Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Dalam suatu habitat, selain terdapat berbagai jenis makhluk hidup
terdapat juga benda-benda seperti air, tanah, pasir, cahaya, matahari, dan
udara. Di antara anggota komunitas dan benda-benda tersebut terjadi
hubungan yang saling mempengaruhi. Kesatuan ini membentuk sistem
ekologi atau disebut ekosistem. Ekosistem dibedakan menjadi dua macam
yaitu : Ekosistem Alami & Ekosistem Buatan yaitu ekosistem yang terjadi
karena buatan manusia.
Ekosistem darat adalah ekosistem yang lingkungan fisiknya berupa
daratan. Berdasarkan letak geografis (garis lintang) ekosistem darat
dibedakan menjadi beberapa bioma yaitu bioma gurun, bioma savanah,
bioma padang rumput, bioma hutan hujan tropis, bioma hutan gugur ,
bioma hutan konifer (taiga), bioma tundra, bioma karst.
Bioma adalah sekelompok hewan dan tumbuhan yang tinggal di
suatu lokasi geografis tertentu. Bioma darat (terrestrial) seringkali dinamai
sesuai ciri fisik atau iklim utama dan jenis vegetasi dominannya. Sebagai
contoh, padang rumput temperat didominasi oleh berbagai spesies rumput
dan umumnya ditemukan pada garis lintang pertengahan, dimana iklim
lebih sedang dibandingkan dengan daerah tropis dan daerah
kutub. Masing-masing bioma juga ditandai oleh mikroorganisme, fungi,
dan hewan yang beradaptasi terhadap lingkungan tersebut.
b. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ekosistem darat, deforstasi, degradasi
lahan dan keanekaragaman hayati ?
2. Apa saja issu yang terjadi pada ekosistem darat, deforestasi,
degradasi lahan dan keanekaragaman hayati ?
c. Tujuan
1. Untuk mengetahui ekosistem darat, deforstasi, degradasi lahan
dan keanekaragaman hayati
iii
2. Untuk mengetahui issu yang terjadi pada ekosistem darat,
deforestasi, degradasi lahan dan keanekaragaman hayati
iii
B. DEFINISI
a. Ekosistem Darat ialah ekosistem yang lingkungan fisiknya berupa
daratan. Berdasarkan letak geografisnya (garis lintangnya).
b. Deforestasi adalah proses penghilangan hutan alam dengan cara
penebangan untuk diambil kayunya atau mengubah peruntukan lahan
hutan menjadi non-hutan. Bisa juga disebabkan oleh kebakaran hutan baik
yang disengaja atau terjadi secara alami. Deforestasi mengancam
kehidupan umat manusia dan spesies mahluk hidup lainnya.
c. Degradasi lahan adalah proses di mana kondisi lingkungan biofisik
berubah akibat aktivitas manusia terhadap suatu lahan. Perubahan kondisi
lingkungan tersebut cenderung merusak dan tidak diinginkan.
iii
C. ISSU BERITA YANG TERJADI PADA EKOSISTEM DARAT,
DEFORESTASI, DEGRADASI LAHAN DAN KEANEKARAGAMAN
HAYATI.
a. Ekosistem Darat
iii
Keberadaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dipercaya dapat
memperbaiki tata kelola hutan di Indonesia, seperti diungkapkan para panelis
dalam diskusi Policy Practice Forum (PPF): Tantangan dalam Pembangunan
KPH yang diselenggarakan oleh The Nature Conservancy (TNC) Indonesia di
Jakarta, baru-baru ini.
Dalam sambutannya, Penasihat Senior untuk Kebijakan Teresterial TNC
Indonesia Wahjudi Wardojo mengatakan, KPH adalah isu yang sangat penting
untuk sektor kehutanan di Indonesia. Sejak tahun 80-an saat Kementerian
Kehutanan dipimpin oleh Soedjarwo isu ini telah mendapatkan perhatian
pemerintah.
Menurut dia, pemerintah sebenarnya telah memiliki tekad kuat untuk
melakukan penegasan terhadap peran tata kelola kehutanan dan melihat peran
KPH sangat vital dalam mewujudkan hal ini.
