Professional Documents
Culture Documents
DI SUSUN OLEH :
Kelas : 2C
D3 KEPERAWATAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi saluran pernafasan bawah sering terjadi sebagai akibat dari
perluasan infeksi saluran pernafasan atas yang umumnya berkaitan
dengan penyakit pnemonia.
Berdasarkan penelitian dari WHO pada tahun 2010, menyatakan 13
juta orang didunia meninggal karena pneumonia. Pneumonia adalah
salah satu penyebab utamanya dengan membunuh sekitar 3 juta orang
merupakan 30% dari seluruh kematian yang ada ( Tulus, 2008). Di
indonesia pneumonia merupakan kejadian tertinggi dimana angka
kejadian 4 juta kasus pertahun, 600 rb orang dirawat di rumah sakit
karena menderita pneumonia. Diduga bahwa 60% dari kasus
pneumonia akan membutuhkan perawatan di rumah sakit dan diantara
pasien rawat inap 45% nya akan mask pada perawatn intensif ( ICU).
Kematian akan terjadi 49% lainya (Agus dkk,2010)
Menurut Anonim 2007 dalam Tulus Aji 2008 menyebu6kan pada
tahun 2007 di Jawa Timur prevalensi diagnosis pneumonia sebesar
0,72% dan 2,43% didiagnosa gejala pnuemonia. Prevalensi pneuomina
relatif tinggi dijumpai di Kabupaten mojokerto ( Riskesdas, 2007)
Pneuomoni merupakan suatu sindrom atau kelainan yang
disebabkan agen infeksius firus seperti , bakteri, mocoplasma atau
fungi ( Nanda , 2012) karakteristik dari pneuomina yaitu demam ,
anoreksia , muntah , diare , batuk , bunyi paru ronki , di (Nanda, 2012)
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara,
atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran
bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Jika
melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan
oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan
batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir
tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk
mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua
tergantung besar kecilnya ukuran sang penyebab tersebut.
Penemonia bacterial menyerang baik ventilasi maupun difusi.
Suatu reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada
alveoli dan menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan
difusi oksigen serta karbondioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan
neutrofil, juga bermigrasi kadalam alveoli dan memenuhi ruang yang
biasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang
cukup karena sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme,
menyebabkan okulasi parsial bronki atau alveoli dengan
mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar.
Darah vena yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang
kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa mengalami
oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi kiri jantung.
Percampuran darah yang teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan
hipoksemia arterial. Dari penjelasan diatas kasus yg muncul, yaitu
bersihan jalan nafas tidak efektif. Bersihan jalan nafas tidak efektif
adalah suatu keadaan ketika individu mengalami suatu ancaman nyata
atau potensial pada status pernafasan karena ketidakmampuannya
untuk batuk secara efektif. ( Anas Tamsuri, 2008 hal. 51)
Dampak bio, psiko, sosial, dan spiritual klien yang menderita
pneumonia akan mempengaruhi respon psikologis yang bervariasi
tergantung dari koping yang dimiliki oleh klien. Umumnya klien
merasa bosan dengan program pengobatan yang lama serta rasa cemas
terhadap penyakitnya hal ini dapat mengakibatkan klien menjadi putus
asa dan tidak semangat hidup. Kelemahan tubuh dalam melakukan
aktivitas dan penampilan keadaan tubuhnya pada klien pneumonia
akan mengakibatkan klien untuk menarik diri dan mengurangi
interaksi sosial. Dampak pada keluarga klien dengan pneumonia
adalah bertambahnya beban dan tugas keluarga untuk merawat klien
dengan pneumonia ketika klien dirawat di rumah maupun di rumah
sakit untuk menjalani pengobatan serta kecemasan keluarga tertular
penyakit dari klien . Sedangkan dampak pada masyarakat, biasanya
cenderung untuk menjauhi orang dengan penyakit pneumonia, karena
merasa takut akan tertular penyakit tersebut.
