You are on page 1of 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stroke adalah gangguan peredaran darah di otak. Dalam bahasa inggris di


namai juga sebagai Cerebro-vascular accident. Kata stroke berarti pukulan. Dari
kata ini dapat disimpulkan bahywa timbulnya stroke ialah mendadak.Kata lain
untuk penyakit stroke ini ialah brain attack yaitu serangan otak. Gangguan
perdarahan darah ini mengakibatkan fungsi otak terganggu, dan bila berat dapat
mengakibatkan kematian sebagian sel-sel otak disebut infark.(Harsono,2009).
Insiden stroke menurut umum, bias mengenai semua umur, tetapi secara
keseluruhan mulai meningkat pada usia decade ke-5. Perdarahan subarachnoid
sudah mulai timbul pada usia dasawarsa ke-3 sampai ke-5 dan setelah usia 60 th.
Perdarahan intraserebral sering didapati mulai pada decade ke-5 sampai decade
ke-8 usia orang Amerika. Sedangkan thrombosis lebih sering pada umur 50-70
an.Stroke pada anak muda juga banyak di dapati akibat infarrk karena emboli
yaitu mulai dari usia di bawah 20 tahun dan meningkat pada decade ke-4 hingga
decade ke-6 dari usia, lalu menurun dan jarang dijumpai pada usia yang lebih tua.
(Medscape. Januari 2015)
Demensia adalah penyakit yang banyak menyerang orang berusia lanjut,
makin tua makin besar kemungkinan terserang demensia. Pada penderita
demensia, terjadi gangguan fungsi intelektualnya, termasuk pula kemampuan
mengingat, terutama ingatan jangka pendek (mudah lupa). Penderita demensia
juga sulit berpikir abstrak, sukar mengolah informasi baru atau mengatasi
persoalan. Kepribadian seorang penderita demensia, misalnya respons
emosionalnya, juga bisa berubah. Dalam beberapa kasus alzheimer, gejala itu bisa
menjadi kronis dan progresif sehingga penderita kehilangan seluruh kemampuan
intelektualnya.

Insidensi dan prevalensi demensia vaskuler yang dilaporkan berbeda-beda


menurut populasi study, metoda pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan

1
periode waktu pengamatan. Diperkirakan demensia vaskuler memberikan
kontribusi 10%-20% dari kasus demensia.

Prevalensi demensia pada lanjut usia yang berumur 65 tahun adalah 5%


dari populasi lansia. Prevalensi ini meningkat menjadi 20% pada lansia berumur
85 tahun ke atas. Dengan kategori lanjut usia penduduk berumur 65 tahun ke atas,
angka lansia diindonesia pada tahun 2000 sebanyak 11,28 juta. Jumlah ini
diperkirakan melonjak menajdi 29 juta jiwa pada tahun 2010 atau 10% dari
populasi penduduk.

Di indonesia prevalensi demensia belum ada data pasti. Data dari bangsal
saraf, stroke merupakan 50% kasus, maka kemungkinan etiologi demensia
terbanyak diindonesia adalahh demensia vaskular(multi-infark). Demensia bisa
terjadi pada semua umur, tetapi lebih banyak pada lanjut usia.

Mudah lupa merupakan gejala yang paling sering ditemukan dalam


kehidupan sehari-hari warga lanjut usia (lansia). Tapi, mudah lupa tak jarang
ditemukan pada usia setengah baya, bahkan umur belia. Mudah lupa memang bisa
dianggap gejala wajar atau alamiah. Tapi, kita tetap harus waspada, sebab mudah
lupa (terutama pada usia belia) bisa saja merupakan stadium awal dari demensia
(dementia) atau kepikunan, yang merupakan gangguan otak akibat penyakit atau
kondisi lainnya.

1.2. Tujuan Penulisan


Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Neurologi di Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Solok.

2
BAB II
STROKE ISKEMIK
2.1. Definisi
Stroke menurut WHO adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun global yang berlangsung dengan cepat, berlangsung
lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain
daripada gangguan vaskular.
Stroke adalah gangguan peredaran darah di otak. Dalam bahasa
inggris di namai juga sebagai Cerebro-vascular accident. Kata stroke berarti
pukulan. Dari kata ini dapat disimpulkan bahywa timbulnya stroke ialah
mendadak.Kata lain untuk penyakit stroke ini ialah brain attack yaitu serangan
otak. Gangguan perdarahan darah ini mengakibatkan fungsi otak terganggu, dan
bila berat dapat mengakibatkan kematian sebagian sel-sel otak disebut infark.
(Harsono,2009).
Stroke ialah bencana atau gangguan peredaran darah di otak. Dalam
bahasa inggris dinamai juga sebagai Cerebro-vascular accident. Kata stroke
berarti pukulan (to strike). Dari kata ini dapat disimpulkan bahwa timbulnya
stroke ialah mendadak. Kata lain untuk penyakit stroke ini ialah brain attack,
yaitu serangan otak. Gangguan peredaran darah ini dapat berupa ;
1. Iskemik. Aliran darah berkurang atau terhenti pada sebagian daerah di otak.
(Iskemia berarti aliran darah berkurang).
2. Perdarahan. Biasanya perdarahan terjadi karena dinding pembuluh darah
robek.
Ganggguan perdarahan darah ini mengakibatkan fungsi otak
terganggu, dan bila berat dapat mengakibatkan kematian sebagian sel-sel otak
disebut infark.(Lumbantobing,2007).

2.2. Anatomi Vaskularisasi Otak

3
Otak memperoleh darah melalui dua system, yakni sistem karotis dan sistem
vertebralis yang terdiri dari :
1 pasang arteri karotis interne
1 pasang arteri vertebralis

Gambar 2.1. Vaskularisasi Otak

1. Sistem karotis
Arteri karotis interna merupakan hasil percabangan dari arteri karotis
komunis dekstra dan arteri karotis komunis sinistra. Arteri karotis komunis
dekstra berasal dari percabangan arteri subklavia dekstra, sedangkan arteri karotis
komunis sinistra berasal dari arkus aorta.
Arteri komunis interna setelah memisahkan diri dari arteri karotis
komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan
dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri optalmika untuk nervus optikus
dan retina, akhirnya bercang dua : arteri serebri anterior dan arteri serebri media.
Untuk otak sistem ini member aliran darah ke lobus frontalis, parietalis, dan
beberapa lobus temporalis.

2. Sistem vertebralis
Sistem vertebralis dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak memalui kanalis

4
transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk ke rongga cranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri
serebelli inferior. Pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu
menjadi arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada
tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri
serebri posterior, yang melayani daerah lobus oksipital dan bagian medial lobus
temporalis.
Ketiga pasang arteri serebri ini (A. serebri anterior, A. serebri media, A.
serebri (posterior) bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan
beranastomosis satu dengan yang lainnya. Cabang-cabangnya yang lebih kecil
menembus kedalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-
cabang arteri serebri lainnya. Untuk menjamin pemberian darah kke otak. Ada
sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan vertebral,yaitu :
Sirkulus willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh
A.serebri media dekstra dan sinistra, A. komunikan anterior (yang
menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang A. serebri posterior,
dan A. komunikan posterior (yang menghubungkan A.serebri media dan
posterior) kanan dan kiri. Anastomosis antara A. serebri interna dan A. karotis
eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui A. optalmika dan A. fasialis
ke A. maksilaris eksterna.
Hubungan sistem vertebral dengan arteri karotis eksterna.

Gambar 2.2. Sirculus willisi

Daerah vena dialirkan ke otak melalui 2 sistem : kelompok vena interna,


yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke
sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basilaris lateralis, dan seterusnya melalui
vena-vena jugularis, dicurahkan menuju jantung.( Moore,Keith.L.2002)

2.3. Epidemiologi
Setiap tahunnya, 200 dari tiap 100.000 orang di Eropah, menderita stroke
dan menyebabkan kematian 275.000-300.000 orang Amerika. Di pusat-pusat

5
pelayanan neurologi di Indonesia jumlah penderita stroke selalu menempati
urutan pertama dari seluruh penderita rawat inap.(Harsono.2009)
Insiden stroke menurut umum, bias mengenai semua umur, tetapi secara
keseluruhan mulai meningkat pada usia decade ke-5. Perdarahan subarachnoid
sudah mulai timbul pada usia dasawarsa ke-3 sampai ke-5 dan setelah usia 60 th.
Perdarahan intraserebral sering didapati mulai pada decade ke-5 sampai decade
ke-8 usia orang Amerika. Sedangkan thrombosis lebih sering pada umur 50-70
an.Stroke pada anak muda juga banyak di dapati akibat infarrk karena emboli
yaitu mulai dari usia di bawah 20 tahun dan meningkat pada decade ke-4 hingga
decade ke-6 dari usia, lalu menurun dan jarang dijumpai pada usia yang lebih tua.
(Medscape. Januari 2015)

2.4. Klasifikasi
1. Stroke hemoragik
2. Stroke iskemik atau non hemoragik
3. TIA atau Transient ischemic attack
4. RIND atau Reversible ischemic neurologic deficit

6
Gambar 2.3. Klasifikasi Stroke

2.5. Faktor Risiko


a. Faktor risiko mayor
1. Hipertensi
2. Penyakit jantung
Infark miokard
Elektrokardiogram abnormal ; disaritmia (terutama fibrilasi jantung),
hipertrofik ventrikel sinistra.
Penyakit katub jantung
CHF
3. Sudah ada manifestasi aterosklerosis secara klinis
Gangguan pembuluh darah koroner (angina pectoris)
Gangguan pembuluh darah karotis ( terdapat bising di karotis)
4. Diabetes mellitus
5. Polisitemia
6. Pernah mendapat stroke
7. Merokok
b. Faktor risiko minor
1. Kadar lemak yang tinggi di darah
2. Hematokrit tinggi
3. Obesitas
4. Kadar asam urat tinggi
5. Kurang gerak badan atau olahraga
6. Fibrinogen tinggi (Harsono,2009)

2.6. Klasifikasi
1. Transient isckemic attack (TIA). Gejala neurologic yang timbul akibat
gangguan peredaran darah di otak akaN menghilang dalam waktu 24 jam.

