You are on page 1of 10

Tugas Kesling Pesisir dan Kelautan

LIMBAH HASIL INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN

OLEH :

RIKA MARIYANA

J1A1 14 123

KLKK 2014

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2017
LIMBAH HASIL INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN

A. Definisi Industri Pengolahan Perikanan


Industri perikanan, bisa juga disebut dengan industri penangkapan

ikan adalah industri atau aktivitas menangkap, membudi dayakan,

memproses, mengawetkan, menyimpan, mendistribusikan, dan memasarkan

produk ikan. Istilah ini didefinisikan oleh FAO, mencakup juga yang

dilakukan oleh pemancing rekreasi, nelayan tradisional, dan penangkapan

ikan komersial. Baik secara langsung maupun tidak langsung, industri

perikanan (mulai dari penangkapan/budidaya hingga pemasaran) telah

menghidupi sekitar 500 juta orang di negara berkembang di dunia.


Terdapat tiga sektor utama dalam industri perikanan:
a. Sektor komersial yaitu usaha perikanan tangkap dan budi daya yang

dilakukan oleh perusahaan atau individu untuk dijual secara mentah

maupun hasil olahannya.


b. Sektor tradisional yaitu perusahaan atau individu yang menangkap atau

memelihara ikan dengan cara dan metode tradisional yang hasilnya

diserahkan ke kebudayaan masyarakat setempat.


c. Sektor rekreasi yaitu perusahaan atau individu yang menyediakan fasilitas

penangkapan ikan (alat dan tempat) dengan hasil yang tidak dijual.

Perikanan merupakan salah satu sektor sumber daya

alam potensial yang dapat dijadikan modal dalam upaya

mencapai tujuan pembangunan nasional. Hal tersebut

diantaranya terlihat dari luasnya wilayah perairan Indonesia

untuk perikanan tangkap dan budidaya, yakni 672,7 juta

hektar, dengan potensi produksi 65 juta ton/tahun.


Prof. Junianto dalam Sidang Senat Terbuka dalam rangka Dies Natalis

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unpad yang diselenggarakan di

Aula Gedung Dekanat FPIK Unpad menjelaskan bahwa industri pengolahan

hasil perikanan merupakan kegiatan yang mentransformasikan bahan-bahan

hasil perikanan sebagai input menjadi produk yang memiliki nilai tambah atau

nilai ekonomi lebih tinggi sebagai outputnya. Proses transformasi tersebut

dapat dilakukan baik secara fisik, kimia, biologis, maupun kombinasi diantara

ketiganya.

Adapun peran sentral dari industri pengolahan hasil perikanan dalam

pembangunan nasional diantaranya adalah sebagai penyedia lapangan kerja,

sumber peningkatan devisa negara, peningkatan kesehatan dan kecerdasan

bangsa melalui peningkatan konsumsi ikan, penjaga lingkungan melaui

konsep industri bersih strategi zero waste, serta berperan dalam pemerataan

dan pendistribusian dari hasil produksi perikanan.

B. Jenis-jenis Limbah Hasil Perikanan

Usaha perikanan selain menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi,


tetapi juga ikut berperan dalam menghasilkan limbah. Limbah yang dominan
dari usaha perikanan adalah limbah dan cemaran yang berupa limbah cair
yang membusuk sehingga menghasilkan bau amis/busuk yang sangat
menganggu estetika lingkungan (Ditjen Perikanan, 2007), sedangkan menurut
Dewantoro (2003) limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan hasil
perikanan umumnya dapat di golongkan menjadi 3 kelompok yaitu