Menurut Joko 2008 dalam Tulus aji pneumoni merupakan penyakit
gangguan pada sistem respirasi yaitu mengenai jaringan paru sehingga
membutuhkan oksigen. Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian
dari kebutuhan fisiologis menurut Hierarki Maslow. Kebutuhan
oksigen diperlukan untuk proses kehiduopan oksigen sangat berperan
dalam proses metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen dalam tubuh
harus terpenuhi karena apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh
berkurang maka akan terjadi kerusakan pada otak dan apabila hall
tersebut berlangsung lama akan terjadi kematian (Hidayat,2004)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi.
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat
konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat.
Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang
mengalami konsolidasi dan darah dialirkan disekitar alveoli yang
tidak berfungsi. Hipoksemia dapat terjadi tergantung banyaknya
jaringan paru-paru yang sakit (Irman Seumantri, 2008, hal. 67)
Definisi pneumonia atau pneumonitis adalah proses peradangan
pada parenkim paru-paru, yang biasanya dihubungkan dengan
meningkatnya cairan pada alveoli. Istilah pneumonia lebih baik
digunakan daripada pneumonitis karena istila pneumonitis sering
digunakan untuk menyatakan peradangan pada paru-paru non
spesifik yang etiologinya tidak diketahui. Penyakit ini merupakan
salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan yang banyak
didapatkan dan sering merupakan penyebab kematian haqmpir
diseluruh dunia. Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit
ini karena respon imunitas mereka masih belum berkembang
dengan baik. Pneumonia sering kali pada orang tua dan orang yang
lemah akibat penyakit kronik tertentu. Klien bedah, peminum
alkohol dan penderita penyakit pernafasan kronik atau infeksi virus
sangat mudah terserang penyakit ini (Santa, Suratun, Paula, Ni
Luh, 2009, hal. 93-94).
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agens infeksius. Pneumonia adalah
penyakit infeksius yang sering menyebabkan kematin di Amerika
Serikat. Pneumonia dikelompokkan berdasarkan agen penyebabnya
dan kategorikan pneumonia bakterilaris dan pneumonia atipikal.
(Smeltzer, Suzanne, 2002, hal. 571).
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran
pernafasan bawah akut (ISNBA) dengan gejala batuk dan disertai
dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus,
bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa
radang paru-paru yang disertai dengan eksudasi dan konsolodasi.
(Nanda, 2013, hal. 482)
2.2 Epidemiologi
Pneumonia bisa terjadi pada aneka usia, walaupun lebih banyak
terjadi pada usia yg lebih muda. Masing-masing kelompok umur
bisa terinfeksi oleh pathogen yg berbeda, yg mempengaruhi dlm
penetapan diagnosa & terapi.
Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dgn infeksi saluran nafas yg terjadi dimasyarakat
(pneumonia komunitas / PK) / didalam rumah sakit ( pneumonia
nosokomial/ PN). Pneumonia yg merupakan bentuk infeksi saluran
nafas bawah akut di parenkim paru yg serius dijumpai sekitar 15-
20 %. Pneumonia nosokomial di ICU lebih sering daripada PN
diruangan umum yaitu 42%: 13% & sebagian besar yaitu sejumlah
47% terjadi pada pasien yg memanfaatkan alat bantu mekanik.
Kelompok pasien ini merupakan bagian terbesar dari pasien yg
meninggal di ICU akibat PN.
2.3 Etiologi
Sebagian besar disebabkan oleh infeksi, akan tetapi dapat juga
disebakan oleh bahan-bahan lain, sehingga dikenal (Hood Alsagaff,
hal. 122-123):
- Nokardia Astoirides
Legionnaires disease
- Kokidioides imitis
- Histoplasma
kapsulatum
Aktinomisetes Aktinomikosis pulmonal
- Blastomises
dermatitidis Nokardiosis pulmonal
- Aspergilus
Fungi Kokidioidomikosis
- Fikomisetes
- Klamidia psittaci
Blastomikosis
Mikoplasma pneumonia
Aspergilosis
- Influenza virus
- Respiratory syncytial
Adenovirus mukormikosis
Riketsia Q Fever
Pneumosistis karinii
Klamidia - Psitakosis
- Ornitosis
2.4.5 Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat.
