Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN PENDAHULUAN
ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)
Oleh:
1401100011
Maret 2017
A. Definisi
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu
spektrum sindroma koroner akut yang paling berat. Sindroma koroner akut
(SKA) merupakan satu subset akut dari penyakit jantung koroner (PJK) (Firdaus
I, 2012). SKA merupakan spektrum klinis yang mencakup angina tidak stabil,
infark mikard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) dan infark miokard akut
dengan elevasi segmen ST (STEMI) (Myrtha R, 2011).
(a)
(b)
Gambar 1. (a) gambaran EKG jantung normal; (b) gambaran EKG jantung
STEMI
B. Etiologi
Umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak ateroskerotik yang sudah ada sebelumnya. Ini
disebabkan karena injuri yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid (Nurarif AH & Hardhi K, 2013). Penyebab lain
infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli arteri koronaria, anomali
3
C. Diagnosis IMA
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan
anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm,
minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2
sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang
meningkat akan memperkuat diagnosis (Santoso & Setiawan, 2005).
Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa
beristirahat (gelisah) dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi
nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat
adanya STEMI (Sudoyo AW dkk, 2010).
D. Patofisiologi
Infark miokard (serangan jantung) terjadi ketika arteri korener (setidaknya
sebagian) tiba-tiba terhalang oleh bekuan darah yang menyebabkan setidaknya
beberapa dari otot jantung yang mendapat suplai darah oleh arteri menjadi infark
(mati). Pada kasus STEMI arteri koroner benar-benar diblokir oleh bekuan darah
dan sebagai hasilnya hampir semua otot jantung yang disuplai oleh arteri yang
terkena mulai mati (Fogoros RN, 2008).
Serangan jantung tipe ini biasanya ditunjukkaan oleh perubahan
karakteristik pada hasil EKG. Slah satu perubahan EKG adalah elevasi pada
segmen ST. Segmen ST yang tinggi menunjukkan bahwa terjadi kerusakan
otot jantung yang relatif besar (karena arteri koroner benar-benar tersumbat)
(Fogoros RN, 2008). Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat
diubah yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. sedangkan faktor
risiko yang masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses
aterogenik, antara lain kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan
toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori
(Santoso & Setiawan, 2005).
4
Faktor
penyebab
injuri vaskular: Endapan Endapan
lipoprotein di lipoprotein di
1. Merokok tunika intima tunika intima
Lesi
2. komplikata
Hipertensi Flaque fibrosa Invasi dari
3. Akumulasi akumulasi dari lipid
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana
pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi.
Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalah creatinin kinase
(CK) MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan secara
serial. cTn digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan
CKMB (Sudoyo AW dkk, 2010).
. Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan elevasi
ST dan gejala IMA serta tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim diatas dua kali nilai batas atas normal menunjukkan
adanya nekrosis jantung (Sudoyo AW dkk, 2010).
1. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
2. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase (CK),
Lactic dehydrogenase (LDH). Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah
leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset
nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul
(Sudoyo AW dkk, 2010).
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan
nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit sejak
kedatangan di IGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi
reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien
tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian dengan
interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus
dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. EKG sisi
kanan harus diambil pada pasien dengan STEMI inferior, untuk mendeteksi
kemungkinan infark ventrikel kanan (Sudoyo AW dkk, 2010).
G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat,
menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi
yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet, memberi obat
penunjang. Terdapat beberapa pedoman (guideline) dalam tatalaksana IMA
dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan ESC tahun 2008, tetapi
perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-masing tempat dan
kemampuan ahli yang ada (Sudoyo AW dkk, 2010; Fauci et al, 2010).
1. Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi
oksigen <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama.
6
H. Masalah Keperawatan
Anamnesis (Doenges, 2000)
1. Aktifitas
Gejala : Kelemahan, kelelahan
Tanda : Takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan
darah, diabetes mellitus.
Tanda :
a) Tekanan darah, dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat
dari tidur sampai duduk atau berdiri.
b) Nadi: Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
c) Bunyi jantung: Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau
komplain ventrikel.
d) Murmur: Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
jantung
e) Friksi ; dicurigai Perikarditis.
f) Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
g) Edema: Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema
umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
h) Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau
bibir
3. Integritas ego
7
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan
ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang
keuangan , kerja , keluarga.
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri, koma nyeri.
4. Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5. Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar
Tanda : berkeringat, muntah, perubahan berat badan
6. Higiene
Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun
kebanyakan nyeri dalam dan viseral).
b) Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar
ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium,
siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
c) Kualitas : Crushing , menyempit, berat, menetap, tertekan.
d) Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus,
hipertensi, lansia
9. Pernafasan
Gejala : dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat, dispnea nokturnal, batuk
dengan atau tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit pernafasan
kronis.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat, pucat, sianosis
bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
4. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan
utama paru, perubahan membran alveolar-kapiler (atelektasis, kolaps jalan
napas/ alveolar edem paru/ efusi, sekresi berlebihan/ perdarahan aktif)
5. Ansietas b.d ancaman aktual terhadap integritas biologis
6. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang fungsi jantung/ implikasi
penyakit jantung.
7. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan
kebutuhan, adanya iskemia/ nekrosis jaringan miokard.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Kolaboratif
Mandiri
1. Selidiki keluhan nyeri dada, 1. Mengetahui lokasi dan derajat nyeri. Pada
memperhatikan awitan, faktor iskemia miokardium nyeri dapat memburuk
pemberat atau penurun dengan inspirasi dalam, gerakan atau
berbaring dan hilang dengan duduk tegak
atau membungkuk.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri
Kolaboratif
3. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan b.d menurunya suplai oksegen
ke otot.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri
Kriteria Hasil: mempertahankan pola nafas efektif bebas sianosis, dan tanda lain dari
hipoksia.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri:
3. Merangsang fungsi
pernafasan/ekspansi paru. Efektif
3. Tinggikan kepala tempat tidur pada pencegahan dan perbaikan
letakkan pada posisi duduk tinggi kongesti paru.
atau semifowler.
Kolaborasi:
12
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri
Kolaborasi
13
Intervensi
Intervensi Rasional
Mandiri
Daftar Pustaka
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2010. 17th Edition
Harrisons Principles of Internal Medicine. New South Wales : McGraw Hill.
Firdaus I. 2012. Strategi Farmako-invasif pada STEMI Akut. J Kardiol Indones; 33:
266-71.
Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. 2008. Braunwalds Heart Disease : A
textbook of Cardiovascular Medicine. Philadephia: Elsevier.
Moorhead, Sue, et all. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition.
USA: Mosbie Elsevier.
Myrtha R. 2011. Perubahan Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut (SKA).
CDK 188; 38 (7): 541-542.
Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
15