You are on page 1of 16

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


FOAMING
(BUAH NAGA)

Oleh :
Nama : Aditya Dwi Jendra
NRP : 143020319
Kelompok :K
No. Meja : 6 (Enam)
Asisten :Syarifah Ulfah
Tanggal Percobaan : 08 Maret 2017

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2017
FOAMING

I. Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui cara pembuatan foaming sebagai diversifikasi
produk dan meningkatkan nilai ekonomis.
II. Prinsip Percobaan
Berdasarkan proses pencampuran bubur buah dengan bahan
tambahan berupa albumin yang telah dikocok sebelumnya sehingga
membentuk buih lalu dilakukan pengeringan dan hasilnya digiling
sehingga membentuk serbuk.
III. Rumus

w tepung halus
Tepung halus= x 100
w awal
w tepungkasar
Tepung kasar = x 100
w awal
W lost product = w bahan kering (w tepung halus w tepung kasar)

w lost product
% lost product= x 100
w bahan kering
Product=100 LP

IV. Prosedur Percobaan


Buah

Trimming

Air bersih Air kotor


Pencucian

Pemotongan
Albumin
Penghancuran

Pembuihan Buburbuah

Pencampuran

Dekstrin, CMC
Pengocokan

Pengeringan

Penggilingan

Pengayakan

Foaming

Gambar 1. Prosedur Percobaan Foaming.

V. Foto Proses
Pemotongan Penimbangan
Penghancuran

Hasil Pengeringan Penyusunan di tray


Pencampuran dan
Dan Pengeringan
Pengocokkan

Penggilingan Pengayakan
Hasil
Gambar 2. Proses Pembuatan Foaming.
VI. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Foaming.
Keterangan Hasil
Basis 75 gram
Buah Naga (83%)
Bahan Utama
Tween 80 (1%)
Bahan Tambahan CMC (1%)
Dekstrin (15%)
Berat Produk 18,85 gram
Organoleptik
1. Warna Ungu
2. Rasa Agak Manis
3. Aroma Sedikit beraroma / Khas Buah
4. Tekstur Naga
5. Kenampakan Lembut
Menarik
(Sumber: Meja 6, Kelompok L)
VII. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan pada percobaan foaming dengan


sampel buah naga didapat bahwa berat awal bahan sebesar 75 gram,
berat bahan kering sebesar 18,85 gram, dan % produk sebesar 25,13%.

Fungsi perlakuan pada proses foaming dilakukan trimming yaitu


untuk memisahkan daging buah dengan kulitnya, daging buah dilakukan
penghancuran agar didapatkan bubur buah. Pada bubur buah
ditambahkan albumin yang sudah dibuihkan, CMC, dan dekstrin yang
kemudian dilakukan pengocokan selama 15 menit yang bertujuan untuk
menghasilkan foam yang optimal. Pengeringan dilakukan untuk
menghilangkan kadar air dari bahan, penggilingan dan pengayakan
dilakukan untuk mengecilkan ukuran bahan sampai terbentuk serbuk.

Fungsi bahan pada percobaan foaming yaitu ;CMC berfungsi sebagai penstabil.
Dekstrin berfungsi sebagai melindungi komponen bahan dari panas, menambah berat,
mengikat air, mempercepat proses pengeringan, juga sebagai penstabil buih, karena buih
harus stabil selama pengeringan. selain itu jika akan dibuat produk minuman serbuk akan
meningkatkan kelarutan produknya. Albumin berfungsi untuk mengikat sari buah sehingga
dapat mempercepat proses pengikatan antara partikel sari buah dan membentuk busa, juga
sebagai pembuih atau foaming agent. fungsi Tween 80 antara lain sebagai:zat pembasah,
emulgator, dan peningkat kelarutan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 tahun 2012,
pembuih (Foaming Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk atau
memelihara homogenitas dispersi fase gas dalam pangan berbentuk cair atau padat. Foaming
agent dapat didapatkan dari bahan pangan seperti albumin (Putih telur), milk and cream
foams gelatin, lecitin, agar-agar, sucrose surfactant. Macam foaming agent yaitu sebagai
berikut:
Tabel 2. Macam-macam Pembuih / Foaming Agent
No. Jenis BTP INS
1. Gom xanthan (Xanthan gum) 415
2. Selulosa mikrokristalin (Microcrystalline cellulose) 460 (i)
3. Etil metil selulosa (Methyl ethyl cellulose) 465
Daya dan kestabilan buih putih telur dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya yaitu umur telur, pengocokan dan penambahan bahan-
bahan kimia atau stabilisator (Stadelman dan Cotterill, 1995), konsentrasi
protein, komposisi protein, pH, pemanasan, adanya garam dan komposisi
fase cair yang mungkin mengubah konfigurasi dan stabilitas molekul
protein (Alleoni, 2004).

