You are on page 1of 263

No Jenis Pajak

1 PPh pasal 22
Objek

a. Impor

a. Impor

a. Impor
a. Impor

b. Pembayaran atas Pembelian Barang


(oleh Bendaharawan pemerintah, KPA, Bendaharawan
Pengeluaran)

c.1 Penjualan Hasil Produksi dan Penjualan dari Impor di


bidang Migas dan pelumas kepada SPBU
Pertamina/Agen/Penyalur

c.1 Penjualan Hasil Produksi dan Penjualan dari Impor di


bidang Migas dan pelumas kepada SPBU
Pertamina/Agen/Penyalur

c.1 Penjualan Hasil Produksi dan Penjualan dari Impor di


bidang Migas dan pelumas kepada SPBU
Pertamina/Agen/Penyalur

c.1 Penjualan Hasil Produksi dan Penjualan dari Impor di


bidang Migas dan pelumas kepada SPBU
Pertamina/Agen/Penyalur
c.2 Penjualan Hasil Produksi dan Penjualan dari Impor di
bidang Migas dan pelumas kepada swasta/ SPBU bukan
Pertamina/ non SPBU

c.2 Penjualan Hasil Produksi dan Penjualan dari Impor di


bidang Migas dan pelumas kepada swasta/ SPBU bukan
Pertamina/ non SPBU

c.2 Penjualan Hasil Produksi dan Penjualan dari Impor di


bidang Migas dan pelumas kepada swasta/ SPBU bukan
Pertamina/ non SPBU

c.2 Penjualan Hasil Produksi dan Penjualan dari Impor di


bidang Migas dan pelumas kepada swasta/ SPBU bukan
Pertamina/ non SPBU

d. Penjualan Hasil Produksi di dalam negeri

d. Penjualan Hasil Produksi di dalam negeri

d. Penjualan Hasil Produksi di dalam negeri


d. Penjualan Hasil Produksi di dalam negeri

e. Industri dan Eksportir yang bergerak dalam sektor:

e. Industri dan Eksportir yang bergerak dalam sektor:

e. Industri dan Eksportir yang bergerak dalam sektor:

e. Industri dan Eksportir yang bergerak dalam sektor:

f. Wajib Pajak Badan Tertentu atas penjualan barang-barang


yang tergolong mewah
Subobjek Tarif

1. menggunakan API 2,5%

2. menggunakan API (kedelai,


0,5%
gandum, tepung terigu)

3. tidak menggunakan API 7,5%


4. yang tidak dikuasai 7,5%

b. Pembayaran atas
Pembelian Barang
(oleh Bendaharawan
1,5%
pemerintah, KPA,
Bendaharawan
Pengeluaran)

- Premium, Premix, Solar,


0,25%
Super TT

- Minyak tanah 0,3%

- Gas LPG 0,3%

- Pelumas 0,3%
- Premium, Premix, Solar,
0,3%
Super TT

- Minyak tanah 0,3%

- Gas LPG 0,3%

- Pelumas 0,3%

1. semen 0,25%

2. baja 0,3%

3.kertas 0,1%
4. otomotif 0,45%

1. perhutanan 0,25%

2. perkebunan 0,25%

3. pertanian 0,25%

4. perikanan 0,25%

f. Wajib Pajak Badan


Tertentu atas penjualan
5%
barang-barang yang
tergolong mewah
Dasar Pengenaan Sifat

Nilai Impor Tidak Final

Nilai Impor Tidak Final

Nilai Impor Tidak Final


Harga Jual Lelang Tidak Final

Harga Pembelian Tidak Final

Harga Penjualan Final

Harga Penjualan Final

Harga Penjualan Final

Harga Penjualan Final


Harga Penjualan Tidak Final

Harga Penjualan Tidak Final

Harga Penjualan Tidak Final

Harga Penjualan Tidak Final

DPP PPN Tidak Final

DPP PPN Tidak Final

DPP PPN Tidak Final


DPP PPN Tidak Final

Harga Beli Tidak Final

Harga Beli Tidak Final

Harga Beli Tidak Final

Harga Beli Tidak Final

Harga Jual Final


Pemungut/
Saat Terutang
Pemotong

saat pembayaran bea masuk atau saat


penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang dalam
Bank Devisa dan Ditjen Bea Cukai hal bea masuk ditunda atau
dibebaskan (DJBC membuat Bukti
pemungutan; Lbr 1 WP, Lbr 2 KPP, Lbr
3 DJBC)

saat pembayaran bea masuk atau saat


penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang dalam
hal bea masuk ditunda atau
dibebaskan (DJBC membuat Bukti
pemungutan; Lbr 1 WP, Lbr 2 KPP, Lbr
3 DJBC)

saat pembayaran bea masuk atau saat


penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang dalam
hal bea masuk ditunda atau
dibebaskan (DJBC membuat Bukti
pemungutan; Lbr 1 WP, Lbr 2 KPP, Lbr
3 DJBC)
saat pembayaran bea masuk atau saat
penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang dalam
hal bea masuk ditunda atau
dibebaskan (DJBC membuat Bukti
pemungutan; Lbr 1 WP, Lbr 2 KPP, Lbr
3 DJBC)

Bendahara pemerintah : pusat/daerah,


lembaga negara lainnya , Kuasa Pengguna saat pembayaran
Anggaran (KPA), Bendahara pengeluaran

Produsen/ importir bahan bakar migas dan saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
pelumas Barang (delivery Order)

Produsen/ importir bahan bakar migas dan saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
pelumas Barang (delivery Order)

Produsen/ importir bahan bakar migas dan saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
pelumas Barang (delivery Order)

Produsen/ importir bahan bakar migas dan saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
pelumas Barang (delivery Order)
Produsen/ importir bahan bakar migas dan saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
pelumas Barang (delivery Order)

Produsen/ importir bahan bakar migas dan saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
pelumas Barang (delivery Order)

Produsen/ importir bahan bakar migas dan saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
pelumas Barang (delivery Order)

Produsen/ importir bahan bakar migas dan saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
pelumas Barang (delivery Order)

Badan usaha yang bergerak dalam


bidang usaha semen, baja, kertas pada saat penjualan
dan otomotif)

Badan usaha yang bergerak dalam


bidang usaha semen, baja, kertas pada saat penjualan
dan otomotif)

Badan usaha yang bergerak dalam


bidang usaha semen, baja, kertas pada saat penjualan
dan otomotif)
Badan usaha yang bergerak dalam
bidang usaha semen, baja, kertas pada saat penjualan
dan otomotif)

Badan usaha yang bergerak dalam


bidang perhutanan, perkebunan, pada saat pembelian
pertanian, dan perikanan)

Badan usaha yang bergerak dalam


bidang perhutanan, perkebunan, pada saat pembelian
pertanian, dan perikanan)

Badan usaha yang bergerak dalam


bidang perhutanan, perkebunan, pada saat pembelian
pertanian, dan perikanan)

Badan usaha yang bergerak dalam


bidang perhutanan, perkebunan, pada saat pembelian
pertanian, dan perikanan)

Wajib Pajak Badan yang melakukan


Pada saat Penjualan
penjualan barang yang tergolong mewah
Saat Penyetoran Saat Pelaporan

dilaporkan secara mingguan paling


disetor dalam jangka waktu 1 (satu)
lambat 7 (tujuh) hari setelah batas
hari sejak pemungutan yang dilakukan
waktu penyetoran pajak berakhir
oleh Bea Cukai
(dengan menggunakan SPT Masa)

dilaporkan secara mingguan paling


disetor dalam jangka waktu 1 (satu)
lambat 7 (tujuh) hari setelah batas
hari sejak pemungutan yang dilakukan
waktu penyetoran pajak berakhir
oleh Bea Cukai
(dengan menggunakan SPT Masa)

dilaporkan secara mingguan paling


disetor dalam jangka waktu 1 (satu)
lambat 7 (tujuh) hari setelah batas
hari sejak pemungutan yang dilakukan
waktu penyetoran pajak berakhir
oleh Bea Cukai
(dengan menggunakan SPT Masa)
dilaporkan secara mingguan paling
disetor dalam jangka waktu 1 (satu)
lambat 7 (tujuh) hari setelah batas
hari sejak pemungutan yang dilakukan
waktu penyetoran pajak berakhir
oleh Bea Cukai
(dengan menggunakan SPT Masa)

pada hari yang sama dengan


paling lambat 14 (empat belas) hari
pelaksanaan pembayaran,
setelah masa pajak berakhir (SSP
menggunakan SSP atas nama rekanan
sebagai bukti pemungutan)
dan ditandatangani bendahara

paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berikutnya masa
setelah masa pajak berakhir pajak berakhir

paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berikutnya masa
setelah masa pajak berakhir pajak berakhir

paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berikutnya masa
setelah masa pajak berakhir pajak berakhir

paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berikutnya masa
setelah masa pajak berakhir pajak berakhir
paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berikutnya masa
setelah masa pajak berakhir pajak berakhir

paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berikutnya masa
setelah masa pajak berakhir pajak berakhir

paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berikutnya masa
setelah masa pajak berakhir pajak berakhir

paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berikutnya masa
setelah masa pajak berakhir pajak berakhir

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir
paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir
Ket1
perundang-undangan kepabeanan;
10. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan
umum;
11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer,
termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan
keamanan negara;
13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program
Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
14. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-
buku pelajaran agama;
15. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan
danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu,
kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang,
dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau
alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan
oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau
perusahaan penangkapan ikan nasional;
16. pesawat udara dan suku cadang serta alat
keselamatan penerbangan atau alat keselamatan
manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional;
17. kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang
diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
18. peralatan yang digunakan untuk penyediaan data
batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia
yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia;
Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak ini,
yang berkenaan dengan:
1) Pembayaran yang jumlahnya paling banyak
Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah;
2) Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,
listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda
pos.
dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22
Dasar Hukum
Ket2
(terbaru)

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 154/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 253/PMK.03/2008

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 80/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 154/PMK.03/2010,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 253/PMK.03/2008,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 80/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 154/PMK.03/2010,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 253/PMK.03/2008,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 80/PMK.03/2010
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 154/PMK.03/2010,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 253/PMK.03/2008,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 80/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 154/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 253/PMK.03/2008

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 80/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 154/PMK.03/2010,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 253/PMK.03/2008,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 80/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 154/PMK.03/2010,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 253/PMK.03/2008,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 80/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 154/PMK.03/2010,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 253/PMK.03/2008,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 80/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 154/PMK.03/2010,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 253/PMK.03/2008,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 80/PMK.03/2010
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 154/PMK.03/2010,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 253/PMK.03/2008,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 80/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 154/PMK.03/2010,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 253/PMK.03/2008,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 80/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 154/PMK.03/2010,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 253/PMK.03/2008,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 80/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 154/PMK.03/2010,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 253/PMK.03/2008,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 80/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 154/PMK.03/2010,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 253/PMK.03/2008,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 80/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 154/PMK.03/2010,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 253/PMK.03/2008,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 80/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 154/PMK.03/2010,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 253/PMK.03/2008,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 80/PMK.03/2010
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 154/PMK.03/2010,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 253/PMK.03/2008,
Peraturan Menteri Keuangan
nomor 80/PMK.03/2010

Per Dirjen Pajak No. PER-


23/PJ/2009

Per Dirjen Pajak No. PER-


23/PJ/2009

Per Dirjen Pajak No. PER-


23/PJ/2009

Per Dirjen Pajak No. PER-


23/PJ/2009

Peraturan Menteri Keuangan


nomor 253/PMK.03/2008
Contoh Perhitungan
Contoh: PT Import mengimpor mesin dengan nilai
CIF US$ 10.000, Bea Masuk 25%, PPN 10%, PPnBM
20%, Kurs Menteri Keuangan Rp 9.200 per dollar.
PT Import sudah mempunyai API. PPh pasal 22
yang harus dipungut adalah...

PT Gandula mengimpor Gandum dengan nilai CIF


US$ 10.000, Bea Masuk 25%, PPN 10%, PPnBM
20%, Kurs Menteri Keuangan Rp 9.200 per dollar.
PT Import sudah mempunyai API. PPh pasal 22
yang harus dipungut adalah...

PT Import mengimpor mesin dengan nilai


CIF US$ 10.000, Bea Masuk 25%, PPN 10%, PPnBM
20%, Kurs Menteri Keuangan Rp 9.200 per dollar.
PT Import tidak mempunyai API. PPh pasal 22 yang
harus dipungut adalah...
Barang sitaan DJBC atas impor mesin dengan nilai
CIF US$ 10.000, Bea Masuk 25%, PPN 10%, PPnBM
20%, Kurs Menteri Keuangan Rp 9.200 per dollar.
PPh pasal 22 yang harus dipungut adalah...

Departeman Agama membeli 10 buah AC dari PT


Seger Angin dengan harga per unit
Rp 3.300.000 (termasuk PPN)

SPBU Pertamina membeli solar ke Pertamina


dengan harga Rp 100.000.000

Otong, Agen minyak tanah, membeli minyak tanah


ke Pertamina dengan harga Rp 100.000.000

Bang Kotan, Agen, membeli gas LPG ke Pertamina


dengan harga Rp 100.000.000

SPBU Pertamina membeli pelumas ke Pertamina


dengan harga Rp 100.000.000
PT Sakti, pemilik SPBU swasta membeli solar ke
Pertamina dengan harga Rp 100.000.000

PT Sakti, swasta membeli Minyak tanah ke


Pertamina dengan harga Rp 100.000.000

PT Sakti, pemilik SPBU swasta membeli gas LPG ke


Pertamina dengan harga Rp 100.000.000

PT Sakti, pemilik SPBU swasta membeli pelumas ke


Pertamina dengan harga Rp 100.000.000

PT Mulia Sejahtera membeli baja senilai


Rp 50.000.000 (tidak termasuk PPN) ke
PT Krakatau Steel
PT ABC membeli getah karet dari seorang
pedagang pengumpul seharga Rp. 2.000.000 tidak
termasuk PPn.

