You are on page 1of 30

RESUME SKENARIO 1

BLOK 18
Oleh:

Tutorial A

Rizki Wardatul M.S 122010101005


Retno Arun 122010101008
Krisnha Dian A 122010101022
Ayu Dwi M 122010101032
Raditya Rangga P 122010101033
Davina Amalia 122010101042
Rizka Kartikasari 122010101063
Ivan Kristantya 122010101064
Henggar Allest 122010101080
Habibur R.S 122010101082
Diastri Nur S.D 122010101088
Maulidah Ayuingtyas 122010101089
Dear Farah Sielma 122010101092
Yessie Elin S 122010101094
Putri Erlinda 122010101098

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2015
SKENARIO 1
BENCANA ALAM
1. SKENARIO

Bencana longsor kembali terjadi dan menimbulkan korban jiwa di Jawa Barat pada
tanggal 5/5 2015. Longsor menimbun 8 rumah dan material longsor menghantam pipa gas
energi Geothermal dan menimbulkan ledakan. Team BPBD segera bergerak cepat dan
dalam perjalanannya berkoordinasi dengan pusat pelayanan kesehatan terdekat baik
puskesmas maupun rumah sakit serta berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Tim
segera mengaktifkan SPDGT-B, dan dibantu dengan para relawan, tim segera menyisir
beberapa lokasi untuk mencari korban, memberi pertolongan awal dan merujuk ke RS
terdekat. Korban yang dirujuk masuk ke Triage-UGD RS sebuah RS tipe C. Diantara
korban tampak beberapa orang kritis. Adapun rincian korban bencana ini sebagai berikut:
1. seorang warga keturunan Iran yang terluka pada kaki dan kepalanya dan berkali-kali
berteriak memanggil petugas kesehatan, 2. seorang korban usia lanjut tampak nafas yang
tersengal sengal dengan jejas di dinding dadanya disertai ketertinggalan gerak salah satu
dinding dadanya, 3. seorang ibu muda dengan bayi menderita luka di kepala dan wajah
penuh dengan abu disertai adanya memar pada beberapa bagian tubuh dengan keadaan
tidak menangis, 4. seorang wanita hamil yang tampak lemah dengan perdarahan, 5.
seorang laki-laki muda dengan tubuh penuh debu dengan pakaian seperti terbakar disertai
kondisi lemah, 6. Seorang laki-laki yang terbaring lemah dan tampak pucat dengan perut
yang distended dan nadi yang lemah, 7. seorang korban wanita muda terbaring tidak sadar
dengan luka berat di kepala dan 8. puluhan korban dengan luka-luka ringan di bagian
tubuhnya.

Para petugas UGD RS tampak sibuk ada yang mengindentifikasi kondisi pasien, yang
meninggal, ada yang melakukan pewatan luka, dan ada melakukan resusitasi. Tampak
beberapa petugas menggunakan sarung tangan, pakaian pelindung bahkan ada yang
menggunakan masker dan kaca mata sebagai proteksi diri sesuai prinsip patient safety .
Jumlah korban yang terus bertambah membuat beberapa petugas yang terlihat
kebingungan harus menyelamatkan pasien yang mana dulu karena keterbatasan alat yang
ada.
LO:

A.TRIAGE

B. PPGD

C. SPGDT-S

D. SPGDT-B

E. ASPEK ETIK & HUKUM

F. PATIENT SAFETY
A. TRIAGE

Adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang
tersedia. Terapi berdasarkan pada prioritas ABC (Airway, Braething, Circulation). Triage juga
berlaku untuk pemilahan pendeita di lapangan atau pada keadaan bencana. Triage juga
berguna untuk menentukan rumah sakit rujukan mana yang sesuai dengan kondisi penderita

Tujuan dari triage adalah:

1. Identifikasi cepat korban yang memerlukan stabilisasi segera (perawatan di


lapangan)

2. Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan (life-


saving surgery)

Ada dua jenis keadaan yang mempengaruhi proses triase:

1. Multiple Casualties
Musibah masal dengan junlah penderita dan beratnya perlukaan tidak melampaui
kemampuan petugas dan peralatan. Dalam hal ini penderita dengan masalah yang
mengancam jiwa dan multipel trauna akan dilayani terlebih dahulu
2. Mass Casualties
Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya luka melampaui kemampuan
petugas dan peralatan. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu adalah
penderita dengan kemungkinan hidup (survival) terbesar. serta membutuhkan waktu,
perlengkapan dan tenaga paling sedikit

Prinsip seleksi korban , berdasarkan:

1. Ancaman jiwa yang dapat mematikan (dalam ukuran menit)


2. Dapat mematikan (dalam ukuran jam)
3. Rudapaksa ringan
4. Sudah meninggal

Pedoman tim penolong:

1. Pemimpin triage hanya melakukan:


- Primary survey
- Menentukan prioritas penanganan dan pemindahan
- Menentukan pertolongan apa yang harus diberikan
2. Tanggung jawab tim triage:
- Mencegah kerusakan berlanjut/bertambah
- Memilah-milah korban
- Melindungi korban