Kami melihat KPH dapat menjadi ujung tombak pengelolaan hutan di
Indonesia yang dapat menyelesaikan berbagai persoalan di tingkat tapak antara
pemangku kepentingan yang ada, ungkap Ir Drasospolino MSc, Direktur
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan dalam sambutannya.
Ia kemudian menjelaskan bahwa saat ini pemerintah sedang menggodok
beberapa regulasi untuk mendukung peran KPH. Saat ini sedang dibahas
Peraturan Menteri LHK mengenai kerja sama pemanfaatan hutan di KPH-
Lindung dan KPH-Produksi dengan fokus pada masyarakat setempat dan swasta,
tambahnya lagi.
Prof Dr Ir Bramasto Nugroho MS dari Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor (IPB) yang menjadi moderator diskusi ini menyebut, karena
sebagian besar hutan milik publik, maka KPH penting untuk menghadirkan
manajemen yang efektif, membangun jaringan antarpemangku kepentingan, dan
menggugah political interest dari pihak terkait dengan narasi yang bisa diterima.
Kemudian, Ir Haryanto R Putro MS dari IPM yang menjadi panelis
menyampaikan bahwa di tingkat tapak kebanyakan KPH hadir di sebuah kawasan
dengan banyak fungsi dan aktor yang hadir secara legal maupun ilegal.
iii
Peran KPH sangat strategis dalam menjaga kelestarian hutan. Sayangnya
sinergi antara pemerintah pusat dan daerah terkait pembagian kewenangan belum
terjadi, tutur Haryanto. Ia kemudian bercerita tentang beberapa contoh KPH yang
berhasil, di antaranya yang ada di Provinsi Kalimantan Timur.
Pengamat KPH dari TNC Agus Loekman melihat setidaknya ada lima
masalah utama yang dihadapi oleh KPH. Yang pertama adalah bagaimana KPH
dapat mengelola konflik dengan masyarakat di dalam dan sekitar hutan.
Berikutnya adalah bagaimana mewujudkan pembentukan engelolaan KPH dalam
keterbatasan sumberdaya. Mewujudkan hubungan harmonis dengan emerintah
daerah dan pusat juga menjadi tugas berat dari KPH.
Sinergi antarpelaku engelolaan hutan di dalam wilayah KPH dan
bagaimana penilaian kinerja pengelolaan hutan lestari di tingkat KPH adalah dua
permasalahan lain yang diangkat oleh TNC.
Dalam diskusi ini TNC menyampaikan beberapa rekomendasi terkait
KPH, di antaranya pembentukan komite independen untuk menyelesaikan akar
permasalahan KPH, dokumentasi proses dan hasil penyelesaian yang terbuka bagi
publik serta pembuatan peta jalan untuk pembangunan KPH.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagaimana dirancang
dalam RPJMN 2010- 2014 telah menetapkan 530 unit Kesatuan Pengelolaan
Hutan Lindung (KPH-L)/ Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPH-P) dan 70
unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPH-K) di seluruh Indonesia.
Sebagai upaya operasionalisasi KPH, telah ditetapkan 120 unit KPHL/
KPHP Model dari 600 unit KPH tersebut dan Pemerintah telah memberikan
stimulant untuk percepatan proses operasionalisasi KPH di lapangan berupa
fasilitas penyiapan kelembagaan, sosialisasi, tata hutan dan penyusunan RPHJP,
penyiapan SDM, pelatihan, serta sarana dan prasarana fisik dasar KPH.
Namun demikian dari 430 KPH yang terbentuk di 34 provinsi maka baru
44 unit KPH (10%) yang memiliki SK Kelembagaan pada tingkat provinsi dan
136 unit KPH ditingkat Kabupaten (32%) yang memiliki SK Kelembagaan.
Selanjutnya 82 unit KPH atau 19% yang sudah menyusun RPH-JP. Dari sisi
iii
pendanaan maka sejumlah 118 unit KPH atau 27% yang dianggarkan dari APBN/
DAK dan sejumlah 41 unit KPH atau 10% yang didanai dari APBD.