PT BAD membeli hasil perkebunan dari seorang


pedagang pengumpul seharga Rp. 2.000.000 tidak
termasuk PPn.

PT DEF membeli hasil pertaian dari seorang


pedagang pengumpul seharga Rp. 2.000.000 tidak
termasuk PPn.

PT CEF membeli ikan dari seorang pedagang


pengumpul ikan seharga Rp. 2.000.000 tidak
termasuk PPn.
Jawaban

PPh pasal 22 yang harus dipungut : CIF + Bea Masuk =


$12.500, Nilai Impor = $12.500 X Rp 9.200 = Rp
118.750.000, PPh psl 22 = 2,5% X Rp 118.750.000 =
Rp 2.968.750, PPh pasal 22 disetor sendiri oleh PT
Import ke Bank Devisa atau dipungut oleh DJBC pada
saat pelunasan bea masuk

PPh pasal 22 yang harus dipungut : CIF + Bea Masuk =


$12.500, Nilai Impor = $12.500 X Rp 9.200 = Rp
118.750.000, PPh psl 22 = 0,5% X Rp 118.750.000 =
Rp 593.750,- , PPh pasal 22 disetor sendiri oleh PT
Gandula ke Bank Devisa atau dipungut oleh DJBC pada
saat pelunasan bea masuk

PPh pasal 22 yang harus dipungut : CIF + Bea Masuk =


$12.500, Nilai Impor = $12.500 X Rp 9.200 = Rp
118.750.000, PPh psl 22 = 7,5% X Rp 118.750.000 =
Rp 8.906.250, PPh pasal 22 disetor sendiri oleh PT
Import ke Bank Devisa atau dipungut oleh DJBC pada
saat pelunasan bea masuk
PPh pasal 22 yang harus dipungut : CIF + Bea Masuk =
$12.500, Nilai Impor = $12.500 X Rp 9.200 = Rp
118.750.000, PPh psl 22 = 7,5% X Rp 118.750.000 =
Rp 8.906.250,-

PPh psl 22 yang harus dipungut :


1,5% X {(100/110 X Rp 3.300.000) X 10}
= Rp 450.000,-

PPh pasal 22 ini dipungut oleh bendahara Departemen


Agama ; SSP disetor dan ditandatangani oleh
bendaharawan atas nama Rekanan

PPh pasal 22 yang dipungut :


0,25% X Rp 100.000.000 = Rp 250.000,-
Yang memungut dan melapor adalah Produsen Migas
dan pelumas, yang setor PPh Pasal 22 adalah PT Sakti

PPh pasal 22 yang dipungut :


0,3 X Rp 100.000.000 = Rp 300.000,-
Yang memungut dan melapor adalah Produsen Migas
dan pelumas, yang setor PPh Pasal 22 adalah PT Sakti

PPh pasal 22 yang dipungut :


0,3 X Rp 100.000.000 = Rp 300.000,-
Yang memungut dan melapor adalah Produsen Migas
dan pelumas, yang setor PPh Pasal 22 adalah PT Sakti

PPh pasal 22 yang dipungut :


0,3 X Rp 100.000.000 = Rp 300.000,-
Yang memungut dan melapor adalah Produsen Migas
dan pelumas, yang setor PPh Pasal 22 adalah PT Sakti
PPh pasal 22 yang dipungut :
0,3 X Rp 100.000.000 = Rp 300.000,-
Yang memungut dan melapor adalah Produsen Migas
dan pelumas, yang setor PPh Pasal 22 adalah PT Sakti

PPh pasal 22 yang dipungut :


0,3 X Rp 100.000.000 = Rp 300.000,-
Yang memungut dan melapor adalah Produsen Migas
dan pelumas, yang setor PPh Pasal 22 adalah PT Sakti

PPh pasal 22 yang dipungut :


0,3 X Rp 100.000.000 = Rp 300.000,-
Yang memungut dan melapor adalah Produsen Migas
dan pelumas, yang setor PPh Pasal 22 adalah PT Sakti

PPh pasal 22 yang dipungut :


0,3 X Rp 100.000.000 = Rp 300.000,-
Yang memungut dan melapor adalah Produsen Migas
dan pelumas, yang setor PPh Pasal 22 adalah PT Sakti

PPh pasal 22 terutang :


0,3% X Rp 50.000.000 = Rp 150.000,-
SSP atas nama PT KS, yang setor dan tanda tangan di
SSP PT MS, yang melapor PT KS dengan menggunakan
SPT masa
PPh pasal 22 terutang :
0,25% X Rp 2.000.000 = Rp 5.000,-
SSP atas nama PT ABC, penyetoran dan pelaporan oleh
PT ABD dengan menggunakan SPT masa

PPh pasal 22 terutang :


0,25% X Rp 2.000.000 = Rp 5.000,-
SSP atas nama PT BAD, penyetoran dan pelaporan oleh
PT BAD dengan menggunakan SPT masa

PPh pasal 22 terutang :


0,25% X Rp 2.000.000 = Rp 5.000,-
SSP atas nama PT DEF, penyetoran dan pelaporan oleh
PT DEF dengan menggunakan SPT masa

PPh pasal 22 terutang :


0,25% X Rp 2.000.000 = Rp 5.000,-
SSP atas nama PT CEF, penyetoran dan pelaporan oleh
PT CEF dengan menggunakan SPT masa
No Jenis Pajak Objek

2 PPh pasal 23 a. Dividen, Bunga, Royalti, Ha


2 PPh pasal 23 b. Jasa Teknik, Jasa Manajemen,
2 PPh pasal 23 c. Sewa dan Penghasilan Lain
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
2 PPh pasal 23 d. Imbalan Jasa Lain :
subobjek

a. Dividen, Bunga, Royalti, Hadiah, Penghargaan, Bonus dan sejenisnya


b. Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi, Jasa konsultan
c. Sewa dan Penghasilan Lain sehubungan dengan Penggunaan Harta ke
1. Jasa Penilai (Appraisal)
2. Jasa Aktuaris
3. Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi Laporan Keuangan
4. Jasa Perancang (Design)
5. Jasa Pengeboran (drilling) di Bidang Penambangan Migas, kecuali y
6. Jasa Penunjang di Bidang Penambangan Migas
7. Jasa Penambangan dan Jasa Penunjang di Bidang Penambangan sela
8. Jasa Penunjang di Bidang Penerbangan dan Bandar Udara
9. Jasa Penebangan Hutan
10. Jasa Pengelolaan Limbah
11. Jasa penyediaan Tenaga Kerja (Outsourcing Service)
12. Jasa Perantara atau Keagenan
13. Jasa di Bidang Perdagangan Surat-surat berharga, kecuali yang dila
14. Jasa Kostodian/Penyimpanan/Penitipan, kecuali yang dilakukan KSEI
15. Jasa Pengisian Suara (Dubbing dan/atau Sulih Suara)
16. Jasa Mixing Film
17. Jasa Sehubungan dengan Software Komputer, Termasuk Perawatan,
18. Jasa Instalasi/Pemasangan Mesin, Peralatan, Listrik, Telepon, Air,
19. Jasa Perawatan/Perbaikan/Pemeliharaan Mesin, Peralatan, Listrik, T
20. Jasa Maklon
21. Jasa Penyelidikan dan Keamanan
22. Jasa Penyelenggara Kegiatan
23. Jasa Pengepakan
24. Jasa Penyediaan Tempat dan/atau Waktu dalam Media Massa, Media
25. Jasa Pembasi Hama
26. Jasa Kebersihan atau Cleaning Service
27. Jasa Katering atau Tata Boga
Tarif Dasar Pengenaan Final

15% Jumlah Bruto Tidak Final


2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
2% Jumlah Bruto Tidak Final
Pemungut/ Saat Terutang
Pemotong
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Pemberi Penghasilan Pada bulan dilakukannya pembayaran atau p
Saat Penyetoran Saat Pelaporan

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajakTanggal 20 bulan berikut setelah masa pajak
Ket1

- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN


- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
Ket2 Dasar Hukum
(terbaru)
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW Pasal 23 UU PPh No. 36 Tahun 2008
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW Pasal 23 UU PPh No. 36 Tahun 2008
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW Pasal 23 UU PPh No. 36 Tahun 2008
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki NPW PMK No. 244/PMK.03/2009
Contoh Perhitungan

Penghasilan Bruto berupa royalti sebesar Rp 2.000.0


Diketahui nilai kontrak jasa konstruksi sebesar Rp 1
Diketahui nilai sewa kendaraan sebesar Rp 1.400.00
Diterima Penghasilan atas jasa penilai sebesar Rp 3
Diterima Penghasilan atas jasa aktuaris sebesar Rp
Diterima Penghasilan atas jasa akuntansi sebesar Rp
Diterima Penghasilan atas jasa perancang sebesar R
Diterima Penghasilan atas jasa penngeboran sebesar
Diterima Penghasilan atas jasa mud enginereing seb
Diterima Penghasilan atas jasa pengeboran sebesar
Diterima Penghasilan atas Jasa penggunaan jembatan
Diterima Penghasilan atas jasa penebangan hutan s
Diterima Penghasilan atas jasa pengelolaa limbah S
Diterima Penghasilan atas jasa tenaga kerja sebesar
Diterima Penghasilan atas jasa keagenan sebesar Rp
Diterima Penghasilan sebesar Rp 55.000.000,-
Diterima Penghasilan atas jasa penitipan sebesar Rp
Diterima Penghasilan atas jasa dubbing sebesar Rp
Diterima Penghasilan atas jasa Mixing Film sebesar
Diterima Penghasilan atas jasa pembuatan aplikasi
Diterima Penghasilan atas jasa instalasi listrik sebe
Diterima Penghasilan atas jasa perawatan AC sebesa
Diterima Penghasilan atas jasa maklon sebesar Rp
Diterima Penghasilan atas jasa sewa detektif swasta
Diterima Penghasilan atas jasa penyelenggaraan kon
Diterima Penghasilan atas jasa pengepakan sebesar
Diterima Penghasilan atas jasa iklan sabun LUX sebe
Diterima Penghasilan atas jasa pembasi hama sebesa
Diterima Penghasilan atas jasa cleaning service seb
Diterima Penghasilan atas jasa catering sebesar Rp
Jawaban

PPh 23 terutang = 15% x Rp. 2.000.000,- = Rp. 300.000,-


PPh Pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 1.100.000.000,-) = Rp. 20.000.000,-
PPh Pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 1.400.000,-) = Rp 25.454,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 3.000.000,-) = Rp 54.545,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 3.300.000,-) = Rp. 60.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 4.400.000,-) = Rp 80.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 5.500.000,-) = Rp 100.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 6.600.000,-) = Rp 120.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 7.700.000,-) = Rp 140.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 8.800.000,-) = Rp 160.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 9.900.000,-) = Rp 180.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 11.000.000,-) = Rp 200.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 22.000.000,-) = Rp 400.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 33.000.000,-) = Rp 600.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 44.000.000,-) = Rp 800.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 55.000.000,-) = Rp 1.000.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 66.000.000,-) = Rp 1.200.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 77.000.000,-) = Rp 1.400.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 88.000.000,-) = Rp 1.600.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 990.000,-) = Rp 18.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 99.000.000,-) = Rp. 1.800.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 3.300.000,-) = Rp. 60.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 110.000.000,-) = Rp 2.000.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 5.500.000,-) = Rp 100.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 220.000.000,-) = Rp. 4.000.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 4.400.000,-) = Rp 80.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 3.300.000,-) = Rp 60.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 2.200.000,-) = Rp 40.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp 5.500.000,-) = 100.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x Rp 5.000.000,- = Rp 100.000,-
No Jenis Pajak Objek

Dikenakan terhadap wajib pajak kriteria tertentu yang


5 PPh Pasal 15 menggunakan Norma Penghitungan Khusus Penghasilan
Neto (NPKPN). Yaitu penghasilan yang diterima oleh :

Dikenakan terhadap wajib pajak kriteria tertentu yang


5 PPh Pasal 15 menggunakan Norma Penghitungan Khusus Penghasilan
Neto (NPKPN). Yaitu penghasilan yang diterima oleh :

Dikenakan terhadap wajib pajak kriteria tertentu yang


5 PPh Pasal 15 menggunakan Norma Penghitungan Khusus Penghasilan
Neto (NPKPN). Yaitu penghasilan yang diterima oleh :

Dikenakan terhadap wajib pajak kriteria tertentu yang


5 PPh Pasal 15 menggunakan Norma Penghitungan Khusus Penghasilan
Neto (NPKPN). Yaitu penghasilan yang diterima oleh :

Dikenakan terhadap wajib pajak kriteria tertentu yang


5 PPh Pasal 15 menggunakan Norma Penghitungan Khusus Penghasilan
Neto (NPKPN). Yaitu penghasilan yang diterima oleh :

Dikenakan terhadap wajib pajak kriteria tertentu yang


5 PPh Pasal 15 menggunakan Norma Penghitungan Khusus Penghasilan
Neto (NPKPN). Yaitu penghasilan yang diterima oleh :
Subobjek

a. Perusahaan pelayaran dalam negeri

b. Perusahaan penerbangan dalam negeri

c. Perusahaan pelayaran dan atau penerbangan luar negeri

d. WP LN yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia

e. WP yang melakukan kegiatan usaha maklon internasional di bidang


produksi mainan anak-anak

f. Pihak-pihak yang melakukan kerjasama dalam bentuk perjanjian


Bangunan Guna Serah ( Built, Operate and Transfer)
Tarif Dasar Pengenaan

NPKPN : 4% Peredaran Bruto

NPKPN : 6%, PPh terutang : 1,8% Peredaran Bruto

NPKPN : 6%, PPh terutang :


