You are on page 1of 26

ASUHAN KEPERAWATAN PLASENTA AKRETA

MAKALAH

oleh

Kelompok 16

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2016

1
ASUHAN KEPERAWATAN PLASENTA AKRETA

MAKALAH

diajukan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan Medikal


dengandosen pengampu Ns. Ratna Sari.H, S.Kep., M.Kep

oleh

Lisnawati NIM 142310101033

Verina Sari Rahmadiar NIM 142310101068

Koyyimatus Solehah NIM 142310101146

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2016

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa atas kehadirat dan segala
rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Asuhan Keperawatan Plasenta Akreta tepat pada waktunya. Makalah
ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Keperawatan Maternitas yang telah diberikan oleh dosen pembimbing dan
penanggung jawab mata kuliah.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan hambatan.


Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak, taantangan dan hambatan tersebut
dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapakn terimakasih yang sebesarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Sekian semoga adanya makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.

Jember, 11 September 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................................2
BAB 2. Tinjauan Teori.......................................................................................3
2.1 Pengertian......................................................................................................3
2.2 Epidemiologi..................................................................................................3
2.3 Etiologi...........................................................................................................3
2.4 Tanda dan Gejala............................................................................................4
2.5 Patofisiologi...................................................................................................4
2.6 Komplikasi & Prognosis................................................................................5
2.7 Pengobatan & Pencegahan.............................................................................5
2.8 Penatalaksanaan.............................................................................................6
2.9 Pathway..........................................................................................................9
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN................................................................10
3.1 Pengkajian .....................................................................................................10
3.2 Pemeriksaan Fisik..........................................................................................11
3.3 Analisis Data..................................................................................................13
3.4 Diagnosa........................................................................................................14
3.5 Intervensi........................................................................................................15
3.6 Implementasi..................................................................................................18
3.7 Evaluasi..........................................................................................................20
BAB 5. PENUTUPAN........................................................................................22
4.1 Kesimpulan....................................................................................................22
4.2 Saran .............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................23

3
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah plasenta akreta digunakan untuk menggambarkan setiap


jenis dari implantasi yang melekat terlalu erat secara abnormal ke
dalam dinding uterus yang diakibatkan karena tidak adanya desidua
basalis secara parsial atau total dan gangguan perkembangan lapisan
fibrinoid (membran Nitabuch). Pada plasenta akreta, vili korialis menanamkan
diri lebih dalam ke dinding rahim. Sedangkan pada plasenta normal
menanamkan diri sampai ke batas lapisan otot rahim. Dilihat dari beberapa
dekade terakhir, insiden plasenta akreta, inkreta dan perkreta telah meningkat.
Peningkatan ini terjadi karena bertambahnya angka pelahiran caesar. S e c a r a
k l i n i s , p l a s e n t a akreta menjadi masalah saat persalinan ketika plasenta tidak
sepenuhnya terpisah dari rahim dan diikuti oleh perdarahan obstetrik yang
masif menyebabkan h i s t e r e k t o m i , repair pada cidera ureter, kandung
kemih, usus, atau struktur neurovaskular, sindrom gangguan pernapasan dewasa,
reaksi transfusi akut, ketidakseimbangan elektrolit, dan gagal ginjal. Hilangnya
darah rata-rata persalinan pada wanita dengan plasenta akreta adalah 3000-5000
ml. Sebanyak 90% pasien dengan plasenta akreta membutuhkan transfusi darah.
Berdasarkan data dari American college of obstetricians and gynecologist
memperkirakan bahwa plasenta akreta timbul sebagai komplikasi dari
1:2500 kelahiran. Dari ulasan Stafford dan Belfort (2008) melaporkan insiden
sekitar 1:2500 yang terjadi pada tahun 1980an, 1:535 terjadi pada tahun 2002,
1:210 terjadi pada tahun 2006. Selama beberapa waktu, kondisi tersebut telah
menjadi penyebab utama perdarahan post partum yang tidak terkendali sehingga
memerlukan histerektomi peripartum darurat. Berbagai bentuk plasenta akreta
merupakan penyebab dari kematian ibu akibat perdarahan tersebut. Plasenta
akreta menyebabkan 7%-10% dari kasus kematian ibu di dunia.

1
1 . 2 Tujuan

1.2.1 Mengetahui pengertian plasenta akreta

1.2.2 mengetahui epidemiologi dari kasus plasenta akreta

1.2.3 mengetahui etiologi plasenta akreta

1.2.4 mengetahui tanda dan gejala plasenta akreta

1.2.5 mengetahui patofisiologi dan pathways plasenta akreta

1.2.6 mengetahui komplikasi dan prognosis plasenta akreta

1.2.7 mengetahui pengobatan dan atau pencegahan plasenta akreta

1.2.8 mengetahui penatalaksanaan plasenta akreta

1.2.9 mengetahui asuhan keperawatan plasenta akreta

1.3 Implikasi Keperawatan

Bagi seluruh tenaga kesehatan khususnya perawat, manfaat dari


mempelajari dan memahami konsep dasar keperawatan dengan pasien plasenta
akreta yaitu untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan bagi pasien dan
masyarakat.

