You are on page 1of 11

POST OPERASI LAPARATOMI

A. Pengertian

Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi


pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Long, 2000). Prosedur ini dapat
direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri abdomen yang tidak diketahui
penyebabnya atau pasien yang mengalami trauma abdomen.
Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber nyeri atau akibat trauma
dan perbaikan bila diindikasikan.

B. Jenis

1. Midline incision

Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan,


eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong ligamen
dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia
cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di
bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.

2. Paramedian

Yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi
atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi lambung,
eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta plenoktomi.
Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi
anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah
diperluas ke arah atas dan bawah

3. Transverse upper abdomen incision

yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan


splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision

Yaitu insisi melintang di bagian bawah 4 cm di atas anterior spinal iliaka,


misalnya; pada operasi appendectomy

C. Indikasi

1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)


Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak
diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk
(Ignativicus & Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis yaitu :
Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum)
yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi
atau sabuk pengaman.
2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga
abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis
primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi
appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon
(paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan
penyebab peritonitis tersier.
3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya)
aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai
kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari
obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan
gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila
penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa perlengketan (lengkung usus
menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut
setelah pembedahan abdomen), Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup
kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus),
Volvulus (usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan
demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang
terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau
dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas
kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus).
4. Appendisitis
5. Tumor abdomen
6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
7. Abscesses (a localized area of infection)
8. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines)
10. Intestinal perforation
11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
12. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)
13. Internal bleeding

D. Post Operasi Laparatomi


Post op atau Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses
pembedahan pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Tindakan post operatif
dilakukan dalam 2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan
berkelanjutan setelah fase post operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan
perawatan post laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan
perawatan yang di berikan kepadaklien yang telah menjalani operasi pembedahan
abdomen.

E. Tujuan perawatan post laparatomi


a) Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
b) Mempercepat penyembuhan.
c) Mengembalikan fungsi klien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
d) Mempertahankan konsep diri klien.
e) Mempersiapkan klien pulang.

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :
a) Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
b) Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
c) Kelemahan
d) Mual, muntah, anoreksia
e) Konstipasi

G. Komplikasi
a) Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan
ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme.
Manifestasi Klinis :
Pucat
Kulit dingin dan terasa basah
Pernafasan cepat
Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
Nadi cepat, lemah dan bergetar
Penurunan tekanan nadi
Tekanan darah rendah dan urine pekat.
b) Hemorrhagi
Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan
Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan
tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut
dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat.
Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip
karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau
mengalami erosi oleh selang drainage.
Manifestasi Klinis Hemorrhagi : Gelisah, , terus bergerak, merasa haus, kulit
dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam,
bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.

H. Pengkajian Keperawatan
a) Respiratory
b) Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.
c) Sirkulasi
d) Tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
e) Persarafan : Tingkat kesadaran.
f) Balutan
1) Apakah ada tube, drainage ?
2) Apakah ada tanda-tanda infeksi?
3) Bagaimana penyembuhan luka ?
g) Peralatan
1) Monitor yang terpasang.
2) Cairan infus atau transfusi.
h) Rasa nyaman
Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.
i) Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.
j) Data subyektif meliputi;
1) Nyeri yang sangat pada daerah perut.
k) Data obyektif meliputi :
1) Napas dangkal
2) Tensi turun
3) Nadi lebih cepat
4) Abdomen tegang
5) Defense muskuler positif
6) Berkeringat
7) Bunyi usus hilang
8) Pekak hati hilang

I. Pengkajian Primer
Keluhan utama dan pengkajian tanda vital. Bantuan medis harus segera
dilakukan. Lakukan pengkajian dengan menggunakan prinsip ABCDE:
1. Airway
a. Kaji dan pertahankan jalan napas
b. Gunakan alat bantu dalam membebaskan jalan napas jika diperlukan
c. Pertimbangkan untuk merujuk ke bagian anestesi untuk dilakukan intubasi
apabila tidak dapat mempertahankan jalan napas.
2. Breathing
a. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter dengan tujuan
mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 92%.
b. Berikan oksigen dengan alirang yang tinggi melalui bag-valve-mask ventilation.
c. Kaji jumlah pernapasan
d. Lakukan pemeriksaan sistem penapasan
e. Lakukan pemeriksaan x-ray dada
3. Circulation
a. Kaji heart rate dan rhythm.
b. Ukur tekanan darah
c. Lakukan pemeriksaan EKG
d. Pasang IV Acces (infus)
4. Disability
Kaji tingkat kesaddaran dengan menggunakan AVPU.
5. Exposure
Lakukan pemeriksaan kesehatan dan riwayat penyakit apabila pasien stabil.