Peredaran Bruto
12,64%

NPKPN : 1%, PPh terutang : 0,44% Nilai Ekspor Bruto

Biaya pembuatan, tidak termasuk


NPKPN : 7%, PPh terutang : 1,75%
biaya pemakaian bahan baku

Jumlah bruto dari nilai tertinggi


PPh terutang : 5% antara nilai pasar dengan NJOP
bagian bangunan yang diserahkan
Pemungut/
Sifat
Pemotong

Final Dipotong oleh pihak lain

Tidak Final Dipotong sendiri

Final Dipotong oleh pihak lain

Final Dipotong sendiri

Final Dipotong sendiri

Final jika yang menerima


Dipotong sendiri
penghasilan WP OP
Saat Terutang Saat Penyetoran

dipotong oleh pemotong pajak : paling


pada saat pembayaran lama tanggal 10 bulan berikutnya, dibayar
sendiri : tanggal 15 bulan berikutnya

-dipotong oleh pemotong pajak : paling


pada saat pembayaran lama tanggal 10 bulan berikutnya, dibayar
sendiri : tanggal 15 bulan berikutnya

-dipotong oleh pemotong pajak : paling


pada saat pembayaran lama tanggal 10 bulan berikutnya, dibayar
sendiri : tanggal 15 bulan berikutnya

pada saat ekspor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya

setiap bulan setelah selesai


paling lama tanggal 15 bulan berikutnya
pembuatan/perakitan

Saat terutang : pada saat penyerahan


bangunan kepada pemegang hak atas paling lama tanggal 15 bulan berikutnya
tanah
Saat Pelaporan

paling lama tanggal 20 bulan berikutnya

paling lama tanggal 20 bulan berikutnya

paling lama tanggal 20 bulan berikutnya

paling lama tanggal 20 bulan berikutnya

paling lama tanggal 20 bulan berikutnya

paling lama tanggal 20 bulan berikutnya


Ket1

Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian


persewaan atau charter dengan pemotong pajak, maka
pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut
wajib memotong PPh yang terutang.

Pemotongan oleh pencarter sepanjang pencarter


tersebut adalah badan pemerintah, subjek pajak badan
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian


charter, maka pihak yang membayar atau pihak yang
mencharter wajib memotong PPh yang terutang.

Nilai ekspor bruto adalah imbalan yang diterima dari


penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan
yang bertempat kedudukan di Indonesia.

PPh final yang terutang wajib dilunasi oleh WP dengan


cara pembayaran setiap bulan, yang dihitung
berdasarkan jumlah realisasi seluruh biaya pembuatan
atau perakitan barang setiap bulannya.
Dasar Hukum
Ket2
(terbaru)

KMK No.416/KMK.04/1996 , SE
No.29/PJ.4/1996

KMK No.475/KMK.04/1996 , SE
No.35/PJ.4/1996

KMK No.417/KMK.04/1996 , SE
No.32/PJ.4/1996

KMK No.634/KMK.04/1994, , KEP


DJP Nomor KEP-667/PJ./2001

KMK No.543/KMK.04/2002, SE-


02/PJ.03/2003

KMK No.248/KMK.04/1995, SE-


38/PJ.4/1995
Contoh Perhitungan

PT. Suka membayar sewa kapal untuk mengangkut


barang sejumlah 10 ton dengan jumlah
penumpang 10 orang ke PT .Mau. Biaya seluruhnya
yang harus dikeluarkan PT.Suka Rp
5,000,000,000.00.

PT. Berlayar (BUT) mengangkut barang sejumlah


20 ton dengan 15 penumpang untuk PT.Maju ke
Cina. PT Berlayar memperoleh penghasilan dari
jasa yang diberikan sebesar Rp 5,500,000,000.00.
Berapakah PPH yang terutang ?

Amroad Co. Jakarta merupakan kantor perwakilan


dagang Amroad Co. Ltd. Italia. Selama tahun pajak
2009, Amroad Co. Ltd. Italia telah melakukan eksp
melalui Amroad Co. Jakarta sebesar
Rp10.000.000.000,00. Pendapatan Amroad Co.
Jakarta berupa fee sebesar Rp100.000.000,00.
Bagaimana perhitungan PPh yang terutang atas
penghasilan ini?

PT Mainan merupakan perusahaan mitra


pembuatan mainan tamia dari perusahaan Jepang.
Tamia Ltd. Jepang mengirimkan bahan baku
sebesar Rp 100 miliar. Biaya atas pembuatan
mobil mainan yang dikeluarkan oleh PT. mainan
adalah sebesar Rp103.000.000.000,00 (di
dalamnya termasuk bahan baku
Rp100.000.000.000,00 milik Tamia Ltd.).
Berapakah PPh yang harus disetor ke kas Negara
Jawaban

Maka besarnya PPh Pasal 15 yang dipotong oleh


PT.Suka dan disetorkan ke kas negara adalah 1,2% x
Rp 5,000,000,000.00 = Rp 60,000,000.00

Jawab : 2,64% x Rp 5,500,000,000.00 = Rp


145,200,000.00

Jawab : 0,44% x Rp10.000.000.000,00 = Rp


44,000,000.00

Jawab : 1,75% x rp 3,000,000,000.00 = Rp


52,500,000.00
No Jenis Pajak Objek

4 PPh pasal 4 ayat 2 Sewa Tanah dan atau Bangunan

4 PPh pasal 4 ayat 2 Pendapatan Bunga dari Bank

4 PPh pasal 4 ayat 2 Hadiah Undian

4 PPh pasal 4 ayat 2 Penjualan Saham di Bursa Efek

4 PPh pasal 4 ayat 2 Penghasilan Bunga Obligasi di Bursa Efek

4 PPh pasal 4 ayat 2 Bunga Obligasi

4 PPh pasal 4 ayat 2 Penjualan saham milik Modal Ventura

4 PPh pasal 4 ayat 2 Penjualan tanah dan atau bangunan

4 PPh pasal 4 ayat 2 Jasa Konstruksi

4 PPh pasal 4 ayat 2 Jasa Konstruksi

4 PPh pasal 4 ayat 2 Bunga Simpanan Koperasi

4 PPh pasal 4 ayat 2 Transaksi Derivatif di Bursa Efek


4 PPh pasal 4 ayat 2 Surat Perbendaharaan Negara

4 PPh pasal 4 ayat 2 Dividen


subobjek

Sewa Tanah dan atau Bangunan

Pendapatan Bunga dari Bank

Hadiah Undian

Penjualan Saham di Bursa Efek

Penghasilan Bunga Obligasi di Bursa


Efek

Bunga Obligasi

Penjualan saham milik Modal Ventura

Penjualan tanah dan atau bangunan

Jasa Konstruksi

Jasa Konstruksi

Bunga Simpanan Koperasi

Transaksi Derivatif di Bursa Efek


Surat Perbendaharaan Negara

Dividen
Tarif

10%

20%

25%

IPO = 0.1% tambahan 0.5%, atau 0.6%, Selain IPO = 0.1%

15%

15%,15% untuk 2014 dst, sebelumnya 5% untuk 2011-2013

0,1%

5%

Pelaksana = 2% sertifikasi kecil,3% sertifikasi menengah


dan besar,4% non sertifikasi

Pengawas = 4% (sertifikasi), 6% (Non sertifikasi)

10%

2,5%
20%

10%
Dasar Pengenaan Sifat

Jumlah Bruto Final

Jumlah Bruto Final

Jumlah Bruto Final

harga jual Final

Penghasilan Bruto Final

Penghasilan Bruto Final

Penghasilan Bruto Final

NJOP/ harga jual (ambil yang tertinggi) Final

Penghasilan Bruto Final

Penghasilan Bruto Final

Ph Bruto atas bunga diatas Rp. 240.000 sebulan Final

Margin Awal Final


Bunga Final

Penghasilan Bruto Final


Pemungut/
Pemotong

Penyewa

Bank

Bank

Penyelenggara Bursa

Penerbit obligasi / Emiten

Penerbit obligasi / Emiten

Penjual saham

Penjual

Penyedia jasa konstruksi

Penyedia jasa konstruksi

Koperasi

Lembaga kliring atau penjamin


Pemotong PPh adalah negara, pihak yang membayarkan bungan SPN

Pemberi Dividen
Saat Terutang

pembayaran sewa

saat penerimaan bunga

saat diterimanya undian

saat penjualan

saat diterimanya pembayaran bunga obligasi

saat pembayaran bunga obligasi

saat penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal

saat pengalihan hak atas tanah dan bangunan

saat diterimanya pembayaran jasa kontruksi

saat diterimanya pembayaran jasa kontruksi

mana terlebih dahulu saat pembebanan atau saat pembayaran

mana terlebih dahulu saat pembebanan atau saat pembayaran


saat pembayaran bunga SPN

mana terlebih dahulu saat pembebanan atau saat pembayaran


Saat Penyetoran

tanggal 10 bulan berikutnya.

tanggal 10 bulan berikutnya.

tanggal 10 bulan berikutnya.

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa efek

tanggal 10 bulan berikutnya.

tanggal 10 bulan berikutnya.

tanggal 10 bulan berikutnya.

sebelum akta tersebut ditandatangani oleh pejabat yang berwenang

tanggal 10 bulan berikutnya.

tanggal 10 bulan berikutnya.

tanggal 10 bulan berikutnya.

tanggal 10 bulan berikutnya.


tanggal 10 bulan berikutnya.

tanggal 10 bulan berikutnya.


Saat Pelaporan Ket1

tanggal 20 bulan berikutnya. -

tanggal 20 bulan berikutnya. Saldo tabungan atau deposito melebihi Rp. 7,5 Juta

tanggal 20 bulan berikutnya. -

tanggal 25 bulan berikutnya. -

tanggal 20 bulan berikutnya. -

tanggal 20 bulan berikutnya. untuk bunga obligasi di Reksadana

tanggal 20 bulan berikutnya. -

Semua Perusahaan atau perorangan dikenakan PPh


tanggal 20 bulan berikutnya.
Final

Untuk nilai proyek yang dibawah Rp. 1 Milyar dan


tanggal 20 bulan berikutnya. memiliki sertifikasi pengusaha kecil, maka objek PPh
nya adalah PPh Pasal 4 ayat 2

Untuk nilai proyek yang dibawah Rp. 1 Milyar dan


tanggal 20 bulan berikutnya. memiliki sertifikasi pengusaha kecil, maka objek PPh
nya adalah PPh Pasal 4 ayat 2

Bunga simpanan koperasi yang tidak perlu dilakukan


pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 adalah bungan
tanggal 20 bulan berikutnya.
simpan pinjam koperasi yang bungannya kurang dari
Rp. 240 rb perbulan

tanggal 20 bulan berikutnya. -


tanggal 20 bulan berikutnya. -

tanggal 20 bulan berikutnya. -


Dasar Hukum
Ket2
(terbaru)

PP No.5/2002, Jo KEP-DJP Np.227/PJ./2002

PP No. 131/2000

PP No. 132/2000

PP. 41/1994 Jo. PP 14/1997

PP No. 16 Tahun 2009

PP No 16 tahun 2009

PP 4/1995, KMK No 250/KMK.04/1995.

PP 48/1994, Jo PP 27/1996 Jo PP 79/1999 Jo PP 71 tahun 2008

PP 140/2000, PP 51 tahun 2008 dan PP 140 tahun 2009

PP 140/2000, PP 51 tahun 2008 dan PP 140 tahun 2009

PP. No 15 tahun 2009

PP No 17 tahun 2009
PP 19/2008

PP 19 tahun 2009
Contoh Perhitungan

Pada tanggal 2 Mei 2010, PT Adilah menyewakan ruangan ke PT


Sejahtera sebesar Rp. 10.000.000
Pada tanggal 2 Mei 2010, konsultan pajak DK&A mendapat bungan
dari bank BCA sebesar Rp. 10 jt
Pada tanggal 10 Sept 2010, Mujahidin dapat hadiah undian dari
bank BCA sebesar Rp. 100 jt
Pada tanggal 20 Mei 2010, PT.Amin Jujur menjual sahamnya di
Bursa Efek Jkrt. Saham yang dijual adalah Rp. 1 Milyar ke PT.PRIMA
dan ke PT Lainnya sebesar 100 juta
Pada tanggal 10 Oktober 2010, PT.Amanah mendapat bungan
obligasi dengan kupon. Bunga yang diterima oleh perusahaan
yang masuk bursa efek jkrt sebesar Rp. 10 jt

Pada tanggal 10 Okt 2010, kantor konsultan pajak DK&A mendapat


bunga obligasi sebesar Rp. 10 jt atas obligasi yang diterbitkan oleh
lembaga pendidik dan pengkaji pajak (LP3)

Tanggal 10 April 2010 PT. Modal halal menjual saham ke


perusahaan pasangan usahanya yang memenuhi ketentuan KMK
No. 250/KMK.04/1995. Saham yang dijual adalah Rp. 100 Jt ke PT.
Wong cilik

Tanggal 10 Sept 2010 , Konsultan Pajak DK&A (bukan usaha pokok)


menjual tanah dan bangunan seharga Rp. 10 Milyar ke lembaga
pendidik dan pengkaji pajak. NJOP daerah tsb adalah Rp. 12 Milyar

22 Feb 2010, PT.Idun mendapat proyek jasa konstruksi senilai Rp.


900 jt dari PT. Semoga jadi Panutan. PT.Idun memiliki sertifikasi
pengusaha konstruksi kecil dari Gapensi.