PPF adalah kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh TNC Indonesia
sebagai forum diskusi antara pembuat kebijakan, pelaku usaha dan pemangku
kepentingan lainnya. Hasilnya akan disusun sebagai rekomendasi TNC Indonesia
kepada Pemerintah Indonesia untuk kebijakan yang terkait dengan lingkungan.
The Nature Conservancy adalah organisasi konservasi global yang
bertujuan melindungi darat dan perairan tempat semua kehidupan bergantung.
Dengan pendekatan sains, kami menciptakan solusi inovatif dan membumi untuk
menghadapi tantangan yang semakin berat sehingga alam dan manusia dapat
tumbuh bersama.
Kami mencari solusi untuk perubahan iklim, melindungi darat, laut, dan
samudera dalam skala yang sangat besar, dan membantu membuat kota-kota lebih
lestari. Bekerja di lebih dari 69 negara, kami menggunakan pendekatan
kolaboratif yang menghubungkan komunitas lokal, pemerintah di berbagai
tingkatan, swasta, dan mitra lainnya.
Ilustrasi. Atlet Paramotor Tebar Biji Pohon Penghijauan. Dua atlet paramotor
menyebarkan biji pohon penghijauan di lereng perbukitan Rahtawu, Gebog, Kudus,
Jawa Tengah, Rabu (18/11/2015). Sebanyak 411 kg biji aneka jenis pohon penghijauan
seperti biji pohon mahoni, trengguli, randu, kenari, salam, asem, akasia serta trembesi
iii
ditebar oleh atlet paramotor sebagai upaya penghijauan kembali lereng gunung Muria.
(ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)
"Diprediksikan, pada tahun 2050 panas bumi bisa naik mencapai 2 derajat
Celcius. Untuk itu saya mengajak seluruh masyarakat Kalbar agar bisa menanam
pohon di rumahnya, untuk mencegah hal itu terjadi," kata Cornelis, dalam
kegiatan Hari Menanam Pohon Indonesia, di Kecamatan Mandor, Senin.
Menurut dia, tidak ada cara lain untuk mengantisipasi naiknya panas bumi
selain menanam pohon yang merupakan upaya menyelamatkan bumi, menjaga
keanekaragaman hayati, menghemat dan menumbuhkan mata air yang baru yang
memberikan oksigen bagi kehidupan.
Tujuan utamanya menahan laju kenaikan suhu bumi untuk tidak lebih dari 2
derajat Celcius. Atau sedapatnya minimal menekan hingga 1,5 derajat Celcius
langkah utamanya adalah mitigasi dan adaptasi serta mitigasi mengurangi emisi
karbon dari deforestasi hutan.
"Ini sangat penting dan sangat relevan dengan upaya menanam pohon,
menghutankan kembali. Kembalikan hutan kita dan hutankan halaman rumah kita.
Jaga pohon dengan pohon buah-buahan, pohon serbaguna." ujar Cornelis.
Hadir dalam peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam
Nasional, tersebut Ketua Tim Penggerak PKK provinsi Kalbar, Forkompinda
iii
Kalbar, SKPD, Bupati Mempawah dan Bupati Landak, jajaran DPRD Provinsi
Kalbar dan DPRD Landak. Komunitas pencinta Alam, pelajar dan masyarakat
sekitar.
Dia mengingatkan agar masyarakat sekitar Bukit Suharto tidak menjual tanah
yang menjadi aset pemerintah Provinsi Kalbar.
"Mari kita tanami pohon sebanyak-banyaknya jadikan rumah kita hutan kita
begitu pula sebaliknya." ujar Cornelis, sambari mengajak semua Bupati, walikota,
masyarakat, LSM, bersama-sama menanam pohon kembali.
iii
b. Deforestasi
Artikel ini disusun bersama Carita Chan, intern di Forest Initiative WRI.
Pertemuan ini terjadi tiga tahun setelah Consumer Goods Forum (CGF),
sebuah forum yang beranggotakan 400 perusahan barang konsumsi terbesar di
dunia dari 70 negara, mengumumkan komitmen mereka untuk menggunakan
hanya komoditas yang bebas deforestasi (deforestation-free) dalam rantai pasokan
iii
mereka dan membantu usaha untuk mencapai tingkat deforestasi sebesar nol
persen pada tahun 2020. TFA 2020,
iii
mengembangkan kelapa sawit. Ini merupakan kesempatan yang sangat luar
biasa untuk memenuhi target produksi komoditas sekaligus menghormati
komitmen CGF untuk mengatasi deforestasi.