7
2. Reversible ischemic neurological deficir (RIND). Gejala neurologi yang
timbul akan menghilang dalam waktu lebih lamadari 24 jam, tapi tidak lebih
dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progessive stroke/ stroke in evolution). Gejala neurologic
makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed stroke/ Permanent stroke) gejala klinis sudah
menetap.(Harsono.2009)

2.7. Patologi
Secara patologik suatu infark dapat dibagi dalam :
1. Trombosis pembuluh darah (trombosis cerebri )

2. Emboli dari jantung (emboli cerebri)


Iskemik otak di anggap serbagai kelainan gangguan suplai darah ke
otak yang membahayakan fungsi neuron tanpa member perubahan yang menetap.
Infark otak timbul karena iskemia otak yang lama dan parah dengan perubahan
fungsi dan struktur otak yang irreversible. Gangguan aliran darah otak akan
timbul perbedaan daerah jaringan otak ;
1. Pada daerah yang mengalami hipoksia akan timbul edema sel otak dan bila
berlangsung lebih lama, kemungkinan besar akan terjadi infark.
2. Daerah sekitar infark timbul daerah penumbra iskemik di mana sel masih
hidup tetapi tidak berfungsi.
3. Daerah diluar penumbra akan timbul edema local atau daerah hiperemis
berarti sel masih hidup dan berfungsi.(Harsono,2009)

8
Gambar 2.4. Trombosis cerebri

2.8. Patofisiologi
Infark iskemik serebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuknya ateroma). Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinik dengan cara :
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau
perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.

4. Menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi lemah dan terjadi aneurisma


yang kemudian dapat robek.

Gambar 2.5. Aterosklerosis


Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak :
1. Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau ateroma atau
tersumbat oleh thrombus atau embolus.
2. Keadaan darah : viscositas darah yang meningkat, hematokrit yang
meningkat (polisitemia) menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat,
anemia yang berat menyebabkan oksigenasi otak menurun.
3. Tekanan darah sistemik memegang peranan tekanan perfusi otak. Perlu
diingat apa yang disebut otoregulasi otak yakni kemampuan instrinsik dari
pembuluh darah otak agar aliran darah otak tetap konstan walaupun ada
perubahan dari tekanan perfusi otak. Batas normal otoregulasi antara 50-150
mmHg.

9
4. Kelainan jantung
a. Menyebabkan menurunnya curah jantung antara lain fibrilsi, blok
jantung.
b. Lepasnya embolus menimbulkan iskemia di otak.(Harsono,2009)

2.9. Manifestasi klinis


Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya.

Tabel 2.1. Manifestasi Klinis Stroke Iskemik


Trombosis cerebri Emboli cerebri
Gejala akut atau sub akut dan sering di Gejala mendadak
dahului gejala prodromal TIA
Sering terjadi waktu istirahat dan saat Sering terjadi waktu beraktifitas
bangun pagi
Biasanya kesadaran bagus Sering mengenai usia decade 2-3 dan 7
Sering mengenai usia decade 6-8 Harus ada sumber emboli (umumnya
dari jantung akibat gangguan irama atau
katub)

Gambar 2.6. Ischemic Stroke

Gejala-gejala penyumbatan system karotis:


1. Gejala penyumbatan arteri karotis interna
- Buta mendadak (amaurosis fugaks)
- Disfagia bila gangguan terletak pada sisi dominan

10
- Hemiparesis kontralateral dan dapat disertai sindrom horner pada sisi
sumbatan.
2. Gejala-gejala penyumbatan arteri serebri anterior
- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
- Gangguan mental (bila lesi di frontal)
- Gangguan sensitibilitas pada tungkai yang lumpuh
- Inkontinensia
- Bisa kejang-kejang
3. Gejala-gejala penyumbatan ateri serebri media
- Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi hemiparesis yang sama, bila
tidak dipangkal maka lengan lebih menonjol
- Hemihipestesia
- Gangguan fungsi luhur pada kortek hemisfer dominan yang terserang
antara lain afasia motorik atau sensorik.
4. Gangguan pada kedua sisi
Karena adanya sklerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi
pada kedua sisi. Timbul gangguan pseudobulbar, biasanya pada vascular
dengan gejala :
- Hemiplegi dupleks
- Sukar menelan

- Gangguan emosional, mudah menangis


Keadaan ini sering dijumpai pada lues, radang, sklerosis multiple.
Saraf cranial dan inti-intinya dapat terlihat dan menimbulkan
kelumpuhan jenis neuron motorik perifer disertai atrofi otot,
fenomena ini disebut sindrom paralisis bulbar.(Harsono,2009).

Gejala-gejala gangguan sistem vertebra-basilar


1. Sumbatan atau gangguan pada arteri serebri posterior
- Hemianopsia homonym kontralateral dari sisi lesi
- Hemiparesis kontralateral

- Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik proprioseptik (termasuk rasa


getar) kontralateral (hemianestesia)
Bila salah satu cabang ke thalamus tersumbat, timbullah sindrom
talamikus, yaitu:

11
- Nyeri talamik, suatu nyeri yang terus menerus dan sukar di hilangkan:
pada pemeriksaan raba terdapat anesthesia tetapi pada tes tusukan
timbul rasa nyeri (anesthesia dolorosal)
- Hemikhorea, disertai hemiparesis disebut sindrom dejerine marie.
2. Gangguan atau sumbatan pada arteri serebeli posterior inferior
- Sindrom wallerberg berupa ataksia serebelar pada lengan dan tungkai
disisi yang sama, gangguan N.II dan reflex kornea hilang pada sisi
yang sama.
- Sindrom horner sesisi dengan lesi
- Nistagmus jika terjadi infark pada nucleus vestibularis
- Hemihipestesia alternans

3. Gangguan atau sumbatan pada cabang kecil a.basilaris


Paresis nyeri cranialis yang nukleusnya terletak di tengah-tengah N
III,IV,XII disertai hemiparesisi kontralateral.(Harsono.2009)

2.10. Pemeriksaan Fisik


a. Pemeriksaan kesadaran atau Glasgow coma scale

12
b. Pemeriksaan rangsangan menings
- Kaku kuduk
- Kernig sign
- Lasegue sign
- Brudzinski I
- Brudzinski II
- Brudzinski III
- Brudzinski IV
- Guillain sign
- Edelmann test
- Bikele test
c. Pemeriksaan nervus cranialis
1) Nervus Olfactorius (N.1)
2) Nervus opticus (N.II)
3) Nervus okulares : oculomotorius (III), trochlearis (IV),abdusens (VI)
4) Nervus trigeminus (N.V)
5) Nervus facialis (N.VII)(Lumbantobing,2004)

2.11. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan neuro-radiologik
- CT-Scan.
Untuk membantu menentukan penyebab seorang terduga stroke.
Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di
dalam otak. CT scan berguna untuk menentukan jenis patologi,
lokasi lesi, ukuran lesi, menyingkirkan lesi non vaskuler
- Angiografi serebral.

13
- Pemeriksaan likuor serebrospinalis.

- EKG (echocardiogram)
Tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan
pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. EKG dilakukan
untuk melihat apakah adanya kelainan jantung.
- Magnetic resonance imaging (MRI)
Menggunakan gelombang magnetik untuk membuat gambaran
otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika
dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan
garis depan untuk stroke. Jika CT scan dapat selesai dalam
beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat
dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih
baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjur.

2. Pemeriksaan lain
- Pemeriksaan untuk menentukan factor risiko seperti : darah rutin
(Hb,Ht,leukosit,eritrosit,LED), hitung jenis dan bila perlu
gambaran darah.
- Komponen kimia darah, gas, elektrolit

- Laboratorium
Tes ini dilakukan untuk mengindentifikasi factor resiko stroke yang
dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih
lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia,
fungsi ginjal, polisitemia, trombosit, gula darah, cholrsterol, dan
abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.