22 Feb 2010, PT.Idun mendapat proyek jasa konstruksi senilai Rp.


900 jt dari PT. Semoga jadi Panutan. PT.Idun memiliki sertifikasi
pengusaha konstruksi kecil dari Gapensi.

10 Sept 2010, Agus (K/2) mendapat bungan simpanan koperasi


dari KUD Ikhlas sebesar Rp. 1 jt

Tgl 1 April 2010, Amir melakukan kontrak perjanjian kepada


PT.Newmont untuk menjamin harga saham dikemudian hari. Amir
menyerahkan dana kepada lembaga kliring atau penjamin berupa
margin awal sebesar Rp. 10 Milyar. Amir kelak akan untung
sebesar Rp. 5 Milyar
Pada tanggal 10 Okt 2010, Kantor Konsultan Pajak DK&A mendapat
bungan SPN dari negara sebesar Rp. 10 Jt

Pada tanggal 1 April 2010, Riski mendapat dividen dari PT. Tax &
Accounting service sebesar Rp. 100 jt
Jawaban

Atas sewa tersebut harus dipotong PT.Sejahtera


sebesar 10% x Rp.10 jt = Rp. 1 Jt
Bank BCA berkewajiban menyetor Rp. 2 jt ( 20% x Rp.
10 jt) ke kas negara
Bank BCA berkewajiban menyetor Rp. 25 jt ( 25% x
Rp.100 jt) ke kas negara
Penyelenggara Bursa efek harus memotong PPh Final
sebesar 0.1% x Rp. 1,1 Milyar = Rp. 1,1 juta untuk
transaksi penjualan sahamnya

Atas pendapatan bungan obligasi ini PT.Amanah


dipotong PPh Final sebesar 20% X Rp. 10 jt = Rp. 2 jt

Atas pendapatan bungan obligasi ini konsultan pajak


DK&A dipotong PPh final sebesar 15% x Rp. 10 jt = Rp.
1,5 jt.

PT.Modal halal memotong PPh Final sebesar 0,1% x Rp.


100 jt = Rp. 100 rb untuk transaksi penjualan
sahamnya.

Atas pendapatan dari penjualan tanah tsb konsultan


pajak DK&A diwajibkan membayar PPh Pasal 25
sebesar 5% x Nilai tertinggi antara harga jual
dibandingkan dengan NJOP, atau dalam hal ini 5% x
Rp.12 Milyar = Rp. 600 jt

Atas pendapatan jasa konstruksi Pemda harus


memotong PPh Final Pasal 4 ayat 2 sebesar 2% x Rp.
900 jt = Rp.18 jt

Atas pendapatan jasa konstruksi Pemda harus


memotong PPh Final Pasal 4 ayat 2 sebesar 2% x Rp.
900 jt = Rp.18 jt

Atas bungan tersebut harus dipotong Koperasi sebesar


10% x Rp. 1 jt = Rp. 100 rb

Atas transaksi ini harus dipotong oleh lembaga Kliring


atau pernjamin sebesar 2.5% x Rp. 10 Milyar = Rp.
250 jt
Pemotong PPh adalah negara, pihak yang
membayarkan bunga SPN yaitu sebesar 20% xRp. 10 jt
= Rp. 2 jt
Atas dividen tsb harus dipotong PT. T&A sebesar 10% x
Rp. 100 jt = Rp. 10 jt
No Jenis Pajak Objek

a)Deviden, bunga, premium


diskonto, imbalan jaminan
pengembalian hutang, royalty,
sewa, penghasilan penggunaan
3 PPh pasal 26 harta, jasa kegiatan pekerjaan,
hadiah penghargaan, pension
pembayaran berkala yang
dibayarkan kepada wajib pajak luar
negeri.

b) Penjualan saham kepada wajib


3 PPh pasal 26
pajak luar negeri

c) Penghasilan dari penjualan atau


3 PPh pasal 26 pengalihan harta di Indonesia, yang
diperoleh wajib pajak luar negeri.

d)Premi asuransi dan premi


3 PPh pasal 26 reasuransi yang dibayar kepada
perusahaan asuransi di luar negeri.

d)Premi asuransi dan premi


3 PPh pasal 26 reasuransi yang dibayar kepada
perusahaan asuransi di luar negeri.

d)Premi asuransi dan premi


3 PPh pasal 26 reasuransi yang dibayar kepada
perusahaan asuransi di luar negeri.
e)Laba Setelah Pajak BUT,Kecuali
3 PPh pasal 26 Laba Setelah Pajak Tersebut
Ditanamkan Kembali di Indonesia
Tarif Dasar
Subobjek
(%) Pengenaan

a)Deviden, bunga, premium


diskonto, imbalan jaminan
pengembalian hutang, royalty,
sewa, penghasilan penggunaan
harta, jasa kegiatan pekerjaan, 20% atau Tarif P3B Penghasilan bruto
hadiah penghargaan, pension
pembayaran berkala yang
dibayarkan kepada wajib pajak luar
negeri.

Perkiraan penghasilan
b) Penjualan saham kepada wajib
20% atau Tarif P3B netto (25% dari harga
pajak luar negeri
jual)

c) Penghasilan dari penjualan atau Perkiraan penghasilan


pengalihan harta di Indonesia, yang 20% atau Tarif P3B netto (25% dari harga
diperoleh wajib pajak luar negeri. jual)

1. Dibayarkan Tertanggung kepada 10% (20% x


Perusahaan Asuransi di LN baik perkiraan
Penghasilan bruto
Secara Langsung maupun Melalui Penghasilan Netto
Pialang 50%)atau Tarif P3B

2% (20% x
2. Dibayarkan Perusahaan asuransi perkiraan
di Indonesia kepada Perusahaan Penghasilan Netto Penghasilan bruto
asuransi Luar Negeri 10%) atau tarif
P3B

1% (20% x
3. Dibayarkan Perusahaan
perkiraan
Reasuransi Indonesia kepada Penghasilan bruto
Penghasilan Netto
Perusahaan Asuransi Luar Negeri
5%) atau tarif P3B
e)Laba Setelah Pajak BUT,Kecuali Laba BUT setelah
Laba Setelah Pajak Tersebut 20% atau Tarif P3B dikurangi PPh BUT di
Ditanamkan Kembali di Indonesia Indonesia
Pemungut/
Sifat
Pemotong

Badan Pemerintah, Subjek pajak Dalam Negeri,


final Penyelenggara Kegiatan, BUT, Perwakilan
Perusahaan Luar Negeri lainnya

Badan Pemerintah, Subjek pajak Dalam Negeri,


final Penyelenggara Kegiatan, BUT, Perwakilan
Perusahaan Luar Negeri lainnya

Pihak Pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong


pajak yaitu: Badan Pemerintah, Subjek pajak
Dalam Negeri, Penyelenggara Kegiatan, BUT,
Perwakilan Perusahaan Luar Negeri lainnya, orang
pribadi sebagai WP Dalam Negeri yang ditunjuk
final
sebagai pemotong pajak, meliputi: Pengacara,
Akuntan, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai dan
Aktuaris yang melakukan pekerjaan bebas; serta
orang pribadi yang menjalankan usaha yang
menyelenggarakan pembukuan

a)Tertanggung yaitu pemegang polis yang


final membayar premi asuransi kepada perusahaan
asuransi di luar negeri

b) Perusahaan asuransi di Indonesia yang


mereasuransikan sebagian atau seluruh
final
tanggungannya kepada perusahaan asuransi di
luar negeri;

c. Perusahaan reasuransi di Indonesia yang


mereasuransikan kembali sebagian atau seluruh
final
tanggungannya kepada perusahaan asuransi di
luar negeri.
final BUT
Saat Terutang,
Saat Penyetoran,
Saat Pelaporan

mana yang terlebih dahulu pembebanan atau


pembayaran

mana yang terlebih dahulu pembebanan atau


pembayaran

mana yang terlebih dahulu pembebanan atau


pembayaran

mana yang terlebih dahulu pembebanan atau


pembayaran

mana yang terlebih dahulu pembebanan atau


pembayaran

mana yang terlebih dahulu pembebanan atau


pembayaran
mana yang terlebih dahulu pembebanan atau
pembayaran
Saat Penyetoran

paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya

paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya

paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya

paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya

paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya

paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
Saat Pelaporan

paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.


paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.
Keterangan
Tambahan

Untuk perusahaan antara (special purpose company and


conduit company) diatur lebih lanjut Dalam Peraturan
Menteri Keuangan No.258/PMK.03/2008

penjualan atau pengalihan harta berupa perhiasan mewah,


berlian, emas, intan, jam tangan mewah, barang antik,
lukisan, mobil, motor, kapal pesiar, dan/atau pesawat
terbang ringan
Dasar Hukum
Ket-2
(terbaru)

PMK-252/PMK.03/2008, Per-
31/PJ/2009 sebagaimana
telah diubah dengan Per-
57/PJ/2009, KEP-545/PJ/2000

KMK No.434/KMK.04/1999

PMK No.82/PMK.03/2009

KMK No.624 tahun 1994,


SE.23/PJ/1995

KMK No.624 tahun 1994,


SE.23/PJ/1995

KMK No.624 tahun 1994,


SE.23/PJ/1995
PMK No.257/PMK.03/2008
Contoh Perhitungan

Mr David warga negara Amerika memperoleh


penghasilan deviden sebesar Rp.100.000.000,-dari
PT Cakra.

PT Maju menjual sejumlah saham kepada Samyong


Ltd (Korea) dengan nilai keseluruhan
Rp.50.000.000.000

Raden Budi Mangkusingodimejo seorang pengusaha


Kaya yang merupakan WPDN membeli harta berupa
mobil dari Mr.Smith Johansson yang merupakan
WPLN, harga jual mobil tersebut Rp 600.000.000,
besar PPh Pasal 26 adalah?

PT Sejahtera Building mengasuransikan gedungnya


kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan
membayar jumlah premi asuransi selama tahun
2010 sebesar Rp.2.000.000.000

PT Sejahtera Building mengasuransikan gedungnya


kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan
membayar jumlah premi asuransi selama tahun
2010 sebesar Rp.2.000.000.000

PT Sejahtera Building mengasuransikan gedungnya


kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan
membayar jumlah premi asuransi selama tahun
2010 sebesar Rp.2.000.000.000
Sebuah BUT laba Rp 100.000.000 dan telah
dikenakan PPh Pasal 17 sebesar 14% x Rp
100.000.000 = Rp 14.000.000, sehingga laba
setelah pajak adalah Rp 86.000.000. Income after
tax sebesar Rp 50.000.000 dikirim ke luar negeri,
maka PPh Pasal 26 adalah ?
Jawaban

PPh Pasal 26: 20%xRp.100.000.000 = Rp.20.000.000 Jika Mr David


memiliki Tax Resident maka berlaku penerapan Tax Treaty, dimana
telah disepakati bersama antara Indonesia-Amerika, bahwa tarif
pajaknya 10% dari penghasilan bruto yaitu Rp.10.000.000 yang
berhak dipotong oleh PT Cakr

PPh Pasal 26 yang dipungut PT Maju : 20%x25%xRp.50.000.000.000


= Rp.2.500.000.000

PPh Pasal 26 adalah 20% x 25% x Rp 600.000.000 = Rp 30.000.000

PPh pasal 26 yang dipungut oleh PT Sejahtera Building adalah:


20%x50%xRp.2.000.000.000 = Rp.200.000.000

Jika premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri


berkedudukan di Indonesia, besarnya tariff PPh Pasal 26 adalah
sebesar 20%x10% = 2%xRp.2.000.000 = Rp.40.000.000

Jika premi yang dibayarkan reasuransi berkedudukan di Indonesia


kepada perusahaan luar negeri, besarnya tariff PPh Pasal 26 adalah
sebesar 20%x5% = 1%x Rp2.000.000 = Rp.2.000.000
PPh Pasal 26 adalah 20% x Rp 50.000.000 = Rp 10.000.000 atau
dihitung berdasar tarif tax treaty, dan sisanya jika diinvestasikan
kembali ke Indonesia tdk dipotong PPh Pasal 26
No Jenis Pajak

1 PPh pasal 22
1 PPh pasal 22
1 PPh pasal 22
1 PPh pasal 22

1 PPh pasal 22

1 PPh pasal 22
1 PPh pasal 22

1 PPh pasal 22

1 PPh pasal 22

1 PPh pasal 22

1 PPh pasal 22

1 PPh pasal 22

1 PPh pasal 22
1 PPh pasal 22

1 PPh pasal 22

1 PPh pasal 22

1 PPh pasal 22

1 PPh pasal 22

1 PPh pasal 22

1 PPh pasal 22

1 PPh pasal 22

1 PPh pasal 22

2 PPh pasal 23
2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23
2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23
2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23
2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