2
BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

Plasenta akreta adalah tertahanya atau belum lahirnya plasenta hingga atau
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo,2007). Plasenta akreta
adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium (menembus desidua basalis). Plasenta akreta adalah plasenta yang
melekat secara abnormal pada uterus, dimana villi korionik berhubungan langsung
dengan miometrium tanpa desidua diantaranya. Desidua endometrium merupakan
barier atau sawar untuk mencegah invasi villi plasenta ke miometrium uterus.
Pada plasenta akreta, tidak terdapat desidua basalis atau perkembangan tidak
sempurna dari lapisan fibrinoid.

2.2 Epidemiologi

Insiden plasenta akreta telah meningkat dan tampaknya berbanding lurus


dengan tingkat kelahiran SC yang meningkat. Insiden plasenta akreta paling
sering terjadi pada wanita yang memiliki riwayat SC sebelumnya.Wu et al. telah
melaporkan kejadian plasenta akreta sebagai 1 dari 533 kehamilan untuk periode
1982-2002 di Amerika. Hal ini meningkat dari laporan sebelumnya, yang berkisar
1 dari 4.027 kehamilan pada tahun 1970, meningkat menjadi 1 dalam 2.510
kehamilan pada tahun 1980.
Clarke et al menemukan bahwa terdapatnya plasenta previa pada seorang
wanita hamil memiliki kemungkinan sebesar 24% dengan plasenta akreta pada
wanita yang memiliki riwayat satu kali SC sebelumnya, 67% pada wanita yang
memiliki riwayat tiga kali SC sebelumnya.
2.3 Etiologi
Plasenta akreta berkaitan dengan tingginya kadar alpha-fetoprotein dan
ketidaknormalan kondisi di dalam lapisan rahim. Meskipun begitu, penyebab pasti
plasenta akreta belum diketahui secara pasti.Sebenarnya risiko seorang wanita
terkena plasenta akreta bisa terus meningkat tiap kali dirinya hamil, terlebih lagi
jika berusia di atas 35 tahun. Selain itu, kasus plasenta akreta juga banyak
ditemukan pada wanita yang sebelumnya melakukan operasi rahim, termasuk

3
operasi caesar. Selain kondisi di atas, risiko untuk terkena plasenta akreta juga
tinggi apabila seorang wanita:
a. Memiliki posisi plasenta pada bagian bawah rahim ketika hamil.
b. Menderita plasenta previa (plasenta menutupi sebagian atau seluruh
dinding rahim).
c. Menderita fibroid rahim submukosa (rahim tumbuh menonjol ke dalam
rongga rahim).
d. Memiliki jaringan parut atau kelainan pada endometrium (dinding rahim
bagian dalam).
2.4 Tanda dan Gejala
1. Plasenta gagal terlepas setelah 30 menit setelah bayi lahir
2. Perdarahan hebat bisa terjadi bergantung pada bagian plasenta yang terkena
3. Histerektomi cesarian
Pada kala III persalinan, plasenta belum lepas setelah 30 menit dan
perdarahan banyak. Plasenta akreta dapat menimbulkan terjadinya perdarahan
obsterik yang masif, sehingga dapat menimbulkan komplikasi seperti
dissaminated intravascular coagulopathy (DIC) yakni suatu kelaina yang jarang
terjadi dan pada DIC terjadi pembentukan bekuan darah yang sangat banyak dan
dapat terjadi perdarahan di seluruh tubuh yang kemudian bisa menyebabkan
terjadinya syok, kegagalan organ dan kematian. Memerlukan tindakan
histerektomi, cedera operasi pada ureter, kandung kemih, dan organ visera
lainnya, adult respiratory distress syndrome, gagal ginjal, hingga kematian.
Jumlah darah yang hilang saat persalinan pada wanita dengan plasenta akreta rata-
rata 3000 5000 ml. Dibeberapa senter, plasenta akreta menjadi penyebab utama
dilakukannya histerektomi cesarian.
2.5 Patofisiologi

Plasenta akreta diketahui terjadi karena tidak terdapat lapisan spongiosa


dari desidua. Benurschke dan Kaufmann menjelaskan bahwa kondisi ini adalah
konsekuensi dari kegagalan rekonstruksi endometrium atau desidua basalis setelah
proses penyembuhan luka insisi SC. Secara histologis biasanya tampak sebagai
gambaran trofoblas yang menginvasi miometrium tanpa keterlibatan desidua. Hal
ini menjadi masalah saat proses persalinan dimana plasenta tidak akan terlepas
dan akan terjadi perdarahan masif.

