You are on page 1of 40

MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANAK DALAM MENULIS CERITA BERGAMBAR

ABSTRAK

Penulisan ini dilakukan karena penulis menemukan kemampuan anak dalam menulis cerita

bergambar, desain yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari 2

siklus dengan langkah-langkah Perencanaan, Pelaksanaan-pengamatan-Repleksi, Penelitian

dilakukan di SD Gandaria Selatan 01 dengan subjek penelitian kelas III tahun Penelitian 2016

2017 pada tanggal hasil penelitian menunjukan bahwa penulis masih menemui kelemahan yaitu

kurangnya ketelitian dalam menulis bercerita dan terdapat juga kelebihan yaitu menggunakan

tehnik yang tepat dan media yang menarik buat anak. hasil lainnya anak lebih tertarik ketika

bercerita melalui gambar yang sudah disediakan. Dengan metode bercerita melalui gambar dan

hasil akhir menunjukan bahwa dengan bercerita melalui gambar imajinasi anak dapat di

tingkatkan secara optimal. Hal ini dapat ditunjukan dengan 50 % anak sudah dapat memenuhi

kebutuhan yang ditetapkan kata kunci : Meningkatkan kemampuan anak dalam menulis cerita

bergambar.
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Sejarah kemajuan suatu bangsa dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan

kebudayaannya. sebuah tulisan atau karangan yang merupakan salah satu dari peninggalan

kebudayaan adalah sumber sejarah yang otentik, sebuah tulisan atau karangan dapat

melukiskan peristiwa-peristiwa melalui tulisan atau karangan diwarisi dari satu generasi ke

generasi berikutnya :
Bila kita berbicara mengenai tulisan atau karangan, sebelumnya kita pasti berfikir

tentang bahasa, Penulisan sebuah karangan erat sekali hubungannya dengan bahasa,

penguasaan bahasa adalah modal utama seorang penulis.


Seorang penulis harus memiliki pengetahuan ke bahasaan tentang kaidah-kaidah

dalam bahasa tulis. Hal ini perlu, agar gagasan-gagasan penulis dapat secara tepat diterima

dan dipengaruhi oleh pembaca. Keterampilan berbahasa terdiri dari empat komponen yaitu

keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan menulis merupakan

keterampilan berbahasa yang paling komplek.


Seseorang yang pandai berbahasa lisan belum tentu pandai dalam bahasa tulis, dalam

bahasa tulis seorang harus dapat berkata-kata dalam bentuk kalimat yang efektif, agar

pembaca mengerti apa yang dimaksud penulis menurut Abdul Razak 1992 dalam bukunya

kalimat yang efektif dapat dikenal karena ciri-cirinya berikut : Keutuhan, Perpautan,

Pemusatan, Perhatian dan Keringkasan, ciri Keutuhan perhatian dan keringkasan ciri

keutuhan itu nyata Jika seluruh kata dalam kalimat merupakan bagian yang terpadu,

Perpautan berkenaan dengan kata hubungan antara unsur kalimat pemusatan ini tercapai

dengan menepatkan bagian terpenting pada awal atau akhir kalimat. Ciri keringkasan

kehematan dalam pemakaian kata. Keutuhan dalam kalimat ialah adanya subjek dan predikat
dalam sebuah kalimat. Keutuhan dalam kalimat dapat dirusak oleh ketiadaan subjek atau oleh

adanya kerancuan. Perpautan dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis dan jelas

antara subjek dan predikat. Pemusatan perhatian dapt diletakkan pada awal atau pada akhir

kata. Keringkasan dalam kalimat dapat dilihat dengan tidak adanya kata-kata yang

berlebihan.
Kalimat yang baik dapat dengan mudah mengatarkan pembaca pada maksud yang

dipaparkan penulis.
Betapapun bagus pikiran, gagasan dan pengalaman yang dipaparkan dalam sebuah

penelitian tidak akan menarik minat menulis, apabila kalimatnya tidak disusun secara efektif.
Setiap manusia mempunyai kemauan untuk mengekspresikan pikiran, gagasan dan

sikapnya. Pengekspresian tersebut dapat saja ingin diwujudkan dalam bentuk artikel, sketsa,

puisi maupun karangan berbentuk artikel, sketsa, puisi maupun karangan berbentuk lain.

Sayang walaupun tiap manusia mempunyai keinginan demikian, namun tidak semua manusia

dapat mewujudkan keinginannya tersebut.


Melalui kata-kata, kalimat dan bahasa manusia dapat mengapresikan pikiran dan

perasaannya kepada orang lain secara lisan dan tulisan. Agar ekspresinya dapat diwujudkan

dalam sebuah tulisan yang baik maka perlu diadakan latihan-latihan. Keterampilan menulis

tidak akan datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak

dan teratur. Untuk itulah keterampilan menulis sudah dilatih sejak di Sekolah Dasar, dimulai

dengan melatih siswa membuat kalimat sederhana dan mudah dimengerti.


Pengajaraan menulis di sekolah belum terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan

kurangnya latihan-latihan mengarang yang diberikan guru, sehingga siswa tidak dapat

menuangkan pikiran, perasaan, dan pengalamannya dalam sebuah karangan, kalimat-kalimat

yang disusun siswa dalam sebuah karangan sering kali tidak efektif dan rancu.
Tujuan pengajaran menulis di sekolah ialah agar siswa memahami cara menulis lanjut

dengan menggunakan ejaan yang benar dan mengkomunikasikan ide atau pesan secara

tertulis.
Dalam perkembangan jaman yang semakin maju dewasa ini keterampilan menulis

sangat dibutuhkan untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Sehubungan dengan hal tersebut,

Hanry Guntur Tarigan, Berpendapat :


Dalam kehidupan modern ini jelas bahwa keterampilan menulis merupakan suatu

ciri dari orang yang terpelajar. Menulis digunakan oleh orang terpelajar untuk

mencatat/merekam, meyakinkan, melaporkan/memberitahukan, dan mempengaruhi dan

maksud serta tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh orang-orang yang dapat

menyusun pikirannya dan mengutarakannya dengan jelas. Kejelasan itu tergantung pada

pikiran, organisasi, pemakaian kata-kata, da struktur kalimat.