1) Limbah padat: limbah padat basah dan limbah padat kering


Limbah padat bersifat basah dan dihasilkan oleh usaha perikanan
berupa potongan-potongan ikan yang tidak dimanfaatkan. Limbah ini
berasal dari proses pembersihan ikan sekaligus mengeluarkan isi perutnya
yang berupa jerohan dan gumpalan-gumpalan darah. Selain itu, limbah ini
juga berasal dari proses cleaning, yaitu membuang kepala, ekor, kulit, dan
bagian tubuh ikan yang lain, seperti sisik dan insang (Setiyawan, 2010).
Karena proses ini melibatkan banyak aktifitas yang lain, maka juga
dihasilkan limbah padat yang kering berupa sisa/potongan karton
kemasan, plastik, kertas, kaleng, tali pengemas, label kemasan dan
potongan sterofoam, dan sebagainya. Kondisi limbah padat kering ini
dapat dalam keadaan bersih (belum terkontaminasi oleh bahan lain)
maupun sudah dalam keadaan terkontaminasi oleh bahan lain seperti
ikan/udang, bahan pencuci produk, darah, dan lendir ikan (Dwicaksono et
al. 2013).
Menurut Dewantoro(2003) komposisi limbah padat usaha
perikanan terdiri dari: (1) Daging merah sebanyak 25%, (2) Bone (kepala,
duri, ekor) sebanyak 55%, (3) Isi perut (jerohan dan darah) sebanyak 15%
dan (4) Karton, plastik, dan lain-lain sebanyak 5%.
Limbah berupa daging merah, bone (kepala, duri, ekor), isi perut,
dan karton atau plastik tersebut akan menimbulkan masalah yang serius
terhadap lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik. Permasalahan
yang mungkin timbul adalah adanya bau amis dari potongan ikan yang
disertai bau busuk karena proses pembusukan sehingga mengundang
datangnya berbagai vector penyakit diantaranya lalat dan tikus (Fitria,
2008).

2) Limbah cair

Limbah cair dari hasil perikanan dapat berupa sisa cucian


ikan/udang, darah dan lendir ikan, yang banyak mengandung minyak ikan
sehingga menimbulkan bau amis yang menyengat. Limbah cair ini
merupakan limbah yang dominan dari usaha perikanan karena selama
proses, membutuhkan air dalam jumlah yang cukup banyak. Limbah cair
juga berasal dari sanitasi dan toilet pada lokasi usaha tersebut (Gintings,
1992).

3) Limbah hasil samping

C. Sifat/ Karakteristik Limbah Industri Hasil Perikanan

Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang

dari suatu sumber aktivitas manusia maupun proses alam dan belum

mempunyai nilai ekonomis, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi negatif

karena penanganan untuk membuang atau membersihkan memerlukan biaya

yang cukup besar disamping dapat mencemari lingkungan. Menurut Laksmi

dan Rahayu (1993) penanganan limbah yang kurang baik merupakan

masalah di dalam usaha industri termasuk industri perikanan yang

menghasilkan limbah pada usaha penangkapan, penanganan, pengangkutan,

distribusi, dan pemasaran. Limbah sebagai buangan industri perikanan

dikelompokkan menjadi tiga macam berasarkan wujudnya yaitu limbah cair,

limbah padat, dan limbah gas. Limbah cair adalah bahan-bahan pencemar

berbentuk cair. Air limbah adalah air yang membawa sampah (limbah)dari

rumah tinggal, bisnis, dan industri yaitu campuran air dan padatan terlarut

atau tersuspensi dapat juga merupakan air buangan dari hasil proses yang

dibuang ke dalam lingkungan. Limbah cair yang dihasikan oleh industri

pengolahan ikan mempunyai pH mendekati 7 (netral), yang disebabkan oleh

adanya dekomposisi bahan-bahan yang mengandung protein dan banyaknya

senyawa-senyawa amonia.
Kandungan limbah cair industri perikanan tergantung pada derajat

kontaminasi dan juga mutu air yang digunakan untuk proses (Gonzales dalam

Heriyanto, 2006). Bau yang timbul dari limbah cair perikanan disebabkan

oleh dekomposisi bahan- bahan organik yang menghasilkan senyawa amina

mudah menguap, diamina dan amoniak. Limbah cair industri perikanan

memiliki kandungan nutrien, minyak, dan lemak yang tinggi sehingga

menyebabkan tingginya nilai COD (Chemical Oxygen Demand), terutama

berasal dari proses penyiangan usus dan isi perut serta proses pemasakan

(Mendezet a1, 1992 dalam Sari, 2005).