2) Pengawasan Hutan
iii
terhadap kedua komoditas tersebut, dan di masa lalu, produksi seringkali
mengorbankan hutan.
iii
verifikasi hukum kayu secara nasional. Di tingkat internasional, Forest
Stewardship Council (FSC) dan Programme for the Endorsement of Forest
Certification (PEFC) merupakan standar sertifikasi yang cukup dikenal dan
dilakukan secara sukarela yang menjadi pedoman perusahaan untuk
mencapai best practices.
c. Degradasi Lahan
iii
Indonesia mengalami kritis lahan atau degradasi lahan. Pemerintah berupaya
mengembalikan lahan kritis tersebut untuk menjadi lahan yang prima.
Hal tersebut diungkapkan oleh Dirjen Pengendalian DAS dan Hutan
Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Hilman Nugroho
dalam seminar Nasional VIIi dan Kongres IX Masyarakat Konservasi Tanah dan
Air Indonesia di Hotel Horison, Jalan Pelajar Pejuang, Kota Bandung, Selasa
(6/12/2016).
"Di Indonesia terdapat 24.303.294 hektar lahan yang kritis, yang meliputi
kawasan hutan seluas 15.586.940 hektar dan di luar kawasan hutan seluas
8.716.354 hektar," ungkapnya.
Untuk menyelesaikannya butuh waktu 48 tahun dengan menggunakan
dana dari APBN dan APBD. "Kemampuan negara untuk merehabilitasi hutan dan
lahan hanya 500 ribu hektar pertahun. Gambarannya dari dana APBN itu hanya
300 ribu hektar pertahun dan dari APBD hanya 200 hektar pertahun. Kalau ini
diteruskan ini 48 tahun penyelesaiannya," terang Hilman.
Saat ini, lanjut Hilman, Pemerintah Indonesia tengah berupaya keras untuk
mengatasi degradasi hutan dan lahan. Berbagai program telah dilakukan oleh
pemerintah seperti program reboisasi dan penghijauan, gerakan rehabilitasi hutan
dan lahan, dan penanaman satu miliar pohon.
"Nah sekarang bagaimana untuk mempercepat agar mengembalikan
produksi lahan kritis menjadi lahan prima itu jangan sampai 48 tahun, tapi cukup
hanya 10 sampai 20 tahun saja," ujar Hilman.
Namun kemampuan pemerintah sangat terbatas. "Partisipasi masyarakat
sangat dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan seperti ini," tandasnya.
Di tempat yang sama, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyoroti
pembangunan yang ada saat ini, yang tidak ramah lingkungan. "Karena semua
berasal dari lingkungan, itu artinya pembangunan harus ramah dengan
lingkungan, termasuk kebutuhan kita seperti pangan itu semua dari sana," kata
dia. Untuk saat ini komitmen menjaga lingkungan bukan sekedar memelihara saja.
Namun, bagaimana cara menyelamatkan lingkungan.
iii
"Komitmen kita bukan sebagai perhatian terhadap lingkungan tapi
bagaimana lagi untuk menyelamatkan bumi dan air. Juga keyakinan untuk
menyelamatkan lingkungan di bumi ini. Kalau hutan rusak air juga ikut rusak
dampaknya kita juga akan kena," katanya.
Saat ini masih banyak perusahaan yang berdiri di pinggir aliran sungai
dikategorikan sebagai perusahaan yang tidak ramah lingkungan. Banyak dari
mereka membuang limbah industrinya ke aliran sungai.
"Tak sedikit perusahaan yang berdiri di aliran sungai, contohnya seperti di
Sungai Citarum limbahh industri banyak membuang limbahnya ke sana (sungai).