Untuk mencapai tujuan tersebut di atas siswa harus banyak menulis karangan secara

teratur. Dengan banyaknya latihan yang terakhir maka siswa menjadi terlatih dan dapat

mengekpresikan pikiran, perasaan dan sikapnya dalam bentuk tulisan yang efektif.
Menurut Jos Daniel Parera dalam bukunya sebagai berikut : tulisan yang efektif

berarti tulisan itu informatif dan komunikatif, sebuah tulisan yang informatif berisikan pesan,

amanat dan gagasan penulis sesuai dengan apa yang di kehendakinya.

2. Identifikasi Masalah

Keberhasilan anak dalam belajar di pengaruhi oleh bagaimana cara guru menjelaskan

materi penjelaskan melalui metode yang bervariasi dan media pembelajaran yang menarik

karena karakteristik anak usia SD menurut Prof. Dr. Rampubolon (1991:50) bercerita kepada

anak memainkan peranan penting bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan
membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan fikiran anak dapat merangkai,

menulis, menyimak sesuai dengan latar belakang dan cara belajar anak.

3. Analisi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ditentukan maka rumusan masalah sebagai berikut:

a. Kurangnya kreatifitas guru dalam memperkenalkan bercerita


b. Hasil kegiatan anak belum sesuai dengan tujuan pembelajaran
c. Kurangnya motivasi belajar siswa dalam bercerita
d. Apakah guru kurang member materi tentang bercerita

A. Alternatif Pemecahan Masalah

Untuk memperbaiki masalah ini peneliti akan menggunakan media pembelajaran

berupa media gambar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil analisis di atas peneliti merumuskan masalah yang menjadi fokus

perbaikan pembelajaran adalah sebagai berikut :

Bagaimana meningkatkan kemampuan siswa kelas III dalam menulis cerita bergambar di

SDN Gandaria Selatan 01.

C. Tujuan Perbaikan Pembelajaran

Meningkatkan kemampuan siswa kelas III dalam menulis cerita bergambar di SDN

Gandaria Selatan 01.

D. Manfaat Perbaikan Kegiatan Pembelajaran


Hasil perbaikan dalam kegiatan pembelajaran ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

semua pihak, terutama :

1. Anak
a. Meningkatkan kemampuan bercerita bergambar.
b. Melatih anak dalam bercerita bergambar.
c. Memperkenalkan anak cara bercerita melalui gambar.
2. Guru
a. Memberikan pengetahuan bagaimana memberikan pengetahuan bercerita melalui

gambar.
b. Memahami kebutuhan anak dan memfasilitasinya.
c. Memberikan kesempatan pada anak untuk memecahkan masalahnya sendiri dalam

bercerita melalui gambar.


3. Orang tua
Dapat menambah wawasan bagaimana cara memfasilitasi dan mestimulasi kemampuan

dalam bercerita melalui gambar.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
KETERAMPILAN BERBAHASA

A. PENGERTIAN
Keterampilan berasal dari kata terampil yang bermakna cakap atau mampu dan cekatan.

Kata terampil mendapat imbuhan ke- -an menjadi keterampilan yang bermakna kecakapan

atau kemampuan dan kecekatan. Keterampilan berbahasa adalah kemampuan dan kecekatan

menggunakan bahasa yang dapat meliputi mendengarkan/menyimak, berbicara, membaca

dan menulis.
Telah kita ketahui bahwa fungsi nama bahasa adalah sebagai alat komunikasi baik lisan

maupun tulis. Dengan demikian, terampil berbahasa Indonesia artinya terampil menggunakan

bahasa Indonesia dalam komunikasi baik secara lisan maupun tertulis. Keterampilan

berbahasa lisan meliputi menyimak dan berbicara, sedangkan keterampilan berbahasa tulis

meliputi membaca dan menulis. Dilihat dari sifatnya, keterampilan menyimak dan membaca

bersifat reseptif yaitu menerima atau memahami pesan yang disampaikan oleh pembicara
atau penulis, sedangkan berbicara dan menulis bersifat produktif, artinya menghasilkan

pembicaraan atau tulisan.


Keterampilan berbahasa lisan dilakukan secara tatap muka atau secara langsung dengan

dan tanpa media penghubung (telepon). Keterampilan berbahasa tulis dilakukan tanpa tatap

muka antara pembaca dan menulis.

B. KETERAMPILAN RESEPTIF
1. Menyimak
Menyimak atau dalam kurikulum sekolah digunakan istilah mendengarkan adalah

kegiatan berbahasa dengan tujuan memahami pesan yang disampaikan pembicara. Dapat

disimpulkan bahwa menyimak berbeda dengan mendengarkan.


Setiap orang yang memiliki alat pendengaran yang sehat pasti dapat mendengar

segala macam bunyi dan suara dengan baik, artinya alat dengar berfungsi membantu

setiap makhluk (manusia dan hewan) mendengar bunyi-bunyi yang keluar dari berbagai

sumber dan Arab. Jika ada bunyi benda meledak tidak hanya manusia yang dapat

mendengar, hewan yang ada disekitar benda yang meledak tersebut pun dapat mendengar

bunyi ledakan itu. Suara kicauan burung di hutan tidak hanya dapat didengar oleh

manusia, hewan lain pun dapat mendengar kicauan burung tersebut.


Demikian pula halnya dengan mendengar bahasa, jika seseorang hanya

mendengar ujaran orang lain, artinya dia hanya mendengar bunyi-bunyi ujar tersebut

tanpa tahu maksud atau makna yang terkandung di dalamnya. Lalu apa bedanya dengan

menyimak atau mendengarkan?


Menyimak atau mendengarkan memang menggunakan alat yang sama yaitu alat

dengar, namun seperti yang diungkapkan di atas bahwa menyimak memiliki tujuan

sedangkan mendengarkan tidak. Tarigan (1980) mencontohkan ungkapan tentang

menyimak Tuhu ngeibegina, tapi labo idengkehkenna yang artinya Memang

didengarnya, tetapi tidak disimaknya. Para orang tua pun sering menasehati putra-
putrinya sebagai berikut Kalau orang tua berbicara jangan hanya sekedar didengar,

masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Artinya, jika orang tua memberi nasihat

diperhatikan dan diterapkan.


