan demensia secara umum meliputi anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Anamnesis harus melibatkan keluarga pasien dan pasien sendiri yang terdiri
dari riwayat medis umum, riwayat medis umum, riwayat neurologi umum,
riwayat neurobehavior (untuk diagnosa demensia), riwayat penyakit psikiatri,
riwayat nutrisi dan obat obatan, riwayat keluarga, pemeriksaan objektif meliputi
27
pemeriksaan fisik neurologis, pemeriksaan neuropsikologis dan pemeriksaan
psikiatris.
a. Anamnesis
3) Riwayat neurobehavioral
Anamnesis meliputi memori jangka pendek dan panjang, orientasi
ruang dan waktu, kesulitan bahasa (kelancaran, penemuan kata, mengerti
percakapan), fungsi eksekutif (perencanaan, pengorganisasian),
kemampuan mengenal wajah orang, berpergian, mengurus uang dan
membuat keputusan adalah sangat penting untuk mendiagnosis demensia.
4) Riwayat psikiatrik
28
Anamnesa psikiatri untuk menentukan adanya depresi, psikosis, perubahan
kepribadian, tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, pikiran paranoid yang
terjadi sebelum atau sesudah awitan demensia.
6) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama berguna dalam diagnosa DVa
herediter.
b. Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan
neurologi, pemeriksaan neuropsikiatri, pemeriksaan status fungsional.
2) Pemeriksaan neurologi
Meliputi derajat kesadaran, rangsang meningeal, saraf kranial, gangguan
berjalan, gangguan kekuatan tonus atau control motoric, gangguan sensorik
proprioseptik, gangguan saraf tepi, gangguan keseimbangan dan gangguan
reflek.
3) Pemeriksaan neuropsikologi
Pemeriksaan neuropsikologi meliputi pemeriksaan status mental,
aktivitas sehari hari/fungsional.
29
berhitung), nilai SMM dibawah 24 dicurigai sindrom demensia.
(formulir SMM terlampir)
30
Perjalanan klinis fluktuatif 2
Kebingungan malam hari 1
Kepribadian relatif tidak terganggu 1
Depresi 1
Keluhan somatic 1
Emosi labil 1
Riwayat hipertensi 1
Riwayat penyakit cerebrovaskuler 2
Arteriosklerosis penyerta 1
Keluhan neurologi fokal 2
Gejala neurologi fokal 2
31
d. Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia, depresi, inkontinensia
emosi, dan gejala defisit subkortikal lainnya seperti retardasi psikomotor
dan gangguan fungsi eksekutif
3. Possible DVa
a. Demensia disertai defisit neurologi fokal, tetapi tanpa konfirmasi pencitraan
otak
b. Atau tidak adanya hubungan waktu yang jelas antara demensia dan stroke
c. Atau awitan penyakit tidak jelas dengan perjalanan klinis yang bervariasi
seperti plateau atau perbaikan dari defisit kognitif
4. Definite DVa
a. Kriteria klinik probable DVa
b. Konfirmasi pemeriksaan histologi penyakit serebrovaskular
c. Adanya neurofibrillary tangels dan neuritic plaques sesuai umur
d. Tidak ditemukan adanya gangguan klinik dan patologik lainnya yang dapat
menyebabkan demensia.
5. Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosa DVa meliputi :
a. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan gangguan
kognisi lain seperti bahasa (afasia transkortikal sensorik), keterampilan
motorik (apraksia) dan presepsi (agnosia) tanpa adanya lesi yang relevan
pada pencitraan otak.
b. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi.