J. Pengkajian Sekunder
1. Identitas diri
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, alamat.
2. Riwayat penyakit/riwayat keperawatan
Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang sekarang dapat
diperoleh melalui oranglain (keluarga, tim medis lain) karena kondisi pasien
yang dapat bentuan ventilator tidak mungkin untuk memberikan data secara
detail. Pengkajian ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan penyebab atau
faktor pencetus terjadinya gagal nafas/dipasangnya ventilator.
3. Keluhan
Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa dilakukan dengan
cara pasien diberi alat tulis untuk menyampaikan keluhannya. Keluhan pasien
yang perlu dikaji adalah rasa sesak nafas, nafas terasa berat, kelelahan dan
ketidaknyamanan.
Sistem tubuh,
4. Sistem pernafasan
a. Setting ventilator meliputi:
Mode ventilator
- CR/CMV/IPPV (Controlled Respiration/Controlled Mandatory
Ventilation/Intermitten Positive Pressure Ventilation)
- SIMV (Syncronized Intermitten Mandatory Ventilation)
- ASB/PS (Assisted Spontaneus Breathing/Pressure Suport)
- CPAP (Continous Possitive Air Presure)
FiO2: Prosentase oksigen yang diberikan
PEEP: Positive End Expiratory Pressure
Frekwensi nafas
b. Gerakan nafas apakah sesuai dengan irama ventilator
c. Expansi dada kanan dan kiri apakah simetris atau tidak
d. Suara nafas: adalah ronkhi, whezing, penurunan suara nafas
e. Adakah gerakan cuping hidung dan penggunaan otot bantu tambahan
f. Sekret: jumlah, konsistensi, warna dan bau
g. Humidifier: kehangatan dan batas aqua
h. Tubing/circuit ventilator: adakah kebocoran tertekuk atau terlepas
i. Hasil analisa gas darah terakhir/saturasi oksigen
j. Hasil foto thorax terakhir
5. Sistem kardiovaskuler
Pengkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui adanmya gangguan
hemodinamik yang diakibatkan setting ventilator (PEEP terlalu tinggi) atau
disebabkan karena hipoksia. Pengkajian meliputi tekanan darah, nadi, irama
jantung, perfusi, adakah sianosis dan banyak mengeluarkan keringat.
6. Sistem neurologi
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adalah nyeri kepala, rasa ngantuk, gelisah
dan kekacauan mental.
7. Sistem urogenital
Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine menunjukkan
adanya gangguan perfusi ginjal)
8. Status cairan dan nutrisi
Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan status nutrisi dn
cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan yang berlebihan dan albumin
yang rendah akan memperberat oedema paru.
9. Status psycososial
Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering mengalami depresi
mental lyang dimanifestasikan berupa kebingungan, gangguan orientasi, merasa
terisolasi, kecemasan dan ketakutan akan kematian.
10. Aktifitas
Gejala :
- Kelemahan
- Kelelahan
- Tidak dapat tidur
- Pola hidup menetap
- Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
- Takikardi
- Dispnea pada istirahat atau aaktifitas.
11. Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan
berat badan
12. Higiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
Tanda : perubahan mental, kelemahan

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya luka invasif
2. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
4. Gangguan imobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas dari anggota
tubuh.
L. INTERVENSI
a) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka invasif

Tujuan: klien menunjukkan integritas kulit dalam keadaan normal.


Kriteria hasil: tidak adanya tanda-tanda kerusakan integritas kulit.
Intervensi :
1. Berikan perawatan luka operasi yang bersih.
Rasional : mencegah terjadinya infeksi yang dapat membuat terjadinya
kerusakan integritas kulit lebih lanjut.
2. Latih alih baring
Rasional : mencegah terjadinya dekubitus
3. Berikan sandaran atau tahanan yang lembut pada daerah- daerah yang mungkin
terjadi luka
dekubitus
4. Hindari terjadinya infeksi pada luka operasi yang dapat membuat parahnya
integritas kulit.
Rasional : adanya infeksi dapat membuat kerusakan integritas kulit leb
5. Pemberian antibiotik sistemik parah.
Rasional : pemberian antibiotik dapat membantu membasmi bakteri sehingga
infeksi kulit tidak meluas
b) Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif
Tujuan : memenuhi kebutuhan rasa nyaman pada klien.
Kriteria hasil: klien melaporkan nyeri abdomen berkurang
1. Gunakan analgetik

Rasional : mengurangi rasa nyeri akibat sayatan.


2. Ajarkan teknik relaksasi pada klien.

Rasional : untuk membantu mengalihkan nyeri yang dirasakan.


3. Berikan lingkungan yang nyaman

Rasional: agar pasien dapat beristirahat dengan baik.


c) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Tujuan : klien tidak terkena infeksi


Kriteria hasil: klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Intervensi :

1. Selalu cuci tangan setelah menyentuh klien atau benda-benda yang kemungkinan
terkontaminasi serta sebelum memberikan tindakan kepada klien lain.
Rasional : mencegah infeksi silang antar pasien yang dapat memperburuk
keadaan pasien

2. Semua benda-benda yang terkontaminasi dibuang atau dimasukan ke dalam


tempat khusus dan diberi label sebelum dilakukan dekontaminasi atau diproses
ulang kembali
: mencegah penyebaran kuman
3. Pastikan luka sayatan dalam keadaan tertutup.

Rasional; mencegah terjadinya terpapar kuman dari luar.

d) Gangguan mobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas dari


anggota tubuh.
Tujuan: klien dapat melakukan aktivitas dengan normal.
Kriteria hasil; klien dapat berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang biasa
dilakukan secara mandiri.
Intervensi:

1. Bantu klien untuk melakukan aktivitas yang biasa di lakukan

Rasional; membantu memenuhi kebutuhan yang biasa di lakukan secara mandiri.

2. Lakukan ROM pada anggota tubuh yang lain

Rasional: mencegah terjadinya kelemahan otot akibat pergerakan terbatas.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,. Ed. 8.Volume 3.
Jakarta : EGC; 2002

Long C, Barbara. Perawatan Medikal Bedah. Volume 2. Bandung: Yayasan


IAPK Pajajaran; 2000.

Marilyn E. Doenges, et al, 1997, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, jakarta

Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma, 1995 Patofisiologi, konsep klinik
proses- proses penyakit ed. 4, EGC, Jakarta

You might also like