Penjelasan di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan yang mendasar antara

mendengar dan mendengarkan atau menyimak. Dalam bahasa Inggris, padanan

mendengarkan adalah to hear, sedangkan menyimak adalah to listen atau hearing dan

listening.
Di dalam menyimak orang tidak hanya mengaktifkan pendengarannya, tetapi juga

harus berkonsentrasi serta menggunakan sikap-sikap positif, baik terhadap pembicara

maupun bahan pembicaraan. Sikap positif terhadap bahan simakan atau pembicaraan

akan membantu penyimak berkonsentrasi dalam memahami simakan. Jika sebelum

menyimak seseorang sudah tidak menyenangi topik pembicaraan, ia tidak akan

melakukan kegiatan menyimak dengan sungguh-sungguh, yang terjadi adalah ia hanya

mendengar saja atau menjadi menyimak pasif. Hal yang sama akan terjadi jika penyimak

tidak menyukai pembicaraannya. Apapun yang disampaikan pembicara akan dinilai tidak

baik oleh penyimak, sehingga kegiatan menyimak pun menjadi tidak efektif.
Menyimak bersifat interaktif dan noninteraktif. Menyimak interaktif adalah

menyimak yang lain. Artinya kegiatan menyimak interaktif dapat dilakukan secara dua

arah dan multi arah. Kegiatan menyimak interaktif sering kita saksikan atau kita lakukan.
Menyimak noninteraktif adalah kegiatan menyimak yang tidak disertai dengan

tanya jawab atau interaktif antara pembicara dan penyimak. Kegiatan ini kita lakukan

ketika mendengarkan siaran radio atau televisi. Pada kegiatan tatap muka juga sering kita

melakukan menyimak. Noninteraktif, seperti mendengarkan pidato ceramah yang tidak

disertai dengan tanya jawab atau mendengarkan nasihat.


2. Membaca
Sebagaimana menyimak, membaca adalah kegiatan berbahasa dalam rangka

memahami pesan. Jika pada penyimak pesan yang berusaha di pahami disampaikan

melalui tulisan. Artinya keterampilan membaca tergolong kedalam keterampilan

berbahasa tulis.

Banyak keterampilan membaca yang dapat dimiliki oleh setiap orang, namun

pada mata kuliah ini keterampilan yang akan dipelajari dan terlatih, keterampilan yang

sesuai dengan yang dibutuhkan yaitu keterampilan membaca pemahaman.

Bloom (2001) menerjemahkan pemahaman sebagai suatu proses dalam rangka

mengetahui isi sebuah kemunikasi atau gagasan yang dikomunikasikan baik dalam

bentuk lisan maupun tulis. Di dalam pemahaman terdapat unsur tujuan, sikap dan respon

yang dapat mewakili sesuatu pengertian dari pesan yang disampaikan.

Smith dalam Solkhan (1987) membagi pemahaman dalam membaca menjadi

empat kategori, yaitu :

a. Pemahaman literal
b. Interpretatif
c. Kritis
d. Kreatif

C. KETERAMPILAN PRODUKTIF
1. Berbicara
Kegiatan berbicara yang dimaksudkan disini berkaitan dengan kegiatan ilmiah,

bukan berbicara sebagaimana orang-orang berbicara dalam situasi nonformal seperti

mengobrol atau kongko-kongko kata orang Jakarta. Berbicara yang diuraikan pada bahan

ajar ini adalah kegiatan berbicara dalam rangka memperoleh dan menyampaikan

pengetahuan dalam rangka mempraktikan keterampilan berbahasa.


Jenis-jenis kegiatan berbicara yang biasa dilakukan pelajar/mahasiswa adalah

diskusi, seminar, memberi sambutan atau pidato, melakukan wawancara untuk

memperoleh informasi dan lain-lain.


Berbicara adalah kegiatan menyampaikan pesan kepada orang lain (penyimak)

dengan media bahasa lisan. Suhendra (1992: 20) mendefinisikan, berbicara adalah proses

perubahan wujud pikiran/perasaan menjadi wujud ujaran.


Sebagai suatu proses tentu banyak alat dan cara yang diperlukan dalam

melakukan kegiatan berbicara. Alat utama yang digunakan orang dalam melakukan

kegiatan berbicara adalah alat-alat ucap yang meliputi seluruh bagian mulut (bibir, lidah,

langit-langit keras, langit-langit lunak, gigi, tenggorokkan, anak tekak, pita suara), paru-

paru dan juga hidung. Jika satu dari sekian alat-alat ucap tersebut ada yang tidak sehat

akan mengganggu pelafalan atau ujaran pembicara.


Kegiatan berbicara yang baik dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan, yaitu

tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi. Pada tahap persiapan, pembicara

harus melakukan kegiatan menunjukkan tujuan, mengumpulkan referensi, menyusun

kerangka, dan melakukan latihan. Pada tahap pelaksanaan, pembicara melalui tahapan

membuka pembicaraan, menyampaikan gagasan, dan menutup pembicaraan. Evaluasi

dapat dilakukan dengan cara mendengarkan kembali kegiatan berbicara jika dibuat

rekaman ketika berbicara atau meminta masukan dari pendengar, khususnya teman yang

mendengarkan apa dan bagaimana kita berbicara.


Keterampilan berbicara sama dengan keterampilan berbahasa yang lain

(menyimak, membaca, dan menulis) yang memerlukan pengetahuan, pengalaman, serta

kemampuan berfikir yang memadai. Setiap orang dapat memiliki keterampilan berbicara

yang baik, asal bersungguh-sungguh belajar untuk memahami konsep-konsep tentang

berbicara dan melakukan latihan secara berkesinambungan. Pada modal berikutnya yaitu
modal yang khusus membahasa tentang keterampilan berbicara, anda akan mempelajari

dan berlatih berbicara yang berkaitan dengan kepentingan anda sebagai mahasiswa.
2. Menulis

Menulis adalah keterampilan berbahasa kedua yang bersifat produktif. Jika pada

keterampilan berbicara orang menyampaikan pesan, gagasan atau buah pikiran dengan

menggunakan bahasa lisan, dalam menulis pesan disampaikan penulis melalui bahasa

tulis. Seperti halnya pada berbicara, menulis juga memerlukan proses. Untuk

memperoleh tulisan yang baik penulis, penulis juga harus melalui tahapan-tahapan yaitu

tahap pra penulisan, tahap penulisan dan tahap pasca penulisan.

