Professional Documents
Culture Documents
D. ETIOLOGI
HNP terjadi karena proses degeneratif diskus intervetebralis. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya HNP adalah sebagai berikut :
1. Riwayat trauma
2. Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam
waktu lama.
3. Sering membungkuk.
4. Posisi tubuh saat berjalan.
5. Proses degeneratif (usia 30-50 tahun).
6. Struktur tulang belakang.
7. Kelemahan otot-otot perut, tulang belakang.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri punggung yang menyebar ke ekstremitas bawah.
2. Spasme otot.
3. Peningkatan rasa nyeri bila batuk, mengedan, bersin, membungkuk, mengangkat
beban berat, berdiri secara tiba-tiba.
4. Kesemutan, kekakuan, kelemahan pada ekstermitas.
5. Deformitas.
6. Penurunan fungsi sensori, motorik.
7..............................................................................................................Konstipasi,
kesulitan saat defekasi dan berkemih.
8..............................................................................................................Tidak mampu
melakukan aktifitas yang biasanya dilakukan.
F. PATOFISIOLOGI
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial. Karena
adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan timbul
sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, resiko HNP hanya menunggu waktu dan
trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatic
ketika hendak menegakan badan waktu terpleset, mengangkat benda berat, dan
sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nucleus puposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang
diatas atau dibawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis.
Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto
rontgen polos dan dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkum ferensial dan radial
pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl
merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian
disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai iskhialgia atau siatika.
Menjebolnya nucleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus
menekan radiks yang bersama-sama arteria radipularis yang berada dalam lapisan dura.
Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral tidak aka nada radiks yang terkena
jika tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L 2 dan terus ke bawah tidak
terdapat medulla spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah tidak akan
menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus
intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua corpora vertebra bertumpang tindih tanpa
ganjalan.
Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung bawah
disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP sentral dan HNP
lateral. HNP sentral akan menunjukan paraparesis flasid, parestesia , dan retansi urine .
sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada
punggung bawah, ditengah-tengah area bokong dan betis , belakang tumit, dan telapak
kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki berkurang dan reflex achiler negatife. Pada HNP
lateral L4-L5 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral
pantat, tungkai bawah bagian lateral dan di dorsum perdis. Kekuatan ekstensi ibu jari
kaki berkurang dan reflek patella negatif. Sensibilitas dermatom yang sesuai dengan
radiks yang terkena menurun.
Pada percobaan tes laseque atau tes mengangkat tungkai yang lurus (straight leg
raising ),yaitu mengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi pada sendi panggul, akan
dirasakan nyeri disepanjang bagian belakang (tanda laseque positif).
Gejala yang sering muncul adalah :
a. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai
beberapa tahun ) nyeri menjalar sesuai dengan distribusisaraf skiatik.
b. Sifat nyeri khasdari posisi terbaring ke duduk,nyeri mulai dari pantat dan terus
menjalar ke bagian belakang lutut kemudian ke tungkai bawah.
c. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang saat
batuk atau mengejan , berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan
nyeri berkurang klien beristirahat berbaring.
d. Penderita sering mengeluh kesemutan ( parostesia) atau baal bahkan kekuatan
otot menurun sesuai dengan distribusi persyarafan yang terlibat.
e. Nyeri bertambah bila daerah L5-L1 (garis antara dua Krista iliaka) ditekan.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen foto lumbosakral :
a. Tidak banyak ditemukan kelainan.
b. Kadang-kadang didapatkan artrosis, menunjang tanda-tanda deformitas vertebra.
c. Penyempitan diskus intervertebralis.
d. Untuk menentukan kemungkinan nyeri karena spondilitis, norplasma, atau infeksi
progen.
2. Cairan serebrospinal :
a. Biasanya normal.
b. Jika didapatkan blok akan terjadi prot, indikasi operasi.
3. EMG (elektromigrafi)
a. Terlihat potensial kecil (fibrolasi) didaerah radiks yang terganggu.
b. Kecepatan konduksi menurun.
4. Iskografi : Pemeriksaan diskus di lakukan menggunakan kontras untuk melihat
seberapa besar daerah diskus yang keluar pada kanalis vertebralis.
5. Elektroneuromiografi (ENMG) : Untuk mengetahui radiks yang terkena atau melihat
adanya polineuropati.
6. Tomografi scan : Melihat gambaran vertebra dan jaringan disekitarnya termasuk
diskus intervertebralis.
7. MRI. Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protrusi diskus kecil. Apabila secara
klinis tidak didapatkan pada MRImaka pemeriksaan CT scan dan mielogram dengan
kontras dapat dilakukan untuk melihat derajat gangguan pada diskus vertrebralis.
8. Mielografi. Mielografi adalah pemeriksaan dengan bahan kontras melalui tindakan
lumbal pungsi dan pemotretan dengan sinar tembus. Dilakukan apabila diketahui
adanya penyumbatan hambatan kanalis spinalis yang mungkin disebabkan HNP.