4
2.6 Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi plasenta akreta banyak dan mencakup kerusakan pada organ-organ


lokal, perdarahan pasca operasi, emboli air ketuban, DIC, transfusi darah, sindrom
gangguan pernapasan akut, tromboemboli pasca operasi, morbiditas karena
infeksi, kegagalan multi sistem organ, dan kematian. Selain itu, . komplikasi yang
bisa terjadi akibat plasenta akreta seperti keguguran dan kelahiran prematur.
Terlebih lagi jika pendarahan yang dialami terlihat parah, dissaminated
intravascular coagulopathy memerlukan tindakan histerektomi, cedera operasi
pada ureter, kandung kemih, dan organ visera lainnya, adult respiratory distress
syndrome, gagal ginjal, hingga kematian. Jumlah darah yang hilang saat
persalinan pada wanita dengan plasenta akreta rata-rata 3000 5000ml.
Dibeberapa senter, plasenta akreta menjadi penyebab utama dilakukannya
histerektomi cesarian.

Komplikasi dari plasenta akreta seperti emboli paru atau tersumbatnya arteri
paru-paru oleh gumpanan darah, infeksi, dan masalah pada kehamilan berikutnya
(meliputi plasenta akreta yang kambuh, kelahiran prematur, dan keguguran) juga
bisa terjadi apabila masih ada bagian plasenta yang melekat di dinding rahim.
Komplikasi genital, saluran kemih yang umum dan termasuk cystotomy pada
sekitar 15% kasus dan cidera ureter sekitar 2% kasus. Oleh karena itu diagnosis
prenatal yang akurat sangat penting untuk meminimalkan risiko ini.

2.7 Pengobatan dan atau Pencegahan

Tindakan yang dapat di lakukan pada pasien plasenta akreta yaitu dengan
melepaskan secara manual. Pada plasenta akreta yang parsialis dapat dilepaskan
secara manual tetapi plasenta akreta kompleks tidak boleh dilepaskan secara
manual karena usaha ini dapat menimbulkan perforasi dinding rahim.

2.8 Penatalaksanaan

5
Penatalaksanaan keparawatan yang dapat dilakukan antara lain :

1. Mengindentifikasi plasenta akreta pada klien .petugas harus waspasa terhadap


status risiki klien.
2. Membantu dengan terapi dan intervensi yang cepat. Untuk itu siapkan D&C
(dilatasi dan Kuretasi )atau histerektomi.
3. Memberi dukungan fisik dan emosional
4. Memberi penyuluhan klien dan keluarga
Plasenta akreta idealnya diterapi dengan histerektomi total perabdominal.
Sebagai tambahan, sebagai konsensus universal beranggapan bahwa plasenta
sebaiknya dibiarkan pada tempatnya, usaha untuk melepaskan plasenta sering
mengakibatkan perdarahan masif. Akan tetapi, dokter harus menyadari bahwa
plasenta akreta yang bersifat fokal dapat terjadi dan tidak membutuhkan terapi
yang agresif. Operasi plasenta akreta lebih baik dilakukan secara elektif dengan
persiapan yang baik dibandingkan dengan operasi darurat. Terminasi
kehamilandirencanakan pada usia kehamilan 36-37 minggu, setalah dilakukan
pemeriksaankematangan paru dengan amniosintesis.

Jika amniosintesis gagal menunjukkan paru-paru telah matang, jika


pasienstabil bisa dilakukan persalinan pada usia kehamilan 38 minggu, atau lebih
cepat, jika pasien perdarahan atau sudah dalam proses persalinan.Penelitian yang
membandingkan histerektomi peripartum yang emergensidan elektif menemukan
bahwa wanita dengan histerektomi emergensi memilikiangka perdarahan
intraoperatif yang lebih tinggi, yang menyebabkan terjadinyahipotensi
intraoperatif, dan lebih membutuhkan transfusi dibandingkan wanita yang
melakukan histerektomi obstetrik elektif. Pencegahan komplikasi idealnya
membutuhkan pendekatan multi disipliner. Pasien sebaiknya dikonsul sebelum
operasi dan disediakan darah untuk persiapan transfusi.
Walaupun persalinan yang direncanakan merupakan pilihan terbaik,namun
harus dibuat perencanaan akan kemungkinana adanya persalinan emergensi jika
dibutuhkan. Hal yang penting bahwa persalinan dilakukan oleh dokter kandungan
yang berpengalaman dengan spesialis bedah lainnya seperti urolog, dan spesialis onkologi
ginekologi jika tersedia. Penting untuk meminimalkan jumlah perdarahan dan

