You are on page 1of 31

A.

Pengertian / Definisi Infeksi Silang (Cross Infection)

Definisi Infeksi adalah reaksi tubuh atas masuknya mikroorganisme sebagai penyebab
penyakit.
Perlu dibedakan istilah kontaminasi dan istilah infeksi silang. Arti Kontaminasi adalah
terpaparnya seseorang oleh mikroorganisme dan belum menimbulkan infeksi. Pengertian Infeksi
silang adalah penularan penyakit dari seseorang kepada orang lain, yang umumnya melalui suatu
perantara. Media perantara penularan mikroorganisme penyebab infeksi dapat terjadi melalui
cara kontak langsung dengan contohnya melalui cairan mulut dan darah. Kontak tidak langsung,
dapat melalui suatu objek yang tercemar mikroorganisme pathogen, yang umumnya terjadi
karena instrumen yang digunakan tidak steril.

Pencegahan infeksi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk meminimalkan masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh termasuk di dalamnya bakteri, virus, fungi dan parasit. Definisi-
definisi yang berhubungan dengan pencegahan infeksi antara lain :
a. Antisepsis adalah proses menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit, selaput lender, atau
jaringan lainnya dengan menggunakan bahan anti microbial (anti septic).
b. Asepsis dan teknik aseptic adalah semua usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh dan berpotensi untuk menimbulkan infeksi. Tujuan asepsis
adalah menurunkan kembali ke tingkat aman atas jumlah mikroorganisme pada permukaan hidup
(kulit dan jaringan) dan obyek mati (alat-alat kedoketeran gigi, alat bedah dan barang-barang
yang lain).
c. Dekontaminasi adalah proses yang membuat alat menjadi lebih aman untuk ditangani.
d. Desinfeksi tingkat tinggi adalah proses menghilangkan semua mikroorganisme kecuali
beberapa endospora pada alat-alat dengan merebus, mengukus atau penggunaan desinfeksi
kimia.
e. Pembersihan atau pencucian alat adalah proses secara fisik menghilangkan semua debu,
kotoran darah atau yang lainnya, yang tampak pada benda atau alat-alat dan membuang atau
menghilangkan sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh
kulit atau yang menangani alat tersebut.
B. PENGERTIAN DAN TUJUAN PENCEGAHAN INFEKSI
Pencegahan infeksi merupakan bagian esensial dari asuhan lengkap yang yang di berikan kepada
klien untuk melindungi petugas kesehatan itu sendiri.

Tujuan pencegahan infeksi :


Melindungi klein dan petugas pelayanan KB dari akibat tertularnya penyakit infeksi
Mencegah infeksi silang dalam prosedur KB, terutama pada pelayanan krontrasepsi metode
AKDR, suntik, susuk, dan krontrasepsi mantap.
Menurunkan resiko tranmisi penyakit menular, seperti Hepatitis B dan HIV AIDS, baik bagi
klien maupun bagi petugas fasilitas kesehatan.

C. PERLINDUNGAN DARI INFEKSI DI KALANGAN PETUGAS


1. Kewaspadaan standar
Pelayanan KB membutuhkan kepatuhan melaksanakan tindakan sesuai dengan Kewaspadaan
standar (standard precaution) di ruang pemeriksaan dan laboratorium. Petugas harus
memperlakukan semua spesimen darah, jaringan, dan duh tubuh sebagai pembawa infeksi.
Unsur-Unsur penting kewaspadaan standar dan penggunaannya dijelaskan di bawah ini.
Menggunakan pelindung(barrier) fisik, mekanik maupun kimia antara mikroorganisme dan
petugas kesehatan merupakan cara yang sangat efektif untuk mencegah penularan infeksi
(misalnya, pelindung diri berfungsi memutuskan siklus penularan penyakit).

Beberapa hal berikut merupakan cara pelaksanaan kewaspadaan standar atau prinsip pencegahan
infeksi :
a. Anggap setiap orang (klien maupun staf) dapat menularkan infeksi.
b. Cuci tangan untuk upaya yang paling penting untuk mencegah kontaminasi silang.
c. Gunakan (sepasang) sarung tangan sebelum menyentuh apa pun yang basah seperti
Kulit terkelupas, membran mukosa, darah atau duh tubuh lain, serta alat-alat yang
telah dipakai dan bahan-bahan lain yang terkontaminasi, atau sebelum melakukan
tindakan invasif.
d. Gunakan pelindung fisik (misalnya: kacamata pelindung (goggles), masker, dan
celemek) untuk mengantisipasi percikan duh tubuh (sekresi maupun ekskresi),
contohnya ketika membersihkan alat-alat maupun bahan lainnya.
e. Gunakan bahan antiseptik untuk membersihkan kulit maupun membran mukosa
sebelum melakukan operasi, membersihkan luka, atau menggosok tangan sebelum
operasi dengan bahan antiseptik berbahan dasar alkohol.
f. Lakukan upaya kerja yang aman, seperti tidak memasang tutup jarum suntik (recapping),
memberikan alat-alat tajam dengan cara yang aman, bila mungkin, gunakan jarum
tumpul untuk menjahit luka.
g. Buang bahan-bahan terinfeksi setelah terpakai dengan aman untuk melindungi petugas
pembuangan dan untuk mencegah cedera maupun penularan infeksi kepada
masyarakat.
h. Terakhir, lakukan pemrosesan terhadap instrumen, sarung tangan dan bahan lain setelah
dipakai dengan cara mendekontaminasi dalam larutan klorin 0,5% dan dicuci bersih,
ra-kemudian disterilisasi atau didisinfeksi tingkat tinggi (DTT) dengan cara-cara yang
dianjurkan.

