You are on page 1of 19

BLOK MEDICAL EMERGENCY

PROBLEM BASE LEARNING 1


TUGAS INDIVIDU
KEGAWATDARURATAN
RESUSITASI JANTUNG PARU

Dosen Pembimbing:
Drg. Iien Nur Alfiyatin Zuhro

Disusun Oleh:
Suci Nourmaliza
G1G013004

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2017

Kegawatdaruratan
(Resusitasi Jantung Paru)

A. Skenario
Akhir pekan lalu mungkin menjadi liburan yang tak terlupakan bagi ketiga
mahasiswa KG, Joko, Susilo, dan Purnomo yang berniat menghabiskan waktu liburan
di pantai, alih-alih menikmati suasana pantai yang menyegarkan dan meredam
kepenatan aktivitas kampus, mereka justru menjadai saksi tragedi seorang turis local
(pria, 38 tahun) yang nyaris tenggelam. Turis local tersebut tak sadarkan diri dengan
denyut nadi yang lemah karena menghirup banyaknya air pantai dan pasir yang masuk
ke dalam tenggorokannya. Melihat kondisi gawat darurat menimpa turis tersebut, joko
didampingi susilo dan purnomo melakukan cardiopulmonary resuscitation (CRP) agar
memungkinkan udara mengalir ke paru-paru dan memompakan darah dan oksigen ke
otak. Setelah turis tersebut ke rumah sakit terdekat untuk memperoleh perawatan lebih
lanjut untuk kondisi luka dam dehidrasi uamh dialaminya. Sungguh beruntung, nyawa
turis tersebut masih bisa diselamatkan
B. Tahap Seven Jumps
STEP 1 (Claryfying Unfamiliar Term)
1. Cardiopulmonary Resuscitation (CPR)
- Cardiopulmonary resuscitation (CPR) adalah pertolongan pertama pada
pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung.
- CPR dalam bahasa Indonesia disebut juga sebagai RJP atau resusitasi jantung
paru.
- CPR atau RJP adalah suatu usaha untuk mengembalikan fungsi jantung dan
paru-paru agar oksigen dan darah dapat mengalir ke otak.
STEP 2 (Problem Definition)
1. Apa yang dimaksud dengan gawat darurat?
2. Apa saja macam-macam gawat darurat?
3. Tujuan resusitasi jantung paru (RJP)?
4. Temuan klinis pasien dan langkah-langlah RJP?
5. Tata laksana pasien?
STEP 3 (Brainstorm)
1. Gawat darurat adalah kondisi yang mendesak dan dibutuhkan suatu pertolongan
sesegera mungkin untuk mencegah kematian. Gawat darurat ini biasanya
berkaitan dengan cardiopulmonary. Gawat darurat dilakukan dengan bantuan
hidup dasar dan bantuan hidup lanjut. Bantuan hidup dasar biasanya
menggunakan resusitasi jantung paru (RJP) sebagai pertolongan pertama.
2. Macam-macam gawat darurat adalah sebagai berikut.
a. Pingsan
b. Tersedak
c. Sesak napas
d. Luka bakar
e. Pendarahaan
f. Dehidrasi
g. Koma
h. Hipotermia
i. Syok anafilaktik
j. Synkop
k. Koma
3. Tujuan dilakukan RJP adalah mengembaikan fungsi jantung dan paru-paru dan
sebagai pertolongan pertama untuk mencegah terjadinya kematian.
4. Temuan klinis pasien gawat darurat adalah sebagai berikut.
a. Korban tidak sadarkan diri.
b. Denyut nadi tidak teraba.
c. Kotban lemas, gelisah, pucat
d. Terdapat hambatan dalam aliran pernapasan.
e. Tidak adanya gerakan dada.
Langkah-langkah dilakukannya RJP adalah sebagai berikut.
a. Pemeriksaan denyut nadi
Pemeriksaan denyut nadi biasanya dilakukan pada nadi carotis, apabila
pasien masih terdaat denyut nadi maka dilakukan segera bantuan napas
buatan, apabila denyut nadi sudah teraba maka dilakukan RJP.
b. Pemeriksaan pernapasan
1) Look = melihat pergerakan dada korban
Pergerakan dada korban dapat dibedakan menjadi 3, yaitu sebagai
berikut.
a) Normal
b) Cepat
c) Lebih lanjut
2) Listen = mendengarkan hembusan pernapasan korban
3) Feel = merasakan hembusan napas korban dari hidung.
c. Urutan penataklasanaan RJP yaitu ABC (airway-breathing-circulation), akan
tetapi AHA pada tahun 2010 merekomendasikan penataklasanaan RJP
dimulai dari CAB ( circulation- airway-breathing).
- C (Circulation)
Bantuan sirkulasi dengan cara kompresi dada. Letak kompresi dada yaitu
dibagian tengah dibawah sternum. Posisikan salah satu tumit tangan di
titik pijat, tumit tangan lainnya diletakkan diatasnya untuk menopang.
Posisikan bahu penolong agar tegak lurus dengan tumit tangan,
kemudian dilakukan pijatan sebanyak 100-120 kali/ menit atau akan
lebih baik apabila 30 kali kompresi dan 2 kali diberikan napas buatan.
- A (Airway)
Penguasaan jalan napas dengan cara membebaskan jalan napas dan
membersihkan jalan napas. Penolong memeriksa jalan napas apakah
terdapat benda asing ataupun terdapat lidah penderita yang menghalangi.
Teknik untuk membebaskan jalan nafas adalah dengan head tilt - chin
lift atau jaw thrust. Head tilt - chin lift yaitu dengan meletakkan satu
tangan pada dahi korban, lalu mendorong dahi korban ke belakang agar
kepala menengadah dan mulut sedikit terbuka kemudian dapat ditambah
dengan mengangkat dagu, sedangkan jaw thrust yaitu dengan
mengangkat dagu korban.
- B ( Breathing )
Memberikan bantuan pernafasan. Beberapa teknik dapat digunakan
untuk memberikan bantuan pernafasan pada korban yaitu mouth to
mouth, mouth to nose atau dapat menggunakan alat.
5. Tata laksana korban
Alur penataklasanaan korban yaitu sebagai berikut.
D = denger, yaitu korban dijauhkan dari bahaya, korban dievaluasi dan
diselamatkan dari bahaya.
R = Respon, yaitu cek respon pasien baik dari suara maupun fisik.
S = Send help, yaitu mencari bantuan.
R = Resusitasi Jantung Paru ( RJP)
STEP 4 (Analyzing the problem)
- Koma terjadi pasien dengan pemberian insulin.
- Kondisi lain seperti fraktur wajah dilakukan cek kesadaran terlebih dahulu
sebelum dilakukan perawatan.