2.12. Diagnosis
1. Skor stroke skor siriraj, skor gajah mada
2. Laboratorium darah :
Hb,Ht,Eritrosit,leukosit,hitung jenis,trombosit, LED
PT dan aPTT, agregasi trombosit ,fibrinogen
Gula darah
Profil lipid , dan kolesterol, asam urat

14
3. EKG dan ekokardiografi untuk mencari pencetus stroke akibat penyakit
jantung
4. Pungsi lumbal (sesuai indikasi)
5. Foto toraks
6. CT Scan atau MRI kepala.(Dewanto,george.2009)

Table 2.2. Skor Siriraj

(2.5 x derajat kesadaran)+(2xmuntah)+(2xnyeri kepala)+(0.1x tekanan diastolic)-


(3xpenanda ateroma)-12
Dimana ;
Derajat kesadaran
Kompos mentis = 0, somnolen=1, stupor/koma=2
Muntah Tidak ada = 0, ada = 1
Nyeri kepala tidak ada = 0, ada = 1
Ateroma Tidak ada = 0, ada (DM, angina, penyakit pembuluh darah) = 1
Hasil
Skor >1 = perdarahan supratentorial
Skor <1 = infark cerebri
Skor >1 - <1 = ragu-ragu

Table 2.3. Skor Gajah Mada


Penurunan Nyeri kepala Babinski Jenis stroke
kesadaran
+ + + Perdarahan
+ - - Perdarahan
- + - Perdarahan
- - + Iskemia
- - - Iskemia

15
Tabel 2.4. Perbedaan Stroke Hemoragik Dan Stroke Iskemik Berdasarkan
Anamnesis
Gejala Stroke hemoragik Stroke non hemoragik
Onset atau awitan Mendadak Mendadak
Saat onset Sedang aktif Istirahat
Peringatan (warning) - +
Nyeri kepala +++ +/-
Kejang + -
Muntah + -
Penurunan kesadaran +++ +/-

2.13. Penatalaksanaan
Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan
sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu
atau mengancam fungsi otak. Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat
menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah
untuk memperbaiki aliran darah keotak secepat mungkin dan melindungi neuron.
Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat dibagi dalam :
Pengelolaan umum pedoman 6 B

a. Breath ; Oksigenasi, jalan nafas harus terbuka, hisap lendir dan slem untuk
mencegah kekurangan oksigen dengan segala akibat buruknya. Dijaga agar
oksigenasi dan ventilasi baik, agar tidak terjadi aspirasi. Intubasi pada
pasien dengan GCS < 8.
b. Blood : usahakan aliran darah keotak semaksimal mungkin dan
pengontrolan tekanan darah. Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh
segera diturunkan, karena dapat memperburuk keadaan kecuali pada
tekanan darah sistolik >220 mmHg atau diastolik > 120 mmHg (stroke
iskemik), sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 100 mmHg (stroke
hemoragik).
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu di awasi kadar gula darah yang
terlalu tinggi terbukti memperburuk out come pasien stroke.
c. Brain : menurunkan tekanan intracranial dan menurunkan edema otak.
d. Bladder ; hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine
sebaiknya dipasang kateter intermitten.

16
e. Bowel : kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi,
jaga supaya defekasi teratur, pasang NGT6 bila didapatkan kesulitan
menelan makanan.
f. Burn : jaga suhu.

Pada stroke iskemik didapatkan gangguan pemasokan darah ke sebagian


jaringan otak. Ini disebabkan karena aliran darah berkurang atau terhenti. Bila
gangguan cukup berat, aka nada sel saraf yang mati. Disamping sel yang mati
didapatkan pula sel otak yang sekarat.
Sel yang sudah mati tidak dapat di tolong lagi. Yang kita lakukan ialah
usaha agar sel yang sekarat jangan sampai mati. Setelah terjadi iskemia, di otak
terjadi berbagai macam reaksi lanjutan, misalnya pembentukan edema (sembab)
di sebagian dari otak, perubahan susunan neurotransmitter, perubahan
vaskularisasi regional, perubahan tingkat metabolisme.
Tujuan terapi ialah agar reaksi lanjutan ini jangan sampai merugikan
penderita. Kita berusaha agar sel otak yang belum mati, tetapi berapa dalam
keadaan gawat, jangan sampai menjadi mati. Diupayakan agar aliran darah di
daerah yang iskemik dapat dipulihkan. Demikian juga metabolismenya.
Banyak macam tindakan serta macam obat yang telah diselidiki, namun
banyak yang hasilnya belum menyakinkan, masih controversial. Masih
dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
Perlu disadari bahwa untuk meneliti khasiat terapi pada stroke bukanlah
hal yang mudah. Ini, antara lain, disebabkan karena perjalanan penyakit stroke
beragam, penyebab dari factor risikonya juga bermacam. Demikian juga daerah
yang mengalami iskemia serta beratnya iskemia berbteda-beda. Semua hal ini ikut
mempengaruhi perjalanan penyakit. Hal ini menyulitkan peneliti untuk
memastikan apakah terapi yang diberikan ada manfaatnya.
Sekiranya terjadi perbaikan, sulit memastikan apakah perbaikan tersebut
diakibatkan oleh obat atau tindakan yang diberikan. Mungkin saja perbaikan
tersebut akan terjadi tanpa terapi yang diberikan. Berikut ini kami kemukakan
beberapa macam obat yang digunakan pada stroke iskemik :
- Obat untuk sembab otak (edema otak )

17
Pada fase akut stroke dapat terjadi edema otak. Bila edema ini berat
akan mengganggu sirkulasi darah di otak dan dapat juga mengakibatkan
herniasi jaringan otak. Herniasi ini dapat mengakibatkan keadaan lebih
buruk atau dapat juga menyebabkan kematian. Obat antiedema otak aialah
cairan hiperosmolar misalnya larutan manitol 20 %, larutan gliserol 10%.
Membatasi jumlah cairan yang diberikan juga membantu mencegah
bertambahnya edema di otak. Obat deksametason, suatu kortikosteroid
dapat pula di gunakan.
- Obat antigregasi trombosit
Obat yang dapat mencegah menggumpalnya trombosit darah dan
dengan demikian mencegah terbentuknya thrombus (gumpalan darah)
yang dapat menyumbat pembuluh darah. Obat yang banyak digunakan
adalah asetosal (aspirin). Dosis berkisar dari 40 mg sehari sampai 1.3 gr
sehari. Akhir-akhir ini juga digunakan obat tiklopidin dengan dosis 2 x 250
mg atau klopidogrel dengan dosis 1x75 mg sehari. Pada TIA, untuk
mencegah kambuhnya, atau untuk mencegah terjadinya stroke yang lebih
berat, lama pengobatan dengan antigregasi berlangsung 1-2 tahun atau
lebih.
- Antikoagulansia
Mencegah terjadinya gumpalan darah dan embolisasi thrombus.
Antikoagulansia masih sering digunakan pada penderita stroke dengan
kelainan jantung yang dapat menimbulkan embolus. Obat yang digunakan
ialah heparin, kumarin, sintrom
- Obat trombolitik (obat yang dapat menghancurkan thrombus)
Terapi trombolitik pada stroke iskemik didasari anggapan bahwa bila
sumbatan oleh thrombus dapat segera dihilangkan atau dikurangi maka
sel-sel neuron yang sekarat dapat ditolong. Terapi trombolitik pada stroke
iskemik merupakan terapi yang poten dan cukup berbahaya bila tidak
dilakukan dengan seksama.
- Obat atau tindakan lain
Berbagai obat dan tindakan telah diteliti dan dilaporkan dikepustakaan
dengan tujuan memperbaiki ataun mengoptimasi keadaan otak, metabolismenya
dan sirkulasinya. Hasilnya msih controversial dan masih membutuhkan penelitian
lebih lanjut. Obat-obat ini misalnya : kodergokrin mesilat (hydergin), nimodipin
(nimotop), pentoksifilin (trental), sitikolin(nicholin). Tindakan yang perlu

18
penelitian lebih lanjut ialah hemodilusi, mengencerkan darah. Hal ini dilakukan
bila darah kental pada fase akut stroke. Bila darah kental, misalnya Ht 44-50%
darah dikeluarkan sebanyak 250 cc, diganti dengan larutan dekstran 40 atau
larutan lainnya.Bila masih kental juga, dapat dikeluarkan lagi 250 cc keesokan
harinya.(Harsono.2009)

BAB III
DEMENSIA VASKULAR
c.1. Definisi
Demensia Vaskuler (DVa) meliputi semua kasus demensia yang
disebabkan oleh gangguan serebrovaskuler dengan penurunan kognisi mulai dari
yang ringan sampai yang paling berat (tidak harus prominen gangguan memori),
dapat/tidak disertai gangguan perilaku sehingga menimbulkan gangguan aktifitas
harian yang tidak disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke.

c.2. Epidemiologi
Insidensi dan prevalensi DVa yang dilaporkan berbeda-beda menurut
populasi study, metoda pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan periode
waktu pengamatan. Diperkirakan DVa memberikan kontribusi 10%-20% dari
kasus demensia.