Tag triage

Adalah label berwarna dengan form data pasien yang dipakaikan oleh petugas untuk
mengidentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban yang terdiri dari
warna hitam, merah, kuning, hijau, biru, dan putih

Triage dan pengelompokan berdasarkan tagging:

1. Prioritas nol (Hitam)


Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi. Seperti:
- Henti jantung yang kritis
- trauma kepala yang kritis
- Radiasi tinggi
2. Prioritas pertama (Merah)
Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan
transport SEGERA untuk tetap hidup. Seperti:
- Sumbatan jalan napas atau distres nafas
- Luka tusuk dada
- Hipotensi/shock
- Perdarahan pembuluh nadi besar
- Problema kejiwaan yang serius
- Tangan/kaki yang terpotong dengan shock
- Combutio Tk II > 25%
- Combutio Tk III > 25%
3. Prioritas kedua (Kuning)
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan
tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien mungkin mengalami
cedera dalam jenis cakupan yang luas. Penanganan dan pemindahan bersifat
JANGAN TERLAMBAT. Seperti:
- Combutio Tk II/Tk III > 25%
- Patah tulang besar
- Trauma thorak/abdomen
- Laserasi luas
- Trauma bola mata
4. Prioritas ketiga (Hijau)
Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan
bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala. Penanganan
dan pemindahan bersifat TERAKHIR. Seperti:
- Contusio dan laserasi otot ringan
- Combutio Tk II < 20% (kecuali daerah muka dan tangan)
5. Prioritas keempat (Biru)
Kelompok korban dengan cedera atau penyaki kritis dan berpotensi fatal yang berarti
tidak memerlukan tindakan dan transportasi
6. Prioritas kelima (Putih)
Kelompok yang sudah pasti tewas
Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan
bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START
(Simple Triage And Rapid Transportation).

1. Triage Sistem METTAG


Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritaskan tindakan atas korban. Resusitasi
di tempat
2. Triage Sistem Penuntun lapangan START
Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status
mental (RPM : R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk
memastikan kelompok korban (lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan
transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan atau mati. Ini
memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan risiko
besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera.
Resusitasi diambulans.
Algoritma triage START

3. Kombinasi antara sistem METTAG dan START

Ada beberapa sistem triase berbasis bukti yang bisa diacu. Sistem tersebut antara lain
Canadian Triage and Acuity Scale (CTAS) dari Canada, Manchester Triage Scale (MTS) dari
Inggris, Austraian Triage Scale (ATS) dari Australia, dan Emergency Severity Index (ESI)
dari Amerika Serikat.
B. PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (PPGD)
- PPGD Serangkaian usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat
darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian.
- Penderita Gawat Darurat Penderita yang oleh suatu penyebab (penyakit, trauma,
kecelakaan, tindakan anestesi) jika tidak segera ditolong akan mengalami cacat,
kehilangan organ tubuh atau meninggal
- Prinsip Utama PPGD adalah menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat
darurat. Kemudian filosofi dalam PPGD adalah Time Saving is Life Saving, dalam
artian bahwa seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat
haruslah benar- benar efektif dan efisien, karena pada kondisi tersebut pasien dapat
kehilangan nyawa dalam hitungan menit saja ( henti nafas selama 2-3 menit dapat
mengakibatkan kematian)

Penilaian penderita gawat darurat


a. Airway ( + C Spine Controle )

Jalan nafas adalah yang pertama kali harus dinilai untuk mengkaji kelancaran
nafas. Keberhasilan jalan nafas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
proses ventilasi. Jalan nafas seringkali mengalami obstruksi akibat benda asing,
serpihan tulang akibat fraktur pada wajah, akumulasi sekret dan jatuhnya lidah ke
belakang.

Selama memeriksa jalan nafas harus melakukan kontrol servikal, barangkali


terjadi trauma pada leher. Oleh karena itu langkah awal untuk membebaskan jalan
nafas adalah dengan melakukan manuver head tilt dan chin lift.

Data yang berhubungan dengan status jalan nafas adalah :

- sianosis (mencerminkan hipoksemia)


- retraksi interkota (menandakan peningkatan upaya nafas)
- pernafasan cuping hidung
- bunyi nafas abnormal (menandakan ada sumbatan jalan nafas)
- tidak adanya hembusan udara (menandakan obstuksi total jalan nafas atau henti
nafas)
b. Breathing
Kebersihan jalan nafas tidak menjamin bahwa pasien dapat bernafas secara
adekuat. Inspirasi dan eksprasi penting untuk terjadinya pertukaran gas, terutama
masuknya oksigen yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Inspirasi dan ekspirasi
merupakan tahap ventilasi pada proses respirasi. Fungsi ventilasi mencerminkan
fungsi paru, dinding dada dan diafragma.