Limbah perikanan berbentuk padatan, cairan dan gas. Limbah tersebut

ada yang berbahaya dan sebagian lagi beracun. Limbah padatan memiliki

ukuran bervariasi, mulai beberapa mikron hingga beberapa gram atau

kilogram. Ikan rucah, yang jumlahnya banyak, merupakan limbah dengan

bobot mencapai ratusan kilogram atau ton. Beberapa limbah padatan masih

dapat dimanfaatkan dan sisanya tidak dapat dimanfaatkan dan berpotensi

sebagai pencemar lingkungan.

Jelas terlihat bahwa kualitas limbah sangat ditentukan

oleh volume, kandungan bahan pencemar dan frekuensi pembuangan limbah.

Volume limbah berkaitan dengan kemampuan alam untuk mendaur ulangnya.

Peningkatan volume limbah akan meningkatkan beban siklus alami, terutama

peningkatan yang berlangsung secara cepat. Bahan pencemar yang

terkandung didalam limbah berpengaruh terhadap kualitas limbah. Bahan

pencemar berupa bahan organik relatif tidak berbehaya dibandingkan dengan


logam berat. Demikian pula bahan pencemar yang berupa senyawa beracun.

Keberadaan limbah di lingkungan dapat diamati berdasarkan indikator

tertentu, seperti perubahan pH (tingkat Keasaman),perubahan warna atau

timbulnya endapan.

Perubahan pH terjadi karena perubahan konsentrasi ion hidrogen

dalam air. Kriteria air yang memenuhi syarat bagi kehidupan memiliki pH

netral dengan kisaran nilai 6.5 7.5. Limbah industri yang belum diolah

memiliki pH asam (<7) atau basa (>7). Bila memasuki perairan dalam jumlah

besar, limbah industri akan mempengaruhi pH perairan sehingga akan

mengganggu kehidupan organisme didalamnya Air bersih umumnya bening

tidak berwarna. Perubahan warna dimungkinkan karena masuknya limbah.

Dengan demikian, perubahan warna air dapat digunakan sebagai indikator

masuknya limbah. Selain warna, timbulnya bau pada air merupakan indikator

terjadinya pencemaran oleh limbah. Air yang bau dapat berasal dari limba

industri atau dari hasil degradasi bahan organik oleh mikroba. Mikroba

pembusuk yang hidup dalam media budidaya ikan akan mengubah organik

menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Limbah berbentuk padat

umumnya mengendap di dasar perairan. Limbah padat dapat berupa limbah

organik dan anorganik. Apabila tidak ditangani secara baik, limbah padat

akan mengendap di dasar perairan. Limbah cair industri perikanan

mengandung bahan organik yang tinggi. Tingkat pencemaran limbah cair

industri pengolahan perikanan sangat tergantung pada tipe proses pengolahan

dan spesies ikan yang diolah.


Menurut River et al., (1998) jumlah debit air limbah pada efluen

umumnya berasal dari proses pengolahan dan pencucian. Setiap operasi

pengolahan ikan akan menghasilkan cairan dari pemotongan, pencucian, dan

pengolahan produk. Cairan ini mengandung darah dan potongan-potongan

kecil ikan dan kulit, isi perut, kondensat dari operasi pemasakan, dan air

pendinginan dari kondensor. Selanjutnya River et al., (1998) menyatakan

bahwa bagian terbesar kontribusi beban organik pada limbah perikanan

berasal dari industri pengalengan dengan beban COD 37,56 kg/m3 disusul

oleh industri pengolahan fillet ikan salmon yang menghasilkan beban limbah

1,46 kg COD/m. Kemudian industri krustasea dengan beban COD yang

kecil. Perbandingan beban organik yang disumbangkan oleh industri

pengalengan, pemfiletan salmon dan krustasea adalah 74,3%, 21,6% dan

4,1%. Peneliti yang lain juga melaporkan hal yang sama dengan indikator

beban pencemar organik yang lain yang berasal dari industri pengolahan

perikanan.

