Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
11-2015-304
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam Dengue dan demam berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus Dengue, yang bermanifestasi mulai dari demam hingga syok berat yang dapat
berujung ke kematian. Menurut WHO,3 dengue dibagi menjadi Dengue dengan atau tanpa
tanda bahaya dan dengue berat. Dimana kemungkinan terkena Dengue jika tinggal atau
pernah pergi ke daerah endemik dengue disertai gejala demam dan 2 dari gejala lainnya yang
berupa mual muntah, ruam, nyeri dan sakit sendi otot, tes tornikuet positif, leukopeni dan
adanya tanda-tanda bahaya. Tanda-tanda bahaya pada Dengue berupa nyeri atau nyeri tekan
abdomen, muntah persisten, terdapat tanda-tanda penumpukan cairan secara klinis,
perdarahan mukosa, letargi, gelisah, pembesaran liver > 2 cm, dan secara laboratoris terdapat
peningkatan hematokrit yang diikuti dengan penurunan cepat dari trombosit. Sedangkan
dipastikan dengue dengan pemeriksaan laboratoris. Sedangkan kriteria dari Dengue berat
adalah ada 1 atau lebih tanda dan gejala dari kebocoran plasma berat, perdarahan berat, dan
gangguan organ berat. Menurut Hadinegor et all,2 Dengue dibagi menjadi demam dengue dan
demam berdarah dengue. Demam dengue dibagi menjadi probable dan confirmed/diagnosis
pasti. Kasus probable jika terdapat demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis:
sakit kepala, nyeri belakang mata, mialgia, artralgia, ruam, manifestasi perdarahan, dan
leukopenia dan didukung hasil pemeriksaan laboratorium serologis (titer antibodi dengan tes
hemaglutinasi-inhibisi >= 1280, yang sebanding dengan titer IgG enzim linked
immunosorbent assay (ELISA) atau test antibodi IgM positif pada spesimen serum akut pada
spesimen serum akut atau konvvelsen atau pasien berasal dari daerah yang pada saat yang
sama ditemukan kasus confirmed DD. Kasus confirmed jika kasus yang telah dikonfirmasi
dengan kriteria laboratoris: isolasi virus dengue dari serum atau sampel otopsi, peningkatan
titer antibodi 4 kali pada pasangan serum akut dan konvalesen, positif antigen dengue virus
pada pemeriksaan otopsi jaringan, serum atau cairan serebrospinal dengan metode
immunochemistry, immunoflupressence atau ELISA, pemeriksaan Polymerase Chain
Reaction (PCR) positif.
Sedangkan DBD memiliki kriteria klinis dan laboratoris. Kriteria klinis berupa
demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari,
terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan uji Torniquet postif, petekie, ekimosis,
purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi. hematemesis dan atau melena,
pembesaran hati, syok yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan
nadi, hipotensi kaki dan tangan dinging, kulit lembab dan pasien tampak gelisah. Kriteria
2
laboratoris dari DBD adalah trombositopenia (100.000/l atau kurang) dan adanya kebocoran
plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler dengan manifestasi peningkatan hematokrit
>= 20% atau penurunan hematokrit <= 20% dari nilai standar, setelah dilakukannya
penggantian volume plasma. Dua kriteria klinis ditambah satu dari kriteria laboratoris (atau
hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakan diagnosa sementara DBD. Derajat
penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah ditemukan
trombositopeni dan hemokonsentrasi) yaitu derajat I, II, III, dan IV. Keterangan derajat
penyakit DBD dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.
2.2 Epidemiologi
Dengue merupakan penyakit utama kedua penyebab dirawat inap pada rumah sakit
dengan jumlah kasus sebanyak 156 ribu kasus di seluruh Indonesia dan memiliki case fatality
rate (CFR) mencapai 0,87%. Angka CFR ini lebih menurun dibanding tahun 2006 (1,04%)
namun kasus DBD yang didapat lebih tinggi dari tahun 2006. Provinsi yang paling banyak
terkena kasus DBD adalah di provinsi Jawa Timur, sedangkan daerah dengan CFR tertinggi
adalah di provinsi Maluku (16,67%).4
2.3 Etiologi
Demam Dengue dan demam berdarah Dengue disebabkan oleh virus Dengue yang
termasuk kelompok B Arthropod Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus, famili Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Infeksi terhadap satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe lain terserbut. Seorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3
atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai
3
daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus Dengue yangh dilakukan sejak 1975 di
beberapa rumah sakit menunjukan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak
yang menunjukan manifestasi klinik yang berat.2
4
makulopapular atau bentuk skarlatina. Selanjutnya pada fase penyembuhan suhu turun dan
timbul petekie yang menyeluruh pada kaki dan tangan dan diantara petekie dapat dijumpai
area kulit normal berupa bercak keputihan, kadang-kadang dirasa gatal. Perdarahan kulit pada
Demam Dengue terbanyak adalah uji Tourniquet positif dengan atau tanpa petekie.1
Derajat penyakit sangat bervariasi, berbeda untuk tiap individu dan pada daerah
epidemi. Perjalanan penyakit biasanya pendek 5 hari, tetapi dapat memanjang pada dewasa
sampai beberapa minggu. Pada dewasa sering kali disertai lemah, depresi dan bradikardia.