2. Upaya Kewaspadaan Standar


Upaya upaya kewaspadaan standar yaitu :
a. Mencuci Tangan
Setelah menyentuh darah, duh tubuh, sekresi, ekskresi dan benda-benda yang terkontaminasi.
Segera setelah melepas sarung tangan.
Sebelum dan setelah memeriksa pasien satu ke pasien lain.

b. Sarung tangan
Untuk kontak dengan darah, duh tubuh, sekresi, bahan-bahan yang terkontaminasi.
Untuk kontak dengan membrane mukosa dan kulit yang tak utuh ( non-intact skin ): koyak,
terkelupas, dan lain-lain.
c. Masker, kacamata, pelindung wajah
Melindungi membrane mukosa mata, hidung, dan mulut ketika terjadi kontak dengan darah
dan duh tubuh.

d. Gaun operasi
Melindungu kulit dari percikan darah maupun duh tubuh lain.
Mencegah agar pakaian tidak terkontaminasi darah maupun duh tubuh selama melakukan
tindakan.

e. Kain linen
Tangani linen yang telah terkontaminasi sedemikian rupa sehingga tidak menyentuh kulit atau
membrane mukosa.
Jangan lakukan pembilasan awal untuk kain linen yang telah terkontaminasi.

f. Peralatan untuk perawatan pasien


Tangani alat yang telah terkontaminasi sedemikian rupa sehingga tidak menyentuh kulit dan
membrane mukosa dan untuk mencegah agar baju maupun lingkungan tidak terkontaminasi.
Bersihkan peralatan pakai ulang ( reusable ) sebelum digunakan kembali.

g. Membersihkan lingkungan
Perawatan rutin, membersihkan dan disinfeksi perlengkapan dan perabotan diruang
asuhan pasien.

h. Benda-benda tajam
Hendaknya selalu memakai autodisable syringe.
Jangan memakai kembali jarum suntik yang telah digunakan.
Jangan melepas jarum dari alat suntik/semprit sekali pakai (disposable ).
Jangan membengkokan atau mematahkan jarum bekas pakai dengan tangan.
Letakkan benda-benda tajam yang telah digunakan kedalam wadah anti tusukan.
i. Resusitasi pasien
Gunakan pelindung mulut, kantung resusitasi, atau alat pernafasan lainnya untuk
menghindari pemberian resusitasi dari mulut ke mulut.

j. Penempatan pasien
Tempatkan pasien yang dapat mengontainasi lingkungan maupun yang tidak menjamin
kebersihannya pada ruang khusus atau terpisah.

D. MENCUCI TANGAN
Mencuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kulit
kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air. Tujuannya adalah menghilangkan kotoran
dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme
sementara. Mencuci tangandilakukan ketika :
1. Sebelum dan setelah memeriksa klien
2. Sebelum memakai dan setelah melepas sarung tangan.
3. Setelah terpapar oleh darah atau duh tubuh lain.
Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir selama 10-15 detik, lalu
keringkan dengan handuk pribadi atau dianginkan. Sebagai pengganti cuci tangan dengan air,
gunakan larutan alkohol (100 ml alkohol 60-90% + 2 ml gliserin) untuk mencuci tangan.