Dalam beban cemaran organik yang tinggi terkandung senyawa

nitrogen yang tinggi yang merupakan protein larut air setelah mengalami

leaching selama pencucian, defrost dan proses pemasakan (Battistoni et al.,

1992, Mendez et al., 1992; Veranita, 2001). Limbah cair ini dikeluarkan

dalam jumlah yang tidak sama setiap harinya. Pada waktu tertentu dalam

jumlah yang banyak tetapi encer terutama mengandung protein dan garam.

Pada waktu yang lain dikeluarkan limbah cair dalam jumlah sedikit tetapi
pekat yang mengandung protein dan lemak. Beban limbah cair tersebut

berbeda-beda tergantung jenis pengolahannya.

D. Penanganan Limbah Perikanan

Limbah hasil perikanan dapat berbentuk padatan, cairan atau gas.


Limbah berbentuk padat berupa potongan daging ikan, sisik, insang atau
saluran pencernaan. Limbah ikan yang berbentuk cairan antara lain darah,
lendir dan air cucian ikan. Sedangkan limbah ikan yang berbentuk gas adalah
bau yang ditimbulkan karena adanya senyawa amonia, hidrogen sulfida atau
keton.
Berbagai teknik penanganan dan pengolahan limbah telah
dikembangkan. Masing-masing jenis limbah membutuhkan cara penanganan
khusus, berbeda antara jenis limbah yang satu dengan limbah lainnya. Namun
secara garis besarnya, teknik penanganan dan pengolahan limbah dapat dibagi
menjadi penanganan dan pengolahan limbah secara fisik, kimiawi, dan
biologis.

1) Secara Fisik

Penanganan dan pengolahan limbah secara fisik dilakukan untuk


memisahkan antara limbah berbentuk padatan, cairan dan gas.
Penanganan dan pengolahan limbah secara fisik mampu melakukan
pemisahan limbah berbentuk padat dari limbah lainnya. Limbah padatan
akan ditangani atau diolah lebih lanjut sehingga tidak menjadi bahan
cemaran, sedangkan limbah cair dan gas akan ditangani atau diolah
menggunakan teknik kimiawi dan biologis.
Secara fisik, penangan limbah dilakukan menggunakan penyaring
(filter). Bentuk saringan disesuaikan dengan kondisi dimana limbah
tersebut ditangani. Panyaring yang digunakan dapat berbentuk jeruji besi
atau saringan.
2) Secara Kimiawi

Penanganan dan pengolahan limbah secara kimiawi dilakukan


dengan menggunakan senyawa kimia tertentu untuk mengendapkan
limbah sehingga mudah dipisahkan. Pada limbah berbentuk padat,
penggunaan senyawa kimia dimaksudkan untuk menguraikan limbah
menjadi bentuk yang tidak mencemari lingkungan.

3) Secara Biologis

Pengolahan limbah secara biologis dilakukan dengan


menggunakan tanaman dan mikroba. Jenis tanaman yang digunakan dapat
berupa eceng gondok, duckweed, dan kiambang. Jenis mikroba yang
digunakan adalah bakteri, jamur, protozoa dan ganggang. Pemilihan jenis
mikroba yang digunakan tergantung dari jenis limbah. Bakteri merupakan
mikroba yang paling sering digunakan pada pengolahan limbah secara
biologis. Bakteri yang digunakan bersifat kemoheterotrof dan
kemoautotrof. Bakteri kemoheterotrof memanfaatkan bahan organisk
sebagai sumber energi, sedangkan bakteri kemoautotrof memanfaatkan
bahan anorganik sebagai sumber energi.
Jamur yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan limbah
secara biologis bersifat nonfotosintesa dan bersifat aerob. Protozoa yang
digunakan dalam penanganan dan pengolahan limbah bersel tunggal dan
memiliki kemampuan bergerak (motil). Ganggang digunakan pada
penanganan dan pengolahan limbah secara biologis karena memiliki sifat
autotrof dan mampu melakukan fotosintesa. Oksigen yang dihasilkan dari
fotosintesa dapat dimanfaatkan oleh mikroba.

You might also like