You are on page 1of 11

CUTANEOUS LARVA MIGRAN

Oleh :

dr. Akhmad Fahrozy

Pembimbing :

dr. Evi Panjaitan, Sp.KK

RSUD. Kudungga Sangatta


Kutai Timur
2016

0
ANAMNESIS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Z
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Alamat : Bengalon, Kutai Timur
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 14 Oktober 2016 di Poliklinik Kulit
dan Kelamin RSUD Kudungga Sangatta.

B. Keluhan Utama :
Gatal pada bercak merah berkelok-kelok di tepi telapak tangan kiri, dan perut.

C. Riwayat Penyakit sekarang :


Bercak merah berkelok-kelok pada tepi telapak tangan kiri dialami pasien sejak 1
minggu yang lalu, awalnya muncul satu buah bentol kemerahan yang sangat gatal. Lalu
bentol kemerahan itu berubah bentuk menjadi memanjang dan berkelok-kelok seperti
cacing sepanjang 2 cm, namun saat di bawa ke poli ukuran sudah mencapai 6 cm. Pasien
mengaku keluhan serupa ada di daerah perut . Gatal terutama dirasakan pada malam
hari. Setiap sore hari pasien mengisi polibet dengan tanah yang berada di dekat
rumahnya tanpa menggunakan sarung tangan dan tanah tersebut bercampur dengan
pasir. Kemudian pasien berobat ke puskesmas terdekat, namun petugas kesehatan tidak
mengetahui pasti penyakit pasien. Ia hanya diberi obat namun lupa nama obat tersebut,
ia diberitahu bahwa salah satu obat dapat mengurangi gatal. Akan tetapi keluhan tidak
berkurang. Tidak disertai demam serta keluhan lain.

D. Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat penyakit serupa (-), riwayat alergi (-)

1
E. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat Keluarga dengan penyakit yang sama (-)

PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALISATA
Keadaan umum : Tampak sehat
Kesadaran : Kompos Mentis, GCS E4V5M6
Tanda Vital : Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit

B. Status Dermatologis :
Lokalisasi : regio manus sinistra, Abdominalis
Effloresensi : terowongan atau kanalikuli berbentuk serpiginosa, dasar eritem papul (+),
ekskoriasi (+).

DIAGNOSIS BANDING :
Cutaneous Larva Migrans
Dermatitis Insect Bite

2
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Tidak Dilakukan

DIAGNOSIS KERJA :
Cutaneous Larva Migrans

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Albendazol tab 400 mg 1x1 selama 3 hari
Cetrizine tab 10 mg 0-0-1

Advise
Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Memakai alas kaki bila bermain sepak bola ataupun saat keluar rumah
Hindari menggaruk untuk mencegah infeksi sekunder.
Segera kembali bila keluhan tidak hilang atau bertambah parah

PROGNOSIS :
o Quo ad vitam : ad bonam
o Quo ad fungsionam : ad bonam
o Quo ad cosmeticam : ad bonam

3
PEMBAHASAN

Fakta Teori
Usia & Jenis Kelamin Laki-laki, 45 tahun Tidak ada kecenderungan pada
jenis kelamin tertentu dan
mengenai semua usia tetapi
lebih sering dijumpai pada
anak-anak.
Anamnesa bentol kemerahan yg timbul papul kemerahan, di
menjadi memanjang dan ikuti bentukan khas (lesi linear
berkelok-kelok, panjang 2 atau berkelok-kelok),snakelike
cm menjadi 6 cm, gatal pd app,menimbul lebar 2-3 mm,
mlm hari panjang 3-4 cm, sangat gatal tu
malam, rasa menjalar/bergerak
Riw tidak memakai sarung Hobi dan pekerjaan yg
tangan saat mengisi polibet melibatkan kontak dengan
4 hari yg lalu tanah berpasir, lembab dan
hangat
Anak-anak yang bermain di
arena berpasir
Status dermatologis Lokalisasi : regio plantar Predileksi : kaki (39%), pantat
pedis dekstra (18%), dan perut (16%)
Effloresensi terowongan/kanalikuli kelainan seperti benang yg
menimbul berbentuk lurus atau berkelok-kelok,
serpiginosa, dasar eritem, menimbul dan terdapat papul
papul (+) atau vesikel diatasnya
Pemeriksaan tidak diperlukan pengukuran kadar IgE,
penunjang pemeriksaan penunjang hitung jenis leukosit
karena diagnosis dapat (eosinofilia) dan biopsi
ditegakkan melalui
anamnesis serta bentukan
yang khas dari lesinya