Langkah-langkah untuk cuci tangan yang efektif:


1. Telapak dan telapak kanan dan kiri
2. Punggung tangan (kanan dan kiri bergantian)
3. Telapak tangan kanan dan kiri, khusus sela-sela jari
4. Jari satu persatu
5. Ujung jari dari tangan yang berlawanan (kanan dan kiri bergantian)
6. Putar punggung jari yang berlawanan
7. Jari sampai ke siku, kanan dan kiri bergantian
E. SARUNG TANGAN
Tujuan menggunakan sarung tangan :
1. Mengurangi risiko petugas terkena infeksi bakterial dari pasien
2. Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien
3. Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mikroorganisme yang dapat
berpindah dari satu pasien ke pasien lainnya (kontaminasi silang).
Tindakan yang memerlukan penggunaan sarung tangan :
1. Tindakan di klinik/OK, misalnya ketika memeriksa panggul.
2. Menangani alat-alat/bahan linen yang terkontaminasi.
3. Membuang bahan-bahan/limbah yang terkontaminasi.
Ganti sarung tangan setiap kali memeriksa pasien yang berbeda. Sarung tangan bedah dapat
dipakai ulang apabila telah didekontaminasi dalam larutan klorin 0,5%, kemudian:
Dicuci dan dibilas,
Disterilisasi atau diDisinfeksi Tingkat Tinggi.

Jenis sarung tangan:


1. Sarung tangan tindakan Dipakai sewaktu melakukan tindakan invansif atau
pembedahan, melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin.
2. Sarung tangan rumah tangga/indusri/kerja/utility Dipakai sewaktu memroses peralatan,
menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang
terkontaminasi.

F. PELINDUNG FISIK
Jenis alat pelindung fisik:
1. Sarung tangan, melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari
mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting
untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu
pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi silang.
2. Masker , harus cukup besar untuk menutup hidung, muka bagian bawah, rahang, dan
semua rambut muka. Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu
petugas kesehatan atau petugas bedah bicara, batuk, atau bersin dan juga untuk
mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam
hidung atau mulut petugas kesehatan. Masker jika tidak terbuat dari bahan tahan cairan,
bagaimanapun juga tidak efektif dalam mencegah dengan baik. Masker terbuat dari
berbagai bahan, antara kain katun ringan, kasa, kertas sampai bahan sintesis, yang
beberapa diantaranya tahan cairan.
3. Pelindung mata, melindungi staf kalau terjadi cipratan darah atau cairan tubuh lainnya
yang terkontaminasi dengan melindungi mata. Pelindung mata termasuk pelindung
plastik yang jernih, kacamata pengaman, pelindung muka. Kacamata yang dibuat
dengan resep dokter atau kacamata dengan lensa normal juga dapat dipakai.
4. Kap, dipakai untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit dan rambut tidak
masuk dalam luka sewaktu pembedahan. Kap harus cukup besar untuk menutup semua
rambut. Kap memberikan sedikit perlindungan pada pasien, tujuan utamanya adalah
melindungi pemakainya dari semprotan dan cipratan darah dan cairan tubuh.
5. Apron, yang dibuat dari karet atau plastik sebagai suatu pembatas tahan air di bagian
depan dari tubuh petugas kesehatan. Apron harus dipakai kalau sedang membersihkan
atau melakukan tindakan dimana darah atau duh tubuh diantisipasi akan tumpah
(umpamanya, sewaktu seksio atau persalinan pervaginam). Apron membuat cairan
yang terkontaminasi tidak mengenai baju dan kulit petugas kesehatan.
6. Alas kaki, dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda tajam atau berat
atau dari cairan yang kebetulan jatuh atau menetes pada kaki. Untuk alasan ini sandal,
atau sepatu terbuat dari bahan empuk (kain) tidak dapat diterima. Sepatu bot terbuat
dari bahan karet atau kulit lebih melindungi, tapi harus selalu bersih dan bebas dari
kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lainnya.

G. TEKNIK ASEPTIK
Prosedur ini mencegah infeksi dengan mematikan atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh lain. Persiapan kulit dan serviks merupakan
langkah penting dalam melakukan tindakan untuk metode keluarga berencana seperti suntik,
pemasangan atau pencabutan AKDR dan implan.
Beberapa Istilah Yang Sering Digunakan Dalam Pencegahan Infeksi :
1. Asepsis adalah semua usaha dalam mencegah masuknya mikroorganisme kedalam
tubuh baik melalui benda hidup maupun benda mati.
2. Antisepsis adalah semua usaha dalam membunuh maupun menghambat
mikroorganisme pada benda hidup.
3. Desinfeksi adalah semua usaha dalam membunuh maupun menghambat
mikroorganisme pada benda mati (alat-alat).
4. Dekontaminasi adalah membunuh virus Hiv/Aids dan Hepatitis B dengan cara
merendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
5. Cuci bilas adalah menghilangkan 80% mikroorganisme dengan cara mencuci dengan
deterjen dan membilas di air yang mengalir.
6. Disinfeksi Tingkat Tinggi adalah tindakan menghilangkan semua mikroorganisme
kecuali endospora dengan cara rebus, kukus, kimia.
7. Sterilisasi adalah tindakan menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, jamur,
virus, endospora/penyebab gangren, dikubitus, tetanus).