Perdarahan seperti mimisan, perdarahan gusi, hematuria, dan menorrhagia, sering terjadi pada
saat epidemi DD. Walaupun jarang, kadang-kadang terjadi perdarahan hebat walaupun jarang
menyebabkan kematian. DD yang disetai dengan maiofestasi perdarahan harus dibedakan
dengan DBD.1
Secara laboratoris pada fase akut (awal demam) akan dijumpai jumlah leukosit
normal, kemudian menjadi leukopenia selama fase demam. Jumlah trombosit pada umumnya
normal, demikian pula semua faktor pembekuan; tetapi pada saat epidemi, dapat dijumpai
trombositopenia. Serum biokimia pada umumnya normal, namun enzim hati dapat
meningkat.1
Manifestasi klinis DD menyerupai berbagai penyakit, misalnya infeksi virus
chikunguya, demam tifoid, leptospirosis, dan malaria. Diagnosis dapat dibantu dengan
pemeriksaan serologis atau isolasi virus.1
Pada DBD terjadi perubahan patofisiologi pada infeksi dengue yang menentukan
perbedaan perjalanan penyakit antara DBD dengan DD. Perubahan patofisiologis tersebut
adalah kelainan hemostasis dan perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui
dengan adanya trombositopenia dan peningkatan hematokrit. Oleh karena itu,
trombositopenia (sedang sampai berat) dan hemokonsentrasi merupakan kejadian yang selalu
dijumpai. Demam berdarah dengue dapat menyerang semua golongan umur, walupun sampi
saat ini DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat
kecenderungan kenaikan proporsi kelompok dewasa DBD.1
Gejala klinis DBD diawali dengan demam mendadak, disertai dengan muka
kemerahan (flushed face) dan gejala klinis lain yang tidak khas, menyerupai gejala demam
dengue, seperti anoreksia, muntah, nyeri kepala, dan nyeri pada otot dan sendi. Pada beberapa
pasien mengeluh nyeri tenggorokan dan pada pemeriksaan faring hiperemis. Gejala lain yaitu
perasaan tidak enak di daerah epigastrium, nyeri di bawah lengkungan iga kanan, kadang-
kadang nyeri perut dapat dirasakan di seluruh perut. Terdapat empat gejala/tanda utama DBD
yang akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.1
5
Gejala demam pada DBD awalanya didahului oleh demam tinggi yang mendadak,
terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak mempan dengan obat antipiretik.
Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40 oC dan dapat terjadi kejang demam. Akhir
fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase demam mulai cenderung
menurun dan pasien tampak seakan sembuh, hati-hati karena fase tersebut dapat sebagai awal
kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga dari demam. Hari ke 3,4,5 adalah fase kritis yang
harus dicermati pada hari ke 6 dapat terjadi syok. Kemungkinan terjadi perdarahan dan kadar
trombosit sangat rendah (<20.000/l).1
Tanda-tanda perdarahan pada DBD terjadi karena vaskulopati, trombositopenia dan
gangguan fungsi trombosit, serta koalugasi intravaskular yang menyeluruh. Jenis perdarahan
yang terbanyak adalah perdarah kulit seperti uji Tourniquet (uji Rumple Leede/uji bendung)
positif, petekie, purpura, ekimosis, dan perdarahan konjungtiva. Petekia merupakan tanda
perdarahan yang tersering ditemukan. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam
tetapi dapat pula dijumpai hari ke 3,4,5 demam. Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas
gigitan nyamuk, untuk membedakannya lakukan penekanan pada bintik merah yang dicurigai
dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan atau dengan meregangkan kulit. Jika
bintik merah menghilang berarti bukan petekie. Perdarahan lain yaitu epistaksis, perdarahan
gusi, melena, dan hematemesis. Pada anak yang belum pernah mengalami mimisan, maka
mimisan merupakan tanda penting. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan konjungtiva
atau hematuria. Tanda perdarahan seperti terserbut tidak semua terjadi pada seseorang pasien
DBD. Perdarahan yang paling ringan adalah uji Torniquet positif yang berarti kerapuhan
kapiler meningkat. Perlu diingat bahwa hal ini juga dapat djumpai pada penyakit virus lain
(misalnya campak, demam chikunguya), infeksi bakteri (tifus abdominalis) dan lain-lain. Uji
Torniquet positif akan banyak kegunaanyan apabila secara klinis diduga DBD, oleh karena
pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD mempunyai hasil uji Torniquet positif. Uji
Torniquet dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 petekie pada area 1 inci persegi (2,8
cm x 2,8 cm) di lengan bagian bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku. Cara
melakukan uji tornikuet adalah sebagai berikut.1