Tahap pra penulisan atau tahap persiapan, pada tahap ini penulis harus melakukan

kegiatan menentukan topik, mengorganisasikan tulisan, menentukan sasaran atau

pembaca, mengumpulkan informasi dan menyusun kerangka karangan. Pada tahap

penulisan, penulis mulai menyusun tulisan atau melakukan kegiatan menulis. Tulisan

penulis pada tahap ini masih dalam bentuk draf atau buram. Setelah tulisan dianggap

selesai, penulis masuk pada tahap pasca penulisan, yaitu membaca ulang tulisan,

memperbaikinya dengan cara menambah atau mengurangi dan memperbaiki tulisan yang

bersifat mekanis sampai dianggap tulisan benar-benar final.

Haffemian dan Lincoln berpendapat bahwa Menulis merupakan suatau proses.

Pada waktu menulis, seseorang memerlukan lebih banyak waktu untuk berfikir,

menuangkan ide-idenya di atas kertas dengan cara mengembangkan topik, memilih kata-

kata, membaca kembali apa yang ditulisnya, memikirkannya, mempertimbangkannya dan

memperbaikinya.

Keterampilan menulis tidak didapatkan seseorang dengan cara yang mudah atau

sekali jadi. Richek, dkk. (1997) mengungkapkan bahwa Penulis yang baik tidak
menghasilkan tulisan dengan cara yang mudah atau sekali jadi, melainkan melalui

tahapn-tahapan yang panjang. Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh Hock

(1999) Menulis atau mengarang adalah suatu kemahiran yang berbeda dengan

kemahiran berbahasa yang lain.

Menyimak, berbicara dan membaca, kemahiran atau keterampilan menulis dapat

diperoleh seseorang melalui latihan-latihan yang intensif. Sebagai suatu proses menulis

memerlukan waktu yang panjang dan tahapan-tahapan yang harus di lalui.

Menulis memerlukan waktu yang panjang. Menulis adalah berkomunikasi.

Menulis adalah menginstruksikan dan menuliskan adalah usaha untuk belajar untuk

memperoleh keterampilan menulis seperti yang diungkapkan oleh Gere yang artinya

bahwa untuk menjadi penulis yang baik di tuntut untuk memiliki beberapa pengetahuan

isi (subtansi) tulisan.

Syarat-syarat penulisan topik menarik diketahui dan dikuasai penulis tidak

menimbulkan kontroveksi mengandung unsur baru, aktual, cukup sempit dan terbatas.

Pesan utama yang ingin disampaikan penulis melalui karangannya. Tema di

rumuskan dan bentuk kalimat yang lengkap disusun berdasarkan topik yang lebih di

tehnikan. Ciri-ciri tema yang baik dirumuskan dalam kalimat yang jelas, menulis suatu

gagasan melalui gagasan sensual, terarah, mengandung unsur keaslian dan keharuan.

Kerangka karangan adalah rencana kerja yang memuat garis besar suatu

karangan. Manfaat kerangka karangan memudahkan menyusun karangan sehingga

menjadi teratur memudahkan penempatan antara bagian karangan. Manfaat kerangka

karangan memudahkan penyusunan karangan sehingga menjadi teratur, memudahkan

penetapan antara bagian karangan. Manfaat kerangka karangan memudahkan penyusunan


karangan sehingga menjadi lebih teratur, memudahkan penempatan antara bagian

karangan yang penting dengan kurang penting.

Menghindari timbulnya pengulangan pembahasan. Membantu pengumpulan

sumber-sumber yang diperlukan. Mengumpulkan data untuk memperkaya pemahaman

dan pengetahuannya. Seorang penulis harus mengumpulkan data informasi atau

pengetahuan tambahan yang berkaitan dengan tema karangan. Pengumpulan data dapat

dilakukan dengan membaca bahan acuan tertentu, mengadakan wawancara atau

pengamatan lapangan.

Pengembangan kerangka karangan. Sebuah karangan dapat disusun berdasarkan

pola-pola tertentu.

a. Urutan Waktu (Kronologis)


Urutan yang didasarkan tuntutan peristiwa atau tahap-tahap kejadian.
b. Urutan Ruang (Spesial)
Urutan penyajian suatu kejadian atau benda yang disusun berdasarkan urutan ke

ruangan. Misal dari yang depan ke belakang, dari yang terdekat ke yang terjauh,

dsb.
c. Urutan Klimaks atau Anti Klimaks
Bila bagian penting di tempatkan pada bagian akhir disebut urutan klimaks.

Sebaliknya, bila bagian penting ditemukan pada awal pembahasan disebut urutan

anti klimaks.
d. Urutan Kausalitas
Mencakup dua pola yaitu, urutan sebab akibat dan urutan akibat sebab. Pada pola

yang pertama, masalah yang utama dianggap sebagai sebab kemudian di lanjutkan

perincian-perincian yang merupakan akibatnya. Adapun pada pola yang kedua,

masalah yang utama dianggap sebagai akibat kemudian dilanjutkan perincian-

perincian yang berusaha mencari penyebabnya.


Bercerita adalah suatu aktifitas menuangkan ide/gagasan ke dalam sebuah karya tulis

dengan tujuan tertentu.


Proses cerita diawali dengan mencari ide. Selanjutnya yang anda harus lalukan adalah

membuat kerangka. Cerita ialah suatu rencana kerja yang berisi garis besar dari suatu cerita yang

akan ditulis.
Menurut Prof. Dr. Rampubolon (1991: 50) bercerita kepada anak memainkan permainan

penting bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca dan pikiran anak dan

dapat merangkai, menulis, menyimak sesuai dengan latar belakang dan cara belajar anak.

Manfaat metode cerita :

a. Melatih daya serap atau daya tangkap anak


b. Melatih daya fikir anak
c. Melatih daya konsentrasi anak
d. Melatih daya imajinasi anak.

Mengapa bercerita itu penting? Siswa banyak sekali melakukan tulis menulis hampir

tiap waktu menggunakan bahasa, tulis, catatan atau latihan yang sering sekali anak harus sudah

dapat menguasai keterampilan menulis cerita. Apalagi keterampilan cerita adalah tetap berguna

di dalam hidupnya.
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Subjek, Tempat, Waktu Penelitian, dan Pihak Yang Membantu


1. Subjek Penelitian
Penelitian tindakan kelas dilaksanakan kepada sisw kelas III SDN Gandaria Selatan

01 Jakarta Selatan. Jumlah siswa sebanyak 25 siswa yang terdiri atas 11 siswa perempuan

dan 14 siswa laki-laki.