2 PPh pasal 23

3 PPh pasal 26

3 PPh pasal 26

3 PPh pasal 26
3 PPh pasal 26

3 PPh pasal 26

3 PPh pasal 26

3 PPh pasal 26

PPh pasal 4 ayat


4
2

PPh pasal 4 ayat


4
2

PPh pasal 4 ayat


4
2

PPh pasal 4 ayat


4
2
PPh pasal 4 ayat
4
2

PPh pasal 4 ayat


4
2

PPh pasal 4 ayat


4
2

PPh pasal 4 ayat


4
2

PPh pasal 4 ayat


4
2

PPh pasal 4 ayat


4
2

PPh pasal 4 ayat


4
2
PPh pasal 4 ayat
4
2

PPh pasal 4 ayat


4
2

PPh pasal 4 ayat


4
2

5 PPh Pasal 15

5 PPh Pasal 15

5 PPh Pasal 15

5 PPh Pasal 15
5 PPh Pasal 15

5 PPh Pasal 15
Objek

a. Impor
a. Impor
a. Impor
a. Impor

b. Pembayaran atas Pembelian Barang


(oleh Bendaharawan pemerintah, KPA, Bendaharawan
Pengeluaran)

c.1 Penjualan Hasil Produksi dan Penjualan dari Impor di


bidang Migas dan pelumas kepada SPBU
Pertamina/Agen/Penyalur
c.1 Penjualan Hasil Produksi dan Penjualan dari Impor di
bidang Migas dan pelumas kepada SPBU
Pertamina/Agen/Penyalur

c.1 Penjualan Hasil Produksi dan Penjualan dari Impor di


bidang Migas dan pelumas kepada SPBU
Pertamina/Agen/Penyalur

c.1 Penjualan Hasil Produksi dan Penjualan dari Impor di


bidang Migas dan pelumas kepada SPBU
Pertamina/Agen/Penyalur

c.2 Penjualan Hasil Produksi dan Penjualan dari Impor di


bidang Migas dan pelumas kepada swasta/ SPBU bukan
Pertamina/ non SPBU

c.2 Penjualan Hasil Produksi dan Penjualan dari Impor di


bidang Migas dan pelumas kepada swasta/ SPBU bukan
Pertamina/ non SPBU

c.2 Penjualan Hasil Produksi dan Penjualan dari Impor di


bidang Migas dan pelumas kepada swasta/ SPBU bukan
Pertamina/ non SPBU

c.2 Penjualan Hasil Produksi dan Penjualan dari Impor di


bidang Migas dan pelumas kepada swasta/ SPBU bukan
Pertamina/ non SPBU
d. Penjualan Hasil Produksi di dalam negeri

d. Penjualan Hasil Produksi di dalam negeri

d. Penjualan Hasil Produksi di dalam negeri

d. Penjualan Hasil Produksi di dalam negeri

e. Industri dan Eksportir yang bergerak dalam sektor:

e. Industri dan Eksportir yang bergerak dalam sektor:

e. Industri dan Eksportir yang bergerak dalam sektor:

e. Industri dan Eksportir yang bergerak dalam sektor:

f. Wajib Pajak Badan Tertentu atas penjualan barang-barang


yang tergolong mewah

a. Dividen, Bunga, Royalti, Hadiah, Penghargaan, Bonus dan sejenisnya


b. Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi, Jasa konsultan

c. Sewa dan Penghasilan Lain sehubungan dengan Penggunaan Harta


kecuali sewa tanah dan/atau bangunan

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :


d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :


d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :


d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

d. Imbalan Jasa Lain :

a)Deviden, bunga, premium diskonto, imbalan jaminan pengembalian


hutang, royalty, sewa, penghasilan penggunaan harta, jasa kegiatan
pekerjaan, hadiah penghargaan, pension pembayaran berkala yang
dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri.

b) Penjualan saham kepada wajib pajak luar negeri

c) Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, yang


diperoleh wajib pajak luar negeri.
d) Premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayar kepada
perusahaan asuransi di luar negeri.

d) Premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayar kepada


perusahaan asuransi di luar negeri.

d) Premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayar kepada


perusahaan asuransi di luar negeri.

e) Laba Setelah Pajak BUT,Kecuali Laba Setelah Pajak Tersebut


Ditanamkan Kembali di Indonesia

Sewa Tanah dan atau Bangunan

Pendapatan Bunga dari Bank

Hadiah Undian

Penjualan Saham di Bursa Efek


Penghasilan Bunga Obligasi di Bursa Efek

Bunga Obligasi

Penjualan saham milik Modal Ventura

Penjualan tanah dan atau bangunan

Jasa Konstruksi

Jasa Konstruksi

Bunga Simpanan Koperasi


Transaksi Derivatif di Bursa Efek

Surat Perbendaharaan Negara

Dividen

Dikenakan terhadap wajib pajak kriteria tertentu yang menggunakan


Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto (NPKPN). Yaitu
penghasilan yang diterima oleh :

Dikenakan terhadap wajib pajak kriteria tertentu yang menggunakan


Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto (NPKPN). Yaitu
penghasilan yang diterima oleh :

Dikenakan terhadap wajib pajak kriteria tertentu yang menggunakan


Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto (NPKPN). Yaitu
penghasilan yang diterima oleh :

Dikenakan terhadap wajib pajak kriteria tertentu yang menggunakan


Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto (NPKPN). Yaitu
penghasilan yang diterima oleh :
Dikenakan terhadap wajib pajak kriteria tertentu yang menggunakan
Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto (NPKPN). Yaitu
penghasilan yang diterima oleh :

Dikenakan terhadap wajib pajak kriteria tertentu yang menggunakan


Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto (NPKPN). Yaitu
penghasilan yang diterima oleh :
Subobjek Tarif

1. menggunakan API 2,5%


2. menggunakan API (kedelai,
0,5%
gandum, tepung terigu)
3. tidak menggunakan API 7,5%
4. yang tidak dikuasai 7,5%

1,5%

- Premium, Premix, Solar,


0,25%
Super TT
- Minyak tanah 0,3%

- Gas LPG 0,3%

- Pelumas 0,3%

- Premium, Premix, Solar,


0,3%
Super TT

- Minyak tanah 0,3%

- Gas LPG 0,3%

- Pelumas 0,3%
1. semen 0,25%

2. baja 0,3%

3.kertas 0,1%

4. otomotif 0,45%

1. perhutanan 0,25%

2. perkebunan 0,25%

3. pertanian 0,25%

4. perikanan 0,25%

5%

15%
2%

2%

1. Jasa Penilai (Appraisal) 2%

2. Jasa Aktuaris 2%

3. Jasa Akuntansi, Pembukuan


dan Atestasi Laporan Keuangan 2%

4. Jasa Perancang (Design) 2%

5. Jasa Pengeboran (drilling)


di Bidang Penambangan Migas,
kecuali yang dilakukan BUT 2%

6. Jasa Penunjang di Bidang


Penambangan Migas 2%

7. Jasa Penambangan dan Jasa


Penunjang di Bidang
Penambangan selain Migas 2%

8. Jasa Penunjang di Bidang


Penerbangan dan Bandar
Udara 2%

9. Jasa Penebangan Hutan 2%


10. Jasa Pengelolaan Limbah 2%

11. Jasa penyediaan Tenaga


Kerja (Outsourcing Service) 2%

12. Jasa Perantara atau


Keagenan 2%

13. Jasa di Bidang Perdagangan


Surat-surat berharga, kecuali
yang dilakukan Bursa Efek,
KSES dan KPEI 2%

14. Jasa
Kostodian/Penyimpanan/Penitip
an, kecuali yang dilakukan KSEI 2%

15. Jasa Pengisian Suara


(Dubbing dan/atau Sulih Suara) 2%

16. Jasa Mixing Film 2%

17. Jasa Sehubungan dengan


Software Komputer, Termasuk
Perawatan, Pemeliharaan dan
Perbaikan 2%
18. Jasa Instalasi/Pemasangan
Mesin, Peralatan, Listrik,
Telepon, Air, Gas, AC, dan/atau
TV Kabel, selain yang dilakukan
oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi
dan mempunyai ijin dan/atau
Sertifikat sebagai Pengusaha
Konstruksi 2%

19. Jasa
Perawatan/Perbaikan/Pemelihar
aan Mesin, Peralatan, Listrik,
Telepon, Air, Gas, AC dan/atau
TV, Bangunan, selain yang
dilakukan Wajib Pajak yang
Ruang Lingkupnya di Bidang
Konstruksi dan mempunyai ijin
dan/atau Sertifikat sebagai
Pengusaha Konstruksi 2%

20. Jasa Maklon 2%

21. Jasa Penyelidikan dan


Keamanan 2%

22. Jasa Penyelenggara


Kegiatan 2%

23. Jasa Pengepakan 2%


24. Jasa Penyediaan Tempat
dan/atau Waktu dalam Media
Massa, Media Luar Ruang atau
Media Lain untuk Penyampaian
Informasi 2%

25. Jasa Pembasi Hama 2%

26. Jasa Kebersihan atau


Cleaning Service 2%

27. Jasa Katering atau Tata


Boga 2%

20% atau Tarif P3B

20% atau Tarif P3B

20% atau Tarif P3B


1. Dibayarkan Tertanggung
10% (20% x perkiraan
kepada Perusahaan Asuransi di
Penghasilan Netto 50%)atau
LN baik Secara Langsung
Tarif P3B
maupun Melalui Pialang

2. Dibayarkan Perusahaan
2% (20% x perkiraan
asuransi di Indonesia kepada
Penghasilan Netto 10%) atau
Perusahaan asuransi Luar
tarif P3B
Negeri

3. Dibayarkan Perusahaan
1% (20% x perkiraan
Reasuransi Indonesia kepada
Penghasilan Netto 5%) atau
Perusahaan Asuransi Luar
tarif P3B
Negeri

20% atau Tarif P3B

10%

20%

25%

IPO = 0.1% tambahan 0.5%,


atau 0.6%, Selain IPO = 0.1%
15%

15%,15% untuk 2014 dst,


sebelumnya 5% untuk 2011-
2013

0,1%

5%

Pelaksana = 2% sertifikasi
kecil, 3% sertifikasi menengah
dan besar, 4% non sertifikasi

Pengawas = 4% (sertifikasi),
6% (Non sertifikasi)

10%
2,5%

20%

10%

a. Perusahaan pelayaran dalam NPKPN : 4%, PPh terutang :


negeri 1,2%

b. Perusahaan penerbangan NPKPN : 6%, PPh terutang :


dalam negeri 1,8%

c. Perusahaan pelayaran dan NPKPN : 6%, PPh terutang :


atau penerbangan luar negeri 12,64%

d. WP LN yang mempunyai
NPKPN : 1%, PPh terutang :
kantor perwakilan dagang di
0,44%
Indonesia
e. WP yang melakukan
kegiatan usaha maklon NPKPN : 7%, PPh terutang :
internasional di bidang 1,75%
produksi mainan anak-anak

f. Pihak-pihak yang melakukan


kerjasama dalam bentuk
perjanjian Bangunan Guna PPh terutang : 5%
Serah ( Built, Operate and
Transfer)
Dasar Pengenaan Sifat

Nilai Impor Tidak Final


Nilai Impor Tidak Final
Nilai Impor Tidak Final
Harga Jual Lelang Tidak Final

Harga Pembelian Tidak Final

Harga Penjualan Final


Harga Penjualan Final

Harga Penjualan Final

Harga Penjualan Final

Harga Penjualan Tidak Final

Harga Penjualan Tidak Final

Harga Penjualan Tidak Final

Harga Penjualan Tidak Final


DPP PPN Tidak Final

DPP PPN Tidak Final

DPP PPN Tidak Final

DPP PPN Tidak Final

Harga Beli Tidak Final

Harga Beli Tidak Final

Harga Beli Tidak Final

Harga Beli Tidak Final

Harga Jual Final

Jumlah Bruto Tidak Final


Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final


Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final


Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final


Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Jumlah Bruto Tidak Final

Penghasilan bruto final

Perkiraan penghasilan netto


final
(25% dari harga jual)

Perkiraan penghasilan netto


final
(25% dari harga jual)
Penghasilan bruto final

Penghasilan bruto final

Penghasilan bruto final

Laba BUT setelah dikurangi PPh


final
BUT di Indonesia

Jumlah Bruto Final

Jumlah Bruto Final

Jumlah Bruto Final

harga jual Final


Penghasilan Bruto Final

Penghasilan Bruto Final

Penghasilan Bruto Final

NJOP/ harga jual (ambil yang


Final
tertinggi)

Penghasilan Bruto Final

Penghasilan Bruto Final

Ph Bruto atas bunga diatas Rp.