6
yakin bahwa perdarahan yang terjadi diganti secara benar dan adekuat karena perdarahan
yang terjadi sering dalam jumlah yang banyak, penggantian dengan
packed red blood cells, beresiko menimbulkan disseminated intravascular
coagulopathy. Oleh karenanya faktor koagulasi harus diberikan secara adekuat
dan cepat. Transfusi darah segar dan penggunaan sel darah yang disimpan sebelumnya dapat
mengurangi kebutuhan transfusi dengan menggunakan donor lainnya. Beberapa
senter melakukan hemodilusi normovolemik akut untuk mengurangi kebutuhan
darah. Anastesi regional menunjukkan lebih aman didalammanajemen plasenta
akreta. Oklusi balon kateter dan embolisasi oklusi balon kateter atau embolisasi
pembuluh darah pelvik menurunkan aliran darah ke rahim dan berpotensi
mengurangi perdarahan dan memungkinkan melakukan operasi lebih mudah,
lebih terkontrol, dan mengurangi perdarahan masif. Dua cara yang berbeda telah
dideskripsikan.
Cara pertama, preoperatif dilakukan pemasangan balon kateter untuk
menyumbat arteri iliaka interna.Kateter ini diinflasi setelah bayi lahir, dan
dikontrol selama opersi berlangsung dan dideflasikan setelah operasi selesai. Cara
lainnya kateter dengan atau tanpa balon diletakkan preoperasi pada arteri iliaka
interna, dan embolisasi pembuluh darah dilakukan setelah bayi lahir dan sebelum
dilakukannya histerektomi.

a. Penanganan tanpa Histerektomi


Histerektomi menyebabkan hilangnya fertilitas seseorang, dan
dihubungkan dengan morbiditas dan kemungkinan mortalitas, termasuk cedera
operasi, menyebabkan distorsi jaringan dan terkadang membutuhkan transfusi
darah. Untuk meminimalkan komplikasi ini dan menjaga fertilitas seseorang, saat
ini beberapa orang lebih senang untuk mempertahankan unterus dan mencegah
histerektomi. Umumnya pada kasus ini, plasenta dibiarkan in situ dan tidak
diambil pada saat dilepas. Prosedur tambahan meliputi embolisasi pembuluh
darah iliaka interna. Terapi dengan methotreksat, reseksi segmen uterus yang
terlibat, penggunaan jahitan kompresi uterus, dan penjahitan plasental bed .
Wanita yang akan memilih penanganan konservatif harus diberi penjelasan secara
intensif bahwa hasil akhirnya tidak dapat diprediksi dan memiliki resiko

7
komplikasi yang cukup tinggi termasuk kematian. Hal ini memungkinkan dimasa
mendatang penanganan konservatif memegang peranan penting didalam
penanganan plasenta akreta. Akan tetapi, pada saat ini pilihan ini
tidak direkomendasikan sebagai terapi utama.
b. Terapi Methotreksat
Methotreksat, antagonis folat, telah direkomendasikan untuk penanganan
plasenta akreta. Methotreksat bekerja terutama dalam memcegah secara cepat
dalam pembelahan sel dan efektif mencegah proliferasi trofoblas. Akan tetapi
pada saat ini beberapa berpendapat bahwa setelah bayi lahir, plasenta tidak lagi
membelah dan pemberian methotreksat tidak berguna.
c. Invasi ke Kandung kemih
Kandung kemih merupakan organ ekstrauterin yang paling
sering terinvasipada plasenta perkreta. Invasi pada kandung kemih berhubungan
denganpeningkatan morbiditas. Washecka dan Behling melakukan metaanalisis
pada 54 kasus plasenta perkreta dengan invasi ke kandung kemih. Mereka
menemukan gejala hematuria sebelum persalinan hanya terjadi pada 17 kasus
(31%). Walaupun sistoskopi telah dilakukan pada 12 pasien, tetapi
tidak membantu didalam menegakkan diagnosis. Dalam 33% kasus, diagnosis
telah ditegakkan prenatal denga ultrasonografi atau MRI. Morbiditas maternal
sangat tinggi, dengan 39 komplikasi urologik. Meliputi laserasi kandung kemih
(26%), fistula traktus urinarius (13%), gross hematuria (9%), ureteral transaction
(6%),dan mengecilnya kapasitas kandung kemih (4%). Parsial sistektomi
dilakukanpada 24 kasus (44%). Dimana terjadi tiga kematian ibu (5,6%) dan 14
kematian bayi (25,9%). Penanganan pasien dengan invasi ke kandung
kemih membutuhkan perencanaan perioperative dan sebaiknya melibatkan ahli
uroginekologik, urolog,dan onkolog ginekologik. Sistoskopi preoperative dan
penempatan stent ureter dapat dijadikan alat untuk mengidentifikasi ureter,
sehingga mengurangi resiko kerusakan atau cedera ureter. Invasi pada kandung
kemih kadang membutuhkan reseksi kandung kemih dan terkadang uretere.
Sistostomi intensif dapat membantu untuk mengidentifikasi seberapa jauh invasi
ke kandung kemih dan lokasi dari ureter.