9. Pemariksaan laboratorium
Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik untuk menilai komplikasi
cidera tulang belakang terhadap orang lain.
H. KOMPLIKASI
1. Kelemahan dan atropi otot
2. Trauma serabut syaraf dan jaringan lain
3. Kehilangan kontrol otot sphinter
4. Paralis / ketidakmampuan pergerakan
5. Perdarahan
6. Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi konservatif
a. Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan
sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk , tungkai dalam sikap
refleks pada sendi panggul dan lutut tertentu. Tempat tidur tidak boleh memekai
pegas/per, dengan demikian tempat tidur harus di papan yang lurus dan ditutup
dengan lembar busa tipis. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri punggung bawah
mekanik angkut. Lama tirah baring bergantung pada berat ringannya gannguan
yang dirasakan penderita. Pada HNP, klien memerlukan tirah baring dalam
waktu yang lebih lama. Setelah tirah baring, klien melakukan latihan atau
dipasang korset untuk mencegah terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi
funsi-fungsi otot.
b. Medikamentosa
1) Simptomatik
a) Analgesik (salisilat, parasetamol),
b) Kortikosteroid (prednison, prednisolon),
c) Antiinflamasi nonsteroid (AINS) seperti piroksikan,
d) Antidepresan trisiklik (amitriptilin),
e) Obat penenang minor (diazepam,klordiasepoksid).
2) Kausal; Kolagenese.
c. Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan permukaan yang
lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurangi lordosis.
2. Terapi operatif
Terapi operatif dilakukan apabila dengan tindakan konservatif tidak memberikan
hasil yang nyata , kambuh berulang, atau terjadi defisit neurologis.
3. Rehabilitasi
a. Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula.
b. Agar tidak menggantungkan diri dengan orang lain dalam melakukan kegitan
sehari-hari (the activity of daily living).
c. Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kemih, dan
sebagainya.
Trauma dan stres fisik
Rupture diskus
J. PATHWAY
Aliran darah ke diskus berkurang, respon beban yang berat, ligamentum
longitudinalis post menyempit
Pemisahan lempeng tulang rawan dari korpus vertebra yang
berdekatan
Nucleus pulposus keluar melalui serabut-serabut annulus
Blok saraf
yang robek
parasimpatis
Jepitan saraf
spinal Kelumpulahan otot
pernapasan
Kerusakan jalur simpatetik Reaksi
desending peradangan
Iskemian dan
Reaksi hipoksemia
Kehilangan Terputus
peradangan
kontrol jaringan Gangguan pola
tonus saraf di
Syok Edema Reaksi
vasomotor medulla
spinal pembengkaka anestetik hipoventilasi
persarafan spinal
n
simpatis ke
jantung Gagal napas
Paralis Respon Penekanan Ileus
dan nyeri saraf dan paralitik,
Reflek paralegia hebat pembuluh gangguan Kematian
spinal dan akut darah fungsi
Kerusaka rectum dan
Mengaktif n kandung
penurunan koma
-kan mobilitas Nyeri
fisik fungsi gangguan
system akut
jaringan eliminasi
saraf Kelemaha urin dan
simpatis n fisik alvi
umum
Penurunan
tingkat
kesadaran
Ketidakmampua resiko
Konstriks Disfungsi persepsi
n prawatan diri trauma
Penekana spasial dan
i (ADL) (cidera)
n jaringan Kemam- kehilangan
pembulu
setempat puan Intake nutrisi sensorik
h darah Perubahan
batuk tidak adekuat
Perubahan proses
Resiko
persepsi keluarga,
infark Resiko
Perubahan sensorik Kecemasan
miokard kerusak
pemenuhan koping klien dan
an
nutrisi individu tidak keluarga,
integrita
efektif, Resiko Resiko
s kulit Risiko
ketidak penurunan
Gangguan ketidakb
patuhan pelaksanaan
kardiovask er-sihan
jalan terhadap
ular
K. napas
DOKUMENTASI ASKEP (PENGKAJIAN-EVALUASI) TEORITIS
1. Pengkajian
Pengumpulan data subjektif dan objektif pada klien dengan gangguan system
persarafan sehubungan dengan HNP bergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri, dan
adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan HNP meliputi
anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnosis, dan
pengkajian psikososial.
a. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama,suku bangsa, tanggal, dan jam masuk rumah sakit, nomor
registrasi, diagnosis medis. HNP terjadi pada umur pertengahan, kebnyakan pada
jenis kelamin pria dan pekerja atau aktifitas berat ( mengangkat benda berat atau
mendorong benda berat).
Keluhan utama yang sering alas an klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah nyeri pada punggung bawah.
P : Adanya riwayat trauma ( mengangkat atau mendorong benda berat).