Step 5 (Formulating Learnig Issues)


1. kegawatdaruratan
a. Pengertian gawat darurat dan jenis kasusnya
b. Pengertian gawat tidak daruurat dan jenis kasusnya
c. Pengertian darurat tidak gawat dan jenis kasusnya
d. Pengertian tidak gawat dan tidak darurat dan jenis kasusnya
2. Initial Assessment
a. Persiapan
b. Triase
c. Primary survey
d. Resusitasi
e. Secondary Survey
3. Resusitasi Jantung Paru (RJP)
a. Apa pengertian RJP ?
b. Bagaimana langkah-langkah RJP?
c. Apa saja komplikasi pada RJP?
d. Apa perbedaan RJP pada bayi, anak dan dewasa?
4. Apa yang dimaksud dengan kematian pada korban?
Step 6 (Self Study)
Step 7 (Reporting)
1. Gawat adalah suatu keadaan yang sifatnya mengancam nyawa namun tidak
memerlukan penanganan segera, sedangkan darurat adalah suatu keadaan apabila
sifatnya memerlukan penanganan yang segera. Keadaan darurat tidak sealalu
mengancam nyawa, namun penanganan yang lamnbat dapat berdampak pada
terancamnya nyawa seseorang. Keadaan gawat dan darurat dapat terjadi secara
bersamaan. Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara
tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berrbahaya (Dorlan, 2011).
a. Gawat darurat adalah Keadaan yang mengancam nyawa atau adanya
gangguan ABC dan perlu tindakan segera, misalnya cardiac arrest, penurunan
kesadaran, trauma mayor dengan perdarahan hebat (warna merah)
b. Gawat tidak darurat adalah keadaan mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Setelah dilakukan diresusitasi maka
ditindaklanjuti oleh dokter sp9esialis. Misalnya pasien kanker tahap lanjut,
fraktur, sickle cell dan lainnya (warna biru)
c. Darurat tidak gawat adalah keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi
memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC dan
dapat langsung diberikan terapi definitive. Untuk tindak lanjut dapat ke
poliklinik, misalnya laserasi, fraktur minor atau tertutup, sistitis, otitis media
dan lainnya (warna kuning).
d. Tidak gawat tidak darurat
Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan tindakan gawat.
Gejala dan tanda klinis ringan / asimptomatis. Misalnya penyakit kulit, batuk,
flu (warna hijau).
2. Intial Assessment
Initial Assessment (Penilaian awal) adalah langkah- langkah yang dipakai untuk
menilai halhal yang mengancam nyawa pasien pada kasus trauma serta bagaimana
untuk menanganinya dengan benar dan cepat. Initial Assessment ini dilakukan untuk
memprioritaskan pasien dan memberikan penanganan segera.
a. Persiapan
Terdapat dua fase dalam persiapan, yaitu sebagai berikut.
1) Tahap pra rumah sakit
Pada tahap ini petugas diarahkan untuk dapat menstabilisasi, fiksasi dan
transportasi dengan benar serta mampu berkoordinasi dengan dokter
maupun perawatn di RS yang dituju Tahap pra rumah sakit dibagi menjadi 3
yaitu sebagai berikut.