8
2.9 Pathway
PATHWAYS

FAKTOR RESIKO:

1. Usia >35 tahun Jaringan desidua


2. Sebelumnya pernah SC basalis dan nitabuch
3. Posisi plasenta pada bagian
bawah rahimsaat hamil
4. Memiliki jaringan parut/ kelainan
endometrium Tidak terbentuk
sempurna

Resiko Plasenta Uterus


tertekan kontraksi Penetrasi plasenta Decidua
infeksi
menembus neonetrial
junction/miometri
Nyeri akut
Desidua
Kekuranga Pembuluh PLASENTA
terkelupas dan Hematoma pada
n volume darah AKRETA
sisa di desidua basalis
cairan plasenta
miometrium
Perdarahan
Kehilangan Kehilangan vaskular vagina
volume cairan yang berlebihan
aktif Ansieta Kurang Resiko
s pengetahuan infeksi

9
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus
Ny. Y berusia 37 tahun datang ke rumah sakit telah melahirkan anak keduanya
dengan jenis kelamin perempuan. Namun sampai sekarang, plasentanya masih
sulit dilepas walaupun telah dibantu oleh penolong persalinan. Berdasarkan hasil
dari pemeriksaan, didapatkan TD 130/90 mmHg, RR 20x/m, N 90x/m, S 37
derajat celcius. Selain itu, kontraksi uterus berkurang, klien juga kehilangan
banyak darah sekitar 420 cc, Hb turun (<7 g/dl), dan terjadi nyeri pada bagian
perut. Berdasarkan pengalaman klien sebelum melahirkan, ternyata klien jarang
berkonsultasi dan tidak melakukan USG dengan dokter kandungan sehingga tidak
pernah mengetahui kondisi janinnya sebelum lahir.
3.1 Pengkajian
a. Identitas
Nama : Ny.Y
Umur : 34 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Pendidikan : SLTA
Alamat :-
Diagnosa medis : Plasenta Akreta
b. Keluhan Utama
Klien sebelum datang ke rumah sakit merasakan kontraksi. Setelah anaknya
lahir plasenta tidak ikut keluar. Ibu belum pernah USG sehingga tidak
mengetahui kondisi janinnya. Klien mengeluh nyeri di perut dan mengalami
pendarahan parah dikarenakan sempat di paksa keluar saat anaknya lahir.
c. Riwayat Penyakit dahulu
Klien tidak pernah memiliki riwayat SC sejak melahirkan anak pertamanya.
d. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga klien tidak mempunyai riwayat penyakit yang berat.
e. Riwayat Kehamilan

10
Tgl Usia Jenis Temp Kompli Peno Bayi Nifas
Lahir Keha- Persa- at kasi long
milan linan Persa- Ib Ba n PB/B Kea Loc- Lak-
Linan u yi o B/JK da- hea tasi
an
15- 40 Spon- Puske - - Bi- 1. -/350 Baik Nor- Lan-
07-07 mgu tan smas dan 0/pr mal car
(atrm)

f. Keadaan Kesehatan Lingkungan


Di lihat dari ingkungan , daerah sekitar tempat tinggal klien tidak begitu
peduli pada kondisi kesehatan lingkungan sehingga saat hamil pun ibu-ibu
hamil jarang tanggap seperti memeriksakan kandungan ke dokter kandungan.
g. Alat Bantu yang Digunakan
Klien tidak memakai alat bantu, baik gigi, kaca mata maupun pendengaran.