32
EEG
Pemeriksaan ini menunjukkan penurunaan aktivitas alfa dan
peningkatan aktivitas teta yang menyeluruh.
c. Lumbal Pungsi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kelainan serebrospinal,
seperti meningitis kronis, meningoensefalitis, atau vaskulitis vaskular.
c.11. Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan demensia vaskular adalah :
- Mencegah terjadinya serangan stroke baru (ex:aspilet)
- Menjaga dan memaksimalkan fungsi saat ini
- Mengurangi gangguan tingkah laku
33
- Meringankan beban pengasuh
- Menunda progresifitas ke tingkat selanjutnya
Penatalaksanan DVa meliputi terapi farmakologis dan non farmakologis
yang harus dipertimbangkan setiap merawat pasien DVa.
a. Farmakologis
1)Terapi kausal
Ditujukan terhadap stroke dan faktor resiko penyakit serebrovaskuler
misalnya hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, arterosklerosis,
dislipidemia, merokok, dan gaya hidup (guideline stroke
PERDOSSI2006).
2) Simtomatik
Tabel 3.3. Jenis, Dosis, dan efek samping Obat-Obat Demensia
34
reseptor NMDA sedang-berat mg/hr, setelah 1 kepala,
minggu dosis konstipasi
dinaikkan
menjadi 2 x 5
mg/hr hingga
maksimal 2 x
10 mg/hr
Table 3.4. jenis, dosis, dan efek samping pengobatan untuk gangguan psikiatrik
dan perilaku pada demensia
35
b. Non farmakologis
1) Program haarian penderita
- Kegiatan harian teratur dan sistematis, meliputi latihan fisik
untuk memacu aktivitas fisik dan otak yang baik (brain gym)
- Asupan gizi berimbang, cukup serat, mengandung antioksidan,
mudah dicerna, penyajian meanrik dan praktis.
- Mencegah. Mengelola factor resiko yang dapat memperberat
penyakit, misalnya: hipertensi, ganggguan vascular, diabetes,
dan merokok.
- Melaksanakan hobi dan aktivitas social dengan kemampuan
- Melaksanakan LUPA ( (Latih, Ulang, Perhatikan, dan Asosiasi)
- Tingkatkan aktivitas saat siang hari, tempatkan diruangan yang
mendapatkan cahaya cukup.
2) Orientasi Realitas
- Penderita diingatkan akan waktu dan tempat
- Beri tanda khusus untuk tempat tertentu, misalnya kamar mandi
- Pemberian stimulus melalui latihan permainan, misalnya
permainan monopoli,kartu, scrabble, mengisi teka-teki silang,
Sudoku, dan lain-lain. Hal ini memberi manfaat yang baik pada
predemensia (Mild Cognitive Impairment)
- Menciptakan lingkungan yang familiar, aman dan tenang.
Hindari keadaan yang membingungkan dan menimbulkan stress.
Berikan keleluasaan bergerak.
3) Modifikasi perilaku
- Gangguan perilaku berupa agitasi, agresivitas, wandering, dan
disinhibisi seksual
- Observasi perilaku penderita dan mencari factor pencetusnya
- Memberikan informasi yang benar mengenai penyakit pada
keluarga dan pengasuh
- Membuat rencana pola asuh/perawatan penderita dengan
melibatkan seluruh anggota keluarga maupun pengasuh.
36
BAB IV
LAPORAN KASUS
4.2. Anamnesa
a. Keluhan Utama
Anggota gerak sebelah kiri tiba-tiba lemah sejak 7 hari yang lalu
Anggota gerak sebelah kiri tiba-tiba lemah sejak 7 hari yang lalu.
Hal ini disadari pertama kali setelah bangun tidur, pasien tidak bisa turun
dari tempat tidur. Awalnya tangan dan kaki kirinya terasa berat dan susah
digerakkan seperti biasa. Sejak itu pasien tidak dapat memakai pakaian
sendiri, dan tidak menyadari keinginan untuk BAK sehingga BAK sering
37
sembarang tempat. Dua hari sebelum masuk rumah sakit kaki kiri sudah
tidak bisa digerakkan sama sekali.