Pengkajian pernafasan dilakukan dengan mengidentifikasi :

- pergerakan dada
- adanya bunyi nafas
- adanya hembusan/aliran udara

c. Circulation

o Sirkulasi yang adekuat menjamin distribusi oksigen ke jaringan dan


pembuangan karbondioksida sebagai sisa metabolisme. Sirkulasi
tergantung dari fungsi sistem kardiovaskuler.
o Status hemodinamik dapat dilihat dari :
- tingkat kesadaran
- nadi
- warna kulit
o Pemeriksaan nadi dilakukan pada arteri besar seperti pada arteri karotis
dan arteri femoral.
Bisa dikatakan tujuan utama PPGD adalah : penyelenggaraan PPGD bukan berarti
mengobati korban, tetapi menyelenggarakan pertolongan pertama sementara sementara
menunggu pertolongan dari ahlinya ( dokter/paramedic)
Menghentikan pendarahan :
1. Menggunakan jari tanganyaitu menekan pembuluh darah antara luka dengan jantung
2. Menggunakan kain bersih/pembalut, sapu tangan pada luka
3. Menggunakan pembalut tekan ( pressure bandage)
4. Menggunakan tournikuet ( Bebat puter) hanya pada pendarahan tertentu yang bersar yang
membahayakan jiwa korban
Catatan orang dewasa mempunyai darah kurang lebih 6,25 liter kehilangan darah sebanyak
1,5 liter saja dapat mengakibatkan Collapse, kehilangan darah hingga 2,25 liter dapat
menyebabkan kematian.
PEMBALUT
Tujuan : mencegah atau menghindari terjadinya cemar/infeksi akibat kuman/racun pada luka
Macam-macam pembalut :
1. Pembalut segi tiga ( Mitela)
2. Perban/pembalut gulung
3. Pembalut cepat (band-aid)
BIDAI
( Spalk Belanda, Splint Inggris )
Bidai adalah alat yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan kedudukan tulang yang
patah ( Fractuura ) atau retak ( fisura).
Pembidaian disebut juga Fiksasi.
Tujuan dari pembidaian adalah : untuk mencegah pergerakan tulang yang patah, agar tidak
menjadi bertambah parah, juga untuk mengurangi rasa sakit.

Syarat-syarat bidai
1. Bidai harus kuat
2. Pemasangan bidai bidai tidak boleh terlalu ketat

Banyak benda yang dapat dipergunakan untuk bidai ( darurat) apabila bidai yang sudah jadi
tidak tersedia antara lain :
1. Anggota badan sendiri ( sangat darurat)
2. Papan bilah bamboo, dahan kayu
3. Karton atau majalah yang agak tebal
4. Bantal, guling atau selimut ( mengurangi rasa sakit)
5. air splint ( bantalan udara )
6. Vacuum matras

PATAH TULANG DAN RETAK TULANG


Patah tulang (fractuura) menurut keadaan patahnya, dibagi menjadi :
1. Patah tulang terbuka;
Apabila patah tulangnya sampai menembus kulit sehingga terjadi pendarahan.
2. Patah tulang tertutup;
Apabila patah tulangnya tidak sampai menembus kulit, tetapi terjadi pembengkakan\memar.
a) Retak tulang (Fisura) disebut juga Greenstick.
b) Patah tulang tertutup (simple), dan
c) Patah tulang terbuka (compound).
Pertolongan pertama bagi orang yang mengalami patah tulang adalah untuk mengusahakan si
korban tidak mengalami kecacatan baik jasmani maupun rohani. Serta mengurangi
kemungkinan terjadinya gangguan umum.

GEJALA PATAH TULANG


1. Anggota badan yang patah tidak dapat digerakkan
2. Bentuk tubuh\anggota yang patah mengalami perubahan (timbul pembengkakan).
3. Membengkak dan warna kulit kebiru-biruan.
4. Berderak-derik
5. Demam dan rasa nyeri yang hebat.
Pertolongan pertama yang dapat dikerjakan:
1. Hentikan pendarahan dengan pembalut\penasat.
2. Tutuplah luka dengan pembalut steril.
3. Kerjakanlah pembidaian yang memenuhi syarat. Lalu anggota badan yang patah
ditinggikan. Segeralah bawa Kerumah Sakit atau ahli penanganan\perawatan tulang patah.

LUKA
Jenis-jenis luka berdasarkan sebabnya,terdiri dari :
1. Luka iris,
2. Luka gigitan binatang,
3. Luka gores\parut,
4. Luka bakar,
5. Luka tusuk,
6. Luka akibat zat kimia, atau penyakit, dsb.
Jenis-jenis luka berdasarkan tempat luka itu, adalah :
1. Luka dalam (jika luka terjadi di dalam tubuh), terdapat darah yang menetes atau mengalir
keluar.
2. Luka luar (pendarahan di dalam tubuh, memar)
Luka adalah peristiwa dimana jaringan tubuh ada yang terputus, tersobek, rusak oleh sesuatu
sebab, missal karena kecelakaan, tertusuk, tertembak, terpukul, jatuh, dsb. Sebagai akibatnya
menimbulkan pendarahan, patah tulang, inpeksi, dan lainnya.