19
Jumlah lanjut usia pada tahun 1995 lebih kurang 13,2 juta jiwa dan pada
tahun 2000 meningkat menajadi 15,3 juta jiwa. Kemudian pada tahun 2005
diperkirakan meningkat menjadi 19,9 juta jiwa atau 8,48% dari jumlah
penduduk(berdasarkan data pusdatin kesos tahun 2002).
Prevalensi demensia pada lanjut usia yang berumur 65 tahun adalah 5%
dari populasi lansia. Prevalensi ini meningkat menjadi 20% pada lansia berumur
85 tahun ke atas. Dengan kategori lanjut usia penduduk berumur 65 tahun ke atas,
angka lansia diindonesia pada tahun 2000 sebanyak 11,28 juta. Jumlah ini
diperkirakan melonjak menajdi 29 juta jiwa pada tahun 2010 atau 10% dari
populasi penduduk.
Di indonesia prevalensi demensia belum ada data pasti. Data dari bangsal
saraf, stroke merupakan 50% kasus, maka kemungkinan etiologi demensia
terbanyak diindonesia adalah demensia vaskular(multi-infark). Demensia bisa
terjadi pada semua umur, tetapi lebih banyak pada lanjut usia.
Menurut hasil penelitian di RSUD Raden Mattaher, jambi, pada prevalensi
demensia berdasarkan riwayat stroke responden. Sebanyak 75(69,4%) responden
tidak memiliki riwayat stroke, sedangkan 33(30,5%) responden lainnya memiliki
riwayat stroke. Dari 75 responden yang tidak memiliki riwayat stroke, 45(60%)
responden dalam keadaan normal, 25(33,3%) kemungkinan demensia. Sedangkan
sebanyak 5 responden(6,7%) mengalami demensia.sedangkan dari 33 responden
dengan riwayat stroke, 11 responden(33,3%) dalam keadaan normal, 14 (42,4%)
kemungkinan demensia, dan 8 responden (24,2%) mengalami demensia.
Sedangkan tidak mengalami stroke tetapi, mengalami gangguan kognitif, dan
sebanyak 8 responden(24,2%) responden menderita stroke dan mengalami
demensia.
Sedangkan untuk prevalensi demensia berdasarkan riwayat hipertensi
responden. Sebanyak 61 responden yang memiliki riwayat hipertensi, 10
responden(16,4%) diantaranya mengalami penurunan fungsi kognitif, sedangkan
3 responden yang tidak memiliki riwayat hipertensi(6,4%) mengalami penurunan
fungsi kognitif. Sebagian besar responden yang memiliki riwayat hipertensi lama
<10 tahun. Penelitian sebelumnya menyebutkan adanya hipertensi yang

20
berpengaruh menurunkan status fungsi kognitif pada penderita yang mengalami
hipertensi diatas 20 tahun.

c.3. Etiologi
Penyebabnya adalah penyakit vaskular serebral yang multiple yang
menimbulkan gejala berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki
khususnya dengan riwayat hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya.
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan
sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multiple yang
menyebar luas pada otak. Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh
plaque aterosklerotik atau tromboemboli dan tempat lain (misalnya katup
jantung).
Kondisi umum yang dapat menyebabkan DVa meliputi :
- Stroke (infark) yang memblokir arteri otak. Stroke yang memblokir arteri
otak biasanya menyebabkan berbagai gejala yang mungkin termasuk DVa.
Tetapi beberapa stroke tidak menimbulkan gejala nyata. Infark otak diam
ini masih bisa meningkatkan resiko demensia. Baik dengan stroke diam
maupun jelas, resiko DVa meningkat seiring bertambahnya jumlah infark
yang terjadi dari waktu ke waktu. Salah satu jenis demensia vaskuler yang
disebabkan banyak stroke disebut demensia multi infark.
- Menyempitnya atau rusaknya pembuluh darah otak. Kondisi penyempitan
atau kerusakan jangka panjang pada pembuluh darah otak juga dapat
menyebabkan DVa kondisi ini termasuk Were and Tear (kerusakan pada
tubuh yang terjadi secara alamiah dan tidak dapat di elakkan sebagai
akibat dari penuaan) ; tekanan darah tinggi, pengerasan arteri, diabetes,
eritemarosus lupus (SLE), pendarahan otak, arteritis temporal.

c.4. Klasifikasi
Beberapa subtipe DVa yaitu:
a) Gangguan kognitif vaskular ringan
b) Demensia multiinfark. Disebabkan oleh infark pembuluh darah besar
multipel, Trombosis/ emboli arteri ukuran besar dan medium

21
c) Demensia infark strategi. Disebabkan oleh infark single yang strategi
(separti oklusi dari arteri serebral posteriol yang menyebabkan infark
thalamus bilateral atau sindrom arteri serebri anterior yang
menyebabkan infark lobus frontal bilateral). Trombosis/ emboli
arteri ukuran besar dan medium
d) Demensia vaskuler karna lesi lakunar
e) Penyakit biswanger. Disebabkan oleh penyakit sistemik pembuluh
darah kecil (seperti lakuna multipel di gangglia basal, di subkortikal
atau di substansia alba periventrikuler)
f) Demensia vaskuler akibat lesi hemoragik. Terdapat penyakit
serebrovaskuler hemoragik seperti hematoma subdural atau intra
serebral atau perdarahan subaraknoid
g) Demensia vaskuler subkortikal
h) Demensia campur (kombinasi penyakit alzheimer dan demensia
vaskuler). Kombinasi penyakit serebrovaskular dan gambaran
neuropatologi ke arah penyakit alzeimer.

c.5. Patofisiologi
a) Infark multipel
Demensia multi infark merupakan akibat dari infark multipel
dan bilateral. Terdapat riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke
dengan gejala fokal seperti hemiparesis/hemiplegi, afasia,
hemianopsia. Pseudobulbar palsy sering disertai disartria, gangguan
berjalan (small step gait), forced laughing/crying, refleks Babinski dan
inkontinensia. Computed tomography imaging (CT-scan) otak
menunjukkan hipodensitas bilateral disertai atrofi kortikal, kadang-
kadang disertai dilatasi ventrikel.
b) Infark lakunar
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15mm, disebabkan
kelainan pada small penetrating arteries di daerah diencephalon,
batang otak dan sub kortikal akibat dari hipertensi. Pada sepertiga
kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik. Apabila menimbulkan

22
gejala, dapat terjadi gangguan sensorik, transient ischaemic attack,
hemiparesis atau ataksia. Bila jumlah lakunar bertambah maka akan
timbul sindrom demensia, sering disertai pseudobulbar palsy. Pada
derajat yang berat terjadi lacunar state. CT scan otak menunjukkan
hipodensitas multipel dengan ukuran kecil, dapat juga tidak tampak
pada CT scan otak karena ukurannya yang kecil atau terletak di daerah
batang otak. Magnetic resonance imaging (MRI) otak merupakan
pemeriksaan penunjang yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya
lakunar terutama di daerah batang otak (pons).
c) Infark tunggal di daerah strategis
Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik
pada daerah kortikal atau sub kortikal yang mempunyai fungsi
penting. Infark girus angularis menimbulkan gejala afasia sensorik,
aleksia, agrafia, gangguan memori, disorientasi spasial dan gangguan
konstruksi. Infark daerah distribusi arteri serebri posterior
menimbulkan gejala amnesia disertai agitasi, halusinasi visual,
gangguan visual dan kebingungan. Infark daerah distribusi arteri
serebri anterior menimbulkan abulia, afasia motorik dan apraksia.
Infark lobus parietalis menimbulkan gangguan kognitif dan tingkah
laku yang disebabkan gangguan persepsi spasial. Infark pada daerah
distribusi arteri paramedian thalamus menghasilkan thalamic
dementia.
d) Sindrom Binswanger
Gambaran klinis sindrom Binswanger menunjukkan demensia
progresif dengan riwayat stroke, hipertensi dan kadang-kadang
diabetes melitus. Sering disertai gejala pseudobulbar palsy, kelainan
piramidal, gangguan berjalan (gait) dan inkontinensia. Terdapat atrofi
white matter, pembesaran ventrikel dengan korteks serebral yang
normal. Faktor risikonya adalah small artery diseases (hipertensi,
angiopati amiloid), kegagalan autoregulasi aliran darah di otak pada
usia lanjut, hipoperfusi periventrikel karena kegagalan jantung,
aritmia dan hipotensi.