- Riwayat DM disangkal
38
- Tekanan Darah : 180/100 mmHg
- Nadi : 84x/i teratur
- Nafas : 20x/i
- Suhu : 36,7oC
- Berat Badan : 45 kg
- Tinggi Badan : 160 cm
- Gizi : Baik
- Turgor Kulit : Baik
Status Lokalisata
- Mata kanan : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Kiri : konjungtiva tidak anemi, sclera tidak ikterik
- Kelenjar Getah Bening
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : Tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : Tidak teraba pembesaran KGB
- Leher: Tidak terdengar bising carotis
- Torak
a. Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis
Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor dikedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas normal vesicular, ronki(-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi : irama teratur, bising( - )
- Abdomen
Inspeksi : tidak ada sikatrik, tidak ada venektasi
39
Palpasi : defans muskular (-) nyeri tekan dan nyeri lepas ( - ), hepar
dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus( + ) normal
- Colum Vertebrae : Vertebrae dalam batas normal
- Kaku kuduk :-
- Brudzinki I :-
- Brudzinki II : Tidak dapat dilakukan
- Tanda kernig :-
a. Tanda peningkatan tekanan intracranial
- Pupil : Isokor
- Diameter : 3mm/3mm
1) N1. Olfaktorius
2) N II : Nervus Optikus
40
dilakukan
Lapang pandang Normal Normal
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kanan Kiri
Bola mata Normal Normal
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Gerakan bulbus Bebas kesegala arah Bebas kesegala arah
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso-endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil
Bentuk Isokor Isokor
Reflek cahaya + +
Reflex akomodasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflex Konvergen Tidak dilakukan Tidak dilakukan
4) N IV : Nervus Troklearis
Kanan Kiri
Gerakan mata ke Normal Normal
bawah
Sikap bulbus Dalam batas normal Dalam batas normal
Diplopia Tidak ada Tidak ada
5) N V : Nervus Trigeminus
Kanan Kiri
Motoric
Membuka mulut Normal Normal
Menggerakan rahang Normal Normal
Menggigit Normal Normal
Mengunyah Normal Normal
Sensorik
Divisi optalmika
Reflek kornea + +
Sensibilitas Baik Baik
Divisi maksila
Reflek masseter Baik Baik
Sensibilitas Baik Baik
41
Divisi mandibular
Sensibilitas Baik Baik
6) N. VI : Nervus Abdusen
kanan Kiri
Gerakan mata lateral Normal Normal
Sikap bulbus Dalam batas normal Dalam batas normal
Diplopia Tidak ada Tidak ada
kanan Kiri
Raut wajah Simetris Tidak simetris
Sekresi air mata Normal Normal
Fissura palpebral Simetris Simetris
Menggerakkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Normal Normal
Mencibir/bersiul Normal Defiasi
Memperlihatkan gigi Normal Tidak simetris
Sensasi 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Hiperakustik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kanan Kiri
Suara berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Swabach test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memanjang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memendek Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pendular Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Vertical Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Siklikal Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pengaruh posisi kepala Tidak dilakukan Tidak dilakukan
42
9) N.IX : Nervus Glossopharingeus
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
belakang
Reflek muntah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris Simetris
Uvula Ditengah Ditengah
Menelan Normal Normal
Artikulasi Normal Normal
Suara Normal Normal
Nadi Teratur Teratur
kanan Kiri
Menoleh ke kanan Normal Normal
Menoleh ke kiri Gerakan terbatas Gerakan terbatas
Mengangkat bahu ke Normal Normal
kanan
Mengangkat bahu ke - -
kiri
Kanan Kiri
Kedudukan lidah Simetris Simetris
dalam
Kedudukan lidah Asimetris Defiasi
dijulurkan
Tremor + +
Fasikulasi - -
43
Atrofi - -
c. Pemeriksaan koordinasi
c. Ekstremitas Superior
Kanan Kiri
Gerakan Aktif Pasif
Kekuatan 555 222
Trofi Eutrofi Atrofi
Tonus Eutonus Hipotonus
Inferior
Kanan kiri
Kanan Kiri
Aktif Pasif
555 333
Eutrofi Atrofi
44
Eutonus Hipotonus
e. Pemeriksaan Sensibilitas
f. System reflex
45
Schaeffe - -
r
Klonus Tidak Tidak
paha dilakukan dilakukan
Klonus Tidak Tidak
kaki dilakukan dilakukan
ROM
Fleksi : Normal
Ekstensi : Normal
Rotasi : Normal
3. Fungsi Otonom
Miksi : Tidak normal
Defekasi : Normal
Sekresi keringat : Normal
Fungsi luhur
46
1 ORIENTASI 5 0
Sekarang (tahun), (musim), (tanggal), (hari) apa?