Final
240.000 sebulan
Margin Awal Final

Bunga Final

Penghasilan Bruto Final

Peredaran Bruto Final

Peredaran Bruto Tidak Final

Peredaran Bruto Final

Nilai Ekspor Bruto Final


Biaya pembuatan, tidak
termasuk biaya pemakaian Final
bahan baku

Jumlah bruto dari nilai tertinggi


antara nilai pasar dengan NJOP Final jika yang menerima
bagian bangunan yang penghasilan WP OP
diserahkan
Pemungut/
Saat Terutang
Pemotong

saat pembayaran bea masuk atau saat


penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang dalam
Bank Devisa dan Ditjen Bea Cukai hal bea masuk ditunda atau
dibebaskan (DJBC membuat Bukti
pemungutan; Lbr 1 WP, Lbr 2 KPP, Lbr
3 DJBC)
saat pembayaran bea masuk atau saat
penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang dalam
hal bea masuk ditunda atau
dibebaskan (DJBC membuat Bukti
pemungutan; Lbr 1 WP, Lbr 2 KPP, Lbr
3 DJBC)
saat pembayaran bea masuk atau saat
penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang dalam
hal bea masuk ditunda atau
dibebaskan (DJBC membuat Bukti
pemungutan; Lbr 1 WP, Lbr 2 KPP, Lbr
3 DJBC)
saat pembayaran bea masuk atau saat
penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang dalam
hal bea masuk ditunda atau
dibebaskan (DJBC membuat Bukti
pemungutan; Lbr 1 WP, Lbr 2 KPP, Lbr
3 DJBC)

Bendahara pemerintah : pusat/daerah,


lembaga negara lainnya , Kuasa Pengguna saat pembayaran
Anggaran (KPA), Bendahara pengeluaran

Produsen/ importir bahan bakar migas dan saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
pelumas Barang (delivery Order)
Produsen/ importir bahan bakar migas dan saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
pelumas Barang (delivery Order)

Produsen/ importir bahan bakar migas dan saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
pelumas Barang (delivery Order)

Produsen/ importir bahan bakar migas dan saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
pelumas Barang (delivery Order)

Produsen/ importir bahan bakar migas dan saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
pelumas Barang (delivery Order)

Produsen/ importir bahan bakar migas dan saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
pelumas Barang (delivery Order)

Produsen/ importir bahan bakar migas dan saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
pelumas Barang (delivery Order)

Produsen/ importir bahan bakar migas dan saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
pelumas Barang (delivery Order)
Badan usaha yang bergerak dalam bidang
pada saat penjualan
usaha semen, baja, kertas dan otomotif)

Badan usaha yang bergerak dalam bidang


pada saat penjualan
usaha semen, baja, kertas dan otomotif)

Badan usaha yang bergerak dalam bidang


pada saat penjualan
usaha semen, baja, kertas dan otomotif)

Badan usaha yang bergerak dalam bidang


pada saat penjualan
usaha semen, baja, kertas dan otomotif)

Badan usaha yang bergerak dalam bidang


perhutanan, perkebunan, pertanian, dan pada saat pembelian
perikanan)

Badan usaha yang bergerak dalam bidang


perhutanan, perkebunan, pertanian, dan pada saat pembelian
perikanan)

Badan usaha yang bergerak dalam bidang


perhutanan, perkebunan, pertanian, dan pada saat pembelian
perikanan)

Badan usaha yang bergerak dalam bidang


perhutanan, perkebunan, pertanian, dan pada saat pembelian
perikanan)

Wajib Pajak Badan yang melakukan


Pada saat Penjualan
penjualan barang yang tergolong mewah

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan
Pada bulan dilakukannya pembayaran atau
pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan
Pada bulan dilakukannya pembayaran atau
pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan
Pada bulan dilakukannya pembayaran atau
pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan
Pada bulan dilakukannya pembayaran atau
pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Pada bulan dilakukannya pembayaran atau


pada bulan terutangnya penghasilan yang
Pemberi Penghasilan bersangkutan

Badan Pemerintah, Subjek pajak Dalam


Negeri, Penyelenggara Kegiatan, BUT, mana yang terlebih dahulu pembebanan
Perwakilan Perusahaan Luar Negeri atau pembayaran
lainnya

Badan Pemerintah, Subjek pajak Dalam


Negeri, Penyelenggara Kegiatan, BUT, mana yang terlebih dahulu pembebanan
Perwakilan Perusahaan Luar Negeri atau pembayaran
lainnya

Pihak Pembeli yang ditunjuk sebagai


pemotong pajak yaitu: Badan Pemerintah,
Subjek pajak Dalam Negeri,
Penyelenggara Kegiatan, BUT, Perwakilan
Perusahaan Luar Negeri lainnya, orang
pribadi sebagai WP Dalam Negeri yang mana yang terlebih dahulu pembebanan
ditunjuk sebagai pemotong pajak, atau pembayaran
meliputi: Pengacara, Akuntan, Dokter,
Konsultan, Notaris, Penilai dan Aktuaris
yang melakukan pekerjaan bebas; serta
orang pribadi yang menjalankan usaha
yang menyelenggarakan pembukuan
a. Tertanggung yaitu pemegang polis yang
mana yang terlebih dahulu pembebanan
membayar premi asuransi kepada
atau pembayaran
perusahaan asuransi di luar negeri

b. Perusahaan asuransi di Indonesia yang


mereasuransikan sebagian atau seluruh mana yang terlebih dahulu pembebanan
tanggungannya kepada perusahaan atau pembayaran
asuransi di luar negeri;

c. Perusahaan reasuransi di Indonesia


yang mereasuransikan kembali sebagian mana yang terlebih dahulu pembebanan
atau seluruh tanggungannya kepada atau pembayaran
perusahaan asuransi di luar negeri.

mana yang terlebih dahulu pembebanan


BUT
atau pembayaran

Penyewa pembayaran sewa

Bank saat penerimaan bunga

Bank saat diterimanya undian

Penyelenggara Bursa saat penjualan


saat diterimanya pembayaran bunga
Penerbit obligasi / Emiten
obligasi

Penerbit obligasi / Emiten saat pembayaran bunga obligasi

saat penjualan saham atau pengalihan


Penjual saham
penyertaan modal

saat pengalihan hak atas tanah dan


Penjual
bangunan

saat diterimanya pembayaran jasa


Penyedia jasa konstruksi
kontruksi

saat diterimanya pembayaran jasa


Penyedia jasa konstruksi
kontruksi

mana terlebih dahulu saat pembebanan


Koperasi
atau saat pembayaran
mana terlebih dahulu saat pembebanan
Lembaga kliring atau penjamin
atau saat pembayaran

Pemotong PPh adalah negara, pihak yang


saat pembayaran bunga SPN
membayarkan bungan SPN

mana terlebih dahulu saat pembebanan


Pemberi Dividen
atau saat pembayaran

Dipotong oleh pihak lain pada saat pembayaran

Dipotong sendiri pada saat pembayaran

Dipotong oleh pihak lain pada saat pembayaran

Dipotong sendiri pada saat ekspor


setiap bulan setelah selesai
Dipotong sendiri
pembuatan/perakitan

Saat terutang : pada saat penyerahan


Dipotong sendiri bangunan kepada pemegang hak atas
tanah
Saat Penyetoran Saat Pelaporan

dilaporkan secara mingguan paling


disetor dalam jangka waktu 1 (satu)
lambat 7 (tujuh) hari setelah batas
hari sejak pemungutan yang dilakukan
waktu penyetoran pajak berakhir
oleh Bea Cukai
(dengan menggunakan SPT Masa)
dilaporkan secara mingguan paling
disetor dalam jangka waktu 1 (satu)
lambat 7 (tujuh) hari setelah batas
hari sejak pemungutan yang dilakukan
waktu penyetoran pajak berakhir
oleh Bea Cukai
(dengan menggunakan SPT Masa)
dilaporkan secara mingguan paling
disetor dalam jangka waktu 1 (satu)
lambat 7 (tujuh) hari setelah batas
hari sejak pemungutan yang dilakukan
waktu penyetoran pajak berakhir
oleh Bea Cukai
(dengan menggunakan SPT Masa)
dilaporkan secara mingguan paling
disetor dalam jangka waktu 1 (satu)
lambat 7 (tujuh) hari setelah batas
hari sejak pemungutan yang dilakukan
waktu penyetoran pajak berakhir
oleh Bea Cukai
(dengan menggunakan SPT Masa)

pada hari yang sama dengan


paling lambat 14 (empat belas) hari
pelaksanaan pembayaran,
setelah masa pajak berakhir (SSP
menggunakan SSP atas nama rekanan
sebagai bukti pemungutan)
dan ditandatangani bendahara

paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berikutnya setelah masa pajak berakhir masa pajak berakhir
paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berikutnya setelah masa pajak berakhir masa pajak berakhir

paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berikutnya setelah masa pajak berakhir masa pajak berakhir

paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berikutnya setelah masa pajak berakhir masa pajak berakhir

paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berikutnya setelah masa pajak berakhir masa pajak berakhir

paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berikutnya setelah masa pajak berakhir masa pajak berakhir

paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berikutnya setelah masa pajak berakhir masa pajak berakhir

paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berikutnya setelah masa pajak berakhir masa pajak berakhir
paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir
Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

Tanggal 10 bulan berikut setelah masa Tanggal 20 bulan berikut setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir

paling lambat 20 hari setelah masa pajak


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
berakhir.

paling lambat 20 hari setelah masa pajak


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
berakhir.

paling lambat 20 hari setelah masa pajak


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
berakhir.
paling lambat 20 hari setelah masa pajak
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
berakhir.

paling lambat 20 hari setelah masa pajak


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
berakhir.

paling lambat 20 hari setelah masa pajak


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
berakhir.

paling lambat 20 hari setelah masa pajak


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
berakhir.

tanggal 10 bulan berikutnya. tanggal 20 bulan berikutnya.

tanggal 10 bulan berikutnya. tanggal 20 bulan berikutnya.

tanggal 10 bulan berikutnya. tanggal 20 bulan berikutnya.

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya


setelah saham tersebut diperdagangkan di tanggal 25 bulan berikutnya.
bursa efek
tanggal 10 bulan berikutnya. tanggal 20 bulan berikutnya.

tanggal 10 bulan berikutnya. tanggal 20 bulan berikutnya.

tanggal 10 bulan berikutnya. tanggal 20 bulan berikutnya.

sebelum akta tersebut ditandatangani oleh


tanggal 20 bulan berikutnya.
pejabat yang berwenang

tanggal 10 bulan berikutnya. tanggal 20 bulan berikutnya.

tanggal 10 bulan berikutnya. tanggal 20 bulan berikutnya.

tanggal 10 bulan berikutnya. tanggal 20 bulan berikutnya.


tanggal 10 bulan berikutnya. tanggal 20 bulan berikutnya.

tanggal 10 bulan berikutnya. tanggal 20 bulan berikutnya.

tanggal 10 bulan berikutnya. tanggal 20 bulan berikutnya.

dipotong oleh pemotong pajak : paling


lama tanggal 10 bulan berikutnya, dibayar paling lama tanggal 20 bulan berikutnya
sendiri : tanggal 15 bulan berikutnya

-dipotong oleh pemotong pajak : paling


lama tanggal 10 bulan berikutnya, dibayar paling lama tanggal 20 bulan berikutnya
sendiri : tanggal 15 bulan berikutnya

-dipotong oleh pemotong pajak : paling


lama tanggal 10 bulan berikutnya, dibayar paling lama tanggal 20 bulan berikutnya
sendiri : tanggal 15 bulan berikutnya

paling lama tanggal 15 bulan berikutnya paling lama tanggal 20 bulan berikutnya
paling lama tanggal 15 bulan berikutnya paling lama tanggal 20 bulan berikutnya

paling lama tanggal 15 bulan berikutnya paling lama tanggal 20 bulan berikutnya
Ket1
pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai
batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan kepabeanan;
10. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan
umum;
11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer,
termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan
keamanan negara;
13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program
Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
14. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-
buku pelajaran agama;
15. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal
angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal
pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal
tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan
pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor
dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga
Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
16. pesawat udara dan suku cadang serta alat
keselamatan penerbangan atau alat keselamatan
manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional;
17. kereta api dan suku cadang serta peralatan
untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana
yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api
Indonesia;
pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai
batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan kepabeanan;
10. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan
umum;
11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer,
termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan
keamanan negara;
13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program
Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
14. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-
buku pelajaran agama;
15. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal
angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal
pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal
tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan
pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor
dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga
Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
16. pesawat udara dan suku cadang serta alat
keselamatan penerbangan atau alat keselamatan
manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional;
17. kereta api dan suku cadang serta peralatan
untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana
yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api
Indonesia;
pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai
batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan kepabeanan;
10. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan
umum;
11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer,
termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan
keamanan negara;
13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program
Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
14. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-
buku pelajaran agama;
15. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal
angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal
pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal
tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan
pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor
dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga
Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
16. pesawat udara dan suku cadang serta alat
keselamatan penerbangan atau alat keselamatan
manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional;
17. kereta api dan suku cadang serta peralatan
untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana
yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api
Indonesia;
pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai
batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan kepabeanan;
10. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan
umum;
11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer,
termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan
keamanan negara;
13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program
Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
14. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-
buku pelajaran agama;
15. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal
angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal
pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal
tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan
pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor
dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga
Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
16. pesawat udara dan suku cadang serta alat
keselamatan penerbangan atau alat keselamatan
manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional;
17. kereta api dan suku cadang serta peralatan
untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana
yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api
Indonesia;
Keterangan :
Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak ini,
yang berkenaan dengan:
1) Pembayaran yang jumlahnya paling banyak
Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah;
2) Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,
listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda
pos.
dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22
Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN
Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
- Jumlah Bruto tidak termasuk PPN

Keterangan :
Untuk perusahaan antara (special purpose company
and conduit company) diatur lebih lanjut Dalam
Peraturan Menteri Keuangan No.258/PMK.03/2008

Keterangan :
penjualan atau pengalihan harta berupa perhiasan
mewah, berlian, emas, intan, jam tangan mewah,
barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar,
dan/atau pesawat terbang ringan
Keterangan :
Saldo tabungan atau deposito melebihi Rp. 7,5 Juta
Keterangan :
untuk bunga obligasi di Reksadana

Keterangan :
Semua Perusahaan atau perorangan dikenakan PPh
Final

Keterangan :
Untuk nilai proyek yang dibawah Rp. 1 Milyar dan
memiliki sertifikasi pengusaha kecil, maka objek PPh
nya adalah PPh Pasal 4 ayat 2

Keterangan :
Untuk nilai proyek yang dibawah Rp. 1 Milyar dan
memiliki sertifikasi pengusaha kecil, maka objek PPh
nya adalah PPh Pasal 4 ayat 2

Keterangan :
Bunga simpanan koperasi yang tidak perlu dilakukan
pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 adalah bungan simpan
pinjam koperasi yang bungannya kurang dari Rp. 240 rb
perbulan
Keterangan :
Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian
persewaan atau charter dengan pemotong pajak, maka
pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut
wajib memotong PPh yang terutang.