a) Penerima pertama,
Penerima pertama adalah orang yang sudah terlatih untuk
memberikan pertolongan pertama seperti, pembalutan, kontrol
perdarahan, dan resusitasi jantung paru. Umumnya, mereka adalah
polisi, pemadam kebakaran, dan relawan lain yang tiba pertama kali
di tempat kejadian. Penerima pertama umumnya tidak melakukan
transportasi pada pasien.
b) Basic Emergency Medical Technicians (EMT-B),
EMT-B adalah orang yang terlatih untuk melakukan bantuan hidup
dasar, meliputi penilaian tanda dan gejala, membebaskan tubuh
pasien yang mungkin terperangkap dalam kendaraan, imobilisasi,
dan memberikan terapi non-invasif seperti pemberian oksigen.
c) Paramedis (EMT-P)
EMT-T adalah orang yang terlatih untuk melakukan bantuan hidup
lanjutan, termasuk pemasangan intubasi endotrakeal, interpretasi
ritme jantung, defibrilasi, serta pemberian obat parenteral
2) Tahap rumah sakit
Persiapan untuk menerima pasien sehingga dapat dilakukan tindakan dan
resusitasi dalam waktu yang cepat. Pada tahap rumah sakit sebaiknya
terdapat ruangan atau daerah khusus untuk pasien trauma, perlengkapan
airway seperti laringoskop, endotracheal tube sudah dipersiapkan dan
diletakkan di tempat yang mudah dicapai. Pemakaian alat pelindung diri
bagi tenaga pasien harus dipakai guna untuk menghindari penyakit menular
pada korban.
b. Triase
Triase adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas
penanganan dan sumber daya yang ada. Perawat memberikan prioritas pertama
untuk pasien gangguan jalan nafas, bernafas atau sirkulasi terganggu. Pasien-
pasien ini mungkin memiliki kesulitan bernapas atau nyeri dada karena masalah
jantung dan mereka menerima pengobatan pertama. Pasien yang memiliki
masalah yang sangat mengancam kehidupan diberikan pengobatan langsung
bahkan jika mereka diharapkan untuk mati atau membutuhkan banyak sumber
daya medis. (Bagus,2007). Pengambilan keputusan dalam proses triage dilakukan
berdasarkan hal-hal berikut, yaitu:

1) Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit


2) Dapat mati dalam hitungan jam
3) Trauma ringan
4) Sudah meninggal

Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan dengan:

1) Menilai tanda vital dan kondisi umum korban


2) Menilai kebutuhan medis
3) Menilai kemungkinan bertahan hidup
4) Menilai bantuan yang memungkinkan
5) Memprioritaskan penanganan definitive
Klasifikasi Triase.

1) Klasifikasi berdasarkan prioritas perawatan

a) Gawat darurat ( P1) yaitu suatu keadaan yang mengancam nyawa atau
adanya gangguan airway breathing dan circulation dan dibutuhkan
tindakan yang segera, misalnya henti jantung, penurunan kesadaran,
trauma mayor dan pendarahan yang hebat.
b) Gawat tidak darurat (P2) adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa
tetapi tidak darurat. Tindakan biasanya ditindaklanjuti oleh dokter
spesialis, misalnya pasien kanker tahp lanjut.
c) darurat tidak gawat (P3) adalah suatu keadaan yang tidak mengancam
nyawa tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar, tidak terdapat
gangguan airway, breathing maupun circulation, misalnya fraktuyr
minor dan otitis media.
d) Tidak gawat tidak darurat (P4) adalah suatu keadaan tidak mengancam
nyawa dan tidak memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis
ringan atau asimptomatis, misalnya flu dan batuk.
2) Klasifikasi berdasarkan tingkat prioritas

a) Prioritas I (merah), adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa atau


fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai
kesempatan hidup yang besar. Contohnya yaitu sumbatan jalan nafas,
tension pneumothorak dan syok hemoragik.
b) Prioritas II (kuning), adalah suatu keadaan yang potensial mengancam
nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu
yang singkat. Contohnya yaitu patah tulang yang besar.
c) Prioritas III (Hijau), adalah suatu keadaan yang perlu penanganan seperti
pelayanan biasa, tidak perlu segera. Contohnya luka - luka ringan atau
luka yang superfisial.
d) Prioritas 0 ( Hitam), adalah suatu keadaan dimana kemungkinan untuk
hidup sangat kecil, dan luka sangat parah. Contohnya yaitu trauma
kepala kritis atau henti jantung kritis.
3) Klasifikasi berdasarkan tingkat keakutan
a) Kelas I adalah pemeriksaan fisik rutin, misalnya memar minor, pasien
dapat menunggu lama tanpa bahaya.
b) Kelas II adalahh tidak mendesak misalnya ruam, gejala flu, pasuen dapat
menunggu lama tanpa bahaya.
c) Kelas III adalah semi mendesak misalnya otitis media, pasien dapat
menunggu sampai 2 jam sebelum pengobatan.
d) Kelas IV adalah mendesak misalnya fraktur tunggal, laserasi berat dan
asma, pasien dapat menunggu selama 1 jam.
e) Kelas V adalah gawat darurat misalnya henti jantung, syok, tidak boleh
ada keterlambatan pengobatan, situasi yang mengancam hidup.