3.2 Pemeriksaan Fisik


A. Keadaan Umum
Pasien dalam keadaan lemah, pasien tidur dalam posisi supinasi, terpasang
infus RL tetesan 20 tetes/menit pada tangan kanan.
B. Tanda-tanda Vital
TD : 130/90 mmHg
Suhu : 370C,
Nadi : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
C. Pernafasan
Bentuk dada : simestris
Napas : spontan
Pernapasan : vesikuler
Irama napas : reguler
D. Cardiovaskuler
TD : 130/90 mmHg

11
palpitasi : tidak ada
clubbing fingger : tidak ada
E. Persyarafan
Kesadaran Compomentis, GCS : 4 - 5 - 6
Kepala dan wajah : simetris
Mata : sklera putih
Conjungtiva : anemis
Pupil : isokor.
Leher : tidak ada kelainan.
F. Persepsi Sensori
Pendengaran : normal /dbn.
Penciuman : normal /dbn.
Pengecapan : normal /dbn.
Penglihatan : normal /dbn.
Perabaan : normal /dbn.
G. Pencernaan-Eliminasi
Mulut dan tenggorokan : mulut bersih
Abdomen : tidak ada kelainan.
Rektum tak ada kelainan, BAB 1 x/hari
Perkemihan
Produksi urine : normal ( 1500 ml)
Warna : kuning kecoklatan,
Bau : Khas
H. Tulang-Otot-Integumen
Kemampuan pergerakan menurun
Extrimitas atas dan bawah sebelah kiri tidak ada kelainan
Tulang belakang tidak ada kelainan.
Kulit : sawo matang
Akral : dingin
Turgor kulit : normal.
I. Sistem Endokrin
Tidak ada kelainan
J. Sosial/Interaksi

12
Hubungan dengan klien : baik
Dukungan keluarga : aktif
Dukungan kelompok/teman/masyarakat : aktif
Reaksi saat interaksi : kooperatif
K. Spiritual
Konsep tentang penguasa kehidupan :Allah
Sumber kekuatan/harapan di saat sakit : Allah
Ritual agama yang bermakna/berarti/diharapkan saat ini : Sholat
Keyakinan/kepercayaan bahwa Tuhan akan menolong dalam menghadapi
situasi sakit saat ini : Ya
Keyakinan/kepercayaa bahwa penyakit dapat disembuhkan : Ya
3.3 Analisa Data
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1 DO Perdarahan pada Nyeri akut
TTV : pembuluh darah
TD 130/90 mmHg plasenta
N 90x/menit
RR 20x/menit Hematoma pada
S:370C desidua basalis
Pasien tampak merintih
dan kondisi tampak Desidua terkelupas
menurun dan tersisa pada
Pasien nampak lemah miometrium
Skala nyeri 6 (sedang)
DS Plasenta tertekan
Pasien mengeluh nyeri
pada perut Uterus berkontraksi

Nyeri
2 DO Perdarahan Kekurangan volume
- TD 130/90 mmHg, pada vagina cairan
- nadi 90x/menit ,
- RR 20x/menit s:370C
- Hb <7 gr/dl Kehilangan

13
- Konjungtiva anemis vaskular yang
- Akral dingin berlebihan
- Klien nampak pucat
DS: klien mengatakan
mengalami perdarahan
Kehilangan
pada vaginanya
volume cairan
aktif

Kekurangan
volume cairan

3. DS: Pasien mengatakan Adanya perdarahan Ansietas


cemas terhadap
kesehatannya Kurang pengeta
huan
DO:

-TD: 130/90 mmHg Ansietas

-pasien nampak gelisah


dan pucat

3.4 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi pada uterus
2. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan terus menerus
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan sisa plasenta yang tertinggal di
uterus
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengetahuan yang
diperoleh.

14
3.5 Intervensi

Diagnosa
No Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Nyeri akut Tujuan : 1. Jelaskan penyebab nyeri 1. Memberikan informasi mengenai
berhubungan Setelah dilakuka tindakan pada klien penyebab nyeri yang diderita akan
2. Ajarkan teknik relaksasi
dengan keperawatan selama 3x24 membaut klien menjadi lebih kooperatif
distraksi pernapasan
kontraksi uterus jam diharapkan klien dengan tindakan yang akan diberikan
3. Berikan posisi yang nyaman
2. Teknik relaksasi distraksi pernapasan
dapat beradaptasi dengan
(miring ke kiri atau ke
dapat mendorong klien untuk rileks dan
nyeri yang dialami dengan
kanan)
mengajarkan kepada klien cara
kriteria hasil : 4. Berikan teknik relaksasi
mengatasi dan mengontrol nyeri
1. Klien dapat melakukan massage pada perut dan
3. Posisi miring mencegah penekanan
tindakan untuk punggung
pada vena cava
5. Libatkan suami dan keluarga
mengurangi nyeri 4. Meningkatkan relaksasi dan
dalam tindakan
2. Klien kooperatif meningkatkan koping dan kontrol klien
pengontrolan nyeri
dengan tindakan yang terhadap nyeri
6. Kolaborasi dalam pemberian
5. Melibatkan suami dan keluarga dapat
diberikan
analgetik
memberikan dukungan mental kepada
klien
6. Analgetik dapat mengurangi nyeri yang