Penanganan Luka
Cara-cara umum pertolongan terhadap luka, yaitu :
1. Hentikan terjadinya pendarahan.
2. Siram\usap dengan obat merah (mercurochrome) atau yodium tinctuur (antiseptic lain).
3. Berilah Sulfatilamide powder (jangan terkena air).
4. Tutuplah dengan kain kasa steril\kain yang bersih.
5. Jangan sekali-kali melekatkan kapas tanpa obat\salep.
Keterangan (catatan tambahan) :
1. Obat merah (yodium) dapat digunakan untuk mematikan hama\kuman.
2. Yodium harus disimpan dalam keadaan tertutup (berbahaya kalau menguap maka yang
tertinggal adalah yodium kental atau yang konsentrasinya besar.

LUKA BAKAR
Yang disebut luka bakar, adalah kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh panas yang
suhunya di atas 60 derajat celcius.
Luka bakar, dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan atau disebut juga stadium :
1. Luka bakar tingkat I ;
Kulit kemerahan, terbakar hanya kulit luar oleh panas sekitar 60 derajat celcius.
2. Luka bakar tingkat II ;
Kulit melepuh, bengkak, merah dan perih, luka pada kulit ari/jaringan, panas sekitar 100
derajat celcius.
3. Luka bakar tingkat III;
Kulit hangus, pembakaran sampai ke bagian dalam tubuh, terjadi banyak kerusakan.
Penyebab luka bakar, antara lain :
1. Api (bara yang menyala)
2. Cairan gas (benda yang menyala).
3. Bahan kimia.
4. Sinar matahari.
5. Listrik, dsb.

Cara-cara pertolongan :
1. Hilangkan penyebabnya terlebih dahulu. Misalkan, memadamkan api dengan cara
menggulingkan badan si korban, dengan kain basah/pasir.
2. Cegahlah gugat dari kemungkinan infeksi.
3. Tutuplah luka dengan kain steril.
4. Pembalut agak longgar (pada luka bakar tingkat III, tidak perlu dibalut).
5. Berilah minum sebanyak-banyaknya dengan air gula hangat (mengembalikan cairan yang
hilang).
6. Tutuplah si korban dengan selimut, agar tidak kedinginan dan mencegah gangguan
serangga.
7. Cepat bawa ke ahlinya/dokter.

LUKA GIGITAN
Gejala-gejala luka gigitan (biasanya gigitan), yaitu :
1. Pada tempat terjadinya gigitan, timbul bengkak dan kulit membiru.
2. Terasa sakit,panas dan terasa kaku.
3. Penderita gelisah dan berkeringat.
4. Timbul pendarahan.
5. Pada luka gigitan ular, ada bekas berupa titik-titik (bekas taring) harus diperhatikan letak
gigitannya.
Pertolongan :
1. Antara luka gigitan dengan jantung harus dipasang bebat putar (penasat/tornikuet).
2. Pada luka hewan biasa (bukan ular/binatang berbisa) luka dibersihkan yodium/air yang
mengalir.
3. Pada luka gigitan binatang berbisa, jangan banyak diganggu, dan jangan dihisap
sembarangan, korban juga jangan banyak bergerak karena dapat mempercepat nadi, sehingga
bisa (racun) dapat semakin cepat menyebar, dan segeralah bawa ke dokter atau ahlinya
4. Pada gigitan anjing, cepat berangkat ke dokter, rumah sakit untuk di vaksin/suntik, dan
anjing yang menggigit harus ditangkap (dikarantina) untuk mengetahui apakah anjing itu
mengidap rabies atau tidak.
C. SPGDT-S
SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari
unsur, pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit.
Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life and limb
saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis,
pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi.

SPGDT-S (Sehari-Hari)

SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling terkait yang
dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit di Rumah Sakit antar Rumah Sakit dan terjalin
dalam suatu sistem. Bertujuan agar korban/pasien tetap hidup. Jadi pada sistem ini tidak
dilakukan proses pemnilahan pasien atau triage dan prosesnya meliputi berbagai rangkaian
kegiatan sebagai berikut :

1. Pra Rumah Sakit

1. Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat

2. Penderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi pelayanan penderita gawat


darurat untuk mendapatkan pertolongan medik

3. Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat awam atau awam khusus
(satpam, pramuka, polisi, dan lain-lain)

4. Pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan lanjutan dari tempat


kejadian ke rumah sakit (sistim pelayanan ambulan)

2. Dalam Rumah Sakit

1. Pertolongan di unit gawat darurat rumah sakit

2. Pertolongan di kamar bedah (jika diperlukan)

3. Pertolongan di ICU/ICCU

3. Antar Rumah Sakit

1. Rujukan ke rumah sakit lain (jika diperlukan)

2. Organisasi dan komunikasi


D. SPGDT-B

SPGDT-B (Bencana) adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra Rumah Sakit dan Rumah
Sakit dalam bentuk pelayananan gawat darurat terpadu sebagai khususnya pada terjadinya
korban massal yg memerlukan peningkatan (eskalasi) kegiatan pelayanan sehari-hari.
Bertujuan umum untuk menyelamatkan korban sebanyak banyaknya.