23
e) Perdarahan
Demensia dapat terjadi karena lesi perdarahan seperti hematoma
subdural kronik, gejala sisa dari perdarahan sub arachnoid dan
hematoma serebral. Hematoma multipel berhubungan dengan
angiopati amiloid serebral idiopatik atau herediter.
f) Angiopati amiloid serebral
Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventisia
arteriola serebral. Insidensinya meningkat dengan bertambahnya usia.
Kadang-kadang terjadi demensia dengan onset mendadak.
g) Hipoperfusi
Demensia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti
jantung, hipotensi berat, hipoperfusi dengan/tanpa gejala oklusi
karotis, kegagalan autoregulasi arteri serebral, kegagalan fungsi
pernafasan. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan lesi vaskular di
otak yang multipel terutama di daerah white matter.

h) Mekanisme lain
Mekanisme lain dapat mengakibatkan demensia termasuk
kelainan pembuluh darah inflamasi atau non inflamasi (poliartritis
nodosa, limfomatoid granulomatosis, giant-cell arteritis, dan
sebagainya)

c.6. Manifestasi Klinis


Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang mengganggu
kegiatan harian seseorang seperti mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri,
buang air besar, dan kecil.
Pada demensia jenis ini tidak didapatkan gangguan kesadaran. Gejala dan
disabilitas telah timbul paling sedikit 6 bulan pasca stroke.

c.7. Pemeriksaan Fisik

24
Pada demensia, daerah motorik, piramidal dan ekstra piramidal ikut terlibat
secara difus maka hemiparesisa atau monoparesis dan diplegia dapat
melengkapkan sindrom demensia. Apabila manifestasi gangguan korteks
piramidal dan ekstra piramidal tidak nyata, tanda-tanda lesi organik yang
mencerminkan gangguan pada korteks premotorik atau prefrontal dapat
membangkitkan reflek-reflek. Refleks tersebut merupakan pertanda keadaan
regresi atau kemunduran kualitas fungsi.

a. Refleks memegang (grasp refleks). Jari telunjuk dan tengah sipemeriksa


diletakan pada telapak tangan sipenderita. Reflek memegang adalah positif
apabila jari sipemeriksa dipegang oleh tangan penderita.

Gambar 3.1. Refleks memegang (grasp refleks)

b. Refleks glabela. Orang dengan demensia akan memejamkan matanya tiap kali
glabelanya diketuk. Pada orang sehat, pemejaman mata pada ketukan berkali-
kali pada glabela hanya timbul dua tiga kali saja dan selanjutnya tidak akan
memejam lagi.

25
Gambar 3.2. Refleks
Glabela

c. Refleks palmomental. Goresan pada kulit tenar membangkitkan kontraksi otot


mentalis ipsilateral pada penderita dengan demensia.

Gambar 3.3. Refleks Palmomental


d. Refleks korneomandibular. Goresan kornea pada pasien dengan demensia
membangkitkan pemejaman mata ipsilateral yang disertai oleh gerakan
mandibula ke sisi kontralateral.

e. Snout reflex. Pada penderita dengan demensia setiap kali bibir atas atau
bawah diketuk m. Oblikularis oris berkontraksi.

26
Gambar 3.4. Snout Reflex

f. Refleks menetek (suck reflex). Refleks menetek adalah positif apabila bibir
penderita dicucurkan secara reflektorik seolah-olah mau menetek jika
bibirnya tersentuh oleh sesuatu misalnya sebatang pensil.

Gambar 3.5. Suck Reflex

g. Refleks kaki tonik. Pada demensia, penggoresan pada telapak kaki


membangkitkan kontraksi tonik dari kaki berikut jari-jarinya.

c.8. Diagnosa
Pemeriksaan demensia secara umum meliputi anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Anamnesis harus melibatkan keluarga pasien dan pasien sendiri yang terdiri
dari riwayat medis umum, riwayat medis umum, riwayat neurologi umum,
riwayat neurobehavior (untuk diagnosa demensia), riwayat penyakit psikiatri,
riwayat nutrisi dan obat obatan, riwayat keluarga, pemeriksaan objektif meliputi

27
pemeriksaan fisik neurologis, pemeriksaan neuropsikologis dan pemeriksaan
psikiatris.

a. Anamnesis

1) Riwayat medik umum


Meliputi hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung koroner/
gangguan katup jantung dan irama jantung, hyperlipidemia, neoplasma,
infeksi kronik (sifilis, AIDS), riwayat alcoholimus, merokok, penyakit
kolagen dan aterosklorosis perifer mengarah ke DVa.

2) Riwayat neurologi umum


Meliputi riwayat stroke, TIA (Transient Ischemic Attack), trauma
kapitis (kontusio, hematom subdural), infeksi susunan saraf pusat
(meningitis, ensefalitis, absesserebri), riwayat epilepsi dan operasi otak
karena tumor otak atau hidrosefalus bertujuan untuk mengetahui penyebab
demensia.

3) Riwayat neurobehavioral
Anamnesis meliputi memori jangka pendek dan panjang, orientasi
ruang dan waktu, kesulitan bahasa (kelancaran, penemuan kata, mengerti
percakapan), fungsi eksekutif (perencanaan, pengorganisasian),
kemampuan mengenal wajah orang, berpergian, mengurus uang dan
membuat keputusan adalah sangat penting untuk mendiagnosis demensia.

Gangguan aktivitas sehari-hari, perubahan kepribadian (aspek perilaku)


dan disabilitas akibat penurunan fungsi kongsi. Informasi dari keluarga
(caregiver) mengenai penurunan fungsi kognisi, kemampuan intelektual dalam
aktivitas sehari hari dan perubahan tingkah laku adalah sangat penting dalam
diagnosa demensia.
Semua pertanyaan yang diajukan harus sedehana dan praktis sesuai
tingkat pendidikan, profesi, hobi dirumah, ditempat kerja atau kegiatan sosial dan
budaya pasien.

4) Riwayat psikiatrik

28
Anamnesa psikiatri untuk menentukan adanya depresi, psikosis, perubahan
kepribadian, tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, pikiran paranoid yang
terjadi sebelum atau sesudah awitan demensia.

5) Riwayat pemakaian obat obatan


Pemakaian obat obatan psikotropika seperti benzodiasepin, anti depresan,
anti kholigernik, dan obat obatan OTC (Ove The Counter) tertentu dapat
mengganggu fungsi kognisi.

6) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama berguna dalam diagnosa DVa
herediter.

b. Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan
neurologi, pemeriksaan neuropsikiatri, pemeriksaan status fungsional.

1) Pemeriksaan fisik umum


Meliputi observasi penampilan, tanda vital, aterosklerosis, resiko
vaskuler seperti funduskopi, bising karotis, hipertensi, penyakit jatung.

2) Pemeriksaan neurologi
Meliputi derajat kesadaran, rangsang meningeal, saraf kranial, gangguan
berjalan, gangguan kekuatan tonus atau control motoric, gangguan sensorik
proprioseptik, gangguan saraf tepi, gangguan keseimbangan dan gangguan
reflek.

3) Pemeriksaan neuropsikologi
Pemeriksaan neuropsikologi meliputi pemeriksaan status mental,
aktivitas sehari hari/fungsional.

- Pemeriksaan status mental mini (mini mental state examination,


folstein et al,1975)
Nilai status mini mental (SMM) berkisar antara 0 sampai 30. Pada
individu yang berpendidikan (mampu membaca, menulis, dan

29
berhitung), nilai SMM dibawah 24 dicurigai sindrom demensia.
(formulir SMM terlampir)

- Pemeriksaan aktivitas fungsional


Pemeriksaan ADL (Activity of Daily Living) dan IADL (Instrumental
Activity of Daily Living) bertujuan untuk menilai kemampuan aktivitas
dasar sehari-hari pasien pada saat pemeriksaan dibanding sebelumnya.
(formulir ADL/IADL terlampir)6

Untuk menentukan demensia diperlukan kriteria yang mencakup :


1. Kemampuan intelektual menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu
pekerjaan dan lingkungan
2. Defisit kognitif selalu melibatkan memori, biasanya didapatkan gangguan
berfikir abstrak, menganalisis masalah, gangguan pertimbangan, afasia,
apraksia, kesulitan konstruksional, dan perubahan kepribadian

3. Kesadaran masih baik.

Pedoman diagnostik untuk menentukan DVa antara lain :


Terdapat gejala demensia seperti di atas.
Hendaknya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat
hilangnya daya ingat, gangguan daya berfikir, gejala neurologis fokal).
Tilikan (insight) dan daya nilai (judgment) secara relatif tetap baik.
Awitan yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai gejala
neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis DVa.
Pedoman diagnostik untuk dimensia vaskuler awitan akut:
Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangkaian stroke akibat trombosis
serebrovaskular, embolisme, atau perdarahan. Pada kasus yang jarang, satu infark
yang besar dapat menjadi penyebab.