Q : Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti di sayat, mendenyut, seperti
kena api, nyeri tumpul yang terus-menerus. Kaji penyebaran nyeri. Apakah
bersifat nyeri radikular atau nyeri acuan (refered pain). Nyeri bersifat menetap,
atau hilang timbul,semakin lama semakin nyeri. Nyeri bertambah hebat karena
adanya faktoe pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang batuk atau
mengedan, berdiri atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri
berkurang bila diibuat istirahat berbaring. Sifat nyeri khas posisi berbaring ke
duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus menjalar ke bagian belakang lutut,
L2 S1
kemudian ke tungkai bawah. Nyeri bertambah bila ditekan - (Garis
Kaji adanya riwayat trauma akibat mengangkat atau mendorong benda yang
berat. Pengkajian yang didapat keluhan paraparesis flasid, parestesia, dan retensi
urine. Keluhan nyeri pada punggung bawah, ditengah-tengah area pantat dan
betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Klien sering mengeluh kesemutan
(parastesia) atau baal bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi
persarafan yang terlibat.
b. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien perlu dilakukan untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, perubahan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat, dan respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Apakah klien mengalami dampak yang timbul akibat penyakit seperti
ketakutan akan kecacatan , rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
citra tubuh).
Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan
manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang mengalami gangguan pada tulang
belakang. Semakin lama klien menderita paraparese tersebut,maka mungkin akan
bermanifestasi pada koping yang tidak efektif.
Adanya perubahan hubungan dan peran disebabkan oleh karena klien
mengalami kesulitan dalam beraktivitas mengakibatkan ketidak mampuan dalam
status ekkonomi. Pola persepsi dan konsep diri yang ditemukan adalah klien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka perawat harus mengkaji
apakah keadaan ini akan memberi dampak pada status ekonomi klien, karena
biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Pengobatan
HNP yang memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan
dapat mengacaukan keuangan keluarga. Hal ini dapat mempengaruhi stabilitas
emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perawat juga melakukan pengkajian
terhadap fungsi neurologis dan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi
pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua
masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam
hubunganya dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang akan
mendukung adaptasi klien dengan gangguan neurobiologis di dalam dukungan
sistem individu.
c. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan- keluhan klien ,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem dan terarah (B1-B6)
dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) dan
dihubungkan dengan keluhan klien.
d. Keadaan umum
Pada HNP, keadaan umum biasanya tidak mengalami penurunan kesadaran.
Adanya perubahan pada tanda vital meliputi bradikardi, hipotensi yang
berhubungan dengan penurunan aktivitas karena adanya paraparese.
B1 (BREATHING)
Jika terjadi area yang terkena HNP adalah sistem saraf spinal thoracal (T1-T12),
maka akan terjadi gangguan pada system pernafasan dan biasanya yang
ditemukan pada pemeriksaan:
Inspeksi, klien terlihat sesak nafas, dan frekuensi pernafasan meningkat.
Palpasi, ditemukan taktil fremitus yang tidak seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi, ditemukan adanya bunyi nafas tambahan (pada klien yang mengalami
asma bronchial akibat gangguan pada saraf spinal thorakal).
B2 (BLOOD)
Gangguan kardiovaskular dan perubahan tekanan darah dapat terjadi pada kasus
HNP yang mengenai saraf spinal thoracal (T1-T12) dan saraf spinal cervikal atas
(C1-C2).
B3 (BRAIN)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainya.
Inspeksi umum, kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya
angulus, pelvis yang miring atau asimetris,muskulaturparavertebral atau pantat
yang asimetris, postur tungkai yang abnormal. Hambatan pada pergerakan
punggung. Pelvis dan tungkai selama bergerak.
e. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis, biasanya juga terjadi penurunan
kesadaran apabila yang terkena saraf spinal cervical atas (C1 Dan C2) yang
menuju pada area CNS.
f. Pemeriksaan fungsi serebri
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara
klien dan observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik. Status mental klien
yang telah lama menderita HNP biasanya mengalami perubahan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri yang berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervertebralis,
tekanan didaerah distribusi ujung saraf.
b. Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik,
kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan
tungkai.
c. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular,menurunnya kekuatan dan kesadaran , kehilangan kontrol atau
koordinasi otot.
d. Risiko gangguan intergritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas,tidak
adekuatnya sirkulasi perifer,tirah baring lama.
e. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan ketidakberdayaan dan
merasa tidak ada harapan, kehilangan/perubahan dalam pekerjaan.
Anonim B. http://belibis-a17.com/2009/11/17/hernia-nukleus-pulposus-hnp-lumbalis/.
diakses tanggal 16 Mei 2011, pukul 17.00 WIB.
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Alih Bahasa: Monica Ester.
Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Tailor, Cynthia M & Sheila Sparks Ralph. 2011. Diagnosa Keperawatan dengan Rencana
Asuhan. Jakarta : EGC.