Didalam memberikan pelayanan medis SPGDT dibagi menjadi 3 sub sistem yaitu : sistem
pelayanan pra rumah sakit, sistem pelayanan pelayanan di rumah sakit dan sistem pelayanan
antar rumah sakit. Ketiga sub sistem ini tidak dapat di pisahkan satu sama lain, dan bersifat
saling terkait dalam pelaksanaan sistem.

Prinsip SPGDT adalah memberikan pelayanan yang cepat, cermat, dan tepat, dimana
tujuannya adalah untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah kecacatan (time saving is life and
limb saving) terutama ini dilakukan sebelum dirujuk ke rumah sakit yang dituju.

SISTEM PELAYANAN MEDIK PRA RUMAH SAKIT

1. Public Safety Center

Didalam penyelenggaraan sistem pelayanan pra rumah sakit harus membentuk atau
mendirikan pusat pelayanan yang bersifat umum dan bersifat emergency dimana bentuknya
adalah suatu unit kerja yang disebut Public Safety Center (PSC), ini merupakan suatu unit
kerja yang memberi pelayanan umum terutama yang bersifat emergency bisa merupakan UPT
Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, yang sehari-harinya secara operasional dipimpin oleh
seorang direktur. Selain itu pelayanan pra rumah sakit bisa dilakukan pula dengan
membentuk satuan khusus yang bertugas dalam penanganan bencana dimana disaat ini sering
disebut dengan Brigade Siaga Bencana (BSB), pelayanan ambulans, dan komunikasi. Dalam
pelaksanaan Public Service Center dapat dilakukan oleh masyarakat untuk kepentingan
masyarakat, dimana pengorganisasiannya dibawah pemerintah daerah, sedangkan sumber
daya manusianya terdiri dari berbagai unsur, seperti unsur kesehatan, unsur pemadam
kebakaran, unsur kepolisian, unsur linmas serta masyarakat sendiri yang bergerak dalam
bidang upaya pertolongan pertama, sehingga memiliki fungsi tanggap cepat dalam
penganggulangan tanggap darurat.

Didirikan masyarakat untuk kepentingan masyarakat. Pengorganisasian dibawah


Pemda. SDM berbagai unsur tsb. ditambah masyarakat yang bergiat dalam upaya pertolongan
bagi masyarakat. Biaya dari masyarakat. Kegiatan menggunakan perkembangan teknologi,
pembinaan untuk memberdayakan potensi masyarakat, komunikasi untuk keterpaduan
kegiatan. Kegiatan lintas sektor. PSC berfungsi sebagai respons cepat penangggulangan
gadar.
- Unsur Kesehatan
- Unsur PMK
- Unsur Kepolisian
- Unsur Linmas
- Masyarakat sendiri

2. Brigade Siaga Bencana (BSB)

Merupakan suatu unit khusus yang disiapkan dalam penanganan pra rumah sakit khususnya
yang berkaitan dengan pelayana kesehatan dalam penanganan bencana. Pengorganisasian
dibentuk oleh jajaran kesehatan baik di tingkat pusat maupun daerah (depkes, dinkes, rumah
sakit) petugas medis baik dokter maupun perawat juga petugas non medis baik sanitarian gizi,
farmasi dan lain-lain. Pembiayaan didapat dari instansi yang ditunjuk dan dimasukkan
anggaran rutin APBN maupun APBD.

Dibentuk oleh jajaran kesehatan

- Depkes

- Dinkes

- RS

Petugas :

- Dokter

- Perawat

- Sanitasian gizi

- Farmasi

- Dll

3. Pelayanan Ambulans

Kegiatan pelayanan terpadu didalam satu koordinasi yang memberdayakan ambulans milik
puskesmas, klinik swasta, rumah bersalin, rumah sakit pemerintah maupun swasta, institusi
kesehatan swasta maupun pemerintah (PT. Jasa Marga, Jasa Raharja, Polisi, PMI, Yayasan
dan lain-lain). Dari semua komponen ini akan dikoordinasikan melalui pusat pelayanan yang
disepakati bersama antara pemerintah dengan non pemerintah dalam rangka melaksanakan
mobilisasi ambulans terutama bila terjadi korban massal.
4. Komunikasi

Didalam melaksanakan kegiatan pelayanan kasus gawat darurat sehari-hari memerlukan


sebuah sistem komunikasi dimana sifatnya adalah pembentukan jejaring penyampaian
informasi jejaring koordinasi maupun jejaring pelayanan gawat darurat sehingg seluruh
kegiatan dapat berlangsung dalam satu sistem yang terpadu terkoordinasi menjadi satu
kesatuan kegiatan.

PELAYANAN PADA KEADAAN BENCANA

Pelayanan dalam keadaan bencana yang menyebabkan korban massal memerlukan hal-hal
khusus yang harus dilakukan.

Hal-hal yang perlu dilakukan dan diselenggarakan adalah :

1. Koordinasi dan Komando

Dalam keadaan bencana diperlukan pola kegiatan yang melibatkan unit-unit kegiatan lintas
sektoral yang mana kegiatan ini akan menjadi efektif dan efisien bila berada didalam suatu
komandio dan satu koordinasi yang sudah disepakati oleh semua unsur yang terlibat.