Keterangan :
Pemotongan oleh pencarter sepanjang pencarter
tersebut adalah badan pemerintah, subjek pajak badan
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

Keterangan :
Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian
charter, maka pihak yang membayar atau pihak yang
mencharter wajib memotong PPh yang terutang.

Keterangan :
Nilai ekspor bruto adalah imbalan yang diterima dari
penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan
yang bertempat kedudukan di Indonesia.
Keterangan :
PPh final yang terutang wajib dilunasi oleh WP dengan
cara pembayaran setiap bulan, yang dihitung
berdasarkan jumlah realisasi seluruh biaya pembuatan
atau perakitan barang setiap bulannya.
Dasar Hukum
Ket2
(terbaru)

PMK nomor 154/PMK.03/2010,


PMK nomor 253/PMK.03/2008,
PMK nomor 80/PMK.03/2010
PMK nomor 154/PMK.03/2010,
PMK nomor 253/PMK.03/2008,
PMK nomor 80/PMK.03/2010
PMK nomor 154/PMK.03/2010,
PMK nomor 253/PMK.03/2008,
PMK nomor 80/PMK.03/2010
PMK nomor 154/PMK.03/2010,
PMK nomor 253/PMK.03/2008,
PMK nomor 80/PMK.03/2010

PMK nomor 154/PMK.03/2010,


PMK nomor 253/PMK.03/2008,
PMK nomor 80/PMK.03/2010

PMK nomor 154/PMK.03/2010,


PMK nomor 253/PMK.03/2008,
PMK nomor 80/PMK.03/2010
PMK nomor 154/PMK.03/2010,
PMK nomor 253/PMK.03/2008,
PMK nomor 80/PMK.03/2010

PMK nomor 154/PMK.03/2010,


PMK nomor 253/PMK.03/2008,
PMK nomor 80/PMK.03/2010

PMK nomor 154/PMK.03/2010,


PMK nomor 253/PMK.03/2008,
PMK nomor 80/PMK.03/2010

PMK nomor 154/PMK.03/2010,


PMK nomor 253/PMK.03/2008,
PMK nomor 80/PMK.03/2010

PMK nomor 154/PMK.03/2010,


PMK nomor 253/PMK.03/2008,
PMK nomor 80/PMK.03/2010

PMK nomor 154/PMK.03/2010,


PMK nomor 253/PMK.03/2008,
PMK nomor 80/PMK.03/2010

PMK nomor 154/PMK.03/2010,


PMK nomor 253/PMK.03/2008,
PMK nomor 80/PMK.03/2010
PMK nomor 154/PMK.03/2010,
PMK nomor 253/PMK.03/2008,
PMK nomor 80/PMK.03/2010

PMK nomor 154/PMK.03/2010,


PMK nomor 253/PMK.03/2008,
PMK nomor 80/PMK.03/2010

PMK nomor 154/PMK.03/2010,


PMK nomor 253/PMK.03/2008,
PMK nomor 80/PMK.03/2010

PMK nomor 154/PMK.03/2010,


PMK nomor 253/PMK.03/2008,
PMK nomor 80/PMK.03/2010

Per Dirjen Pajak No. PER-


23/PJ/2009

Per Dirjen Pajak No. PER-


23/PJ/2009

Per Dirjen Pajak No. PER-


23/PJ/2009

Per Dirjen Pajak No. PER-


23/PJ/2009

PMK nomor 253/PMK.03/2008

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh Pasal 23 UU PPh No. 36 Tahun
terutang 2008
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki
NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh Pasal 23 UU PPh No. 36 Tahun
terutang 2008

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh Pasal 23 UU PPh No. 36 Tahun
terutang 2008

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki
NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki
NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009
- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki
NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

- Jika rekanan/penerima penghasilan tidak memiliki


NPWP, maka diberikan tambahan 100% dari PPh
terutang PMK No. 244/PMK.03/2009

PMK-252/PMK.03/2008, Per-
31/PJ/2009 sebagaimana telah
diubah dengan Per-57/PJ/2009,
KEP-545/PJ/2000

KMK No.434/KMK.04/1999

PMK No.82/PMK.03/2009
KMK No.624 tahun 1994,
SE.23/PJ/1995

KMK No.624 tahun 1994,


SE.23/PJ/1995

KMK No.624 tahun 1994,


SE.23/PJ/1995

PMK No.257/PMK.03/2008

PP No.5/2002, Jo KEP-DJP
Np.227/PJ./2002

PP No. 131/2000

PP No. 132/2000

PP. 41/1994 Jo. PP 14/1997


PP No. 16 Tahun 2009

PP No 16 tahun 2009

PP 4/1995, KMK No
250/KMK.04/1995.

PP 48/1994, Jo PP 27/1996 Jo PP
79/1999 Jo PP 71 tahun 2008

PP 140/2000, PP 51 tahun 2008


dan PP 140 tahun 2009

PP 140/2000, PP 51 tahun 2008


dan PP 140 tahun 2009

PP. No 15 tahun 2009


PP No 17 tahun 2009

PP 19/2008

PP 19 tahun 2009

KMK No.416/KMK.04/1996 , SE
No.29/PJ.4/1996

KMK No.475/KMK.04/1996 , SE
No.35/PJ.4/1996

KMK No.417/KMK.04/1996 , SE
No.32/PJ.4/1996

KMK No.634/KMK.04/1994, , KEP


DJP Nomor KEP-667/PJ./2001
KMK No.543/KMK.04/2002, SE-
02/PJ.03/2003

KMK No.248/KMK.04/1995, SE-


38/PJ.4/1995
Contoh Perhitungan

Contoh:
PT Import mengimpor mesin dengan nilai CIF US$
10.000, Bea Masuk 25%, PPN 10%,
PPnBM 20%, Kurs Menteri Keuangan Rp 9.200 per
dollar. PT Import sudah mempunyai API. PPh pasal
22 yang harus dipungut adalah...
Contoh:
PT Gandula mengimpor Gandum dengan nilai CIF
US$ 10.000, Bea Masuk 25%, PPN 10%, PPnBM
20%, Kurs Menteri Keuangan Rp 9.200 per dollar.
PT Import sudah mempunyai API. PPh pasal 22
yang harus dipungut adalah...
Contoh:
PT Import mengimpor mesin dengan nilai CIF US$
10.000, Bea Masuk 25%, PPN 10%, PPnBM 20%,
Kurs Menteri Keuangan Rp 9.200 per dollar. PT
Import tidak mempunyai API. PPh pasal 22 yang
harus dipungut adalah...
Contoh:
Barang sitaan DJBC atas impor mesin dengan nilai
CIF US$ 10.000, Bea Masuk 25%, PPN 10%, PPnBM
20%, Kurs Menteri Keuangan Rp 9.200 per dollar.
PPh pasal 22 yang harus dipungut adalah...

Contoh:
Departeman Agama membeli 10 buah AC dari PT
Seger Angin dengan harga per unit Rp 3.300.000
(termasuk PPN)

Contoh:
SPBU Pertamina membeli solar ke Pertamina
dengan harga Rp 100.000.000
Contoh:
Otong, Agen minyak tanah, membeli minyak tanah
ke Pertamina dengan harga Rp 100.000.000

Contoh:
Bang Kotan, Agen, membeli gas LPG ke Pertamina
dengan harga Rp 100.000.000

Contoh:
SPBU Pertamina membeli pelumas ke Pertamina
dengan harga Rp 100.000.000

Contoh:
PT Sakti, pemilik SPBU swasta membeli solar ke
Pertamina dengan harga Rp 100.000.000

Contoh:
PT Sakti, swasta membeli Minyak tanah ke
Pertamina dengan harga Rp 100.000.000

Contoh:
PT Sakti, pemilik SPBU swasta membeli gas LPG ke
Pertamina dengan harga Rp 100.000.000

Contoh:
PT Sakti, pemilik SPBU swasta membeli pelumas ke
Pertamina dengan harga Rp 100.000.000
Contoh:
PT Mulia Sejahtera membeli baja senilai Rp
50.000.000 (tidak termasuk PPN) ke PT Krakatau
Steel

Contoh:
PT ABC membeli getah karet dari seorang
pedagang pengumpul seharga Rp. 2.000.000 tidak
termasuk PPn.

Contoh:
PT BAD membeli hasil perkebunan dari seorang
pedagang pengumpul seharga Rp. 2.000.000 tidak
termasuk PPn.

Contoh:
PT DEF membeli hasil pertaian dari seorang
pedagang pengumpul seharga Rp. 2.000.000 tidak
termasuk PPn.

Contoh:
PT CEF membeli ikan dari seorang pedagang
pengumpul ikan seharga Rp. 2.000.000 tidak
termasuk PPn.

Contoh:
Penghasilan Bruto berupa royalti sebesar Rp
2.000.000,-
Contoh:
Diketahui nilai kontrak jasa konstruksi sebesar Rp
1.100.000.000,-

Contoh:
Diketahui nilai sewa kendaraan sebesar Rp
1.400.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa penilai sebesar Rp
3.000.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa aktuaris sebesar Rp
3.300.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa akuntansi sebesar
Rp 4.400.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa perancang sebesar
Rp 5.500.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa penngeboran
sebesar Rp 6.600.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa mud enginereing
sebesar Rp 7.700.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa pengeboran
sebesar Rp 8.800.000,-
Contoh:
Diterima Penghasilan atas Jasa penggunaan
jembatan pintu (avio bridge) sebesar Rp
9.900.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa penebangan hutan
sebesar Rp 11.000.000,-
Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa pengelolaa limbah
Sebesar Rp 22.000.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa tenaga kerja
sebesar Rp 33.000.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa keagenan sebesar
Rp 44.000.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan sebesar Rp 55.000.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa penitipan sebesar
Rp 66.000.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa dubbing sebesar
Rp 77.000.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa Mixing Film sebesar
Rp 88.000.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa pembuatan aplikasi
sebesar Rp. 990.000,-
Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa instalasi listrik
sebesar Rp 99.000.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa perawatan AC
sebesar Rp 3.300.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa maklon sebesar Rp
110.000.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa sewa detektif
swasta sebesar Rp 5.500.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa penyelenggaraan
konser musik sebesar Rp 220.000.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa pengepakan
sebesar Rp 4.400.000,-
Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa iklan sabun LUX
sebesar Rp 3.300.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa pembasi hama
sebesar Rp 2.200.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa cleaning service
sebesar Rp 5.500.000,-

Contoh:
Diterima Penghasilan atas jasa catering sebesar
Rp 5.000.000,-

Contoh:
Mr David warga negara Amerika memperoleh
penghasilan deviden sebesar Rp.100.000.000,-dari
PT Cakra.

Contoh:
PT Maju menjual sejumlah saham kepada Samyong
Ltd (Korea) dengan nilai keseluruhan
Rp.50.000.000.000

Contoh:
Raden Budi Mangkusingodimejo seorang
pengusaha Kaya yang merupakan WPDN membeli
harta berupa mobil dari Mr.Smith Johansson yang
merupakan WPLN, harga jual mobil tersebut Rp
600.000.000, besar PPh Pasal 26 adalah?
Contoh:
PT Sejahtera Building mengasuransikan gedungnya
kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan
membayar jumlah premi asuransi selama tahun
2010 sebesar Rp.2.000.000.000

Contoh:
PT Sejahtera Building mengasuransikan gedungnya
kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan
membayar jumlah premi asuransi selama tahun
2010 sebesar Rp.2.000.000.000

Contoh:
PT Sejahtera Building mengasuransikan gedungnya
kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan
membayar jumlah premi asuransi selama tahun
2010 sebesar Rp.2.000.000.000

Contoh:
Sebuah BUT laba Rp 100.000.000 dan telah
dikenakan PPh Pasal 17 sebesar 14% x Rp
100.000.000 = Rp 14.000.000, sehingga laba
setelah pajak adalah Rp 86.000.000. Income after
tax sebesar Rp 50.000.000 dikirim ke luar negeri,
maka PPh Pasal 26 adalah ?

Contoh:
Pada tanggal 2 Mei 2010, PT Adilah menyewakan
ruangan ke PT Sejahtera sebesar Rp. 10.000.000

Contoh:
Pada tanggal 2 Mei 2010, konsultan pajak DK&A
mendapat bungan dari bank BCA sebesar Rp. 10 jt

Contoh:
Pada tanggal 10 Sept 2010, Mujahidin dapat
hadiah undian dari bank BCA sebesar Rp. 100 jt

Contoh:
Pada tanggal 20 Mei 2010, PT.Amin Jujur menjual
sahamnya di Bursa Efek Jkrt. Saham yang dijual
adalah Rp. 1 Milyar ke PT.PRIMA dan ke PT Lainnya
sebesar 100 juta
Contoh:
Pada tanggal 10 Oktober 2010, PT.Amanah
mendapat bungan obligasi dengan kupon. Bunga
yang diterima oleh perusahaan yang masuk bursa
efek jkrt sebesar Rp. 10 jt

Contoh:
Pada tanggal 10 Okt 2010, kantor konsultan pajak
DK&A mendapat bunga obligasi sebesar Rp. 10 jt
atas obligasi yang diterbitkan oleh lembaga
pendidik dan pengkaji pajak (LP3)

Contoh:
Tanggal 10 April 2010 PT. Modal halal menjual
saham ke perusahaan pasangan usahanya yang
memenuhi ketentuan KMK No. 250/KMK.04/1995.
Saham yang dijual adalah Rp. 100 Jt ke PT. Wong
cilik

Contoh:
Tanggal 10 Sept 2010 , Konsultan Pajak DK&A
(bukan usaha pokok) menjual tanah dan bangunan
seharga Rp. 10 Milyar ke lembaga pendidik dan
pengkaji pajak. NJOP daerah tsb adalah Rp. 12
Milyar

Contoh:
22 Feb 2010, PT.Idun mendapat proyek jasa
konstruksi senilai Rp. 900 jt dari PT. Semoga jadi
Panutan. PT.Idun memiliki sertifikasi pengusaha
konstruksi kecil dari Gapensi.