Alur dalam proses triase adalah sebagai berikut.


a) Pasien datang diterima petugas / paramedic UGD.
b) Diruang triase dilakukan anamneses dan pemeriksaan singkat dan cepat
(selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
c) Bila jumlah penderita / korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase
dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD).
d) Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode
warna :
1) Segera Immediate (MERAH). Pasien mengalami cedera
mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong
segera. Misalnya : Tension pneumothorax, distress pernafasan.
2) Tunda Delayed (KUNING). Pasien memerlukan tindakan definitive
tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi
terkontrol, fraktur tertutup pada ekstremitas dengan perdarahan
terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan tubuh.
3) Minimal (HIJAU). Pasien mendapat cidera minimal, dapat berjalan
dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya :
laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
4) Expextant (HITAM). Pasien mengalami cidera mematikan dan akan
meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : luka bakar
derajat 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital.
5) Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan
warna : merah, kuning, hijau, hitam.
6) Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan
pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan
medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang
operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
7) Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan
medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan
menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase merah selesai
ditangani.
8) Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat
jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka
penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
9) Penderita kategori triase hitam (meninggal) dapat langsung
dipindahkan ke kamar jenazah.
c. Primary survey
Primary survey adalah mengatur pendekatan kepada pasien sehingga pasien
segera dapat diidentifikasi dan tertanggulangi dengan efektif. Pemeriksaan
primary survey berdasarkan standar A-B-C dan D-E, dengan airway ( A: jalan
napas), breathing (B: pernafasan), circulation ( C: Sirkulasi), disability ( D:
Ketidakmampuan), dan exposure ( E: penerapan).
1) A = Airway
Hal pertama yang harus dilakukan adalah kelancaran jalan nafas yang meliputi
pemeriksaan jalan nafas yang dapat disebabkan oleh adanya benda asing atau
adanya fraktur. Perhatikan Vertebra servikal karena dikhawatirkan terdapat
fraktur pada vertebra servikal. Apabila dicuriga adanya fraktur vertebra
servikal, hal umum yang biasanya terlihat adalah sebagai berikut.
a) Terdapat trauma dengan penurunan kesadaran
b) Adanya luka karena trauma diatas klavikula
c) Terdapat multitrauma
d) Biomekanik trauma.
Apabila terdapat kecurigaan fraktur vertebra servikal maka harus memakai
alat imobilisasi yaitu corall neck. Setelah itu mempertahankan jalan nafas
dengan beberapa teknik, yaitu sebagai berikut.
a) Head tilt
Apabila pasien tidak sadar, pasein dibaringkan dalam posisi terlentang
dan horizontal. Tangan diletakkan pada dahi depan pasien sambil
mendorong atau menekan ke belakang, satu tangan lagi digunakan untuk
mengangkat dagu.
b) Chin lift
Jari jemari salah satu tangan diletakkan bawah trahang, kemudian secara
hati-hati diangkat ke atas untuk membawa dagu kea rah depan. Ibu jari
yang sama dapat digunakan untuk membuka mulut korban.
c) Jaw thrust
Teknik ini biasanya digunakan apabila pasien terdapat dugaan memiliki
fraktur vertebra servikal. Penolong berada disebelah atas kepala pasien.
Kedua tangan pada mandibular, jari kelingking dan manis kanan dan kiri
berada pada ramus mandibular sedangkan ibu jari kanan dan kiri berada
pada mentum mandibular. Kemudian mandibular diangkat ke atas
melewati molar pada maxilla.
Hal yang harus diperhatikan dalam airway adanya bunyi nafal, bunyi
nafas normal yaitu clear tidak ada hambatan. Harus diwaspadai apabila
terdapat hambatan seperti snoring, gargling dan stridor. Apabila snoring
biasanya dibantu dengan alat yaitu OPA atau NPA. OPA yaitu
oropharingeal airways diindikasikan untuk pasien yang tidak sadar
sedangkan NPA yaitu nasopharyngeal airways diindikasikan untuk pasien
yang sadar. Apabila terdapat gargling maka dilakukan suction.
2) B = Breathing
Penilaian terhadap ventilasi dan oksigenisasi pasien dengan look, listen dan
feel.
a) Look atau lihat, yaitu melihat naik turunnya dada yang simetris dan
pergerakan dindinhg dada yang adekuat.
b) Listen atau dengar, yaitu mendengar adanya suara pernapasan pada kedua
sisi dada.
c) Feel atau rasa, yaitu merasa adanya hembusan nafas korban.
Apabila pernafasan tidak adekuat maka terdapat beberapa teknik untuk
memberikan pernapasan buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to stoma, mouth to
mask ventilation, atau bag valve mask.
3) C = Circulation
Tindakan pada bantuan sirkulasi adalah kompresi dada korban. Hal tersebut
dilakukan guna untuk memberikan efek pompa jantung agar dapat memenuhi
dalam membantu sirkulasi darah penderita pada saat kondisi penderita mati klinis
sehingga mengalirkan darah dari jantung ke otak agar otak mendapatkan oksigen.
Kompresi ini disebut dengan resusitasi jantung paru. Sebelum melakukan
kompresi penolong memeriksa denyut nadi pasien, apabila dewasa pemeriksaan
pada denyut nadi carotis sedangkan bayi pada denyut nadi brachialis. Satu siklus
kompresi dan ventilasi adalah 30:2 artinya 30 kali kompresi dengan bantuan
pernapasan sebanyak 2 kali, biasanya dilakukan sampai 5 siklus. Setelah terdapat
advance airway maka kompresi dilakukan 100-120 kali/ menit. Kedalaman
kompresi pada dewasa yaitu 4-5 cm, pada bayi minimal 4 cm dan pada anak
minimal 5 cm. Lokasi dan titik tumpu kompresi yaitu pada 1/3 distal sternum,
dilakukan dengan menggunakan tumit tangan.
4) D = Disability
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan
neurologis secara cepat. Hal yang dinilai adalah tingkat kesadaran pasien, ukuran
dan reaksi pupil dan ekstremitas pasien. Cara untuk mengevaluasi status
neurologis yaitu dengan menggunakan AVPU, sedangkan CGS (Glasgow Coma
Scale) merupakan penilaian neurologis yang lebih rinci. AVPU yaitu sebagai
berikut.
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan.
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti.
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon).
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
GCS (Glassgow coma scale) adalah sebagai berikut.
Tabel 1.1 GCS (Glassgow coma scale).
N Penilaian Skor
o
Membuka mata (eye Opening)
a. Spontan 4
b. Dengan perintah 3
c. Dengan stimulus nyeri 2
d. Tidak ada respon 1
2 Respon Verbal
a. Orientasi baik 5
b. Kebingungan 4
c. Kata-kata yang tidak sesuai 3
d. Suara-suara yang tidak jelas 2
e. Tidak ada respon 1
3 Respon Motorik
a. Mengikuti perintah 6
b. Melokalisasi nyeri 5
c. Fleksi untuk menjauhi 4
3
stimulasi nyeri
2
d. Fleksi abnormal (Dekortikasi)
1
e. Ekstensi (Derebrasi)
f. Tidak ada respon