Mari kita selamatkan bumi ini, mengelola dan melestarikan air untuk kehidupan
masa depan anak dan bumi kita," tanda
iii
Suasana seminar bertema Swasembada Pangan Nasional membahas tentang
kedaulatan pangan Indoneisa yang diseleggarakan di Universitas Padjadjaran
(Unpad), Sumedang, Jabar Jumat (19/08/2016). Acara tersebut mengundang
pihak pemerintah, akademisi dan pengusaha untuk mengkolaborasi ide serta
gagasan untuk menyikapi fenomena degradasi lahan pertanian. Foto : Donny
Iqbal
iii
potensi genetik tanaman tentunya adalah tidak bisa. Maka, sumber daya lahan
harus di optimalkan, katanya.
iii
Plang bertulis tidak dijual ditancapkan di lahan pesawahan di Jalan
Soekarno Hatta Gede Bage, Kota Bandung, Sabtu, (13/08/2016). Sebagian
kalangan menilai lahan pertanian perlu dipertahankan sebagai penyeimbang
ekosistem ditengah konversi lahan untuk pembangunan. Foto : Donny Iqbal
Dengan kondisi demikian, maka ada tiga hal yang perlu dilakukan untuk
merealisasikan swasembada pangan, yaitu intensifikasi di lahan pertanian
eksisting, perluasan lahan, dan pengendalian konversi lahan pertanian, termasuk
perbaikan pemupukan menuju pemupukan berimbang, ujar Syakir.
Guru Besar Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Unpad, Hidayat Salim,
menilai penyusutan lahan pertanian bukan masalah apabila peningkatan produksi
pertanian bisa ditingkatkan.
iii
Dulu tahun 1972, luas pengairan waduk Jati Luhur (Purwakarta) 270 ribu
hektar dengan produksi panen 2 ton/hektar. Kini lahan irigasinya tersisa 114 ribu
hektar dan rata rata produksinya 6 7 ton/hektar di Jawa Barat, ungkapnya di
acara yang sama.
Kalo tanah sakit pasti berpengaruh pada produktifitas. Maka dari itu
kami mengembangkan pupuk dengan kandungan 500 kg organik, 300 kg NPK,
iii
200 kg urea, supaya pemupukan berimbang bisa berjalan dengan baik, ucap
Rahmat.
iii
DPR telah mengesahkan sejumlah undang-undang guna mendukung
pertanian berkelanjutan dan konservasi tanah dan air di Indonesia. Namun hal ini
harus menjadi usaha kolaboratif antara pemerintah, pelaku usaha, penyuluh
pertanian, hingga petani, juga masyarakat, ujar Herman.
d. Keanekaragaman Hayati
MARGASATWA BURUNG INDONESIA DIJARAH UNTUK
MEMASOK PASAR-PASAR BURUNG DI JAWA
iii
Menjual Kepunahan - Perdagangan Burung di Jawa Timur dan Jawa
Bagian Tengah (PDF, 3 MB) melaporkan bahwa 28 dari 241 spesies yang
diperdagangkan dilindungi sepenuhnya oleh hukum Indonesia, yang berarti
larangan terhadap semua kegiatan perburuan dan perdagangan. Spesies yang
dilindungi ini mencakup tujuh ekor Jalak Putih (Acridotheres melanopterus),
spesies yang kritis terancam punah (Critically Endangered) yang hanya ditemukan
di Pulau Jawa dan Bali, dan seekor Poksay Kuda (Garrulax rufifrons), spesies
yang terancam punah (Endangered) yang hanya ditemukan di Pulau Jawa.
Burung asli Indonesia hanya boleh ditangkap sesuai dengan jumlah kuota
yang dialokasikan oleh pihak berwajib. Akan tetapi, tidak ada kuota semacam ini
yang telah diberikan, kecuali untuk beberapa tujuan penggunaan, misalnya bila
burung yang ditangkap digunakan sebagai stok pembiakan untuk usaha
penangkaran komersial.
Besarnya skala perdagangan ini sangat mencengangkan. Hampir semua
burung-burung ini adalah spesies asli Indonesia, 15% di antaranya tidak dapat
ditemukan di tempat lain di bumi ini perkiraan nasib bagi beberapa populasi
burung liar Indonesia sangat mengkhawatirkan, ujar Serene Chng, Programme
Officer TRAFFIC dan salah satu penulis laporan terbaru ini.