15
dirasakan klien dengan memblok
impuls nyeri
2. Resiko tinggi Tujuan : 1. Kaji kondisi status 1. Pengeluaran cairan pervaginal sebagai
defisit volume Setelah diberikan tindakan hemodinamika akibat abortus
2.
Ukur pengeluaran harian 2. Jumlah cairan ditentukan dari jumlah
cairan keperawatan selama 3x24
3.
Catat intake dan output
kebutuhan harian ditambah dengan
berhubungan jam diharapkan intake dan 4.
Observasi nadi dan TD
5.
Pantau nilai hasil jumlah cairan yang hilang pervaginal
dengan output cairan klien
3. Mengetahui penurunan sirkulasi
laboratorium Hb atau
perdarahan yang kembali adekuat dengan
terhadap destruksi sel darah merah
hematokrit
terus-menerus kriteria hasil: 4. Mengetahui tanda syok hipovolemik
6. Evaluasi status
5. Menghindari perdarahan spontan
a. TTV dalam keadaan
hemodinamika
karena proliferasi sel darah merah
normal Berikan sejumlah IV line
6. Penialaian dapat dilakukan melalui
b. Perdarahan berkurang sesuai indikasi
pemeriksaan fisik
sampai dengan berhenti Mempertahankan keseimbangan cairan
Kulit tidak pucat dan elektrolit dan transfuse mungkin
diperlukan pada perdarahan massif
3. Resiko tinggi Tujuan : 1. Kaji kondisi keluaran; 1. Perubahan yang terjadi pada keluaran
Setelah dilakukan
infeksi jumlah, warna, dan bau perlu dikaji setiap saat. Adanya bau
tindakan keperawatan 2. Terangkan pada klien
berhubungan yang tidak enak disertai dengan warna
selama 3x24 jam pentingnya perawatan vulva
dengan sisa yang gelap merupakan tanda infeksi
diharapkan tidak terjadi selama masa perdarahan 2. Infeksi dapat terjadi akibat kurangnya
plasenta yang

16
tertinggal di infeksi selama perawatan 3. Lakukan perawatan vulva kebersihan genital di bagian luar
4. Observasi suhu tubuh 3. Inkubasi kuman pada area genital yang
uterus perdarahan dengan kriteria
5. Pantau nilai laboratorium
relative cepat dapat menyebabkan
hasil :
jumlah leukosit dan darah
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi
lengkap 4. Mengetahui infeksi lebih lanjut
infeksi
6. Berikan obat sesuai terapi 5. Penurunan sel darah putih akibat dari
b. Luka membaik
proses penyakit dapat menyebabkan
sistem kekebalan tubuh menurun
6. Pemberian antibiotika dapat mencegah
proses berkembang biaknya bakteri
4. Ansietas Tujuan : 1. Anjurkan klien untuk 1. Mengungkapkan perasaan tentang hal-
Setelah diberikan tindakan
berhubungan mengemukakan hal-hal yang hal yang dicemaskan dapat mengurangi
keperawatan selama 3x24
dengan kurang dicemaskan beban pikiran klien
jam klien diharapkan tidak 2. Beri penjelasan tentang 2. Mengurangi kecemasan klien mengenai
terpaparnya
cemas dan dapat mengerti kondisi janin kondisi janinnya
informasi klien
3. Beri penjelasan tentang 3. Mengurangi kecemasan klien mengenai
tentang keadaannya
tentang keadaan
kondisi klien kondisinya
dengan kriteria hasil :
patologi yang 4. Anjurkan keluarga untuk 4. Dukungan keluarga dapat memberikan
a. Klien melaporkan
dialami mendampingi dan member rasa aman kepada klien dan
cemas berkurang
b. Klien tampak tenang dukungan kepada klien mengurangi kecemasan klien
5. Anjurkan penggunaan 5. Memberikan perasaan rileks sehingga
dan tidak gelisah
teknik pernapasan dan dapat menurunkan kecemasan klien

17
latihan relaksasi

3.6 Implementasi Keperawatan

No Hari/
Diagnosa Keperawatan Implementasi Paraf
tanggal
Nyeri akut berhubungan dengan 1. Menjelaskan penyebab nyeri pada klien Kelomp
1 2. Mengajarkan teknik relaksasi distraksi pernapasan
kontraksi uterus ok 16
3. Memberikan posisi yang nyaman miring ke kiri
4. Memberikan teknik relaksasi maasage pada perut dan
punggung
5. Melibatkan suami dalam tindakan pengontrolan nyeri
6. Mengkolaborasikan dalam pemberian analgetik sesuai
indikasi
2 Resiko tinggi deficit volume 1. Mengkaji kondisi status hemodinamika Kelomp
2. Mengukur pengeluaran harian
cairan berhubungan dengan ok dua
3. Mencatat intake dan output
perdarahan yang terus-menerus 4. Mengobservasi nadi dan TD
5. Memantau nilai hasil laboratorium Hb atau hematokrit
6. Mengevaluasi status hemodinamika
7. Memberikan sejumlah IV line sesuai indikasi
3 Resiko tinggi infeksi 1. Mengkaji kondisi keluaran; jumlah, warna, dan bau Kelomp
2. Menerangkan pada klien pentingnya perawatan vulva