Contoh:
22 Feb 2010, PT.Idun mendapat proyek jasa
konstruksi senilai Rp. 900 jt dari PT. Semoga jadi
Panutan. PT.Idun memiliki sertifikasi pengusaha
konstruksi kecil dari Gapensi.

Contoh:
10 Sept 2010, Agus (K/2) mendapat bungan
simpanan koperasi dari KUD Ikhlas sebesar Rp. 1 jt
Contoh:
Tgl 1 April 2010, Amir melakukan kontrak
perjanjian kepada PT.Newmont untuk menjamin
harga saham dikemudian hari. Amir menyerahkan
dana kepada lembaga kliring atau penjamin berupa
margin awal sebesar Rp. 10 Milyar. Amir kelak akan
untung sebesar Rp. 5 Milyar

Contoh:
Pada tanggal 10 Okt 2010, Kantor Konsultan Pajak
DK&A mendapat bungan SPN dari negara sebesar
Rp. 10 Jt

Contoh:
Pada tanggal 1 April 2010, Riski mendapat dividen
dari PT. Tax & Accounting service sebesar Rp. 100 jt

Contoh:
PT. Suka membayar sewa kapal untuk mengangkut
barang sejumlah 10 ton dengan jumlah
penumpang 10 orang ke PT .Mau. Biaya seluruhnya
yang harus dikeluarkan PT.Suka Rp
5,000,000,000.00.

Contoh:
PT. Berlayar (BUT) mengangkut barang sejumlah
20 ton dengan 15 penumpang untuk PT.Maju ke
Cina. PT Berlayar memperoleh penghasilan dari
jasa yang diberikan sebesar Rp 5,500,000,000.00.
Berapakah PPH yang terutang ?

Contoh:
Amroad Co. Jakarta merupakan kantor perwakilan
dagang Amroad Co. Ltd. Italia. Selama tahun pajak
2009, Amroad Co. Ltd. Italia telah melakukan eksp
melalui Amroad Co. Jakarta sebesar
Rp10.000.000.000,00. Pendapatan Amroad Co.
Jakarta berupa fee sebesar Rp100.000.000,00.
Bagaimana perhitungan PPh yang terutang atas
penghasilan ini?
Contoh:
PT Mainan merupakan perusahaan mitra
pembuatan mainan tamia dari perusahaan Jepang.
Tamia Ltd. Jepang mengirimkan bahan baku
sebesar Rp 100 miliar. Biaya atas pembuatan
mobil mainan yang dikeluarkan oleh PT. mainan
adalah sebesar Rp103.000.000.000,00 (di
dalamnya termasuk bahan baku
Rp100.000.000.000,00 milik Tamia Ltd.).
Berapakah PPh yang harus disetor ke kas Negara
Jawaban

PPh pasal 22 yang harus dipungut : CIF + Bea Masuk =


$12.500, Nilai Impor = $12.500 X Rp 9.200 = Rp
118.750.000, PPh psl 22 = 2,5% X Rp 118.750.000 =
Rp 2.968.750, PPh pasal 22 disetor sendiri oleh PT
Import ke Bank Devisa atau dipungut oleh DJBC pada
saat pelunasan bea masuk
PPh pasal 22 yang harus dipungut : CIF + Bea Masuk =
$12.500, Nilai Impor = $12.500 X Rp 9.200 = Rp
118.750.000, PPh psl 22 = 0,5% X Rp 118.750.000 =
Rp 593.750,- , PPh pasal 22 disetor sendiri oleh PT
Gandula ke Bank Devisa atau dipungut oleh DJBC pada
saat pelunasan bea masuk
PPh pasal 22 yang harus dipungut : CIF + Bea Masuk =
$12.500, Nilai Impor = $12.500 X Rp 9.200 = Rp
118.750.000, PPh psl 22 = 7,5% X Rp 118.750.000 =
Rp 8.906.250, PPh pasal 22 disetor sendiri oleh PT
Import ke Bank Devisa atau dipungut oleh DJBC pada
saat pelunasan bea masuk
PPh pasal 22 yang harus dipungut : CIF + Bea Masuk =
$12.500, Nilai Impor = $12.500 X Rp 9.200 = Rp
118.750.000, PPh psl 22 = 7,5% X Rp 118.750.000 =
Rp 8.906.250,-

PPh psl 22 yang harus dipungut :


1,5% X {(100/110 X Rp 3.300.000) X 10}= Rp
450.000,-

PPh pasal 22 ini dipungut oleh bendahara Departemen


Agama ; SSP disetor dan ditandatangani oleh
bendaharawan atas nama Rekanan

PPh pasal 22 yang dipungut :


0,25% X Rp 100.000.000 = Rp 250.000,- , Yang
memungut dan melapor adalah Produsen Migas dan
pelumas, yang setor PPh Pasal 22 adalah PT Sakti
PPh pasal 22 yang dipungut :
0,3 X Rp 100.000.000 = Rp 300.000,-
Yang memungut dan melapor adalah Produsen Migas
dan pelumas, yang setor PPh Pasal 22 adalah PT Sakti

PPh pasal 22 yang dipungut :


0,3 X Rp 100.000.000 = Rp 300.000,-
Yang memungut dan melapor adalah Produsen Migas
dan pelumas, yang setor PPh Pasal 22 adalah PT Sakti

PPh pasal 22 yang dipungut :


0,3 X Rp 100.000.000 = Rp 300.000,-
Yang memungut dan melapor adalah Produsen Migas
dan pelumas, yang setor PPh Pasal 22 adalah PT Sakti

PPh pasal 22 yang dipungut :


0,3 X Rp 100.000.000 = Rp 300.000,-
Yang memungut dan melapor adalah Produsen Migas
dan pelumas, yang setor PPh Pasal 22 adalah PT Sakti

PPh pasal 22 yang dipungut :


0,3 X Rp 100.000.000 = Rp 300.000,-
Yang memungut dan melapor adalah Produsen Migas
dan pelumas, yang setor PPh Pasal 22 adalah PT Sakti

PPh pasal 22 yang dipungut :


0,3 X Rp 100.000.000 = Rp 300.000,-
Yang memungut dan melapor adalah Produsen Migas
dan pelumas, yang setor PPh Pasal 22 adalah PT Sakti

PPh pasal 22 yang dipungut :


0,3 X Rp 100.000.000 = Rp 300.000,-
Yang memungut dan melapor adalah Produsen Migas
dan pelumas, yang setor PPh Pasal 22 adalah PT Sakti
PPh pasal 22 terutang :
0,3% X Rp 50.000.000 = Rp 150.000,-
SSP atas nama PT KS, yang setor dan tanda tangan di
SSP PT MS, yang melapor PT KS dengan menggunakan
SPT masa

PPh pasal 22 terutang :


0,25% X Rp 2.000.000 = Rp 5.000,-
SSP atas nama PT ABC, penyetoran dan pelaporan oleh
PT ABD dengan menggunakan SPT masa

PPh pasal 22 terutang :


0,25% X Rp 2.000.000 = Rp 5.000,-
SSP atas nama PT BAD, penyetoran dan pelaporan oleh
PT BAD dengan menggunakan SPT masa

PPh pasal 22 terutang :


0,25% X Rp 2.000.000 = Rp 5.000,-
SSP atas nama PT DEF, penyetoran dan pelaporan oleh
PT DEF dengan menggunakan SPT masa

PPh pasal 22 terutang :


0,25% X Rp 2.000.000 = Rp 5.000,-
SSP atas nama PT CEF, penyetoran dan pelaporan oleh
PT CEF dengan menggunakan SPT masa

PPh 23 terutang = 15% x Rp. 2.000.000,- = Rp.


300.000,-
PPh Pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp
1.100.000.000,-) = Rp. 20.000.000,-

PPh Pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


1.400.000,-) = Rp 25.454,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


3.000.000,-) = Rp 54.545,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


3.300.000,-) = Rp. 60.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


4.400.000,-) = Rp 80.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


5.500.000,-) = Rp 100.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


6.600.000,-) = Rp 120.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


7.700.000,-) = Rp 140.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


8.800.000,-) = Rp 160.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


9.900.000,-) = Rp 180.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


11.000.000,-) = Rp 200.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp
22.000.000,-) = Rp 400.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


33.000.000,-) = Rp 600.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


44.000.000,-) = Rp 800.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


55.000.000,-) = Rp 1.000.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


66.000.000,-) = Rp 1.200.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


77.000.000,-) = Rp 1.400.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


88.000.000,-) = Rp 1.600.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


990.000,-) = Rp 18.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp
99.000.000,-) = Rp. 1.800.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


3.300.000,-) = Rp. 60.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


110.000.000,-) = Rp 2.000.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


5.500.000,-) = Rp 100.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


220.000.000,-) = Rp. 4.000.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


4.400.000,-) = Rp 80.000,-
PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp
3.300.000,-) = Rp 60.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


2.200.000,-) = Rp 40.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x (100/110 x Rp


5.500.000,-) = 100.000,-

PPh pasal 23 terutang = 2 % x Rp 5.000.000,- = Rp


100.000,-

PPh Pasal 26: 20%xRp.100.000.000 = Rp.20.000.000


Jika Mr David memiliki Tax Resident maka berlaku
penerapan Tax Treaty, dimana telah disepakati
bersama antara Indonesia-Amerika, bahwa tarif
pajaknya 10% dari penghasilan bruto yaitu
Rp.10.000.000 yang berhak dipotong oleh PT Cakr

PPh Pasal 26 yang dipungut PT Maju :


20%x25%xRp.50.000.000.000 = Rp.2.500.000.000

PPh Pasal 26 adalah 20% x 25% x Rp 600.000.000 =


Rp 30.000.000
PPh pasal 26 yang dipungut oleh PT Sejahtera Building
adalah: 20%x50%xRp.2.000.000.000 =
Rp.200.000.000

Jika premi yang dibayarkan kepada perusahaan


asuransi luar negeri berkedudukan di Indonesia,
besarnya tariff PPh Pasal 26 adalah sebesar 20%x10%
= 2%xRp.2.000.000 = Rp.40.000.000

Jika premi yang dibayarkan reasuransi berkedudukan di


Indonesia kepada perusahaan luar negeri, besarnya
tariff PPh Pasal 26 adalah sebesar 20%x5% = 1%x
Rp2.000.000 = Rp.2.000.000

PPh Pasal 26 adalah 20% x Rp 50.000.000 = Rp


10.000.000 atau dihitung berdasar tarif tax treaty, dan
sisanya jika diinvestasikan kembali ke Indonesia tdk
dipotong PPh Pasal 26

Atas sewa tersebut harus dipotong PT.Sejahtera


sebesar 10% x Rp.10 jt = Rp. 1 Jt

Bank BCA berkewajiban menyetor Rp. 2 jt ( 20% x Rp.


10 jt) ke kas negara

Bank BCA berkewajiban menyetor Rp. 25 jt ( 25% x


Rp.100 jt) ke kas negara

Penyelenggara Bursa efek harus memotong PPh Final


sebesar 0.1% x Rp. 1,1 Milyar = Rp. 1,1 juta untuk
transaksi penjualan sahamnya
Atas pendapatan bungan obligasi ini PT.Amanah
dipotong PPh Final sebesar 20% X Rp. 10 jt = Rp. 2 jt

Atas pendapatan bungan obligasi ini konsultan pajak


DK&A dipotong PPh final sebesar 15% x Rp. 10 jt = Rp.
1,5 jt.

PT.Modal halal memotong PPh Final sebesar 0,1% x Rp.


100 jt = Rp. 100 rb untuk transaksi penjualan
sahamnya.

Atas pendapatan dari penjualan tanah tsb konsultan


pajak DK&A diwajibkan membayar PPh Pasal 25
sebesar 5% x Nilai tertinggi antara harga jual
dibandingkan dengan NJOP, atau dalam hal ini 5% x
Rp.12 Milyar = Rp. 600 jt

Atas pendapatan jasa konstruksi Pemda harus


memotong PPh Final Pasal 4 ayat 2 sebesar 2% x Rp.
900 jt = Rp.18 jt

Atas pendapatan jasa konstruksi Pemda harus


memotong PPh Final Pasal 4 ayat 2 sebesar 2% x Rp.
900 jt = Rp.18 jt

Atas bungan tersebut harus dipotong Koperasi sebesar


10% x Rp. 1 jt = Rp. 100 rb
Atas transaksi ini harus dipotong oleh lembaga Kliring
atau pernjamin sebesar 2.5% x Rp. 10 Milyar = Rp. 250
jt

Pemotong PPh adalah negara, pihak yang


membayarkan bunga SPN yaitu sebesar 20% xRp. 10 jt
= Rp. 2 jt

Atas dividen tsb harus dipotong PT. T&A sebesar 10% x


Rp. 100 jt = Rp. 10 jt

Maka besarnya PPh Pasal 15 yang dipotong oleh


PT.Suka dan disetorkan ke kas negara adalah 1,2% x
Rp 5,000,000,000.00 = Rp 60,000,000.00

Jawab : 2,64% x Rp 5,500,000,000.00 = Rp


145,200,000.00

Jawab : 0,44% x Rp10.000.000.000,00 = Rp


44,000,000.00
Jawab : 1,75% x rp 3,000,000,000.00 = Rp
52,500,000.00

You might also like