Sering menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
2.5 Patofisiologi
Adanya etiologi seperti jamur & inhalasi mikroba ke dlm tubuh
manusia lewat udara, aspirasi organisme, hematogen bisa
menyebabkan reaksi inflamasi hebat sehingga membran paru-paru
meradang & berlobang. Dari reaksi inflamasi mau timbul panas,
anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC
& cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema &
bronkospasme yg menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis &
batuk, selain 1tu jg menyebabkan adanya partial oklusi yg mau
membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru
menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi & penurunan
rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini bisa menyebabkan kapasitas difusi
menurun & selanjutnya terjadi hipoksemia.
Dari penjelasan diatas kasus yg muncul, yaitu : Risiko kekurangan
volume cairan, Nyeri (akut), Hipertermi, Perubahan nutrisi minus dari
kebutuhan tubuh, Bersihan jalan nafas tak efektif, Gangguan pola
tidur, Pola nafas tak efekif & intoleransi aktivitas.
2.6 Pathway
Normal (sistem pertahanan)
terganggu
Organisme
Leukositosis
2.7 Penatalaksanaan.
2.7.1 Klien diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45. Kematian
sering kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia kordis,
dan penekanan susunan saraf pusat, maka penting untuk dilakukan
pengaturan keseimbangan cairan elektrolit dan asam-basa dengan
baik, pemberian O2 yang adekuat untuk menurunkan perbedaan O2 di
alveoli-arteri, dan mencegah hipoksia seluler. Pemberian O2
sebaiknya dalam konsentrasi yang tidak beracun (PO 240) untuk
mempertahankan PO2 ateri sekitar 60-70 mmHg dan juga penting
mengawasi pemeriksaan analisa gas darah.
2.8.4.6 B4 (Bladder).
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake
cariran. Oleh karena itu, perawat perlu memonitoir adanya
oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
2.8.4.7 B5 (Bowel).
Klien biasanya menagalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.
2.8.4.8 B6 (Bone).
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering
menyebabkan ketergantungan klien terhadap bantuan orang
lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
2.9.4 Pemeriksaan diagnostik.
Untuk menegakkan diagnosa penyakit pneumonia, maka disamping
hasil anamnesa dari klien pemeriksaan diagnostik yang sering
dilakukan adalah:
2.9.4.1 Pemeriksaan rontgen: dapat terlihat infliltrat pada parenkim paru.
2.9.4.2 Laboratorium:
a AGD: dapat terjadi asidosis metabolik dengan atau tanpa
retensi CO2.
b DPL: biasanya terdapat leukosit. Laju endap darah (LED)
meningkat.
c Elektrolit: natrium dan klorida dapat menurun.
d Bilirubin: dapat meningkat.
e Kultur sputum: terdapat mikroorganisme.
f Kultur darah: bakteremia sementara.
2.9.4.3 Fungsi paru: volume dapat menurun.
Leukosit + fibrin
mengalami konsolidasi
2.9.7 Intervensi
Rencana Asuhan Keperawatan pada Paien Pneumonia (Somantri,
Irman, 2008, hal.71)
NO. Diagnosis Perencanaan
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
f. cairan (terutama
cairan hangat) akan
membantu
memobilisasi dan
f. Berikan cairanmengekspektorasi
kurang lebih 2.500sekret.
ml/ hari ( jika tidak
ada kontraindikasi)
kolaborasi g. Memfasilitasi
percairandan
pengeluaran sekret.
Postural drainase
g. kaji efek darimungkin tidak efektif
pemberian nebulizerpada pneumonia
dan fisioterapiinterstisial atau yang
pernafasan lainnya,disebabkan eksudat/
misalnya Incentivedestruksi dari
Spirometer, IPPB,alveolar. Koordinasi
perkusi, posturalpenatalaksanaan/
drainase. Lakukanjadwal dan oral intake
tindakan selang diakan mengurangi
antara makan dankemungkinan muntah
batasi cairan jikadengan batuk,
cairan sudahekspektorasi.
mencukupi.
h. Membantu
mengurangi
bronkospasme dengan
mobilisasi dari sekret.