5) E = Exposure
Pakaian korban dibuka kemudian dilakukan pemeriksaan fisik thoraks sebagai
tindakan evaluasi. Agar korban tidak kedinginan maka dipakaikan selimut hangat,
ruangan cukup hangat dan diberikan cairan intravena yang sudah hangat untuk
mencegah terjadinya hipotermi
d) Resusitasi adalah segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem pernafasan,
peredaran darah dan otak yang terhenti atau terganggu sedemikian rupa agar kembali
normal seperti semula.
1) Tujuan Resusitasi
a. Pada Bayi
Hal yang mendasari dilaksanakannya resusitasi pada bayi baru lahir adalah
terjadinya asfiksia. Tiga kondisi patofisiologis yang menyebabkan asfiksia yaitu
kurangnya oksigenasi sel, retensi karbondioksida yang berlebihan, dan asidosis
metabolik. Kombinasi dari ketiga hal tersebut menyebabkan kerusakan sel dan
lingkungan biokimia yang tidak coock dengan kehidupan. Resusitasi pada Bayi
Baru Lahir (BBL) bertujuan untuk memulihkan fungsi pernapasan bayi baru lahir
yang mengalami asfiksia dan terselamatkan hidupnya.
b. Pada Orang Dewasa
1. Untuk oksigenasi darurat
2. Mempertahankan jalan nafas yang bersih
3. Membantu pernapasan
4. Membantu sirkulasi/memulai kembali sirkulasi spontan (advance life
support)
5. Untuk melindungi otak secara manual dari kekurangan O2
6. Pengelolaan intensif pasca resusitasi (prolonged life support)
2) Indikasi Resusitasi
a. Henti Napas / Apnea
Penyebabnya adalah sumbatan jalan napas atau akibat depresi pernapasan
baik di sentral maupun perifer. Berkurangnya oksigen di dalam tubuh akan
memberikan suatu keadaan yang disebut hipoksia, memiliki frekuensi nafas
cepat, apabila berlangsungnya lama akan memberikan kelelahan pada otot-
otot pernapasan. Keadaan inilah yang dikenal sebagai henti nafas.
b. Henti Jantung / Cardiac Arrest
Berhentinya napas akan menyebabkan oksigen akan tidak ada sama sekali di
dalam tubuh sehingga jantung tidak dapat berkontraksi dan akibatnya henti
jantung (cardiac arrest).
e) Secondary Survey
Secondary Survey adalah pemeriksaan secara menyeluruh dari kepala sampai kaki
(head to toe examination), termasuk reevaluasi tanda vital. Secondary survey dilakukan
setelah primary survey selesai dilakukan, resusitasi dilakukan, dan ABC dalam keadaan
stabil.
Tahapan secondary survey adalah sebagai berikut.
a. Anamnesa
Anamnesa dengan menanyakan beberapa pertanyaan mengenai AMPLE
yaitu sebagai berikut.
A = Allergy
B = Medication (Obat yang diminum saat ini)
P = Past illness (Penyakit penyerta)
L = Last meal ( Makanan yang terakhir dimakan)
E = Even
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan secara detail dari kepala sampai kaki, pemeriksaan dimulai dari
kepala, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan, kemudian leher, toraks,
abdomen, punggung, perineum, rectum dan uretra, serta pemeriksaan pada
ekstremitas.
c. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan kesadaran pasien menggunakan skor GCS (Glassgow Coma
Scale).
3. Resusitasi Jantung Paru (RJP).
a. Pengertian RJP
Resusitasi Jantung paru adalah suatu cara untuk mengembalikan fungsi pernafasan
dan atau sirkulasi dan penanganan akibat henti nafas dan henti jantung. Tujuan dari
RJP adalah memberikan oksigen ke otak dan ke jantung sampai dimulainya
pengobatan medik yang definitive dan tepat sehingga dapat mengembalikan fungsi
jantung dan paru kembali normal. Penataklasanaan RJP dengan urutan C-A-B atau A-
B-C hal ini disesuakan dengan tingkat kesadaran korban.
b. Langkah-langkah RJP
Langkah-langkah RJP pada dewasa adalah sebagai berikut.
1) Pastikan keamanan penolong, korban dan lingkungan.
2) Cek respon (dipanggil atau digoyangkan pada bahu korban), apabila tidak ada
respon maka segera memanggil bantuan.
3) Cek nadi, apabila nadi tidak teraba maka lakukan kompresi.
4) Penderita harus berbaring terlentang diatas alas yang keras. Posisi penderita
horizontal.
5) Penolong berlutut di sisi korban sejajar dengan dada penderita.
6) Penolong meletakkan tumit telapak tangan pertama pada 1/3 distal sternum,