2. Tempat Penelitian
Tempat yang digunakan untuk melaksanakan penelitian ini adalah SDN Gandaria

Selatan 01 Jakarta Selatan Kelas III.


3. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan peneliti dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas ini yaitu

sebagai berikut :

Tabel. Waktu Penelitian

No Kegiatan Siklus Hari/ Tanggal Waktu


1 Pra Siklus Rabu, 25 Januari 2017 2 x 35
2 Siklus 1 Selasa, 31 Januari 2017 2 x 35
3 Siklus 2 Jumat, 10 Februari 2017 2 x 35
4. Pihak yang membantu
a. Dedi Setiadi, S.Pd selaku Kepala Sekolah SDN Gandaria Selatan 01
b. Iman Nurjaman, M.Pd Selaku Supervisor I
c. H. Dedy, S.Pd Selaku Supervisor II

B. Desain Penelitian Perbaikan Pembelajaran

Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan

bercerita melalui gambar di kelas. Jenis penelitian ini dapat digolongkan dalam Penelitian

Tindakan Kelas (PTK).

Penelitian tindakan kelas (classroom action research) dilaksanakan dalam bentuk siklus.

Menurut Elliot (melalui Wiriaatmadja, 2006:12), penelitian tindakan kelas adalah sebagai kajian

dari sebuah situasi sosial dengan kemungkinan tindakan untuk memperbaiki kualitas situasi

social tersebut. Dipihak lain, Carrdan Kemmis (melalui Madya, 2006:9) menjelaskan bahwa

penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh

peserta-pesertanya dalam situasi social untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik

pendidikan dan praktik social mereka, serta pemahaman mereka terhadap praktik-praktik dan

situasi tempat praktik tersebut dilakukan.

Penelitian tindakan merupakan pengumpulan informasi yang sistematik yang dirancang

untuk menghasilkan perubahan social (Bodgan dan Biklen melalui Madya, 2006:9). Menurut

Burns (melalui Madya, 2006:9), penelitian tindakan merupakan penerapan penemuan fakta pada

pemecahan masalah dalam situasi social dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas

tindakan yang dilakukan di dalamnya. Penelitian tindakan melibatkan kolaborasi dan kerjasama

para peneliti, praktisi dan orang awam.

Penelitian tindakan kelas memiliki enam karakteristik, yaitu: (a) kritik reflektif, (b) kritik

dialektis, (c) kolaboratif, (d) risiko, (e) susunan jamak, dan (f) internalisasi teori dan praktik.
Untuk mewujudkan tujuan penelitian tindakan kelas dilaksanakan proses pengkajian berdaur

yang terdiri dari empat tahap, merencanakan, melakukan tindakan, mengamati, dan merefleksi.

Penelitian tindakan kelas yang dilakukan kali ini menggunakan desain tindakan menurut

model Kemmis dan Taggart (melalui Wiriaatmadja, 2006:66) yang dapat digambarkan sebagai

berikut.

Gambar 2.1 Model Spiral dari Kemmis dan Taggart


1 Perencanaan Tindakan

Pada tahap ini peneliti membuat perencanaan tindakan yang meliputi :

a Peneliti merancang rencana kegiatan pembelajaran (RPP)


b Skenario pembelajaran
c Lk. Gambar cerita

Perencanaan yang dibuat dengan faktor penelitian yaitu upaya meningkatkan hasil

pembelajar kemampuan bercerita melalui gambar tentang ketrampilan. Instrumen

pengamatan tindakan dibuat berdasarkan acuan teori-teori yang telah dibahas pada Bab
sebelumnya, sedangkan penyusunan instrumen kemampuan Bahasa Indonesia, RPP, dan

skenario pembelajaran berpedoman pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).

2 Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan setiap siklus dilakukan 2 minggu. Pada tahap pelaksaan

penelitian melakukan proses pembelajaran sesuai rencana pembelajaran dalam skenario

pembelajaran dengan memberikan pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan materi.

Dalam pelaksanaan tindakan penelitian ini, peneliti mengikuti petunjuk yang telah

disusun dalam skenario pembelajaran.


3 Pengamatan (Observasi)
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, peneliti mengamati pelaksanaan

pembelajaran dengan menggunakan lembar pengamatan berguna untuk mengenali,

merekam, dan mendokumentasikan seluruh proses dan hasil yang dicapai yang

ditimbulkan oleh siswa.

Penelitian ini akan dilaksanakan dalam tiga siklus, sebagai berikut:

1. Pra Siklus
a. Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini peneliti membuat perencanaan tindakan yang meliputi :
a. Peneliti merancang rencana kegiatan pembelajaran (RPP)
b. Skenario pembelajaran

Perencanaan yang dibuat dengan faktor penelitian yaitu upaya meningkatkan

hasil pembelajaran Bahasa Indonesia tentang bercerita melalui gambar cerita

dengan menggunakan pendekatan konstektual. Instrumen pengamatan tindakan

dibuat berdasarkan acuan teori-teori yang telah dibahas pada bab sebelumnya,

sedangkan penyusunan instrumen kemampuan Bahasa Indonesia, RPP, dan

skenario pembelajaran berpedoman pada kurikulum tingkat satuan pendidikan

(KTSP).
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan setiap siklus dilakukan 3 hari. Pada tahap pelaksaan

penelitian melakukan proses pembelajaran sesuai rencana pembelajaran dalam

skenario pembelajaran dengan memberikan pembelajaran yang menarik dan

sesuai dengan materi. Dalam pelaksanaan tindakan penelitian ini, peneliti

mengikuti petunjuk yang telah disusun dalam skenario pembelajaran.


c. Pengamatan (Observasi)
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, peneliti mengamati pelaksanaan

pembelajaran dengan menggunakan lembar pengamatan berguna untuk

mengenali, merekam, dan mendokumentasikan seluruh proses dan hasil yang

dicapa yang ditimbulkan oleh siswa.


d. Refleksi

Peneliti bersma dengan guru teman sejawat mendiskusikan hasil tindakan.

Selanjutnya peneliti merefleksi dan mengamati aspek yang di cermati adalah nilai

hasil belajar siswa yang sangat rendah yakni pada mata pelajaran Bahasa

Indonesia materi bercerita yang ingin ditingkatkan melalui PTK dengan

pendekatan konstektual dan dimulailah pada siklus 1.