Tabel 3.1. Skor Iskemik Hachinski

Riwayat dan Gejala Skor


Awitan mendadak 2
Deteriorasi bertahap 1

30
Perjalanan klinis fluktuatif 2
Kebingungan malam hari 1
Kepribadian relatif tidak terganggu 1
Depresi 1
Keluhan somatic 1
Emosi labil 1
Riwayat hipertensi 1
Riwayat penyakit cerebrovaskuler 2
Arteriosklerosis penyerta 1
Keluhan neurologi fokal 2
Gejala neurologi fokal 2

Skor Hachinski berguna untuk membedakan demensia alzhaeimer dengan DVa:


Bila skor < 4 : demensia alzheirmer.

Bila skor >7 : demensia vaskuler

Kriteria Diagnosis Dimensia Vaskuler


PROBABLE DVa
1. Diagnosa klinis probable DVa meliputi semua item dibawah ini :
a. Demensia
b. Bukti penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan adanya defisit
neurologis fokal (hemiparese, kelumpuhan otot wajah bawah, tanda
babinski, defisit sensorik, hemianopsia, disartia, dll) yang konsisten dengan
stroke (bisa dengan atau tanpa riwayat stroke), dan kejadiannya mempunyai
relevansi dengan pencitraaan otak (CT Scan atau MRI)
c. Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas dengan satu atau lebih
keadaan dibawah ini :
Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke
Deteorisasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisisit
kognisi yang progresif dan bersifat stepwise.
2. Gambaran klinis yang konsisten yang konsisten dengan probable DVa
meliputi:
a. Gangguan berjalan (langkah kecil-kecil atau marche a pettis-pas, magnetic,
apraxic-ataxir or parkinsonian gait)
b. Riwayat tidak stabil saat berdiri dan sering jatuh tanpa sebab
c. Gangguan berkemih dini, urgensi dan keluhan berkemih yang tidak
disebabkan oleh penyakit urologi.

31
d. Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia, depresi, inkontinensia
emosi, dan gejala defisit subkortikal lainnya seperti retardasi psikomotor
dan gangguan fungsi eksekutif
3. Possible DVa
a. Demensia disertai defisit neurologi fokal, tetapi tanpa konfirmasi pencitraan
otak
b. Atau tidak adanya hubungan waktu yang jelas antara demensia dan stroke
c. Atau awitan penyakit tidak jelas dengan perjalanan klinis yang bervariasi
seperti plateau atau perbaikan dari defisit kognitif
4. Definite DVa
a. Kriteria klinik probable DVa
b. Konfirmasi pemeriksaan histologi penyakit serebrovaskular
c. Adanya neurofibrillary tangels dan neuritic plaques sesuai umur
d. Tidak ditemukan adanya gangguan klinik dan patologik lainnya yang dapat
menyebabkan demensia.
5. Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosa DVa meliputi :
a. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan gangguan
kognisi lain seperti bahasa (afasia transkortikal sensorik), keterampilan
motorik (apraksia) dan presepsi (agnosia) tanpa adanya lesi yang relevan
pada pencitraan otak.
b. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi.

c.9. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap, kadar vitamin B12 dan asam
folat,glukosa, elektrolit, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin), enzim
hati, fungsi tiroid (TSH), serologi HIV dan sifilis, serta analisa gas
darah.
b. Pemeriksaan radiologi
CT scan atau MRI otak adalah pemeriksaan radiologi yang paling
utama. Pada demensia, MRI dan CT scan akan menunjukkan
gambaran multi infark serebri, dan atrofi serebral atau kortikal yang
difus.
SPECT scan. Pemeriksaan ini akan menunjukkan penurunan
perfusi jaringan di daerah temporoparietal bilateral.
PET scan. Pemeriksaan ini akan menunjukkan penurunan aktivitas
metabilik di daerah temporoparietal bilateral.

32
EEG
Pemeriksaan ini menunjukkan penurunaan aktivitas alfa dan
peningkatan aktivitas teta yang menyeluruh.
c. Lumbal Pungsi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kelainan serebrospinal,
seperti meningitis kronis, meningoensefalitis, atau vaskulitis vaskular.

c.10. Diagnosa Banding


Table 3.2. Diagnosa Banding
Demensia pada Demensia Demensia pada
penyakit vascular penyakit pick
alzheimer
Gejala + + + progresif
demensia
Onset Biasanya sulit Suatu onset -
ditentukan mendadak atau
waktunya yang deteriorasi yang
persis bertahap
Gangguan + + +
kognitif
Faktor resiko - + -
stroke
Atrofi lobus - ? +
frontalis
Predisposisi + + ?
hipertensi
Adanya badan - - +
pick

c.11. Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan demensia vaskular adalah :
- Mencegah terjadinya serangan stroke baru (ex:aspilet)
- Menjaga dan memaksimalkan fungsi saat ini
- Mengurangi gangguan tingkah laku

33
- Meringankan beban pengasuh
- Menunda progresifitas ke tingkat selanjutnya
Penatalaksanan DVa meliputi terapi farmakologis dan non farmakologis
yang harus dipertimbangkan setiap merawat pasien DVa.

a. Farmakologis
1)Terapi kausal
Ditujukan terhadap stroke dan faktor resiko penyakit serebrovaskuler
misalnya hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, arterosklerosis,
dislipidemia, merokok, dan gaya hidup (guideline stroke
PERDOSSI2006).
2) Simtomatik
Tabel 3.3. Jenis, Dosis, dan efek samping Obat-Obat Demensia

Nama obat Golongan Indikasi Dosis Efek samping


Donepezil Penghambat Demensia Dosis awal 5 Mual, muntah,
kolinesterase ringan-sedang mg/hr, setelah diare, insomnia
4-6 minggu
menjadi 10
mg/hr
Galantamine Penghambat Demensia Dosis awal 8 Mual, muntah,
kolinesterase ringan-sedang mg/hr, setiap diare, anoreksia
bulan dinaikkan
8 mg/hr
sehingga dosis
maksimal 24
mg/hr
Rivastigimine Penghambat Demensia Dosis awal 2 x Mual, muntah,
kolinesterase ringan-sedang 1,5 mg/hr, pusing, diare,
setiap bulan anoreksia
dinaikkan 2 x
1,5 mg/hr
hingga
maksimal 2 x 6
mg/hr
Memantine Penghambat Demensia Dosis awal 5 Pusing, nyeri

34
reseptor NMDA sedang-berat mg/hr, setelah 1 kepala,
minggu dosis konstipasi
dinaikkan
menjadi 2 x 5
mg/hr hingga
maksimal 2 x
10 mg/hr

Table 3.4. jenis, dosis, dan efek samping pengobatan untuk gangguan psikiatrik
dan perilaku pada demensia

Gangguan perilaku Nama obat Dosis Efek samping


Depresi Sitalopram 10-40 mg/hr Mual, mengantuk,
nyeri kepala, tremor
Esitalopram 5-20 mg/hr Insomnia, diare, mual,
mulut kering,
mengantuk
Setralin 25-100 mg/hr Mual, diare,
mengantuk, mulut
kering, disfungsi
seksual
Agitasi, ansietas, Quetiapin 25-300 mg/hr Mengantuk, pusing,
perilaku obsesif mulut kering, dipepsia
Olanzapin 2,5-10 mg/hr Meingkatkan berat
badan, mulut kering,
tremor
Risperidon 0,5-1 mg 3x 1 hr Mengantuk, tremor,
insomnia, pandangan
kabor, nyeri kepala
Insomnia Zolpidem 5-10 mg malam hari Diare, mengantuk
Trazodon 25- 100 mg malam Pusing, nyeri kepala,
hari mulut kering,
konstipasi

35
b. Non farmakologis
1) Program haarian penderita
- Kegiatan harian teratur dan sistematis, meliputi latihan fisik
untuk memacu aktivitas fisik dan otak yang baik (brain gym)
- Asupan gizi berimbang, cukup serat, mengandung antioksidan,
mudah dicerna, penyajian meanrik dan praktis.
- Mencegah. Mengelola factor resiko yang dapat memperberat
penyakit, misalnya: hipertensi, ganggguan vascular, diabetes,
dan merokok.
- Melaksanakan hobi dan aktivitas social dengan kemampuan
- Melaksanakan LUPA ( (Latih, Ulang, Perhatikan, dan Asosiasi)
- Tingkatkan aktivitas saat siang hari, tempatkan diruangan yang
mendapatkan cahaya cukup.
2) Orientasi Realitas
- Penderita diingatkan akan waktu dan tempat
- Beri tanda khusus untuk tempat tertentu, misalnya kamar mandi
- Pemberian stimulus melalui latihan permainan, misalnya
permainan monopoli,kartu, scrabble, mengisi teka-teki silang,
Sudoku, dan lain-lain. Hal ini memberi manfaat yang baik pada
predemensia (Mild Cognitive Impairment)
- Menciptakan lingkungan yang familiar, aman dan tenang.
Hindari keadaan yang membingungkan dan menimbulkan stress.
Berikan keleluasaan bergerak.

3) Modifikasi perilaku
- Gangguan perilaku berupa agitasi, agresivitas, wandering, dan
disinhibisi seksual
- Observasi perilaku penderita dan mencari factor pencetusnya
- Memberikan informasi yang benar mengenai penyakit pada
keluarga dan pengasuh
- Membuat rencana pola asuh/perawatan penderita dengan
melibatkan seluruh anggota keluarga maupun pengasuh.