Survei ini melengkapi sebuah inventarisasi serupa yang dilakukan di
Jakarta pada tahun 2014, yang mencatat 19.036 ekor burung yang dijual dalam
periode tiga hari, dan memperkuat ancaman terhadap burung liar di Indonesia,
negara yang memiliki jumlah terbesar spesies burung yang terancam di Asia.
Bila dibandingkan dengan kondisi pasar-pasar burung di Jakarta, survei ini
mencatat lebih banyak spesies-spesies dan subspesies endemik Indonesia,
terutama dari Indonesia timur, di pasar-pasar burung di Jawa bagian tengah dan
timur.
Sebagian besar burung yang ditemukan dijual di pasar-pasar ini
seharusnya tidak berada di pasar tersebut, ungkap Dr. Chris R. Shepherd,
Regional Director TRAFFIC di Asia Tenggara.
iii
Pemerintah Indonesia harus mengambil tindakan tegas terhadap para
pedagang yang terlibat ini adalah waktunya untuk menghentikan perdagangan
burung ilegal di Indonesia untuk selamanya.
TRAFFIC juga menghimbau Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan
perlindungan hukum terhadap spesies yang terancam oleh kepunahan. Antara lain
mencakup Poksay Sumatera Garrulax bicolor yang perlu disertakan ke dalam
daftar spesies dilindungi dalam aturan hukum margasatwa Indonesia yang sedang
dirivisi saat ini.
Satu spesies lain yang menjadi sumber kekhawatiran adalah Cicadaun
Besar Chloropsis sonnerati, yang ditemukan dalam jumlah besar baik dalam studi
ini maupun dalam survei sebelumnya di Jakarta, sementara lebih dari seribu
tercatat dalam sejumlah penyitaan yang berlangsung pada akhir tahun 2015.
iii
Trenggiling merupakan satwa yang aktif di malam hari (nocturnal) dan
biasanya hidup soliter (sendiri) namun ada pula yang ditemukan berpasangan.
Tempat hidup berada dilubang-lubang yang dibuat misalnya di batang-batang
pohon. Makanan utamanya berupa rayap dan semut atau serangga dengan
menggunakan lidahnya yang berselaput lendir (Masyud et al, 2011).
iii
Setidaknya pada tahun 2012 petugas menemukan 4.124,12 kg daging beku
dan 31,36 kg sisik trenggiling yang jika dikalkulasikan ada kerugian Negara
sekitar Rp8,23 miliar dalam bentuk daging siap saji di China (Hamzah, 2012).
Beberapa satwa hasil sitaan yang hidup dilepasliarkan kembali ke alam. Seperti
halnya, di Medan, pada tahun 2012 yang lalu 60 ekor trenggiling dilepasliarkan
kembali ke habitat alaminya. Pada tahun 2013, diamankan 29 trenggiling dari
Ketapang, tahun 2015 yang lalu juga ada upaya penyelundupan 445 trenggiling
melalui bandara Juanda. Kejadian tersebut terus berjalan hingga saat ini.
iii
Pada tahun 2016 ini, tercatat beberapa temuan dari pihak berwajib dimana
di Kapuas Hulu diamankan 15 ekor trenggiling, selain itu pada tahun yang sama
ditemukan pula awetan trenggiling sebanyak 657 ekor tanpa sisik di Jombang.
Data dari WCU menunjukkan bahwa pada tahun 2015 setidaknya telah
diamankan barang bukti trenggiling sebanyak 1.524 individu sedangkan barang
bukti sisik sebanyak 77 kg. Sedangkan pada tahun 2016, barang bukti trenggiling
yang diamankan sebanyak 1.584 ekor dan 282 kg sisik, serta 120 sisik trenggiling.
iii
memberikan pilihan bagi Negara-negara anggota CITES bila suatu saat akan
dipertimbangkan untuk dimasukkan Appendix 2 atau bahkan Appendix 1.
iii
keberhasilan. Indonesia, seperti dikutip dari grinners.co menolak usulan Appendix
1 untuk trenggiling karena dalam PP N0.7/1999 sudah melindungi trenggiling dan
menerapkan zero kuota atau tidak boleh diperdagangkan sama sekali.