2. Siklus I

a. Perencanaan

Pada tahap ini perencanaan siklus 1, guru melakukan langkah-langkah

kegiatan sebagai berikut :


Menyiapkan, menyusun dan menyempurnakan rencana perbaikan

pembelajaran berdasarkan identifikasi penyebab masalah pada pembelajaran

prasiklus
Menyiapkan sistematika laporan siklus 1
Mempersiapkan alat peraga berupa gambar untuk menjelaskan materi

pembelajaran
Menyusun Lembar Kerja Siswa yang sesuai dengan pendekatan belajar yang

dimaksud.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan perbaikan pembelajarn siklus 1, guru menyampaikan materi

pelajarn dengan langkah-langkah :

1. Kegiatan awal :
Apresepsi/ Motivasi :
Mengisi daftar kelas, berdoa, mempersiapkan materi ajar, model, alat

peraga
Memperingatkan cara duduk yang baik ketika menulis cerita
2. Kegiatan Inti :
Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi siswa :

Mengamati gambar yang akan diceritakan


Mengamati gambar yang menceritakan tentang kegiatan
Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi siswa :

Menyebutkan keadaan gambar yang akan diceritakan


Menyebutkan gambar yang alan di gambar
Mendemonstrasikan cara membuat cerita

Dalam kegiatan konfirmasi guru :

Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa


Guru bersama siswa mengadakan tanya jawab meluruskan

kesalahpahaman memberikan penguatan dan penyimpulan


3. Kegiatan akhir
Dalam kegiatan akhir guru :
Membuat kesimpulan dari tiap materi yang disampaikan
Pemberian tugas
Memberikan pujian terhadap siswa yang aktif dalam mengikuti kegiatan

belajar

c. Pengamatan

Guru melakukan pengamatan pada siklus 1 dengan kegiatan sebagai berikut :

Mengamati aktifitas siswa dalam proses pembelajaran


Meneliti secara seksama pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran
Meminta bantuan teman sejawat untuk mengamati proses pembelajaran yang

telah dilakukan. Setelah diamati ternyata hasil belajar siklus 1 belum sesuai

dengan yang diharapkan.

d. Refleksi

Setelah melakukan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengamatan,

guru melakukan diskusi dengan teman sejawat dan supervisor. Perbaikan

pembelajaran yang dilakukan pada siklus 1 telah mengalami sedikit peningkatan,

tetapi hasil belajar siswa belum maksimal, untuk itu perlu mengadakan perbaikan

pembelajaran siklus II.

Keterlibatan siswa dalam menulis cerita masih kurang


Keinginan untuk mendapatkan hasil yang terbaik terutama dalam menulis cerita,

yakni disimpulkan masih kurang memiliki keinginan tersebut


Timbulnya rasa keingintahuan dan keberanian siswa, disimpulkan masih kurang
Kemauan siswa dalam berpartisipasi aktif, yakni juga dianggap masih kurang.

Selain ke-4 point tersebut, hal lain yang juga perlu mendapat perhatian adalah
masih kurangnya keseriusan siswa dan keaktifan siswa dalam mengikuti

pelajaran.
4. Siklus II

a. Perencanaan

Pada tahap ini perencanaan siklus II, guru melakukan langkah-langkah

kegiatan sebagai berikut :

Menyiapkan, menyusun dan menyempurnakan rencana perbaikan

pembelajaran berdasarkan identifikasi penyebab masalah pada pembelajaran

praiklus
Menyiapkan sistematika laporan siklus II
Metode pembelajaran ditambah dengan metode kerja kelompok
Menyusun Lembar Kerja Siswa yang sesuai dengan pendekatan belajar yang

dimaksud.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan perbaikan pembelajarn siklus II, guru menyampaikan materi

pelajaran dengan langkah-langkah :

1. Kegiatan awal :
Apresepsi/ Motivasi :
Mengisi daftar kelas, berdoa, mempersiapkan materi ajar, model, alat peraga
Memperingatkan cara duduk yang baik ketika menulis atau cerita
Mengumpulkan tugas
2. Kegiatan Inti :
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi guru :
Mengamati gambar yang akan di gambar
Membuat kalimat yang sudah ditulis agar dapat diperbaiki bila ada

kesalahan

Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi guru :
Menyebutkan beberapa tentang gambar
Menceritakan tentang gambar yang akan diceritakan
Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi guru :

Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa


Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahpahaman

memberikan penguatan dan penyimpulan


3. Kegiatan akhir
Dalam kegiatan akhir guru :
Membuat kesimpulan dari tiap materi yang disampaikan
Menceritakan gambar yang dibuat
Memberikan pujian terhadap siswa yang aktif dalam mengikuti kegiatan

belajar.
c. Pengamatan

Guru melakukan pengamatan pada siklus II dengan kegiatan sebagai

berikut :

Atas dasar data diatas dan temuan mitra peneliti telah terdapat perbaikan

motivasi belajar siswa diantaranya sudah terlihat kemauan menyediakan alat-alat

atau sumber / bahan pelajaran yang dibutuhkan, keterlibatan siswa dalam

mengerjakan menulis melalui gambar di kelas. Sekalipun demikian, dalam hal

timbulnya keingintahuan dan keberanian siswa serta adanya keinginan untuk

mendapatkan hasil yang terbaik terutama dalam kegiatan menulis cerita

bergambar pembelajaran.

Atas dasar hasil refleksi (berupa diskusi antara peneliti/ guru dan teman

sejawat) terhadap masalah tersebut diperoleh kesepakatan bahwa:

Siswa sudah terbiasa untuk tidak bertanya bahkan banyak siswa yang

merasa malu bertanya serta takut kalo pertanyaannya salah. Oleh karenanya

secara sabar perlu diberikan penanaman kebiasaan bertanya pada siswa.

d. Refleksi
Setelah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengamatan guru

melakukan diskusi dengan teman sejawat dan supervisor. Perbaikan pembelajaran

yang dilakukan pada siklus II telah mendapatkan hasil yang baik dan memuaskan.

Berdasarkan hasil kerja kelompok di atas, maka ditetapkan rencana tindakan

selanjutnya adalah siklus II. Pada siklus ke-2 kegiatan belajar dilakukan dengan

menggunakan pendekatan PAKEM melalui penerapan metode kerja kelompok

yang lebih menekankan tanggung jawab individu. Pada tahap ini telah terlihat

adanya pertumbuhan motivasi belajar siswa, hal tersebut terbukti dari data hasil

pengamatan yang dilakukan mitra peneliti dan berdasarkan data hasil post test.

C. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan :

1. Secara kualitatif, yaitu data dikumpulkan dalam penelitian ini adalah wawancara dan

observasi
2. Data secara kuantitatif hasil belajar Bahasa Indonesia tentang bercerita melalui

gambar.
Untuk melihat presentase keberhasilan kemampuan Bahasa Indonesia tentang

kemampuan menulis cerita, peneliti menggunakan pedoman yang berlaku di tingkat

sekolah dasar yaitu jumlah skor pencapaian yang diperoleh dibagi dengan jumlah

skor maksimum.
Rumus Presentase Kenaikan = Jumlah siswa sampel X 100%
Jumlah siswa keseluruhan

Apabila indikator yang ditetapkan sudah memenuhi ketuntasan dengan jumlah nilai

siswa yang sesuai dengan KKM atau lebih mencapai 80% maka dapat disimpulkan

bahwa Kemampuan Bahasa Indonesia siswa dalam menulis cerita mengalami

peningkatan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran

Dari penelitian yang telah dilaksanakan dapat dilaporkan adanya peningkatan kemampuan

mengajar pada guru dan peningkatan pemahaman isi bacaan melalui pendekatan konstektual

pada siswa kelas III SDN Gandaria Selatan 01 Jakarta Selatan. Peningkatan kemampuan

mengajar tersebut antara lain :

1. Kebiasaan mengajar yang membiasakan guru aktif menjelaskan dan menerangkan mulai

berkurang, dan berubah menjadi bimbingan dan mengembangkan inisiatif siswa


2. Kebiasaan siswa yang biasa pasif, berubah menjadi aktif dalam mengidentifikasi

permasalahan.
3. Setiap akhir pelajaran, siswa memperoleh hasil belajar (produk) selama proses belajar

berlangsung melalui diskusi kelompok individu.


4. Pada saat pembelajaran mulai guru selalu memperhatikan :
a. Perbedaan individu
b. Pengorganisasian kelas
c. Inisiatif siswa
d. Isi materi ajar
e. Variasi pembelajaran

Hasil penelitian dalam proses analisis data berupa peningkatan hasil belajar

menulis dengan pendekatan konstektual di kelas III SDN Gandaria Selatan 01 Jakarta

Selatan adalah sebagai berikut :

1. Prasiklus

Berikut ini akan disajikan data hasil belajar prasiklus atau sebelum

dilaksanakannya penelitian tindakan kelas atau siklus I:

a. Siswa yang mendapat nilai 40 sebanyak 7 anak


b. Siswa yang mendapat nilai 50 sebanyak 9 anak
c. Siswa yang mendapat nilai 60 sebanyak 5 anak
d. Siswa yang mendapat nilai 65 sebanyak 2 anak
e. Siswa yang mendapat nilai 70 sebanyak 2 anak

Untuk lebih jelasnya, hasil data pemahaman nilai tempat pada pra siklus

dipaparkan dalam tabel berikut ini.


Tabel 4.1. Daftar Nilai Hasil Belajar Pada Prasiklus

No Nama KKM Pra


Siklus
1 Yudha 65 60
2 Rifqi 65 70
3 Putri 65 60
4 Jafar 65 60
5 Noval 65 50
6 Salma 65 50
7 Bagas 65 40
8 Naila 65 50
9 Malika 65 40
10 Akbar 65 40
11 Farah 65 40
12 Kila 65 65
13 Amalia 65 50
14 Imka 65 65
15 Kalista 65 40
16 Harsya 65 40
17 Rila 65 60
18 Putra 65 50
19 Rafa 65 50
20 Adista 65 70
21 Marsya 65 50
22 Fatma 65 60
23 Andika 65 50
24 Rangga 65 40
25 Yusuf 65 50
Jumlah 1625 1300
Rata-rata 65 52
80

70

60

50

40
KKM
Series 3

30

20

10

0
Grafik 4.1 Nilai Pra Siklus Siswa

Pada Tabel dan grafik prasiklus dapat dilihat bahwa hampir semua siswa

kelas III belum mencapai nilai yang sesuai dengan KKM dengan temuan ini

peneliti kemudian memulai untuk melakukan Siklus 1 pada Tanggal 31 Januari

2017.

2. Siklus 1

Berdasatkan hasil analisis data tersebut terhadap pemahaman isi cerita,

maka dapat ditentukan jumlah siswa yang mendpat nilai sama. Secara lengkap

hasil analisis data terhadap pemahaman siswa terhadap isi cerita siswa kelas III

SDN Gandaria Selatan 01 Jakarta Selatan diuraikan berikut ini :

a. Siswa yang mendapat nilai 40 sebanyak 0 anak


b. Siswa yang mendapat nilai 50 sebanyak 5 anak
c. Siswa yang mendapat nilai 60 sebanyak 12 anak
d. Siswa yang mendapat nilai 70 sebanyak 5 anak
e. Siswa yang mendapat nilai 80 sebanyak 1 anak

Untuk lebih jelasnya, hasil data pemahaman nilai tempat pada Siklus 1

dipaparkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.2. Hasil Tes Akhir Siklus 1


No Nama Pra Siklus 1
Siklus
1 Yudha 60 70
2 Rifqi 70 80
3 Putri 60 70
4 Jafar 60 80
5 Noval 50 60
6 Salma 50 60
7 Bagas 40 60
8 Naila 50 60
9 Malika 40 50
10 Akbar 40 50
11 Farah 40 60
12 Kila 65 60
13 Amalia 50 70
14 Imka 65 70
15 Kalista 40 50
16 Harsya 40 60
17 Rila 60 70
18 Putra 50 60
19 Rafa 50 60
20 Adista 70 80
21 Marsya 50 60
22 Fatma 60 70
23 Andika 50 50
24 Rangga 40 50
25 Yusuf 50 60
Jumlah 1300 1570
Rata-rata 52 62
90

80

70

60

50

Pra
Series 3
40

30

20

10

Grafik 4.2 Nilai Siklus 1


KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) untuk pelajaran Bahasa Indonesia

adalah 65, hasil penelitian pada siklus 1 menunjukkan bahwa pemahaman siswa

kelas III dalam memahami menulis cerita masih belum maksimal. Oleh karena

itu, penelitian dilanjutkan pada siklus 2.