H. UPAYA KERJA YANG AMAN


Mencegah luka tusuk jarum:
1. Di Kamar Operasi (OK):
Gunakan wadah zona aman (seperti kidney bensin) untuk membawa atau
memberikan alat-alat tajam,seperti skalpel,jarum,dll

Jangan memberikan alat-alat tajam selain menggunakan wadah zona aman.

Beri tahu provider atau petugas lain sebelum memberikan alat-alat tajam dalam wadah
zona aman.
2. Menggunakan jarum dan alat suntik dengan benar
Gunakan jarum dan suntik sekali pakai.

Jangan melepaskan jarum dari alat suntik setelah digunakan.

Jangan memasang tutup jarum, membengkokkan, atau mematahkan jarum sebelum


dibuang.
Lakukan dekontaminasi terhadap jarum dan alat suntik sebelum dibuang (untuk alat
suntik disposable) atau sebelum diproses (untuk alat suntik pakai ulang reusable).

Buang jarum dan alat suntik ke dalam wadah tahan tusuk.

Hancurkan jarum dan alat suntik dengan dibakar (incinerated).

I. PEMBUANGAN LIMBAH/SAMPAH
Tujuan pembuangan limbah/sampah dengan cara yang aman adalah:
1. Untuk mencegah penularan infeksi kepada petugas yang menangani limbah.
2. Untuk mencegah penularan infeksi kepada masyarakat di sekitar, dan
3. Untuk melindungi petugas yang menangani limbah dari luka tusuk.
Macam limbah/sampah:
1. Limbah/sampah medis/terkontaminasi:
padat

Cair

Tajam

2. Limbah/sampah non medis/tak terkontaminasi (kertas,dsb).


Tidak menimbulkan risiko infeksi dan dapat dibuang ke tempat sampah Umum.

Cara-cara penanganan limbah/sampah yang benar:

1. Menggunakan sarung tangan rumah tangga (utility gloves).

2. Memindahkan limbah terkontaminasi ke tempat pembuangan dalam wadah tertutup.


3. Membuang alat/benda tajam ke dalam wadah tahan tusuk.
4. Menuangkan limbah cair secara hati-hati ke dalam saluran pembuangan.
5. Membakar atau mengubur limbah padat yang terkontaminasi.
6. Mencuci tangan, sarung tangan, dan wadah yang telah digunakan untuk membuang
limbah yang dapat menginfeksi.
J. PEMROSESAN ALAT
Prosedur pemroesan alat :
DEKONTAMINASI
Rendam 10 menit dalam larutan klorin 0,5%

CUCI dan BILAS


Pakai sarung tangan
Hati hati tertusuk instrument yang tajam

CUCI dan BILAS


Pakai sarung tangan
Hati hati tertusuk instrument yang tajam

Metode terbaik Metode alternative


STERILISASI DESINFEKTAN TINGKAT
TINGGI
Otoktaf tanpa Oven 1700 C (3400 F)
bungkus 20 selama 60 menit, Rebus selama 20 Kimiawi,
menit jika 1600 C (3200F) menit rendam selama
terbungkus 30 selama 120 menit 20 menit
menit

DIINGINKAN
Siap pakai

1. DEKONTAMINASI:
Masih memakai sarung tangan,

Rendam alat-alat selama 10 menit dalam larutan klorin 0,5% (didapatkan dengan
mencampur 1 bagian pemutih deterjen dengan 9 bagian air).

Permukaan (terutama meja tindakan) yang mungkin terkena duh tubuh harus
didekontaminasi. Lap dengan disinfektan misalnya dengan klorin 0,5% sebelum dipakai
kembali, atau jika tampak terkontaminasi, atau sekurang-kurangnya setiap hari merupakan cara
dekontaminasi yang tidak mahal.

Petunjuk pembuatan larutan klorin:


a. Rumus untuk membuat larutan yang diencerkan dari larutan konsentrat:
Bagian air =

Contoh untuk membuat larutan 0,1% dari konsentrat 5%:


Bagian air =

Pada 1 bagian larutan konsentrat tambahkan 49 bagian air matang (jika perlu yang
difiltrasi).
b. Rumus untuk membuat larutan yang mengandung klorin dari bubuk kering:
Bubuk (Gram/liter) =

2. PENCUCIAN DAN PEMBILASAN


Pakai sarung tangan tebal (sarung tangan rumah tangga).

Cuci semua instrumen dengan air, deterjen

Sikat semua geligi, sambungan dan permukaan alat.

Bilas bersih hingga deterjen hilang karena beberapa deterjen dapat menghambat kerja
disinfektan kimiawi,

Keringkan instrumen.