kemudian letakkan tangan kedua diatas tangan yang pertama sehingga telapak
tangan saling menumpuk.
7) Kedua lutut penolong merapat.
8) Lutut menempel bahu korban.
9) Kedua tangan tegak lurus.
10) Tekan dada pasien menggunakan tenaga yang diperoleh dari sendi panggul.
11) Tekanan sedalam 4-5 cm (2 inci), kemudian biarkan dada kembali normal
(relaksasi).
12) Setelah dilakukan 30 kompresi dihentikan dan diteruskan dengan pemberian
ventilasi 2 kali. Dilakukan dalam 5 siklus.
13) Cek nadi kembali, apabila teraba nadi maka berikan ventilasi 8-10 kali /
menit.
14) Pelihara jalan nafas dan berikan posisi mantap.
Langkah-langkah RJP pada anak-anak
1) Letakkan penderita pada posisi terlentang diatas alas yang keras.
2) Pada bayi 1-12 bulan penekanan digunakan dengan dua atau tiga jari, atau bisa
menggunakan ibu jari tangan kanan dan kiri menekan dada dengan kedua
tangan melingkari punggung dan dada bayi.Bisa menggunakan jari telunjuk +
jari tengah, jari tengah+ jari manis.
3) Tempatkan jari dibawah digaris antara putting bayi. Jangan sampai melakukan
penekanan pada ujung tulang dada atau tulang rusuk.
4) Pada anak usia 1-8 tahun kompresi dada dengan satu tangan.
5) Teknik dasar sama seperti pada dewasa.
c. Komplikasi RJP
Komplikasi RJP adalah sebagai berikut.
1) Patah tulang dada/ iga
2) Bocornya paru-paru ( pneumothorak)
3) Perdarahan dalam paru-paru/ rongga dada ( hemothorak )
4) Luka dan memar pada paru-paru
5) Robekan pada hati
Cedera pada tulang iga merupakan komplikasi yang sering terjadi pada RJP.
Apabila tangan ditempatkan terlalu keatas dari titik kompresi, maka patah tulang
pada bagian atas sternum dan clavicula mungkin terjadi. Apabila tangan terlalu
rendah mungkin dapat mengalami fraktur atau tertekan kebawah menuju hepar
yang dapat mengakibatkan luka pada hepar disertai perdarahan dalam. Apabila
tangan ditempatkan terlalu jauh dari titik kompresi atau meleset satu dari lainnya
maka costa atau kartilagonya dapat mengalami patah
4. Kematian
Mati terbagi menjadi dua yaitu mati klinis dan mati biologis.
a. Mati klinis berarti tidak ditemukan adanya pernafasan atau nadi. Mati klinis dapat
bersifat reversible (dapat dipulihkan). Mati klinis mempunyai waktu 4-6 menit
untuk dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak.
b. Mati biologis berarti kematian sel dimulai terutama sel otak dan bersifat
irreversible (tidak bisa dipulihkan) yang biasa terjadi 8-10 menit dari henti
jantung.
Tanda kematian adalah sebagai berikut.
a. Lebam mayat
Lebam mayar terjadi akibat akibat berkumpulnya darah yang sudah tidak
beredarnya lagi pada bagian tubuh paling rendah. Keadaan ini terjadi 20-30
menit setelah kematian, terlihat warna ungu sampai kebiruan pada kulit.
b. Kaku mayat
Kaku pada tubuh dan anggota gerak setelah meninggal. Biasanya terjadi 1-2
jam setelah meninggal.
c. Bau busuk
Proses ini biasanya mulai timbul 6-12 jam setelah kematian ditandai dengan
bau yang sangat tidak enak.
C. Pembahasan Kasus
Kegawatdaruratan atau dapat pula disebut sebagai emergensi adalah suatu situasi
yang mendesak yang beresiko terhadap kesehatan, kehidupan, kesejahteraan atau
lingkungan. Suatu insiden dapat menjadi suatu kegawatdaruratan apabila merupakan
suatu insiden yang mendesak dan mengancam nyawa, kesehatan, kesejahteraan, ataupun
lingkungan; insiden yang sebelumnya menyebabkan hilangnya nyawa seseorang,
kecacatan, merusak kesejahteraan, ataupun merusak lingkungan; atau insiden yang
memiliki probabilitas yang tinggi untuk menyebabkan bahaya langsung ke kehidupan,
kesehatan, kesejahteraan ataupun lingkungan (Oman, 2008). Pada kasus termasuk dalam
kondisi gawat darurat dimana menurut Oman (2008), gawat darurat merupakan kondisi
yang mengancam nyawa terdapat gangguan ABC dan perlu tindakan segera.
Langkah-langkah yang akan dilakukan pada kasus yaitu sebagai berikut.
Fase Pra Rumah sakit.
1. Pertama kali harus melihat kondisi keamanan untuk korban, baik itu aman
pasien, aman lingkungan maupun aman diri sebagai penolong. Korban
harus dievakuasi atau dipindahkan terlebih dahulu ke tempat yang aman