6 BAHASA 2 2
Pasien disuruh menyebutkan nama benda yang ditunjukan (pensil,
buku)
Total 30 22
24-30 normal
47
17-23 probable gangguan kognitif +
0-16 definite gangguan kognitif
b. Kimia darah
- uric acid : 9,5 mg/dL
48
- HDL : 26 mg/dl
c. Elektrokardiogram (EKG)
- CT scan kepala
- EEG
- MRI
49
4.6. Diagnosa
a. Diagnosa klinis : Hemiparese sinistra, parese N.VII dan N.XII tipe
sentral + Predemensia
b. Diagnosa topik : Cortex Serebri hemisfer dextra
c. Diagnosa etiologis : Trombosis serebri, degenerative (atrofi serebri)
d. Diagnosa sekunder : Hipertensi
4.7. Tatalaksana
a) Terapi umum
Untuk stroke iskemik
- Elevasi kepala 300
- IVFD RL 12 jam/kolf
- Kateter urin untuk monitor cairan
- Diet ML rendah garam dan lemak
Untuk demensia
Penatalaksanaan ditujukan untuk keluarga, lingkungan, dan penderita
- Melakukan latihan fisik untuk memicu aktivitas otak
- Asupan gizi seimbang, banyak serat dan mengandung
antioksidan
- Pasien diingatkan akan waktu dan tempat
- Beri mainan yang menstimulus seperti permainan monopoli,
kartu, atau mengisi teka teki silang.
- Hindari lingkungan yang menimbulkan stress
b) Terapi khusus
1. Antiagregrasi trombosit : aspilet 1x80 mg
Efek samping: iritasi saluran cerna
2. Golongan Neurotropik : Piracetam 2x1200 mg
Efek samping : diare, somnolen, insomnia, gugup,
hiperkinetik
3. Golongan Calcium-chanel blocker: Amlodipin 1x5 mg
50
Efek samping : takikardi, mual, sakit kepala
4. Golongan antikolinestarase : Donepezil 2x5 mg
Efek samping : diare. Kram otot, mual, insomnia
5. Neurodex 1x5000 mg
4.8. Prognosis
a. Quo at vitam : Bonam
b. Quo at fungtionam : Dubia ad bonam
c. Quo at sanationam : Dubia ad bonam
BAB V
DISKUSI
51
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
tingkat kesadaran compos mentis cooperative, tanda rangsangan meningeal dan
tanda peningkatan tekanan intra kranial tidak ditemukan, pada pasien ditemukan
gangguan pada nervus VII yaitu raut wajah tidak simetris kiri dan kanan, mencibir
atau bersiul tidak simetris kiri dan kanan. Kekuatan motoric pada pasien ini untuk
ekstremitas superior dan inferior kanan adalah 2/2/2 dan 3/3/3. Pada pasien
ditemukan reflek patologis Babinski positif.
Penatakalsanaan pasien ini secara umum adalah IVFD RL 12 jam/kolf,
diet rendah garam dan rendah kolesterol dan penatalaksanaan secara khusus
adalah aspilet 1x80 mg, Piracetam 2x1200 mg, Captopril 1x12,5 mg, Donepezil
2x5 mg, dan neurodex 1x5000
BAB V
KESIMPULAN
52
dan plaque aterosklerotik atau trombo emboli dari tempat lain misalnya katup
jantung.
Diagnosis demensia vaskular ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Selain itu juga isa dipakai score
iskemik hachinski dan MMSE (Mini Mental Score Examination)
Tujuan penatalaksaan demensia vaskular adalah mencegah terjadinya
serangan stroke baru, menjaga dan memaksimalkan fungsi saat ini, mengurangi
gangguan tingkah laku, menunda progresifitas ke tingkat selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
53