2. Eskalasi dan Mobilisasi Sumber Daya

Kegiatan ini merupakan penanganan bencana yang mengakibatkan korban massal yang harus
melakukan eskalasi atau berbagai peningkatan. Ini dapat dilakukan dengan melakukan
mobilisasi sumber daya manusia, mobilisasi fasilitas dan sarana serta mobilisasi semua
pendukung pelayanan kesehatan bagi korban.

3. Simulasi

Diperlukan ketentuan yang harus ada yaitu prosedur tetap (protap), petunjuk pelaksana
(juklak) dan petunjuk tekhnis (juknis) operasional yang harus dilaksanakan oleh petugas yang
merupakan standar pelayanan. Ketentuan tersebut perlu dikaji melalui simulasi agar dapat
diketahui apakah semua sistem dapat diimplementasikan pada kenyataan dilapangan.

4. Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi

Penanganan bencana perlu dilakukan kegiatan pendokumentasian, dalam bentuk pelaporan


baik yang bersifat manual maupun digital dan diakumulasi menjadi satu data yang digunakan
untuk melakukan monitoring maupun evaluasi, apakah yang bersifat keberhasilan ataupun
kegagalan, sehingga kegiatan selanjutnya akan lebih baik.
SISTEM PELAYANAN MEDIK DI RUMAH SAKIT

Harus diperhatian penyediaan saran, prasarana yang harus ada di UGD, ICU,kamar jenazah,
unit-unit pemeriksaan penunjang, seperti radiologi, laboratorium, klinik, farmasi, gizi, ruang
rawat inap, dan lain-lain.

1. HOSPITAL DISASTER PLAN

Rumah sakit harus membuat suatu perencanaan untuk menghadapi kejadian bencana yang
disebut Hospital Disaster Plan baik bersifat yang kejadiannya didalam rumah sakit maupun
eksternal rumah sakit.

2. UNIT GAWAT DARURAT (UGD)

Di dalan UGD harus ada organisasi yang baik dan lengkap baik pembiayaan, SDM yang
terlatih, sarana dengan standar yang baik, sarana medis maupun non medis dan mengikuti
teknologi pelayanan medis. Prinsip utama dalam pelayanan di UGD adalah respone time baik
standar nasional maupun standar internasional.

3. BRIGADE SIAGA BENCANA RS (BSB RS)

Didalam rumah sakit juga harus di bentuk Brigade Siaga Bencana dimana ini merupakan
satuan tugas khusu yang mempunyai tugas memberikan pelayanan medis pada saat-saat
terjadi bencana baik di rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dimana sifat kejadian ini
menyebabkan korban massal.

4. HIGH CARE UNIT (HCU)

Suatu bentuk pelayanan rumah sakit bagi pasien yang sudah stabil baik respirasi
hemodinamik maupun tingkat kesadarannya, tetapi masih memerlukan pengobatan perawatan
dan pengawasan secara ketat dan terus menerus, HCU ini harus ada baik di rumah sakit tipe
C dan tipe B.

5. INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

Merupakan suatu bentuk pelayanan di rumah sakit multi disiplin. Bersifat khusus untuk
menghindari ancaman kematian dan memerlukan berbagai alat bantu untuk memperbaiki
fungsi vital dan memerlukan sarana tekhnologi yang canggih dan pembiyaan yang cukup
besar.

6. KAMAR JENAZAH

Pelayanan bagi pasien yang sudah meninggal dunia, baik yang meninggal di rumah sakit
maupun luar rumah sakit, dalam keadaan normal sehari-hari ataupun bencana. Pada saat
kejadian massal di perlukan pengorganisasian yang bersifat komplek dimana akan di lakukan
pengidentifikasian korban baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal dan memerluikan
SDM yang khusus selain berhubungan dengan hal-hal aspek legalitas.
SISTEM PELAYANAN MEDIK ANTAR RUMAH SAKIT

Berbentuk jejaring rujukan yang dibuat berdasarkan kemampuan rumah sakit dalam
memberikan pelayanan baik dari segi kualitas maupun kuantitas, untuk menerima pasien dan
ini sangat berhubungan dengan kemampuan SDM, ketersediaan fasilitas medis didalam
sistem ambulans.

1. Evakuasi

Bentuk layanan transportasi yang ditujukan dari pos komando, rumah sakit lapangan menuju
ke rumah sakit rujukan atau transportasi antar rumah sakit, baik dikarenakan adanya bencana
yang terjadi di rumah sakit, dimana pasien harus di evakuasi ke rumah sakit lain. Pelaksanaan
evakuasi tetap harus menggunakan sarana yan terstandar memenuhi kriteria-kriteria yang
suah ditentukan berdasarkan standar pelayanan rumah sakit.

2. Syarat syarat evakuasi

Korban berada dalam keadaan paling stabil dan memungkinkan untuk di evakuasi

Korban telah disiapkan/diberi peralatan yang memadai untuk transportasi.

Fasilitas kesehatan penerima telah di beritahu dan siap menerima korban.