3. STERILISASI
- Sterilisasi uap
1. 121 C, 106 kpa, waktu yang diperlukan: 20 menit untuk alat yang tidak dibungkus, 30
menit untuk alat yang dibungkus.
2. Jangan memuat alat terlalu banyak.
3. Diamkan semua alat sampai kering sebelum diangkat.
- Sterilisasi panas kering (Oven)
1. 170 C selama 1 jam (total waktu keseluruhan proses), waktu penghitungan dimulai
setelah suhu yang diinginkan tercapai.
2. Untuk alat-alat tajam (gunting, jarum), sterilisasi dilakukan dengan suhu 160
3. selama 2 jam (total waktu keseluruhan proses).
- Sterilisasi kimia
1. Glutaraldehid (Cydex): direndam selama 8-10 jam.
2. Formaldehid 8%, direndam selama 24 jam.
3. Bilas dengan air steril sebelum digunakan kembali atau sebelum disimpan.
4. DISINFEKSI TINGKAT TINGGI
a. DTT dengan merebus
Petunjuk merebus:
Seluruh alat alat harus terendam.

Mulai menghitung waktu saat air mula mendidih.

Selalu merebus selama 20 menit dalam panci tertutup.

Jangan menambah apa pun ke dalam air mendidih.

Pakai alat tersebut sesegera mungkin atau simpan dalam wadah tertutup dan kering yang
telah di DTT. Simpan selama satu minggu.
b. DTT dengan mengukus:
Selalu kukus selama 20 menit dalam kukusan.

Kecilkan api sehingga air tetap mendidih.

Waktu dihitung mulai saat keluarnya uap.

Jangan pakai lebih dari 3 panci uap.

Keringkan dalam panci tertutup atau kontainer DTT sebelum dipakai atau disimpan.

c. DTT dengan kimia:


Sejumlah disinfektan kimia untuk Disinfeksi Tingkat Tinggi :

Klorin

Formaldehid (Formalin)

Glutaraldehid Langkah-langkah untuk DTT dengan kimia:

Setelah didekonaminasi, cuci dan bilas alat-alat hingga bersih, kemudian keringkan.
Rendam semua alat dalam larutan disinfektan selama 20 menit.

Bilas dengan air yang telah direbus dan keringkan dengan dianginkan.

Dapat disimpan selama 1 minggu dalam wadah kering dan tertutup yang telah di DTT.

Untuk melakukan DTT pada wadah, rebus wadah tersebut (bila kecil) atau isi dengan
larutan klorin 0,5% dan rendam selama 20 menit. Bilas sisi dalam wadah dengan air yang
telah direbus. Keringkan dengan dianginkan sebelum digunakan.

BAB II

SALAH SATU KASUS AKIBAT INFEKSI SILANG


(HIV/AIDS)
A. DEFINISI
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau
sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara lain:
1. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami penurunan
sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang )dan memiliki antibodi positif
terhadap HIV. (Doenges, 1999)
2. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi
oleh HIV. (Sylvia, 2005)

B. ETIOLOGI
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus
limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus
mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk
ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi
penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus.
Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu,
yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx
meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr.
Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam
serum dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan
penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005)

1. Cara Penularan
Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut :
a. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual
b. Melalui darah, yaitu:
Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%
Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%
Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan 0,0051%
Transmisi dari ibu ke anak :
a. Selama kehamilan
b. Saat persalinan, risiko penularan 50%
c. Melalui air susu ibu(ASI)14%

C. PATOFISIOLOGI
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10
minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan
gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat
AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus
HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke
dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan
ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya
menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian
menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4,
yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di
permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor
CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi
mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B,
makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas
dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi
kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap
selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-
1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun
sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain
karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan
virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus
di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel
CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi
dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang
beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+
biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi
rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan.
Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi
antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS.
Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya
kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus
diserang.
Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer
antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut periode jendela (window period). Setelah itu
penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa
titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian
baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala).
Perjalanan penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan,
bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)

D. TANDA DAN GEJALA


Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada penderita AIDS :

Panas lebih dari 1 bulan,


Batuk-batuk,
Sariawan dan nyeri menelan,
Badan menjadi kurus sekali,
Diare ,
Sesak napas,
Pembesaran kelenjar getah bening,
Kesadaran menurun,
Penurunan ketajaman penglihatan,
Bercak ungu kehitaman di kulit.

Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat merupakan gejala
penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala panas dapat disebabkan
penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada
seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka
dianjurkan ia tes darah HIV.
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 2 minggu pasien akan merasakan
sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami
demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit,
limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.

Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5
tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang
paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu
protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
1.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu
mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak
merah ditubuh.
2.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan
diperoleh hasil positif.
3.Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar
getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.