3. Siklus 2

Dalam proses pembelajaran siklus 2, siswa kelas III melanjutkan menulis

cerita dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), maka ditentukan

jumlah siswa yang mendapat nilai yang sama. Secara lengkap hasil analisis data

nilai siswa kelas III SDN Gandaria Selatan 01 Jakarta Selatan diuraikan sebagai

berikut :

a. Siswa yang mendapat nilai 50 sebanyak 0 anak


b. Siswa yang mendapat nilai 60 sebanyak 4 anak
c. Siswa yang mendapat nilai 70 sebanyak 9 anak
d. Siswa yang mendapat nilai 80 sebanyak 9 anak
e. Siswa yang mendapat nilai 90 sebanyak 1 anak
f. Siswa yang mendapatkan nilai 100 sebanyak 2 anak

Untuk lebih jelasnya, hasil data pemahaman nilai tempat pada Siklus 2

dipaparkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.3. Hasil Tes Akhir Siklus 2

No Nama Pra Siklus 2


Siklus
1 Yudha 60 80
2 Rifqi 70 100
3 Putri 60 80
4 Jafar 60 90
5 Noval 50 70
6 Salma 50 70
7 Bagas 40 70
8 Naila 50 80
9 Malika 40 60
10 Akbar 40 60
11 Farah 40 60
12 Kila 65 80
13 Amalia 50 70
14 Imka 65 80
15 Kalista 40 60
16 Harsya 40 70
17 Rila 60 80
18 Putra 50 70
19 Rafa 50 80
20 Adista 70 100
21 Marsya 50 70
22 Fatma 60 80
23 Andika 50 70
24 Rangga 40 70
25 Yusuf 50 80
Jumlah 1300 1880
Rata-rata 52 75
120

100

80

60
Pra
Series 3

40

20

Grafik 4.2 Nilai Siklus 2


Hasil Penelitian pada siklus 2 menunjukkan bahwa pemahaman siswa

kelas III dalam menulis kembali cerita dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

sudah banyak mengalami peningkatan yang bermakna atau signifikan. Nilai yang

diperoleh juga sesuai dan melebihi KKM yang ditentukan. Oleh karena itu, tujuan

dalam penelitian tindakan kelas ini sudah tercapai.


B. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilaksanakan dalam siklus 1 dan 2,

terlihat jelas ada peningkatan pemahaman materi menulis kembali teks dengan

menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada siswa kelas III SDN Gandaria

Selatan 01 Jakarta Selatan. Peningkatan tersebut disajikan dalam tabel sebagai berikut ini:
Tabel 4.3. Perbandingan Nilai Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II

No Nama Pra Siklus Siklus Keberhasilan Keberhasilan


Siklus 1 2 siklus 1 siklus 2
1 Yudha 60 70 80 10% 20%
2 Rifqi 70 80 100 10% 30%
3 Putri 60 70 80 10% 20%
4 Jafar 60 80 90 20% 30%
5 Noval 50 60 70 10% 20%
6 Salma 50 60 70 10% 20%
7 Bagas 40 60 70 20% 30%
8 Naila 50 60 80 10% 30%
9 Malika 40 50 60 10% 20%
10 Akbar 40 50 60 10% 20%
11 Farah 40 60 60 20% 20%
12 Kila 50 60 80 10% 30%
13 Amalia 50 70 70 20% 20%
14 Imka 60 70 80 10% 20%
15 Kalista 40 50 60 10% 20%
16 Harsya 40 60 70 20% 30%
17 Rila 60 70 80 10% 20%
18 Putra 50 60 70 10% 20%
19 Rafa 50 60 80 10% 30%
20 Adista 70 80 100 10% 30%
21 Marsya 50 60 70 10% 20%
22 Fatma 60 70 80 10% 20%
23 Andika 50 50 70 - 20%
24 Rangga 40 50 70 10% 30%
25 Yusuf 50 60 80 10% 30%
Jumlah 1280 1570 1880
Rata-rata 51 63 75
Presentase 8% 36% 84%
120

100

80

60 Pra Siklus
Siklus 1
Siklus 2

40

20

Grafik 4.3 Nilai Siklus 1 dan Siklus 2


Berdasarkan tabel diatas nampak keseluruhan siswa telah mampu memahami memahami

isi cerita dengan pendekatan konstektual dan hampir seluruh siswa mengalami peningkatan yang

sangat memuaskan dari siklus 1 dan siklus 2.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah adanya kegiatan perbaikan pembelajaran dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut :
1. Dengan menggunakan metode cerita, ternyata mampu meningkatkan

pemahaman bercerita melalui gambar isi cerita dengan pendekatan

konstektual pada siswa kelas III di SDN Gandaria Selatan 01.


2. Penggunaan pendekatan konstektual pada mata pelajaran Bahasa Indonesia

materi bercerita melalui gambar siswa kelas III SDN Gandaria Selatan 01

Jakarta Selatan. Hal ini dapat dibuktikan dengan :


1. Siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran
2. Siswa semakin senang dalam proses pembelajaran
3. Proses pembelajaran berlangsung inteaktif
4. Siswa memiliki motivasi yang tinggi dalam proses pembelajaran
3. Penggunaan pendekatan metode konstektual dalam mata pelajaran Bahasa

Indonesia materi bercerita melalui gambar, mampu meningkatkan pemahaman

bacaan isi cerita. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan :


1. Siswa lebih memahami materi pembelajaran yang disampaikan
2. Guru lebih terampil menggunakan pendekatan konstektual.
4. Dengan meningkatnya pemahaman siswa kelas III SDN gandaria Selatan 01

pada materi membaca isi cerita, maka prestasi siswa pun juga ikut meningkat.

B. Saran Tindak Lanjut


Agar penelitian tindakan kelas ini bisa bermanfaat untuk sesama, maka

dikemukakan saran-saran berikut ini :


1. Diharapkan agar pembaca, khususnya rekan-rekan guru melakukan penelitian

lanjutan, misalnya melakukan tindakan kelas mengenai peningkatan pemahaman

siswa melalui metode pembelajaran yang lain


2. Walaupun hasil penelitian tindakan kelas ini belum tentu cocok diterapkan di lembaga

pendidikan lain, peneliti tetap berharap agar hasil penelitian ini tetap dapat

dilaksanakan yaitu penggunaan metode yang tepat untuk meningkatkan pemahaman

siswa dalam bercerita. Hal demikian perlu dilakukan, karena dengan penggunaan

metode ini tepat dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

You might also like