4
Medikamentosa diberikan pengobatan penatalaksanaan pada
albendazole tablet 400 mg penyakit ini adalah obat
1x1, cetrizine tab 10 mg antihelmentik berspektrum
0-0-1 luas.
cryotherapy dengan salju
CO2 ditekan selama 45-60
detik atau semprotan N2O
ataupun semprotan chloretil
pada ujung lesi hingga larva
beku serta disertai pemberian
antihistamin
Non Medikamentosa edukasi terhadap pasien Berdasarkan literature
agar menjaga kebersihan etiologi penyakit ini
diri dan lingkungan serta Ancylostoma brazinliense
memakai alas kaki atau dan Ancylostoma caninum
menghindari kontak cacing tambang anjing dan
dengan tempat yang kucing baik domestik
beresiko sebagai media maupun liar.
penularan penyakit ini
seperti area berpasir dan
tanah yang tercemar
kotoran anjing atau
kucing
Prognosis Fungtionam : bonam Prognosis umumnya baik.
Sanationam : bonam
Cosmeticam : bonam

Diagnosis Banding

5
Diagnosis Banding CLM Insect Bite
Etiologi Ancylostoma braziliense Phlum Arthropoda
dan Ancylostoma caninum
Anamnesa Lokal : bentol kemerahan Lokal : Gatal, bintik2
yg menjadi memanjang merah dapat disertai
dan berkelok-kelok, makula, papul atau vesikel
panjang 2 cm menjadi 6 Disertai gejala sistemik
cm, gatal pd mlm hari, Riw aktivitas di luar
terasa berjalan
Onset Beberapa jam atau hari Beberapa menit setelah
gigitan
Predileksi Kaki, pantat, perut (riw Dimana saja tergantung
kontak dgn fc. kontak
Predisposisi)

Kasus ditelaah pada pasien Tn.Z usia 45 tahun dengan keluhan gatal pada bercak
merah berkelok-kelok di tepi telapak tangan kiri sejak 1 minggu sebelum berobat. Gatal
terutama dirasakan pada malam hari. Pasien di diagnosis menderita Cutaneous Larva
Migrans (CLM).
Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Berdasarkan anamnesis adanya riwayat kontak dengan tanah sebelum keluhan tersebut
dialami pasien yaitu pasien tidak memakai sarung tangan saat menigisi polibet dengan
tanah di dekat rumahnya. Sedangkan pada pemeriksaan fisik ditemukan bentukan yang
khas yaitu terdapat kelainan seperti benang yang lurus atau yang berkelok-kelok dan
menimbul disertai gatal dan terasa bergerak atau berjalan pada kulitnya.
Menurut teori, kecenderungan untuk dapat tertular CLM ini adalah hobi atau
pekerjaan yang melibatkan kontak dengan tanah berpasir, lembab dan hangat, iklim tropis
atau subtropis, turis yang berjemur atau berjalan di sepanjang pantai tanpa alas kaki, anak-
anak yang bermain di arena berpasir, tukang kayu, petani, tukang kebun, pembasmi hama.1