E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retroviral akut,
demensia HIV), infeksi ofortunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan penyakit HIV
dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4.( Arif Mansjoer, 2000 )
1. Infeksi retroviral akut
Frekuensi gelaja infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis menunjukkan demam,
pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri tenggorokan, mialgia, rash seperti morbili, ulkus
pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik. Sebagian pasien mengalami gangguan
neorologi seperti mrningitis asepik, sindrom Gillain Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini
biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.
2. Masa asimtomatik
Pada masa ini pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati umum.
Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window period).
3. Masa gejala dini
Pada masa ini julah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul adalah akibat infeksi
pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped zoster, leukoplakia, ITP, dan
tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related Complex(ARC)
4. Masa gejala lanjut
Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini menyebabkan risiko tinggi
rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan
.
F. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2000 ) antara lain :
1. Pneumonia pneumocystis (PCP)
2. Tuberculosis (TBC)
3. Esofagitis
4. Diare
5. Toksoplasmositis

6. Leukoensefalopati multifocal prigesif


7. Sarcoma Kaposi
8. Kanker getah bening
9. Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah
1. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS.
2. Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait. Jangan lupa
perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.
4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan pemeriksaan
Rontgen.
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD4, protein
purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus, serologi PMS,
hepatitis, dan pap smear.
Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500 maka
pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang tiap 3-6
bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia pneumocystis carinii. Pemberian profilaksi
INH tidak tergantung pada jumlah CD4.
Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian obat
antiretroviral dan memantau hasil pengobatan.
Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensi atau
flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-8.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah
Istiqomah : 2009) :
a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau
sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini
menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat
enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 .
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif
asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi
virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
Didanosine
Ribavirin
Diedoxycytidine
Recombinant CD 4 dapat larut
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit
khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan
penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
2. Diet
Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah
a. Tujuan Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek dukungan
gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV.
Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang diharapkan,
terutama jaringan otot (Lean Body Mass).
Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.
Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.
b. Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.
Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat pada: pasien dapat
membedakan antara gejala anoreksia, perasaan kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan
menelan.
Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan otot).
Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat sesuai dengan
kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.
c. Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:
Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres, aktivitas fisik,
dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan Suhu 1C.
Protein tinggi, yaitu 1,1 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh
yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.
Lemak cukup, yaitu 10 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak disesuaikan dengan
toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan ikatan rantai sedang
(Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega 3) diberikan bersama
minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.
Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 kali (150%) Angka Kecukupan Gizi yang di anjurkan
(AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan Selenium. Bila
perlu dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis harus dihindari karena dapat
menekan kekebalan tubuh.
Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.
Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi menelan,
pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap dengan konsistensi yang sesuai.
Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental (semi thick fluid) dan cair
(thin fluid).
Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti (natrium, kalium dan
klorida).
Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini sebaiknya dilakukan
dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat kondisi dan toleransi pasien. Apabila terjadi
penurunan berat badan yang cepat, maka dianjurkan pemberian makanan melalui pipa atau sonde
sebagai makanan utama atau makanan selingan.
Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik, termik, maupun kimia.
d. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu kepada pasien dengan:
a. Infeksi HIV positif tanpa gejala.
b. Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan, sariawan dan
pembesaran kelenjar getah bening).
c. Infeksi HIV dengan gangguan saraf.
d. Infeksi HIV dengan TBC.
e. Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.
Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral, enteral(sonde)
dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi secara rutin. Bila tidak
mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau parental sebagai tambahan atau sebagai
makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III.
1) Diet AIDS I
Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala panas tinggi,
sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau segera
setelah pasien dapat diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama
beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan
menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi makanan cair
dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri atau menggunakan makanan enteral
komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi, zat besi, tiamin dan vitamin C.
bila dibutuhkan lebih banyak energy dapat ditambahkan glukosa polimer (misalnya polyjoule).
2) Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut teratasi.
Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam. Makanan ini rendah nilai
gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zat gizinya, diberikan
makanan enteral atau sonde sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.

3) Diet AIDS III


Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada pasien
dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa, diberikan dalam porsi kecil
dan sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan mineral. Apabila kemampuan makan
melalui mulut terbatas dan masih terjadi penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian
makanan sonde sebagai makanan tambahan atau makanan utama.
I. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah
1. Aktivitas / istirahat.
Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, malaise
2. Sirkulasi.
Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.
3. Integritas ego.
Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah, menangis.
4. Elimiinasi.
Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses rektal.
5. Makanan / cairan.
Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi / gusi yang
buruk, dan edema.
6. Neurosensori.
Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan respon melambat.
7. Nyeri / kenyamanan.
Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan rentang gerak, dan
gerak otot melindungi pada bagian yang sakit.
8. Pernafasan.
Batuk, Produktif / non produktif, takipnea, distres pernafasan.