657 ekor trenggiling beku tanpa sisik dalam 5 freezeer ini disita polisi dari rumah
pelaku di Jombang, sekarang diamankan di Mapolda Jawa Timur. Foto: Petrus
Riski
iii
dipublikasikan sehingga benar bahwa penangkaran menghasilkan turunan yang
berkontribusi untuk populasi.
Oleh karena itu, perlu ditinjau ulang terhadap upaya penangkaran. Upaya
penegakan hukum terhadap perdagangan/penyelundupan satwa masih tergolong
rendah, baik hukuman maupun dendanya, sehingga belum memungkinkan
terjadinya efek jera bagi pelaku.
iii
pihak, bahkan di luar Negara Asean. Kerjasama internasional selain di Asean
mutlak diperlukan, terutama dalam upaya penangkal perdagangan illegal
trenggiling ini.
Penegakan hukum menjadi salah satu kunci yang penting untuk menekan
penyusutan populasi dan ancaman terhadap trenggiling yang bernasib pahit ini.
Diharapkan dengan hukuman dan denda maksimal akan dapat membantu
pengurangi ancaman terhadap trenggiling di masa depan.
Menjaga habitat dan satwanya lebih aman merupakan tindakan yang lebih
baik, namun demikian jika memang akan diarahkan ke penangkaran yang belum
menunjukkan keberhasilan yang signifikan maka perlu memperhatikan dan
memastikan pengangkaran memiliki kaidah (syarat/kriteria) yang ketat dalam
pengadaan bibit. Karena dari penangkaran yang ada di Sumut pada tahun 2010
tersebut menunjukkan trend kematian yang cenderung naik.
iii
D. PENUTUP
a. Kesimpulan
Ekosistem Darat ialah ekosistem yang lingkungan fisiknya berupa
daratan. Berdasarkan letak geografisnya (garis lintangnya).
iii
Bisa juga disebabkan oleh kebakaran hutan baik yang
disengaja atau terjadi secara alami.
B. SARAN
Dari tulisan paper yang kami buat, kami berharap dapat menambah
pengetahuan kepada teman-teman, agar dapat mengetahui mengenai Ekosistem
Darat, Deforestasi, degradasi lahan dan keanekaragaman hayati. Kami juga
berharap, bahwa kita sebagai generasi penerus, tidak hanya membaca buku satu
saja tapi lebih banyak buku mengenai radiasi benda hitam,sehingga dengan begitu
akan semakin banyak ilmu dan pengetahuan yang dapat kita peroleh.
iii
DAFTAR PUSTAKA
http://hmdassuja.blogspot.com/2013/04/ekosistem-ekosistem-darat.html
http://jujubandung.wordpress.com/2012/10/18/upaya-pelestarian-lingkungan/
Sawitri, R., et al. 2012. Perilaku Trenggiling (Manis javanica Desmarest, 1822) di
http://www.wri-indonesia.org/id/blog/3-ways-achieve-zero-tropical-deforestation
2020
iii
http://hmdassuja.blogspot.co.id/2013/04/ekosistem-ekosistem-darat.html
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
A. Pendahuluan........................................................................................1
a. Latar Belakang...............................................................................1
b. Rumusan Masalah..........................................................................1
c. Tujuan............................................................................................2
B. Definisi.................................................................................................3
a. Ekosistem Darat.............................................................................3
b. Deforestasi.....................................................................................3
c. Degradasi Lahan............................................................................3
d. Keanekaragaman hayati.................................................................3
C. Issu Yang Terjadi Pada Ekosistem Darat, Deforestasi,
Degradasi Lahan Dan Keanekaragaman Hayati.............................4
a. Ekosistem Darat..............................................................................4
b. Deforestasi......................................................................................10
c. Degradasi Lahan.............................................................................14
d. Keanekaragaman Hayati.................................................................21
D. Penutup................................................................................................31
a. Kesimpulan.....................................................................................31
b. Saran...............................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA
iii