6
Pemeriksaan penunjang dalam kepustakaan adalah dengan pengukuran kadar IgE,
hitung jenis leukosit (eosinofilia) dan biopsi.1,2 Namun hal tersebut sangat jarang dilakukan.
Sehingga pada kasus ini tidak diperlukan pemeriksaan penunjang karena diagnosis dapat
ditegakkan melalui anamnesis serta bentukan yang khas dari lesinya.
Diagnosis banding dari kasus ini adalah Dermatitis insect bite. Dari definisi
dermatitis insect bite merupakan peradangan pada kulit yang diakibatkan faktor eksogen
dari gigitan atau serangan serangga. Penyebabnya adalah spesies dari phylum arthropoda. 3,4
Tanda dan gejala klinis bervariasi tergantung jenis serangga penyebabnya. Gejala diawali
dengan gatal dan bintik-bintik merah dapat disertai muncul macula, papul atau vesikel pada
lokalisasi gigitan. Namun dapat juga mengakibatkan gejala sistemik pada pasien yang
memiliki riwayat atopi seperti urtikaria, mual, muntah-muntah, diare dan syok anafilaktik.
Pada dermatitis insect bite setelah digigit serangga timbul gatal dan nyeri terutama pada
lokasi gigitan. Dari anamnesis ditemukan adanya riwayat aktivitas di luar yang mempunyai
resiko mendapat serangan serangga. Selain itu ditanyakan mengenai kontak dengan
beberapa hewan peliharaan yang dapat merupakan vector perantara dari serangga yang
dicurigai menyengat atau menggigit.3,4,5
Sedangkan CLM merupakan penyakit infeksi kulit parasit akibat invasi larva
cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing. Penyebab tersering Ancylostoma
braziliense (cacing pada anjing dan kucing) dan Ancylostoma caninum. Masuknya larva ke
kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula mula, pada point of entry, akan timbul
papul, kemudian diikuti oleh bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok
kelok (snakelike appearance bentuk seperti ular) yang terasa sangat gatal, menimbul
dengan lebar 2 3 mm, panjang 3 4 cm dari point of entry, dan berwarna kemerahan.1,6
Pada manusia, larva memasuki kulit melalui folikel, fissura atau menembus kulit utuh
menggunakan enzim protease, tapi infeksi nya hanya terbatas pada epidermis karena tidak
memiliki enzym kolagenase yang dibutuhkan untuk penetrasi kebagian kulit yang lebih
dalam.1 Oleh karena itu larva nematoda dapat ditemukan terperangkap dalam kanal
folikular, stratum korneum atau dermis.6 Berdasarkan letaknya, penyakit ini paling banyak
mengenai kaki (39%), pantat (18%) dan perut (16%).

7
Sebelum ke poli kulit dan kelamin pasien sempat ke puskesmas terdekat, diberi obat
salah satunya mengurangi gatal. Namun keluhan tidak berkurang sehingga di poli kulit dan
kelamin pasien diberikan pengobatan albendazole tablet 400 mg 1x1, cetrizine tab 10 mg 0-
0-1.
Berdasarkan teori, penatalaksanaan pada penyakit ini adalah obat antihelmentik
berspektrum luas misalnya thiabendazol dengan dosis 50 mg/KgBB/hari dua kali selama 2
hari, albendazol dosis 400 mg sebagai dosis tunggal diberikan 3 hari berturut-turut. 2,6 Cara
lain yaitu cryotherapy dengan salju CO2 ditekan selama 45-60 detik atau semprotan N2O
ataupun semprotan chloretil pada ujung lesi hingga larva beku serta disertai pemberian
antihistamin.2,6,7
Secara umum terapi yang diberikan sesuai dengan kepustakaan yang ada. Terapi
pilihan saat ini adalah dengan memberikan antihelmintes baik secara topikal (dengan
oklusi) maupun sistemik. Untuk pengobatan kausatif diberikan antihelmentik berspektrum
luas yaitu albendazole tablet 400 mg 1 kali sehari selama 3 hari. Berdasarkan literatur, obat
pilihan untuk CLM adalah thiabendazol. Akan tetapi ketersediaan obat tersebut sangat
jarang dan sulit ditemukan serta memberikan efek samping berupa pusing, mual dan
muntah. Oleh karena itu yang saat ini dipakai sebagai alternatif obat antihelmentik lain
yaitu albendazol. Sehingga pilihan obat, dosis dan pemberian sesuai dengan literatur.
Cetirizine diberikan untuk mengurangi gejala pruritiknya. Cetirizine berfungsi
sebagai antihistamin kuat dengan efek sedasi yang rendah pada dosis farmakologinya.
Cetirizine merupakan antagonis reseptor H1 yang selektif. Bekerja menghambat fase awal
reaksi alergi yang diperantarai histamine, mengurangi migrasi sel-sel inflamasi dan sel-sel
mediator yang berhubungan dengan reaksi hipersensitivitas tipe IV serta mengurangi gejala
pruritus.8 Pada kasus obat ini diberikan malam hari karena memiliki efek sedasi meskipun
ringan dapat mengganggu aktivitas pasien di siang hari. Selain itu onset munculnya gatal
pada CLM cenderung terjadi pada malam hari.
Dilakukan pula edukasi terhadap pasien agar menjaga kebersihan diri dan
lingkungan serta memakai alas kaki atau menghindari kontak dengan tempat yang beresiko
sebagai media penularan penyakit ini seperti area berpasir dan tanah yang tercemar kotoran