36
BAB IV
LAPORAN KASUS

Seorang pasien perempuan 83 tahun datang ke IGD RSUD Solok dengan


keluhan anggota gerak sebelah kiri tiba-tiba lemah sejak 7 hari yang lalu. Pasien
merasa anggota gerak kirinya tidak bisa digerakkan seperti biasa. Gerakannya
terbatas.
4.1.Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Alamat : Biruhun
Pekerjaan : Pensiunan guru SD
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 83 tahun

4.2. Anamnesa
a. Keluhan Utama

Anggota gerak sebelah kiri tiba-tiba lemah sejak 7 hari yang lalu

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Anggota gerak sebelah kiri tiba-tiba lemah sejak 7 hari yang lalu.
Hal ini disadari pertama kali setelah bangun tidur, pasien tidak bisa turun
dari tempat tidur. Awalnya tangan dan kaki kirinya terasa berat dan susah
digerakkan seperti biasa. Sejak itu pasien tidak dapat memakai pakaian
sendiri, dan tidak menyadari keinginan untuk BAK sehingga BAK sering

37
sembarang tempat. Dua hari sebelum masuk rumah sakit kaki kiri sudah
tidak bisa digerakkan sama sekali.

Pasien masih mampu mengingat orang-orang terdekatnya seperti


anak dan menantunya.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien memiliki riwayat hipertensi.

- Pasien memiliki riwayat asma

- Pasien memiliki riwayat penyakit bronkopneumonia

- Riwayat DM disangkal

- Riwayat PJK disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Semua anak pasien mempunyai riwayat hipertensi

e. Riwayat Pekerjaan dan Sosial

Pasien adalah seorang pensiunan guru SD. Setelah pensiun,


pasien tinggal bersama cucunya di rumah. Pasien sering mengajarkan
cucunya tentang pelajaran di sekolah.

Sejak cucunya pindah keluar kota, pasien lebih sering bermenung


dirumah. Pasien menjadi mudah pelupa

4.3. Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
- Keadaan Umum : Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis

38
- Tekanan Darah : 180/100 mmHg
- Nadi : 84x/i teratur
- Nafas : 20x/i
- Suhu : 36,7oC
- Berat Badan : 45 kg
- Tinggi Badan : 160 cm
- Gizi : Baik
- Turgor Kulit : Baik

Status Lokalisata
- Mata kanan : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Kiri : konjungtiva tidak anemi, sclera tidak ikterik
- Kelenjar Getah Bening
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : Tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : Tidak teraba pembesaran KGB
- Leher: Tidak terdengar bising carotis

- Torak
a. Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis
Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor dikedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas normal vesicular, ronki(-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi : irama teratur, bising( - )
- Abdomen
Inspeksi : tidak ada sikatrik, tidak ada venektasi

39
Palpasi : defans muskular (-) nyeri tekan dan nyeri lepas ( - ), hepar
dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus( + ) normal
- Colum Vertebrae : Vertebrae dalam batas normal

4.4. Status Neurologikus


a. Glassgow Coma Scale ( GCS ) : E4M6V5 = 15
b. Tanda rangsangan selaput otak:

- Kaku kuduk :-
- Brudzinki I :-
- Brudzinki II : Tidak dapat dilakukan
- Tanda kernig :-
a. Tanda peningkatan tekanan intracranial
- Pupil : Isokor
- Diameter : 3mm/3mm

b. Pemeriksaan Nervus Kranialis

1) N1. Olfaktorius

Penciuman Kanan Kiri

Subjektif Abnormal Abnormal

Objektif dengan Tidak dilakukan Tidak dilakukan


bahan

2) N II : Nervus Optikus

Penglihatan kanan Kiri


Tajam penglihatan Tidak dapat dilakukan Tidak dapat

40
dilakukan
Lapang pandang Normal Normal
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

3) N III :Nervus Okulomotorius

Kanan Kiri
Bola mata Normal Normal
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Gerakan bulbus Bebas kesegala arah Bebas kesegala arah
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso-endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil
Bentuk Isokor Isokor
Reflek cahaya + +
Reflex akomodasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflex Konvergen Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4) N IV : Nervus Troklearis

Kanan Kiri
Gerakan mata ke Normal Normal
bawah
Sikap bulbus Dalam batas normal Dalam batas normal
Diplopia Tidak ada Tidak ada

5) N V : Nervus Trigeminus

Kanan Kiri
Motoric
Membuka mulut Normal Normal
Menggerakan rahang Normal Normal
Menggigit Normal Normal
Mengunyah Normal Normal
Sensorik
Divisi optalmika
Reflek kornea + +
Sensibilitas Baik Baik
Divisi maksila
Reflek masseter Baik Baik
Sensibilitas Baik Baik

41
Divisi mandibular
Sensibilitas Baik Baik

6) N. VI : Nervus Abdusen

kanan Kiri
Gerakan mata lateral Normal Normal
Sikap bulbus Dalam batas normal Dalam batas normal
Diplopia Tidak ada Tidak ada

7) N.VII : Nervus Fasialis

kanan Kiri
Raut wajah Simetris Tidak simetris
Sekresi air mata Normal Normal
Fissura palpebral Simetris Simetris
Menggerakkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Normal Normal
Mencibir/bersiul Normal Defiasi
Memperlihatkan gigi Normal Tidak simetris
Sensasi 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Hiperakustik Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8) N.VIII : Nervus Vestibukoklearis

Kanan Kiri
Suara berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Swabach test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memanjang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memendek Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pendular Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Vertical Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Siklikal Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pengaruh posisi kepala Tidak dilakukan Tidak dilakukan

42
9) N.IX : Nervus Glossopharingeus

Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
belakang
Reflek muntah Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10) N.X : Nervus Vagus

Kanan Kiri
Arkus faring Simetris Simetris
Uvula Ditengah Ditengah
Menelan Normal Normal
Artikulasi Normal Normal
Suara Normal Normal
Nadi Teratur Teratur

11) N. XI : Nervus Asssesorius

kanan Kiri
Menoleh ke kanan Normal Normal
Menoleh ke kiri Gerakan terbatas Gerakan terbatas
Mengangkat bahu ke Normal Normal
kanan
Mengangkat bahu ke - -
kiri

12) N. XII : Nervus Hipoglosus

Kanan Kiri
Kedudukan lidah Simetris Simetris
dalam
Kedudukan lidah Asimetris Defiasi
dijulurkan
Tremor + +
Fasikulasi - -

43
Atrofi - -

c. Pemeriksaan koordinasi

Cara berjalan Tidak lakukan Disatria Tidak lakukan


Romberg test Tidak lakukan Disfagia Tidak lakukan
Ataksia Tidak lakukan Supinasi-pronasi Tidak lakukan
Rebound Tidak lakukan Tes jari hidung Tidak lakukan
phenomen
Tes tumit lutut Tidak lakukan Tes hidung jari Tidak lakukan

d. Pemeriksaan fungsi Motorik

a. Badan Respirasi Normal Normal


Duduk Normal Normal
b. Berdiri & Gerakan
berjalan spontan
Tremor - -
Atetosis - -
Mioklonik - -
Khorea Tidak Tidak lakukan
lakukan

c. Ekstremitas Superior
Kanan Kiri
Gerakan Aktif Pasif
Kekuatan 555 222
Trofi Eutrofi Atrofi
Tonus Eutonus Hipotonus
Inferior
Kanan kiri
Kanan Kiri
Aktif Pasif
555 333
Eutrofi Atrofi

44
Eutonus Hipotonus

e. Pemeriksaan Sensibilitas

Sensibilitas taktil Tidak dilakukan


Sensibilitas nyeri Normal
Sensibilitas termis Tidak dilakukan
Sensibilitas Tidak dilakukan
Sensibilitas kortikal Tidak dilakukan
Streognosis Tidak dilakukan
Pengenalan 2 titik Normal
Pengenalan rabaan Normal

f. System reflex

1.Fisiologi Kanan Kiri Kanan Kiri


Kornea + + Biseps ++ +++
Berbamgki Tidak Tidak Triceps ++ +++
s dilakukan dilakukan
Laring Tidak Tidak APR ++ +++
dilakukan dilakukan
Maseter Tidak Tidak KPR ++ +++
dilakukan dilakukan
Dinding Tidak Tidak Bulboca Tidak Tidak
perut dilakukan dilakukan vernosus dilakukan dilakukan
Atas Tidak Tidak Cremater Tidak Tidak
dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan
Tengah Tidak Tidak Sfingter Tidak Tidak
dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan
Bawah Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
2. Patologis
Lengan Tungkai
Hoffman- - Babinski + +
Tromner
Chaddok - -
s
Oppenhe - -
im
Gordon - -

45
Schaeffe - -
r
Klonus Tidak Tidak
paha dilakukan dilakukan
Klonus Tidak Tidak
kaki dilakukan dilakukan

ROM
Fleksi : Normal
Ekstensi : Normal
Rotasi : Normal

3. Fungsi Otonom
Miksi : Tidak normal
Defekasi : Normal
Sekresi keringat : Normal

Fungsi luhur

Kesadaran Tanda dementia


Reaksi bicara Normal Refleks +
Glabela
Fungsi Normal Refleks Snout +
Intelektual
Reaksi Emosi Normal Refleks +
memegang
Refleks +
Palmomental

Tabel 2.1. Mini Mental State Examination


Item Tes Nilai Hasil

46
1 ORIENTASI 5 0
Sekarang (tahun), (musim), (tanggal), (hari) apa?