dan memungkinkan untuk mendapatkan pertolongan.
2. Nilai respon pasien apakah pasien benar-benar tidak sadar atau hanya tidur
saja. Cek kesadaran pasien dengan cara memanggil-manggil nama pasien,
menepuk atau menggoyangkan bahu pasien atau diberikan rangsang nyeri.
3. Apabila tidak ada respon maka pasien tidak sadar. Aktifkan system
emergensi atau dipanggilka petugas terlatih atau ambulan jika berada di luar
rumah sakit. Menolong korban harus dengan bantuan orang lain, tidak
memungkinkan untuk membantu sendiri. Dalam meminta bantuan penolong
harus menginformasikan nama penolong, nomor telepon, lokasi kejadian,
jumlah korban dan kondisi korban.
4. Sambil menunggu bantuan maka penolong melakukan tindakan bantuan
kepada korban.
5. Cek nadi korban, apabila dewasa cek nadi karotis. Nadi karotis dapat diraba
dengan menggunakan 2 atau 3 jari menempel pada daerah kira-kira 2 cm
dari garis luar leher atau jakun pada sisi yang paling dekan dengan
pemeriksa. Waktu yang digunakan untuk mengukur nadi karotis adalah 5
10 detik (Kathleen, 2008).
6. Jika nadi tidak teraba segera lakukan resusitasi jantung paru.
7. Posisikan korban dengan meletakkan dilantai atau alas yang keras dan rata.
Posisi penolong berada disebelah kanan korban dengan posisi kaki diantara
bahu korban (Arjono, 1990).
8. Airway dibutuhkan pada pasien karena kondisi pasien tidak sadarkan diri,
pertama cek terlebih dahulu jalan nafas pasien apakah terdapat sumbatan
atau tidak. Apabila terdapat sumbatan maka menggunakan cross finger atau
finger swab untuk mengambil benda asing yang menghambat jalan nafas
(dewi, 2013).
9. Korban tidak memiliki patah tulang servikal maka teknik yang digunakan
adalah head tilt dan chin lift. Head tilt dilakukan dengan cara satu tangan
dibawah leher pasien dengan sedikit mengangkat leher ke atas, tangan lain
diletakkan pada dahi depan pasien sambil mendorong ke belakang,
sedangkat chin lift dengan cara mengangkat dagu secara hati-hati dan secara
bersamaan anatara tangan kiri dan kanan penolong (Dewi, 2013).
10. Lakukan cek pernafasan pasien dengan look, listen dan feel. Posisi teteap
dan didekatkan pipi penolong ke mulut dan hidung korban, mata penolong
melihat pergerakan dada korban. Apabila pasien tidak dapat bernafas maka
berikan nafas buatan.
11. Cek kembali nadi karotis.
12. Apabila nadi tidak teraba maka dilakukan RJP.
RJP dilakukan dengan perbandingan kompresi dada sebanyak 30 kali
kemudian diberikan ventilasi sebanyak dua kali. Biasanya kompresi dada
adalah 100-120 kali/ menit. Kompresi dada dilakukan agar memompa
jantung dari luar agar aliran darah terbentuk dan dapat mengalirkan oksigen
ke otak dan jaringan tubuh.
13. Cara melakukan RJP adalah sebagai berikut.
a) Korban berbaring secara horizontal dan pad atempat yang rata dank eras
agar memudahkan RJP.
b) Penolong meletakkan bagian tumit tangan pada tulang sternum ditengah
dada pada 1/3 distal sternum. Kemudian meletakkan tangan satunya lagi
diatas telapak tangan pertama sehingga telapak tangan saling menumpuk.
Kedua lutut penolong merapat dan lutut menempel pada bahu korban.
Kedua lengan penolong harus tegak lurus.
c) Penekanan sedalam 4-5 cm kemudian biarkan dada kembali relaksasi.
Waktu kompresi dan relaksasi harus sama. Setelah 30 kali kompresi
dihentikan kemudian diteruskan dengan pemberian 2 kali ventilasi, hal ini
dilakukan sampai 5 siklus (Oman, 2008).
d) Monitoring denyut nadi dan pergantian posisi penolong jika penolong lebih
dari satu orang.
Fase Rumah sakit
Pada tahap rumah sakit sebaiknya terdapat ruangan atau daerah khusus
untuk pasien trauma, perlengkapan airway seperti laringoskop, endotracheal
tube sudah dipersiapkan dan diletakkan di tempat yang mudah dicapai.
Pemakaian alat pelindung diri bagi tenaga pasien harus dipakai guna untuk
menghindari penyakit menular pada korban. Pemberian tanda triase pada
pasien untuk memudahkan petugas medis menentukan prioritas perawatan
medis sesuai dengan tingkat kegawatdaruratan pasien (Biddinger dan Thomas,
2005).