Suhu optimal untuk pembentukan buih (foam), yaitu 28 30C (suhu


ruang). Pada suhu tersebut, busa (buih) akan lebih mudah terbentuk
karena status protein pada suhu ruang (Winarno, 2002).

Kelebihan proses foaming adalah mempermudah proses penepungan


dengan volume yang baik dan besar sehingga adonan bersifat lebih stabil,
lebih efisin waktu dan biaya, mutu bahan tetap terjaga. Sedangkan kelemahanya
adalah dikhawatirkan adanya bau anyir dari telur yang tidak sedap jika
proses pengeringan tidak berjalan baik.

Jenis buah yang baik untuk foaming yaitu buah yang tidak
mempunyai serat karena sulit untuk memisahkan antara serat dengan
bubur buah, kemudian buah yang memiliki kadar air tidak terlalu tinggi
karena buah dengan kadar air yang tinggi akan memperlambat proses
pengeringan dan terkadang membuat warna hasil pengeringan buah
menjadi tidak seragam.

Berdasarkan SNI tentang minuman serbuk, maka produk hasil


pembuatan foaming dari buah naga memenuhi SNI dimana bau yang
dihasilkan tidak menyimpang (bau khas buah naga) , rasa tidak berubah,
dan warna yang dihasilkan lebih kuat dan sangat menarik.

CCP pada proses foaming adalah pada proses pembuihan, dimana


saat pengocokan albumin maupun tween 80 harus benar dan tebentuk
busa agar saat dilakukan pengeringan didapat struktur yang stabil dan
tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama. Pelarutan CMC dengan
bubur buah juga harus dilakukan dengan sempurna, bila CMC belum larut
dan masih terdapat butiran-butiran yang kasar maka pengeringan akan
menjadi kurang efektif. Pada proses pengeringan suhu yang digunakan
jangan terlalu tinggi agar pengeringan lebih merata.

VIII. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan pada percobaan foaming dengan


sampel buah naga didapat bahwa berat awal bahan sebesar 75 gram,
berat bahan kering sebesar 18,85 gram, dan % produk sebesar 25,13%.

IX. Saran

Pada saat melakukan percobaan pembuatan foaming sebaiknya


memperhatikan prosedur dengan lebih teliti, seperti pada proses
pengocokan albumin, pada pemecahan tween 80, proses pengocokan
,sehingga menghasilkan foam yang optimal maupun pada proses
pengeringan.
DAFTAR PUSTAKA

Alleoni, A. C. C. and Antunes A. J. 2004. Albumen Foam Stability and


S-OvalbuminContents in Eggs Coated with Whey Protein
Concentrate. Universidade doNorte do Paran, UNOPAR,
Londrina.

Stadelman, W. J. and O. J. Cotteril. 1995. Egg Science and


Technology. 4th Ed.Food Products Press. An Imprint of the
Haworth Press, Inc. New York

Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
LAMPIRAN
Perhitungan
83
Bubur buah = x 75 gram=62,25 gram
100
1
Tween 80 = x 75 gram=0,75 gram
100
1
CMC = x 75 gram=0,75 gram
100
15
Dekstrin = x 75 gram=11,25 gram
100

w produk
% Product = x 100 %
w basis

18,85
= x 10 0% = 25,13%
75
LAMPIRAN KUIS

1.) Sebutkan faktor-faktor pengeringan ?


Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Faktor internal

1. Sifat bahan

Sifat bahan yang dikeringkan (komposisi kimia dan struktur fisik) merupakan faktor
utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan. Komposisi kimia dan struktur
fisik bahan berpengaruh terhadap tekanan uap air dalam keseimbangan dan
difusifitas air dalam bahan tersebut pada suhu tertentu.

2. Ukuran

Kecepatan pengeringan lempengan basah yang tipis berbanding terbalik dengan


kuadrat ketebalannya, jadi jika potongan bahan pangan dengan tebal satu pertiga dari
semua dikeringkan akan mengalami pengeringannya yang sama dengan kecepatan 9
kali.