Pasang manset anak pada lengan atas (ukuran manset sesuaikan dengan umur anak
yaitu lebar manset = 2/3 lengan atas)
Pompa tensimeter untuk mendapatkan tekanan sistolik dan tekanan diastolik
6
Aliran darah pada lengan atas dibendung pada tekanan antara sistolik dan diastolik
(rata-rata tekanan sistolik dan diastolik) selama 5 menit. (Bila terlihat adanya bintik-
bintik merah >= 10 buah, pembendungan dapat dihentikan)
Lihat pada bagian bawah lengan depan (daerah volar) dan atau daerah lipatan siku
(fossa cubiti), apakah timbul bintik-bintik merah, tanda perdarahan (petekie)
Hasil uji Torniquet dinyatakan positif (+) bila ditemuakn >= 10 bintik perdarahan
(petekia) pada luas 1 inci persegi.
Hepatomegali pada umunya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari
hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah lengkungan iga kana.
Proses pembesaran hati, dari tidak teraba, dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD.
Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada
daerah tepi hati, berhubungan dengan adanya perdarahan. Nyeri perut lebih tampak jelas pada
anak besar dari pada anak kecil. Pada sebagian kecil kasus dapat dijumpai ikterus.1
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah
demam turun. Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan
tekanan darah, akral ekstremitas terabab dingin, disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini
memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang
dapat bersifat ringan atau sementara. Pasien biasanya akan sembuh spontan setelah
pemberian cairan dan elektrolit. Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi
buruk setelah beberapa hari demam. Pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara
hari sakit ke 3-7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama
pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasine menjadi gelisah, nadi cepat, lemah,
kecil sampai tak teraba. Pada saat akan terjadi syok, beberapa pasien tampak sangat lemah
dan sangat gelisah. Sesaat sebelum syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut. Syok
ditandai dengan denyut nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau
kurang) atau hipotensi (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg), kulit dingan dan
lembab. Syok merupakan tandan kegawatan yang harus mendapat perhatian serius , oleh
karena bila tidak diatasi sebaik-baiknya dan secepatnya dapat menyebabkan kematian. Pasien
dapat dengan cepat masuk ke dalam fase kritis yaitu syok berat (profound shock), pada saat
itu tekanan darah dan nadi tidak dapat terukur lagi. Syok dapat terjadi dalam waktu yang
sangat singkat, pasien dapat meninggal dalam waktu 12-24 jam. Apabila syok tidak dapat
segera diatasi dengan baikm akan terjadi komplikasi yaitu asidosis metabolik, perdarahan
saluran cerna hebat atau perdarahan lain, hal ini pertanda prognosis buruk. Sebagian besar
7
pasien masih tetap sadar walupun telah memasuki fase terminal. Pasien dengan perdarahan
intraserebral dapat disertai kejang dan koma. Ensefalopati dapat terjadi berhubungan dengan
gangguan metabolik dan elektrolit.1
Penyembuhan DBD dengan atau tanpa syok akan terjadi cepat, akan tetapi kadang-
kadang sulit diramalkan. Walaupun dari sebagian besar pasien dengan syok berat, bila
pengobatannya adekuat pasien akan sembuh kembali dalam waktu 2-3 hari. Timbulnya nafsu
makan dan pengeluaran urin yang cukup merupakan tanda prognosis yang baik. Pada saat
penyembuhan seringakali disertai sinus bradikardi atau denyut nadi yang tidak teratur
(aritmia) dan adanya ruam petekia yang menyeluruh dengan bagian kulit sehat berupa bercak
putih diantaranya, terdapat pada daerah distal (kaki, tangan, kadang-kadang terjadi di muka).1
9
Gambar 1. Pilihan laboratori diagnostik pada pasien curiga Dengue.5
2.7 Patogenesis
Patogenesis DBD dan SSD (sindrom syok dengue) mempunyai 2 teori yang masih
dianut yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis
immune enhancement, Hipotesis ini menyatakan pasien yang mengalami infeksi kedua
kalinya dengan serotipe yang heterolog mempunyai risiko berat untuk menderita DBD,
karena antibodi heterolog akan mengenal virus tersebut dan membentuk kompleks antigen
antibodi dan berikatan dengan reseptor Fc dari membran leukosit terutama makrofag. Karena
antibodi bersifat heterolog, virus tidak dinetralisasi dalam sel, sehingga akan melakukan
replikasi dalam sel makrofag dan dapat terjadi antibody dependent enhancement (ADE).
Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebur, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemik dan syok.1
Patogenesis terjadinya syok menurut hipotesis the secondary heterologous infection
yaitu sebagai akibat infeksi sekunder dari tipe virus dengue yang berlainan, respons antibodi
anamnestik yang terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG dengue. Disamping itu,
replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat
10
terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus
kompkes antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan
aktivasi sistem kompleme, dimana C3a dan c5a mengakibatkan peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang
ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai >=
30% dan berlangsung 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan
kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa
(efusi pleura, ascites). Selain mengaktivasi komplemen, kompleks antigen-antibodi juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel
endotel. Kedua faktor tersebut yang berperan dalam manifestasi perdarahan pada DBD.
Agregasi tromobosit terjadi karena perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran
trombosit yang menyebabkan pengeluaran ADP, sehingga trombosit melekat satu sama lain.
Hal ini akan menyebabkan trombosit akan dihancurakan oleh RES sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (DIC), ditandai dengan peningkatan
Fibrinogen Degradation Product (FDP) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun
jumlaj trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Disisi lain, aktivasi koagulasi
akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga
memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Hipotesis kedua menyatakan bahwa virus Dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat
tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh
nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan viremia, peingkatan virulensi, dan mempunyai potensi
menimbulkan wabah. Selain itu, beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk
menimbulkan wabah besar. 1
1 Demam Dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan:3
Tirah baring, selama masih demam.
Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
Untuk menurunkan suhu menjadi <39C, dianjurkan pemberian parasetamol.
Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (kontraindikasi) oleh karena dapat meyebabkan
gastritis, perdarahan, atau asidosis.
Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, di samping
air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen.
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.
Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat
terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita
sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas
saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat
12
tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa
disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri
perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti
mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan
tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit. Pada pasien yang
tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2 - 3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.
Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila
cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang
berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang
diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam
pada DBD. Steroid tidak memperpendek lamanya penyakit atau memperbaiki prognosis pada
anak yang mendapat terapi pendukung (suportif) yang teliti.1
13
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia
dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta
larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama. Setelah
keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24
jam berikutnya. Bayi yang masih minum ASI, tetap harus diberikan disamping larutan oralit.
Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.1
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode
kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam.
Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik
untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma
dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum
dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal
satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan
hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif
walaupun tidak terlalu sensitif.1
14
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang
diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai
cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5
sampai 8%), lihat tabel 2.
Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah,
letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah, tekanan nadi
menyempit (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari kadar
hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus-menerus walaupun telah diberi cairan
intravena.
Pemilihan jenis dan volume cairan yang dibutuhkan tergantung umur, berat badan dan
kehilangan plasma yang disesuaikan dengan derajat hemokosentrasi. Pada anak yang gemuk,
kebutuhan cairan disesuaikan berat badan ideal untuk umur anak yang sama. Kebutuhan
cairan rumatan, lihat tabel 3.
Jenis Cairan
Larutan kristaloid yang direkomendasi WHO adalah larutan ringer laktat (RL) atau
dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), ringer asetat (D5/RA), 5% dalam
larutan ringer asetat (D5/RA), NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dalam larutan garam faali.
Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang
15
mengandung dekstran. Sedangkan larutan koloid adalah dekstran 40 dan plasma darah.
Transfusi darah segar atau suspensi atau trombosit dalam plasma mungkin diperlukan
untuk mengendalikan perdarahan; transfusi ini tidak boleh diberikan selama
hemokonsentrasi tetapi hanya sesudah evaluasi harga hemoglobin atau hematokrit.3
16
Pemasangan CVP yang ada kadangkala pada pasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan
lagi.2
Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan
nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa
keadaaan sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48
jam syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat
terjadi reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit
setelah pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat
edema paru dan gagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini
jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang
kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya
fase reabsorbsi. 2
Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok.
Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula
pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.3
Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok,
terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian transfusi darah
diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk
mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi.
Penurunan hematokrit (misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun
telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian
darah segar dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel
17
darah merah dan faktor pembesar trombosit. Plasma segar dan atau suspensi trombosit
berguna untuk pasien dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok
berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian.
Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin parsial, waktu protombin, dan
fibrinogen degradation products harus diperiksa pada pasien syok untuk mendeteksi
terjadinya dan berat ringannya KID. Pemeriksaan hematologis tersebut juga menentukan
prognosis.2,3
Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk
menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah:
Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau
lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien
stabil.
Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah,
dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.
Jumlah dan frekuensi diuresis.
Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume
intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1
ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda
overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya furosemid 1
mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin tetap
harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok
belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamin perlu dipertimbangkan.
Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat menentukan
diagnosis DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman tatalaksana awal adalah sebagai
berikut.1
18
Bagan 2: Tatalaksana Kasus Tersangka DBD (Rawat Inap) atau Demam Dengue
19
Bagan 3: Tatalaksana DBD Derajat I dan II
20
Bagan 4: Tatalaksana DBD Derajat III & IV atau DSS.
21
22
Kriteria Memulangkan Pasien
Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini :
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/l
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik
2.10. Pencegahan
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DBD ialah sebagai berikut :
a Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DBD.
b Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat
sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara
spontan.
c Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah,
rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
d Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi.
2.11. Komplikasi
Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati dengue diduga terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan, disfungsi hati, edema otak, perdarahan kapiler serebral, gangguan
metabolik seperti hipoksemia atau hiponatremia serta trombosis pembuluh darah otak
sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular diseminata (KID) atau DIC.
Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apati atau somnolen,
dengan atau tanpa disertai kejang, dan dapat terjadi pada DBD/SSD. Untuk memastikan
adanya ensefalopati, bila ada syok harus diatasi terlebih dahulu. Pungsi lumbal dikerjakan
bila syok telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hati-hati bila jumlah trombosit
<50.000/L). Pada ensefalopati dengue dapat dijumpai peningkatan kadar transaminase
(SGOT/SGPT), PT, dan PTT memanjang, kadar gula darah menurun, alkalosis pada
analisa gas darah, dan hiponatremia (bila mungkin kadar amoniak darah).
23
Pada enselopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok telah
teratasi, selanjutnya cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO 3 dan
jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dekstrosa segera ditukar
dengan larutan NaCl (0.9%) : glukosa (5%) = 3:1. Untuk mengurangi edema otak
diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya
kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K
intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan >60 mg%. Perawatan jalan
nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak
dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak
diperlukan (misalnya anatsid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat
dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat.
Bila perlu dilakukan transfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino
rantai pendek.
Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun
jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan
volume intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik.
Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui
apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan >1ml/kgBB/jam. Oleh karena bila syok
belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok
berulang. Pada keadaan syok berat seringkali dijumpai acute tubulular nekrosis, ditandai
dengan penurunan jumlah urin, dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.1
Edema Paru
Edema pari adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan (overload). Pemberian caian pada hari sakit ketiga sampai kelima
sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena
perembesan plasma masih terjadi. Akan tetapi apabila pada saat terjadi reabsorbsi plasma
dari ruang ekstravaskular, cairan masih diberikan (kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit) pasien akan
mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan
24
gambaran edema paru pada foto dada. Gambaran edema paru harus dibedakan dengan
perdarahan paru.1
2.12. Prognosis
Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan
biasa. Bila tidak disertai renjatan dalam 24 36 jam, biasanya prognosis akan menjadi
baik. Pasien dapat dipulang apabila memenuhi semua keadaan sebagai berikut: tampak
perbaikan secara klinis, tidak demam selain 24 jam tanpa antipiretik, tidak dijumpai distres
pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis), hematokrit stabil, jumlah
trombosit cenderung naik > 50.000/pl, tiga hari setelah syok teratasi, dan nafsu makan
membaik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan, kemungkinan sembuh kecil
dan prognosisnya menjadi buruk. Penyebab kematian demam berdarah dengue cukup
tinggi yaitu 41,5 %. penderita dengan syok, tetapi dengan perawatan intensif yang cukup
kematian akan kurang dari 2%. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis
kelamin penderita demam berdarah dengue, tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada
anak perempuan daripada laki laki. Ketahanan hidup secara langsung terkait dengan
manajemen awal dan intensif.1
BAB III
25
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
26
1. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2007.
2. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana demam berdarah
dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen Keserhatan; 2006.
3. WHO. Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention, and control. New
Edition. France:WHO;2009.
4. Ministry of Health Republic of Indonesia. Indonesia health profile 2010. Jakarta:
Ministry of Health republic of Indonesia; 2011.
5. Simmons CP, Farrar JJ, Chau NVV, Wills B. Dengue. N Engl J Med 2012; 366:1423-
1432.
27