2 Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (Rumah Sakit), 5 5


(lantai/kamar)
3 REGISTRASI 3 3
Sebutkan 3 buah nama benda (apel,meja, koin), tiap benda 1 detik,
pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk
tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat
menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan
4 ATENSI DAN KALKULASI 5 5
Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar.
Hentikan setelah 5 jawaban, atau disuruh mengeja terbalik
WAHYU (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan;
misal uyahw=2 nilai)

5 MENINGGAT KEMBALI (RECALL) 3 3


Pasien disursuh menyebut kembali 3 nama benda diatas

6 BAHASA 2 2
Pasien disuruh menyebutkan nama benda yang ditunjukan (pensil,
buku)

7 Pasien disuruh mengulang kata-kata: namun, tanpa, bila 1 0

8 Pasien disuruh melakukan perintah : ambil kertas ini dengan 3 3


tangan anda, lipatlah menjadi dua dan letakan dilantai
9 Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah pejamkan mata 1 1
anda

10 Pasien diminta menulis dengan spontan 1 0

11 Pasien disuruh menggambar bentuk dibawah ini 1 0

Total 30 22
24-30 normal

47
17-23 probable gangguan kognitif +
0-16 definite gangguan kognitif

4.5. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah rutin
Hb : 13,1 gr/dl
Eritrosit : 40,5
Trombosit : 1.164.000/uL
Leukosit : 59.240/ uL
Basofil :0
Eusinofil :0
Netrofil batang :0
Neutrofil segmen : 94
Limfosit :3
Monosit :1
Eritrosit : Normositik normokrom
Trombosit : Jumlah meningkat, bentuk hipogranul

Gambaran : Leukositosis + trombositosis (Netrophilia)


Tidak dijumpai blast

b. Kimia darah
- uric acid : 9,5 mg/dL

- Glukosa puasa : 69%

- Glukosa 2 jam PP : 95%

- Cholesterol :163 mg/dl

- Trigliserida :129 mg/dl

48
- HDL : 26 mg/dl

- LDL : 112 mg/dl

- Calcium darah : 7,0 mg/ml

- K (kalium) : 2,8 Eq/L

- Na (natrium) : 130 Eq/L

c. Elektrokardiogram (EKG)

d. Rencana pemeriksaan tambahan

- CT scan kepala

- EEG

- MRI

49
4.6. Diagnosa
a. Diagnosa klinis : Hemiparese sinistra, parese N.VII dan N.XII tipe
sentral + Predemensia
b. Diagnosa topik : Cortex Serebri hemisfer dextra
c. Diagnosa etiologis : Trombosis serebri, degenerative (atrofi serebri)
d. Diagnosa sekunder : Hipertensi

4.7. Tatalaksana
a) Terapi umum
Untuk stroke iskemik
- Elevasi kepala 300
- IVFD RL 12 jam/kolf
- Kateter urin untuk monitor cairan
- Diet ML rendah garam dan lemak
Untuk demensia
Penatalaksanaan ditujukan untuk keluarga, lingkungan, dan penderita
- Melakukan latihan fisik untuk memicu aktivitas otak
- Asupan gizi seimbang, banyak serat dan mengandung
antioksidan
- Pasien diingatkan akan waktu dan tempat
- Beri mainan yang menstimulus seperti permainan monopoli,
kartu, atau mengisi teka teki silang.
- Hindari lingkungan yang menimbulkan stress

b) Terapi khusus
1. Antiagregrasi trombosit : aspilet 1x80 mg
Efek samping: iritasi saluran cerna
2. Golongan Neurotropik : Piracetam 2x1200 mg
Efek samping : diare, somnolen, insomnia, gugup,
hiperkinetik
3. Golongan Calcium-chanel blocker: Amlodipin 1x5 mg

50
Efek samping : takikardi, mual, sakit kepala
4. Golongan antikolinestarase : Donepezil 2x5 mg
Efek samping : diare. Kram otot, mual, insomnia
5. Neurodex 1x5000 mg

4.8. Prognosis
a. Quo at vitam : Bonam
b. Quo at fungtionam : Dubia ad bonam
c. Quo at sanationam : Dubia ad bonam

BAB V
DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien perempuan usia 83 tahun yang dirawat di


bangsal neurologi RSUD Solok dengan diagnosis klinis Hemiparese sinistra+
parese N.VII dan N.XII tipe sentral + Predemensia.
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesa didapatkan bahwa keluhan lemah pada anggota gerak kiri sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien merasakan lengan dan
tungkai kanan terasa berat saat digerakkan. Hal ini disadari pertama kali setelah
bangun tidur, pasien tidak bisa turun dari tempat tidur. Awalnya tangan dan kaki
kirinya terasa berat dan susah digerakkan seperti biasa. Sejak itu pasien tidak
dapat memakai pakaian sendiri, dan tidak menyadari keinginan untuk BAK
sehingga BAK sering sembarang tempat. Pasien masih mampu mengingat orang-
orang terdekatnya seperti anak dan menantunya.
Dari riwayat penyakit dahulu pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi
, pasien tidak rutin control dan tidak minum obat antihipertensi.

51
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
tingkat kesadaran compos mentis cooperative, tanda rangsangan meningeal dan
tanda peningkatan tekanan intra kranial tidak ditemukan, pada pasien ditemukan
gangguan pada nervus VII yaitu raut wajah tidak simetris kiri dan kanan, mencibir
atau bersiul tidak simetris kiri dan kanan. Kekuatan motoric pada pasien ini untuk
ekstremitas superior dan inferior kanan adalah 2/2/2 dan 3/3/3. Pada pasien
ditemukan reflek patologis Babinski positif.
Penatakalsanaan pasien ini secara umum adalah IVFD RL 12 jam/kolf,
diet rendah garam dan rendah kolesterol dan penatalaksanaan secara khusus
adalah aspilet 1x80 mg, Piracetam 2x1200 mg, Captopril 1x12,5 mg, Donepezil
2x5 mg, dan neurodex 1x5000

BAB V
KESIMPULAN

Stroke menurut WHO adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi


serebral, baik fokal maupun global yang berlangsung dengan cepat, berlangsung
lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain
daripada gangguan vaskular.
Stroke iskemik adalah stroke dengan tipe menurut penyebabnya, yaitu
stroke trombosis adalah stroke yang terjadi karena adanya sumbatan di pembuluh
darah besar diotak oleh karena adanya gumpalan/ plak yang terbentuk akibat
aterosklerotik (pengerasan arteri).
Demensia vaskular adalah sindrom mental organik yang ditandai dengan
hilangnya kemampuan intelektual secara menyeluruh yang mencakup kemampuan
mengingat, penilaian, dan pemikiran abstrak juga dengan perubahan perilaku yang
penyebabnya adalah pembuluh darah cerebral. Demensia vaskular diklasifikasikan
menjadi infark multiple, lakunar dan infark tunggal didaerah strategis.
Penyebab demensia vaskular adalah vascular cerebral yang multiple yang
menimbulkan gejala berpola dimensi dan infark berupa oklusi pembuluh darah

52
dan plaque aterosklerotik atau trombo emboli dari tempat lain misalnya katup
jantung.
Diagnosis demensia vaskular ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Selain itu juga isa dipakai score
iskemik hachinski dan MMSE (Mini Mental Score Examination)
Tujuan penatalaksaan demensia vaskular adalah mencegah terjadinya
serangan stroke baru, menjaga dan memaksimalkan fungsi saat ini, mengurangi
gangguan tingkah laku, menunda progresifitas ke tingkat selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dewanto, G.dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit


Saraf. Buku Kedokteran EGC. Jakarta
2. Dikot, Yustiani,dkk. 2007. Dignosis Dini dan Penatalaksaan Demensia.
PERDOSSI:Jakarta
3. Lamsudin, Rusdi. dkk. 2006. Pengenalan dini dan penatalaksanaan demensia
vaskuler. PERDOSSI:Jakarta.
4. Moore,Keith.L.2002.Anatomi klinis dasar.Jakarta : Hipokrates
5. Sherwood.2011.Fisiologi Manusia.Jakarta : EGC
6. Lumantobing, S.M. Stroke: Bencana Peredaran Darah di Otak. Jakarta: EGC
7. Lumantobing, S.M. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:
FKUI.

53

You might also like