3. Unit pemuatan

Dalam beberapa hal penambahan muatan bahan basah pad arak pengeringan analog
dengan meningkatkan ketebalan potongan bahan, sehingga akan mengurangi
keepatan pengeringan.

b. Faktor Eksternal

1. Depresi bola basah

Depresi bola basah yaitu perbedaan suhu udara (suhu bola kering) dengan suhu bola
basah. Jika depresi bola basah besar, maka potensial pengeringannya tinggi, dan
kecepatan pengeringan tinggi.

2. Suhu udara

Kecepatan akan lebih tinggi pada suhu udara yang lebih tinggi karena pada air yang
rendah pengaruh penguapan terhadap pendinginan udara dapat diabaikan dan suhu
bahan mendekati suhu udara.

3. Kecepatan aliran udara


Pengaruh perbedaan kecepatan sangata nyata pada kecepatan udara beberapa ratus
per menit.
(Wirakartakususmah, 1992)

2.) Apa yang di maksud dengan foaming agent ?

Jawab :

Foaming agent adalah Bahan tambahan pangan untuk membentuk atau memelihara
homogenitas dispersi fase gas dalam pangan berbentuk cair atau padat.

3.) Diketahui :
Na2S2O5 300 ppm dalam labu 500 ml
Ditanyakan : gram Na2S2O5
Jawab :
mg= ppm x L
mg = 300 x 0,5
mg= 150 mg = 1,5 gram

4.) Tujuan dan fungsi penggaraman pada proses pembuatan kimchi?


Jawab :
Tujuan penggaraman adalah untuk pengawetan selain itu untuk mendapatkan
perubahan bahan yang diinginkan seperti tekstur, warna, dan mendapatkan karakteristik
tertentu dari produk dengan aroma dan rasa yang khas.
Fungsi dari penggaraman adalah menghambat atau membunuh bakteri pembusuk
pada bahan dan membentuk struktur tertentu. Pada proses fermentasi garam berfungsi
menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak tahan terhadap garam namun
menumbuhkan bakteri yang halotoleran terhadap garam. Garam juga memiliki
kemampuan dalam mengikat air dalam jaringan sayuran sehingga terjadi perubahan
tekstur dari produk yang dibuat pickle. Pada proses pengolahan dengan enzimatis fungsi
garam adalah menyeleksi jenis enzim yang aktif. Enzim yang tidak tahan terhadap garam
akan inaktif sehingga enzim yang aktif akan beraktivitas mendegradasi protein ikan dan
membentuk flavor dan aroma yang khas.
5.) Karakteristik warna, aroma , tekstur pada tepung yang baik ?
Jawab :
Warna = memiliki warna putih
Aroma =Tidak beraroma / aroma khas tepung
Tekstur = butiran halus
Rasa =Tidak berasa / rasa khas tepung