2. Diagnosa, Intervensi dan Rasional Tindakan Keperawatan.


Diagnosa, intervensi dan rasional tindakan keperawatan (Doenges, 1999) adalah
1. Diagnosis Keperawatan : nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai
dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah.
Hasil yang diharapkan : keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah rileks,dapat tidur atau
beristirahat secara adekuat.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL


Kaji keluhan nyeri, perhatikan Mengindikasikan kebutuhan untuk
lokasi, intensitas, frekuensi dan intervensi dan juga tanda-tanda
waktu. Tandai gejala nonverbal perkembangan komplikasi.
misalnya gelisah, takikardia,
meringis.
Instruksikan pasien untuk Meningkatkan relaksasi dan perasaan
menggunakan visualisasi atau sehat.
imajinasi, relaksasi progresif,
teknik nafas dalam.
Dorong pengungkapan perasaan Dapat mengurangi ansietas dan rasa
sakit, sehingga persepsi akan
intensitas rasa sakit.
Berikan analgesik atau antipiretik M,emberikan penurunan nyeri/tidak
narkotik. Gunakan ADP (analgesic nyaman, mengurangi demam. Obat
yang dikontrol pasien) untuk yang dikontrol pasien berdasar waktu
memberikan analgesia 24 jam. 24 jam dapat mempertahankan kadar
analgesia darah tetap stabil, mencegah
kekurangan atau kelebihan obat-
obatan.
Lakukan tindakan paliatif misal Meningkatkan relaksasi atau
pengubahan posisi, masase, menurunkan tegangan otot.
rentang gerak pada sendi yang
sakit.

2. Diagnosis keperawatan : perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan
dengan gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan,
kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal.
Hasil yang harapkan : mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan
berat badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan, mendemostrasikan keseimbangan
nitrogen po;sitif, bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.

INTERIVENSI KEPERAWATAN RASIONAL


Kaji kemampuan untuk mengunyah, Lesi mulut, tenggorok dan
perasakan dan menelan. esophagus dapat menyebabkan
disfagia, penurunan kemampuan
pasien untuk mengolah makanan
dan mengurangi keinginan untuk
makan.
Auskultasi bising usus Hopermotilitas saluran intestinal
umum terjadi dan dihubungkan
dengan muntah dan diare, yang
dapat mempengaruhi pilihan diet
atau cara makan.
Rencanakan diet dengan orang terdekat, Melibatkan orang terdekat dalam
jika memungkinakan sarankan rencana member perasaan
makanan dari rumah. Sediakan control lingkungan dan mungkin
makanan yang sedikit tapi sering meningkatkan pemasukan.
berupa makanan padat nutrisi, tidak Memenuhi kebutuhan akan
bersifat asam dan juga minuman makanan nonistitusional
dengan pilihan yang disukai pasien. mungkin juga meningkatkan
Dorong konsumsi makanan berkalori pemasukan.
tinggi yang dapat merangsang nafsu
makan
Batasi makanan yang menyebabkan Rasa sakit pada mulut atau
mual atau muntah. Hindari ketakutan akan mengiritasi lesi
menghidangkan makanan yang panas pada mulut mungkin akan
dan yang susah untuk ditelan menyebabakan pasien enggan
untuk makan. Tindakan ini akan
berguna untuk meningkatakan
pemasukan makanan.
Tinjau ulang pemerikasaan Mengindikasikan status nutrisi
laboratorium, misal BUN, Glukosa, dan fungsi organ, dan
fungsi hepar, elektrolit, protein, dan mengidentifikasi kebutuhan
albumin. pengganti.
Berikan obat anti emetic misalnya Mengurangi insiden muntah dan
metoklopramid. meningkatkan fungsi gaster

3. Diagnosa keperawatan : resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan


diare berat
Hasil yang diharapkan : mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa
lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, keluaran urine adekuat secara pribadi.
INTERVESI KEPERAWATAN RASIONAL
Pantau pemasukan oral dan pemasukan Mempertahankan keseimbangan cairan,
cairan sedikitnya 2.500 ml/hari. mengurangi rasa haus dan
melembabkan membrane mukosa.
Buat cairan mudah diberikan pada pasien; Meningkatkan pemasukan cairan
gunakan cairan yang mudah ditoleransi tertentu mungkin terlalu menimbulkan
oleh pasien dan yang menggantikan nyeri untuk dikomsumsi karena lesi
elektrolit yang dibutuhkan, misalnya pada mulut.
Gatorade.
Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan Indicator tidak langsung dari status
rasa haus. cairan.
Hilangakan makanan yang potensial Mungkin dapat mengurangi diare
menyebabkan diare, yakni yang pedas,
berkadar lemak tinggi, kacang, kubis,
susu. Mengatur kecepatan atau
konsentrasi makanan yang diberikan
berselang jika dibutuhkan
Nerikan obat-obatan anti diare misalnya Menurunkan jumlah dan keenceran
ddifenoksilat (lomotil), loperamid feses, mungkin mengurangi kejang usus
Imodium, paregoric. dan peristaltis.