18
berhubungan dengan sisa selama masa perdarahan ok 16
3. Melakukan perawatan vulva
plasenta yang tertinggal di
4. Mengobservasi suhu tubuh
uterus 5. Memantau nilai laboratorium jumlah leukosit dan darah
lengkap
6. Memberikan obat sesuai terapi
4 Ansietas berhubungan dengan 1. Menganjurkan klien untuk mengemukakan hal-hal yang Kelomp
kurang terpaparnya informasi dicemaskan ok 16
2. Memberikan penjelasan tentang kondisi janin
klien tentang keadaan patologi
3. Memberikan penjelasan tentang kondisi klien
yang dialami 4. Menganjurkan keluarga untuk mendampingi dan
memberi dukungan kepada klien
5. Menganjurkan penggunaan teknik pernapasan dan
latihan relaksasi

3.7 Evaluasi

Hari/Tanggal/Jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi Paraf


Nyeri akut berhubungan S: Klien mengatakan sudah bisa melakukan teknik relaksasi yang Kelomp
dengan kontraksi uterus diajarkan dan mengatakan skala nyeri menunjukkan angka 4 ok 16
dari semula berskala 7.
O: Klien tampak lebih tenang daripada sebelumnya
A: Masalah gangguan rasa nyaman nyeri teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan

19
Resiko tinggi deficit S: Klien mengatakan merasa lebih segar hari ini Kelomp
O: TD=120/90mmHg, nadi 86x/menit dan muka tidak pucat
volume cairan ok 16
A: Masalah resiko tinggi defisit volume cairan teratasi
berhubungan dengan P: Intervensi dihentikan
perdarahan yang terus-
menerus
Resiko tinggi infeksi S: Klien mengatakan luka mulai membaik Kelomp
O: Suhu normal, tidak tampak ada perdarahan
berhubungan dengan sisa ok 16
A: Masalah resiko tinggi infeksi teratasi
plasenta yang tertinggal P: Intervensi dihentikan
di uterus
Ansietas berhubungan S: Klien mengatakan sudah mengerti dengan keadaannya dan akan Kelomp
dengan kurang
mengikuti tindakan yang akan diberikan ok 16
O: Klien tampak tenang dan tidak gelisah
terpaparnya informasi
A: Masalah ansietas teratasi
klien tentang keadaan P: Intervensi dihentikan
patologi yang dialami

20
BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Plasenta akreta adalah tertahanya atau belum lahirnya plasenta hingga atau
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo,2007). Plasenta
akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian
lapisan miometrium (menembus desidua basalis). Plasenta akreta adalah
plasenta yang melekat secara abnormal pada uterus, dimana villi korionik
berhubungan langsung dengan miometrium tanpa desidua diantaranya.
Insiden plasenta akreta telah meningkat dan tampaknya berbanding lurus
dengan tingkat kelahiran SC yang meningkat. Insiden plasenta akreta paling
sering terjadi pada wanita yang memiliki riwayat SC sebelumnya. Risiko
seorang wanita terkena plasenta akreta bisa terus meningkat tiap kali dirinya
hamil, terlebih lagi jika berusia di atas 35 tahun. Selain itu, kasus plasenta
akreta juga banyak ditemukan pada wanita yang sebelumnya melakukan
operasi rahim, termasuk operasi caesar.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam
memberikan pelayanan keperawatan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
4.2.2 Bagi petugas-petugas Kesehatan
Diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan
khususnya dalam bidang keperawatan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk
memberikan health education dalam perawatan luka perineum untuk mencegah
infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari Saifuddin. Buku Acuan Nasional Kesehatan Maternal Dan Maternal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2007

21
Constance,Sinclair. 2003. A Midwifes Handbook. Jakarta:EGC

Mander,Rosemary. 2004. Nyeri Persalinan. Jakarta:EGC

Sarwono.2010. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka

Stright,Barbara R. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir.


Jakarta:EGC

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/5/Chapter%20I.pdf
(diakses pada tanggal 10 September 2016 pukul 16.00)

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/151/jtptunimus-gdl-fosianaaul-7511-2-
babii.pdf (diakses pada tanggal 10 September 2016 pukul 10.00)

22

You might also like