Kendaraan dan pengawalan yang dipergunakan merupakan yang paling layak tersedia.

3. Beberapa bentuk evakuasi

Evakuasi darat, dimana para korban harus secara cepat dipindahkan, karena lingkungan yang
membahayakan, keadaan yang mengancam jiwa, membutuhkan pertolongan segera, maupun
bila terdapat sejumlah pasien dengan ancaman jiwa yang memerlukan pertolongan.

Evakuasi segera, korban harus segera dilakukan penanganan, karena adanya acaman bagi
jiwanya dan tidak bisa dilakukan dilapangan, misal pasien syok, pasien stres dilingkungan
kejadian dan lain-lain. Juga dilaukan pad pasien-pasien yang berada di linkungan yang
mengakibatkan kondisi pasien cepat menurun akibat hujan, suhu dingin ataupun panas.

Evakuasi biasa, dimana korban biasanya tidak mengalami ancaman jiwa, tetapi masih perlu
pertolongan di rumah sakit, dimana pasien akan di evakuasi bila sudah dalam keadaan baik
atau stabil dan sudah memungkinkan bisa dipindahkan, ini khususnya pada pasien-pasien
patah tulang.
4. Kontrol lalu lintas

Untuk memfasilitasi pengamanan evakuasi, harus dilakukan control lalu lintas oleh
kepolisian, untuk memastikan jalur lalulintas antar rumah sakit dan pos medis maupun pos
komando. Pos medis dapat menyampaikan kepada pos komando agar penderita dapat
dilakukan evakuasi bila sudah dalam keadaan stabil. Maka kontrol lalu lintas harus seiring
dengan proses evakuasi itu sendiri.

SPGDT tergantung pada

1. Demografi (kepadatan penduduk, distribusi populasi)


2. Geografi
3. Community preparedness
4. Transportasi
5. komunikasi (Hard ware & soft ware)
6. fasilitas kesehatan ( Gov/private Hospital, Primary Health care)

SPGDT tiap daerah berbeda

Seperti contohnya, pada kabupaten Jember ada 6 kecamatan yang bersentuhan langsung
dengan garis pantai:

No Kecamatan Desa Jumlah


Penduduk
(Jiwa)

1 KENCONG PASEBAN 7.051

2 GUMUKMAS MAYANGAN 10.280

KEPANJEN 10.204

3 PUGER MOJOMULYO 8.234

MOJOSARI 9.703

PUGER KULON 14.737

4 WULUHAN LOJEJER 19.273

5 AMBULU SUMBEREJO 23.718

6 TEMPUREJO CURAHNONGKO 6.186

Pada 6 kecamatan yang berbatasan langsung dengan garis pantai ini ada
kemungkinan terkena ombak besar seperti tsunami. Contoh lain, Pada jember bagian utara
yang dekat dengan gunung, sering terkena banjir dan longsor. jadi, geografi dan demografi
mempengaruhi SPGDT-B.
E. ASPEK MEDIKOLEGAL PADA PASIEN GAWAT DARURAT

Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi hubungan hukum
dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan pelayanan gawat darurat. Karena secara
yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege tertentu bagi tenaga
kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawat darurat. Menurut The American Hospital
Association (AHA) pengertian gawat darurat adalah: An emergency is any condition that in
the opinion of the patient, his family, or whoever assumes the responsibility of bringing the
patient to the hospital-require immediate medical attention. This condition continuesuntil a
determination has been made by a health care professional that the patients life or well-
being is not threatened.Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat
darurat walaupun sebenarnya tidak demikian.Sehubungan dengan hal itu perlu dibedakan
antara false emergency dengan true emergency yang pengertiannya adalah: A true emergency
is any condition clinically determined to require immediate medical care. Such conditions
range from those requiring extensive immediate care and admission to the hospital to those
that are diagnostic problems and may or may not require admission after work-up and
observation.Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang
dihadapi pasien diselenggarakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebut yang paling
ideal adalah dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat dikerjakan oleh perawat
melalui standing order yang disusun rumah sakit. Selain itu perlu pula dibedakan antara
penanganan kasus gawat darurat fase pra-rumah sakit dengan fase di rumah sakit.4 Pihak
yang terkait pada kedua fase tersebut dapat berbeda, di mana pada fase pra-rumah sakit selain
tenaga kesehatan akan terlibat pula orang awam, sedangkan pada fase rumah sakit umumnya
yang terlibat adalah tenaga kesehatan, khususnya tenaga medis dan perawat. Kewenangan
dan tanggungjawab tenaga kesehatan dan orang awam tersebut telah dibicarakan di atas.
Kecepatan dan ketepatan tindakan pada fase pra-rumah sakit sangat menentukan
survivabilitas pasien.

Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat Darurat

Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan perundang-undangan


pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan dalam fase pra-
rumah sakit untuk melindungi pihak yang secara sukarela beritikad baik menolong seseorang
dalam keadaan gawat darurat.3,5 Dengan demikian seorang pasien dilarang menggugat
dokter atau tenaga kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya. Dua syarat utama
doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah :
1. Kesukarelaan pihak penolong. Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan
atau keinginan pihak penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun.
Bila pihak penolong menarik biaya pada akhir pertolongannya, maka doktrin tersebut
tidak berlaku.
2. Itikad baik pihak penolong. Itikad baik tersebut dapat dinilai dari tindakan yang
dilakukan penolong. Hal yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan
trakeostomi yang tidak perlu untuk menambah keterampilan penolong. Dalam hal
pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan karena
diduga terdapatkekeliruan dalam penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka
pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi
penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause).5 Bila tuduhan kelalaian tersebut
dilakukan dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan
situasi saat peristiwa tersebut terjadi.2 Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga
kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berkualifikasi sama,
pada pada situasi dan kondisi yang sama pula. Setiap tindakan medis harus
mendapatkan persetujuan dari pasien (informed consent). Hal itu telah diatur sebagai
hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan
Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan
gawat darurat di mana harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak
sadar dan tidak didampingi pasien, tidak perlu persetujuan dari siapapun (pasal 11
Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat
diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus disimpan
dalam berkas rekam medis.
F. PATIENT SAFETY

1. Pengertian
Tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan (Kohn, Corrigan &
Donaldson, 2000). Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko.
Meliputi:
1) Assessment risiko
2) Identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien
3) Pelaporan dan analisis insiden
4) Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
5) Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

Menurut IOM, Keselamatan Pasien (Patient Safety) didefinisikan sebagai freedom


from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang meliputi kegagalan
suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental
injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan (KTD
=missed = adverse event) atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss). Near
miss ini dapat disebabkan karena: keberuntungan (misal: pasien terima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), atau
peringanan (suatu obat dengan over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu
diberikan antidotenya).

2. Tujuan Patient safety:


1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2. Meningkatnya akuntabilitas RS terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya KTD di RS
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD
(Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006)

Tujuan penanganan patient safety menurut (Joint Commission International):


Mengidentifikasi pasien dengan benar, meningkatkan komunikasi secara efektif,
meningkatkan keamanan dari high-alert medications, memastikan benar tempat, benar
prosedur, dan benar pembedahan pasien, mengurangi resiko infeksi dari pekerja kesehatan,
mengurangi resiko terjadinya kesalahan yang lebih buruk pada pasien.

3. Pentingnya Patient Safety


Hampir setiap tindakan medik menyimpan potensi risiko, yaitu:
1. Kesalahan Medis (Medical Error)
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera pada pasien. (KKP-RS)

2. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/ Adverse Event


Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu
tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (ommision), dan bukan karena
underlying disease atau kondisi pasien (KKP-RS).

3. Nyaris Cedera (NC)/ Near Miss


Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera
serius tidak terjadi, karena :
1. Keberuntungan, misalnya: pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul
reaksi obat
2. Pencegahan, suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui
dan membatalkannya sebelum obat diberikan
3. Peringanan, suatu obat dengan over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu
diberikan antidotenya.(KKP-RS)

Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan


mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event
yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan,
tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.
Jenis kesalahan berdasarkan kontribusi manusia pada terjadinya suatu kesalahan :
1. Kesalahan aktif (active errors), terjadi pada level petugas kesehatan atau staf RS yang
bekerja didepan dan efeknya terjadi hampir secara tiba-tiba
2. Kesalahan tersembunyi (letent errors), terjadi dalam level manajemen seperti design yang
kurang baik, instalansi yang tidak tepat, pemeliharaan yang gagal, keputusan manajemen
yang buruk, dan struktur organisasi yang kurang baik. Kesalahan tersembunyi sulit untuk
dicatat sehingga sering kesalahan seperti ini tidak dapat dikenal (Reason, 2000)

Dampak dari medical error sangat beragam, mulai dari yang ringan dan sifatnya
reversible hingga yang berat berupa kecacatan atau bahkan kematian. Sebagian penderita
terpaksa harus dirawat di rumah sakit lebih lama (prolonged hospitalization) yang akhirnya
berdampak pada biaya perawatan yang lebih besar.
Sejak masalah medical error menggema di seluruh belahan bumi melalui berbagai
media baik cetak maupun elektronik hingga ke journal-journal ilmiah ternama, dunia
kesehatan mulai menaruh kepedulian yang tinggi terhadap isu patient safety.

WHO memulai Program Patient Safety pada tahun 2004 :


1. Safety is a fundamental principle of patient care and a critical component
of quality management. (World Alliance for Patient Safety, Forward
Programme WHO,2004)
2. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) dibentuk PERSI, pada
Tgl 1-1-2005
3. Menteri Kesehatan bersama PERSI dan KKP-RS telah mencanangkan
Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit pd Seminar Nasional PERSI
tgl 21 Agustus 2005, di JCC

4. Langkah Langkah Pelaksanaan Patient Safety


Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for Patient Safety, 2
May 2007), yaitu:
1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names)
2) Pastikan identifikasi pasien
3) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
5) Kendalikan cairan elektrolit pekat
6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
7) Hindari salah kateter dan salah sambung slang
8) Gunakan alat injeksi sekali pakai
9) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

You might also like