4. Diagnosa keperawatan : resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses
infeksi dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)
Hasil yang diharapkan: mempertahankan pola nafas efektif dan tidak mengalami sesak nafas.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL


Auskultasi bunyi nafas, tandai daerah Memperkirakan adanya perkembangan
paru yang mengalami penurunan, atau komplikasi atau infeksi pernafasan,
kehilangan ventilasi, dan munculnya misalnya pneumoni,
bunyi adventisius. Misalnya krekels,
mengi, ronki.
Catat kecepatan pernafasan, sianosis, Takipnea, sianosis, tidak dapat
peningkatan kerja pernafasan dan beristirahat, dan peningkatan nafas,
munculnya dispnea, ansietas menuncukkan kesulitan pernafasan
dan adanya kebutuhan untuk
meningkatkan pengawasan atau
intervensi medis
Tinggikan kepala tempat tidur. Usahakan Meningkatkan fungsi pernafasan yang
pasien untuk berbalik, batuk, menarik optimal dan mengurangi aspirasi atau
nafas sesuai kebutuhan. infeksi yang ditimbulkan karena
atelektasis.
Berikan tambahan O2 Yng dilembabkan Mempertahankan oksigenasi efektif
melalui cara yang sesuai misalnya untuk mencegah atau memperbaiki
kanula, masker, inkubasi atau ventilasi krisis pernafasan
mekanis
5. Diagnose keperawatan : Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan
produksi metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau berlebihan,
ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan ketidakseimbangan
kemampuan untuk berkonsentrasi.
Hasil yang diharapkan : melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan dalam tingkat kemampuannya.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
Kaji pola tidur dan catat perunahan dalam Berbagai factor dapat meningkatkan
proses berpikir atau berperilaku kelelahan, termasuk kurang tidur,
tekanan emosi, dan efeksamping obat-
obatan
Rencanakan perawatan untuk Periode istirahat yang sering sangat yang
menyediakan fase istirahat. Atur aktifitas dibutuhkan dalam memperbaiki atau
pada waktu pasien sangat berenergi menghemat energi. Perencanaan akan
membuat pasien menjadi aktif saat
energy lebih tinggi, sehingga dapat
memperbaiki perasaan sehat dan control
diri.
Dorong pasien untuk melakukan apapun Memungkinkan penghematan energy,
yang mungkin, misalnya perawatan diri, peningkatan stamina, dan mengijinkan
duduk dikursi, berjalan, pergi makan pasien untuk lebih aktif tanpa
menyebabkan kepenatan dan rasa
frustasi.
Pantau respon psikologis terhadap Toleransi bervariasi tergantung pada
aktifitas, misal perubahan TD, frekuensi status proses penyakit, status nutrisi,
pernafasan atau jantung keseimbangan cairan, dan tipe penyakit.
Rujuk pada terapi fisik atau okupasi Latihan setiap hari terprogram dan
aktifitas yang membantu pasien
mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan dan tonus otot
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pengertian Infeksi silang adalah penularan penyakit dari seseorang kepada orang lain,
yang umumnya melalui suatu perantara. Media perantara penularan mikroorganisme penyebab
infeksi dapat terjadi melalui cara kontak langsung dengan contohnya melalui cairan mulut dan
darah. Kontak tidak langsung, dapat melalui suatu objek yang tercemar mikroorganisme
pathogen, yang umumnya terjadi karena instrumen yang digunakan tidak steril.
AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
. Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-
menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah ( transfuse darah,
penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang mengandung AIDS), transmisi dari ibu ke
anak yang mengidap AIDS.
.
B. SARAN
Berdasarkan simpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran, diantaranya adalah :
o Agar pembaca dapat mengetahui apa itu infeksi silang dan cara pencegahannya
o Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian AIDS
o Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada klien AIDS.

DAFTAR PUSTAKA

Heri.Asuhan Keperawatan HIV/AIDS,(Online),(http://mydocumentku.blogspot.


com/2012/03/asuhan-keperawatan-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)
Istiqomah, Endah.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan HIV/AIDS,(Online) ,
(http://ndandahndutz.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html,
diakses 20 Oktober 2012)
Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius
Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC
Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit . Jakarta : EGC
UGI.2012.Diet Penyakit HIV/AIDS,(Online),(http://ugiuntukgiziindonesia.
blogspot.com/2012/05/diet-penyakit-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)

You might also like