8
anjing atau kucing.7 Berdasarkan literature etiologi penyakit ini Ancylostoma brazinliense
dan Ancylostoma caninum cacing tambang anjing dan kucing baik domestik maupun liar.
Prognosis umumnya baik. Mortilitas akibat penyakit ini belum pernah dilaporkan.
Morbiditas dikaitkan dengan pruritus hebat dan kemungkinan infeksi bakterial sekunder.
Sangat jarang sekali, dapat terjadi migrasi ke jaringan dalam, seperti ke paru dan usus, yang
dapat menyebabkan penumonitis (Loefflers Syndrome), enteritis, myositis (nyeri otot).9

DAFTAR PUSTAKA

9
1. Jusych, LA. Douglas, M.C. 2009. Cutaneous Larva Migrans : overview, treatment and
medication. (online) (www.emedicine.com, diakses tanggal 23 September 2011)
2. Wilson, ME. Caumes, E. 2008. Helmentics infections. Dalam : Fitzpetrick TB Eisen AZ,
Wolf K Freedberg IM, Austen KF. Eds. Dermatology in General Medicine, volume 2. 7 th
ed Hal 2011. USA McGraw-Hill.
3. Steen, C.J. Schwartz, R.A. 2008. Arthropod Bites and Sting. Dalam : Fitzpetrick TB
Eisen AZ, Wolf K Freedberg IM, Austen KF. Eds. Dermatology in General Medicine,
volume 2. 7th ed Hal 2054. USA McGraw-Hill.
4. Rube J. Parasite. 1985. Arthropods and Hazardous Animals of Dermatologic
significance. Dalam: Moschella SL, Hurley HJ, eds. Dermatology Volume 1. 2 nd ed.
Philadelphia : WB Saunders Company.
5. Hoedjono. 2011. Insects And Allergic Reactions. Department of Parasitology Faculty of
Medicine, Trisakti University. (online) (http://www.univmed.org/wp-
content/uploads/2011/02/Vol.19_no.2_5, diakses tanggal 25 September 2011).
6. Aisah, S. 2007. Creeping Eruption. Dalam : Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin. Edisi
kelima hal 125-126. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
7. Dugdale,DC. Diunduh dari www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001454.htm
Update terakhir 12 Juli 2010. Diakses tanggal 26 September 2011.
8. Dewoto, ER. 2007. Histamin dan antihistamin. Dalam Farmakologi dan Terapi edisi ke
lima, bagian Farmakologi FKUI, Jakarta.
9. Anonymous. 2002. Clinical Presentation in Humans. Diunduh dari
www.stanford.edu/group/parasites/parasites2002/cutaneous_larva_migrans/clinical
%20presentation.html diakses pada tanggal 26 September 2011.

10

You might also like