Analgesik diberikan
untuk mengurangi
h. Berikan
rasa tidak nyam,an
pengobatan atas
ketika klien
indikasi, misalnya
melakukan usaha
mukolitik,
batuk, tetapi harus
ekspektoran,
digunakan sesuai
bronkodilator, dan
penyebabnya.
analgetik.
i. Cairan diberikan
untuk mengganti
kehilangan ( termasuk
insesible/ IWL ) dan
membantu mobilisasi
i. Berikan cairansekret.
suplemen misal IV,
j. Untuk mengetahui
humidifikasi oksigen
kemajuan dan efek
dan room
dari proses penyakit
humidification.
serta memfasilitasi
kebutuhan untuk
perubahan terapi.
k. kadang- kadang
j. Monitor serial X-
diperlukan untuk
Ray dada,ABGs,
mengeluarkan
Pulse Oximetry.
sumbatan mukus,
sekret yang purulen,
dan atau mencegah
atelektasis.
k. Bantu dengan
bronkoskopi/
torasentesis, jika
diindikasikan.
2.9.8 Implementasi
Implementasi adalah langkah keempat dalam tahapan proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi
keperawatan/tindakan keperawatan yang telah direncanakan
( A.Aziz Alimul Hidayat, 2004 ).
Tahap pelaksanaan Uraian persiapan meliputi :
2.9.8.1 Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap
perencanaan.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan, kriteria yang harus
dipenuhi yaitu sesuai dengan rencana tindakan, berdasarkan prinsip
ilmiah, ditujukan pada individu sesuai dengan kondisi klien,
digunakan untuk menciptakan lingkungan yang teraupetik dan
aman, penggunaan sarana dan prasaran yang memadai.
2.9.8.2 Menganalisa pengetahuan atau keterampilan yang diperlukan.
Perawat harus mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan tipe yang
diperlukan untuk tindakan keperawatan. Hal ini akan menentukan
siapa orang yang terdekat untuk melakukan tindakan.
2.9.8.3 Mengetahui komplikasi atau akibat dari tindakan keperawatan
yang dilakukan.
Prosedur tindakan keperawatan mungkin berakibat terjadinya
resiko tinggi kepada klien. Perawat harus menyadari kemungkinan
timbulnya komplikasi sehubungan dengan tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan. Keadaan yang demikian ini
memungkinkan perawat untuk melakukan pencegahan dan
mengurangi resiko yang timbul.
2.9.8.4 Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan dalam
implementasi.
Dalam mempersiapkan tindakan keperawatan, hal-hal yang
berhubungan dengan tujuan harus dipertimbangkan yaitu waktu,
tenaga dan alat.
2.9.9 Evaluasi.
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati
dengan criteria hasil/ tujuan yang di buat pada tahap perencanaan.
Klien keluar dari siklus proses keperawatan apabila criteria hasil/
tujuan telah tercapai. Klien akan masuk kembali kedalam siklus
apabila kriteria hasil belum tercapai.
BAB III
METODE PENELITIAN
Instrumen :
Alat-alat :
- Ventilator
- Bronkoskopi
- Stetoskop
- Nebulizer
- Foto thorax
- Alat-alat ABGs
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood dan mukty. 1995. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya :
Airlangga university
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan medical-bedah : buku saku untuk
Brunner dan suddart .Jakarta: EGC
Engram, Barbara. 1998. Rencana asuhan keperawatan medical-bedah vol.1.
Jakarta: EGC
Manurung, Santa, Suratun, Paula Krisanti. 2009. Asuhan keperawatan Gangguan
System Pernafasan Akibat infeksi. Jakarta : CV.Trans Info Media
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
System Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 vol.1. Jakarta:EGC
Somantri, Irwan. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan gangguan sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Wilkinson, Judith M, Nancy R. Ahern. 2012. Diagnosa Keperawatan Nanda NIC
NOC. Jakarta. EGC
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2004. Keperawatan Medical Bedah : Klien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: EGC