Lampiran Soal Diskusi Modul


1. Jelaskan tujuan Blanching dalam pembuatan tepung !
Jawab:
Blanching adalah suatu proses untuk menginaktifasi enzim sebelum
dilakukan proses pengeringan pada buah-buahan dan sayuran.
Blanching hanya digunakan untuk perlakuan awal di dalam
mempersiapkan bahan baku sebelum dilakukan pengeringan
2. Jelaskan mengenai mekanisme terjadinya reaksi browning enzimatis
Jawab:
Pencoklatan enzimatis antara lain disebabkan oleh reaksi oksidasi
terhadap senyawa polifenol sehingga terbentuk senyawa quinon dan
berubah menjadi senyawa yang berwarna coklat. Pencoklatan non-
enzimatis yang terjadi dalam bahan pangan terdiri atas karamelisasi,
reaksi Mailard, dan oksidasi vitamin C. karamelisasi terjadi karena
bahan mengalami pemanasan dengan suhu tinggi. Tipe pencoklatan
Mailard terjadi karena reaksi senyawa-senyawa karbonil yang berasal
dari pemecahan karbohidrat dengan senyawa amino dalam bahan.
Sedangkan tipe pencoklatan oksidasi vitamin C, disebabkan asam
askorbat dalam bahan pangan mengalami oksidasi sehingga senyawa
tersebut pecah dan menghasilkan suatu furfural dan karbondioksida.
Reaksi pembentukan pencoklatan.
3. Jelaskan mengenai perbedaan antara proses pengeringan alami dan
buatan dan jelaskan pula keuntungan dan kerugian dari pengeringan
tersebut!
Jawab:
a. Pengeringan Alami
Pengeringan dengan sinar matahari merupakan jenis pengeringan
tertua, dan hingga saat ini termasuk cara pengeringan yang
populer dikalangan petani terutama di daerah tropis. Teknik
pengeingan dilakukan secara langsung maupun tidak langsung
(dikeringkan), dengan rak-rak maupun lantai semen atau tanah
serta penampung bahan lainya. Penjemuran atau pengeringan
dengan sinar matahari, memiliki peranan udara dan cuaca dalam
pengeringan dengan sinar matahari sangat penting, terutama bila
dihubungkan dengan transfer panas, kapasitas pengeringan,
tekanan udara dan laju pengeringan. Pengeringan alami juga dapat
dengan cara diangin-anginkan bahan pangan. Keuntungan: Murah,
energy panas melimpah. Kerugian: memerlukan tempat
pengeringan yang luas, waktu pengeringan yang lama dan waktu
pengeringan bahan yang dikeringkan tergantung pada cuaca.
b. Pengeringan Buatan
Pengeringan dengan pemanasan buatan mempunyai beberapa tipe
alat dimana panas berlangsung secara konduksi atau konveksi,
meskipun berbeda dapat pula dilakukan secara radiasi .Alat
pengering dengan pindah panas secara konveksi pada umumnya
menggunakan udara panas yang dialirkan, sehingga energi panas
merata ke seluruh bahan. Alat pengering dengan pindah panas
secara konduksi pada umumnya menggunakan permukaan padat
sebagai penghantar panasnya. Keuntungan: , suhu kelembaban
udara, kecepatan pengaliran udara dan waktu pengeringan dapat
diatur dan di awasi, kebersihan lebih terjaga. Kerugian:
memerlukan operator teknis berpengalaman, alat mahal.
4. Adakah pengaruh signifikan dari bahan yang digunakan terhadap
kualitas tepung , jelaskan !
Jawab:
Proses pengeringan dapat terjadi jika kombinasi suhu dan kelembaban
udara memungkinkan bahan melepaskan air agar tercapai kadar air
seimbang. Kombinasi terbaik bagi proses pengeringan adalah udara
dengan kelembaban rendah dan bersuhu tinggi. kadar air
keseimbangan menentukan batasan pengeringan, dengan udara pada
kelembaban nisbi dan suhu tertentu bahan higroskopis hanya dapat
kering sampai tercapai kadar air keseimbangan saja. Kalau kombinasi
keseimbangan yang lebih tinggi dari pada kadar air bahan mula-mula,
maka bahan tersebut akan menyerap air dan kadar airnya akan naik
sampai mencapai kadar air keseimbangan. Laju pengeringan
tergantung dari pada beda antara kadar air bahan dengan kadar air
keseimbangannya. Bila kelembaban nisbi bahan berbeda maka kadar
air keseimbangannya juga akan berbeda. Pada saat tercapainya kadar
air keseimbangan, penguapan air bahan akan terhenti, dan jumlah
molekul-molekul air yang akan diuapkan sama dengan molekul-
molekul air yang diserap oleh permukaan bahan.
5. Adakah cara lain yang dapat digunakan untuk memperbaiki
performance tepung yang dihasilkan !
Jawab:
Menurut Departement of Agricultural Food Division (1985) zat yang
termasuk ke dalam kelompok sulfit atau sulfiting agent meliputi
sulfur dioksida, sodium sulfit, sodium bisulfit, potasium bisulfit, sodium
metabisulfit, dan potasium metabisulfit. Penggunaan sulfit dinyatakan
aman, hal ini telah diketahui dinyatakan sulfit masuk ke dalam
kelompok bahan yang berstatus GRAS (Generally Recognize As Safe)
oleh Food and Drug Administration (IFT, 1986). NaHSO3 merupakan
salah satu sulfiting agent yang cukup efektif dan sering digunakan
untuk mempertahankan mutu dan mengawetkan produk yang
dihasilkan selama pengolahan dan penyimpanan, baik untuk buah-
buahan maupun sayuran.

Lampiran SNI
Tabel 3. Syarat Mutu Minuman Serbuk.
(Sumber : SNI, 1994).

You might also like