Apabila pasien sudah sadar maka dilakukann secondary survey. Pasien


dilakukan anamnesis, pemeriksaan secara menyeluruh. Anamnesis menanyakan
beberapa pertanyaan mengenai AMPLE yaitu sebagai berikut.
A = Allergy
B = Medication (Obat yang diminum saat ini)
P = Past illness (Penyakit penyerta)
L = Last meal ( Makanan yang terakhir dimakan)
E = Even
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan secara detail dari kepala sampai kaki, pemeriksaan dimulai dari
kepala, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan, kemudian leher, toraks,
abdomen, punggung, perineum, rectum dan uretra, serta pemeriksaan pada
ekstremitas.
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan kesadaran pasien menggunakan skor GCS (Glassgow Coma
Scale) (American college of Surgeons, 2012).

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons., 2012, Advanced trauma life support for doctors. instructor
course manual book 1 - sixth edition, Chicago.

Arjono, D.P, 1990, Penanggulangan Penderita Gawat Darurat, Perhimpunan Critical Caree
Medicine, Jakarta.
Biddinger, P.D. and Thomas, S.H., 2005. Prehospital Care and Emergency Medicine. In :
Mahadevan, S. and Garmel, G.M., An Introduction to Clinical Emergency Medicine,
New York, USA : Cambridge University Press, h. 118-122.

Dewi, K.N., 2013, Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Kegawatdaruratan, Salemba Medika,
Yogyakarta.
Kathleen, S., 2008, Panduan Belajar Keperawatan Emergensi, EGC, Jakarta.
Oman, K.S., 2008, Panduan Belajar Keperawatan Emergensi, EGC, Jakarta.

You might also like