You are on page 1of 8

BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Nn. M
No Rekam Medis : 110330
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 27 tahun
Alamat : Pejompongan, Jakarta
Caretaker : Orang tua
Kebangsaan : Indonesia
Alloanamnesis :-
Tanggal masuk : Minggu, 3 April 2016
Tanggal pemeriksaan : Minggu, 3 April 2016
Ruangan : UGD RS Pusdikkes
Jaminan : BPJS

1.2 Anamnesis (Alloanamnesis)


1.2.1 Keluhan Utama
Demam

1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan demam yang dirasakan hilang timbul sejak
kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan lebih panas
saat sore menjelang malam hari. Demam membuat pasien merasa lemas dan juga
pusing. Pusing yang dirasakan terasa seperti berdenyut-denyut. Selain itu pasien juga
merasakan nyeri perut. Nyeri dirasakan di bagian perut sebelah kanan dan juga kiri.
Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan karena lidah terasa pahit. Selain itu pasien
juga mengeluh mual.

1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengeluh seperti ini sebelumnya. Riwayat kecelakaan
dan operasi disangkal.

1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat keluhan serupa pada keluarga. Riwayat alergi, tumor,
diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, dislipidemia, penyakit paru, penyakit jantung,
penyakit kulit, sakit kuning, sakit ginjal disangkal. Riwayat HIV tidak diketahui.

1.2.5 Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, dan Lingkungan Keluarga


Di rumah dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada keluhan yang
serupa dengan pasien.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Kesadaran kompos mentis

0
Appearance Tampak sakit ringan, pucat, tidak ada sianosis

HR 80x/ menit regular, isi cukup


RR 20x/ menit, regular, tidak ada retraksi otot bantu napas
Suhu 38,3C
Kepala Normosefal, tidak ada deformitas, rambut normal
Mata Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, edema palpebra -/-
Hidung Tidak terdapat sekret dan septum deviasi, pernafasan cuping hidung
Mulut mukosa basah, oral trush (-) faring tidak hiperemis, T1-T1
Telinga Sekret (-), cairan (-)
Leher Tidak teraba pembesaran KGB
Paru-Paru tidak ada venektasi, pergerakan dada simetris statis dan dinamis,
retraksi suprasternal dan interkostal (-), sonor +/+, vesikular +/+,
ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Abdomen datar, lemas, nyeri tekan regio epigastrium dan regio
lumbal kanan dan kiri (+), bising usus (+)
Hati dan limpa tidak teraba, nyeri tekan (-)
Genital Dalam batas normal
Anus Tidak ada kelainan
Extremitas Akral hangat, CRT <2 detik, pitting edema -/-
Kulit Kuning langsat, turgor normal
Rangsang Meningeal Kaku kuduk, Brudzinski I and II, Kernig, Laseque negatif
Saraf kranial normal

1.5 Daftar Masalah


1. Susp. demam tifoid

1.6 Rencana Tatalaksana


1. Infus RL 1 kolf + drip Norages 1 ampul + Ranitidin 1 ampul + Ondancetron 1 ampul
2. Pemeriksaan darah rutin
3. Pemeriksaan Widal

1.7 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
Salmonella thypii (Arief Mansjoer, 2000).

1
Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang
disebabkan oleh Salmonella thypii, yang ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman
yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypii (Hidayat, 2006).
Menurut Nursalam et al. (2008), demam tipoid adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu,
gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Typhoid adalah suatu
penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh Salmonella thypii dengan gejala demam
yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran yang
ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman
Salmonella thypii.

B. Penyebab
Penyebab typhoid adalah Salmonella thypii. Salmonella para typhi A, B dan C. Ada dua
sumber penularan Salmonella thypii yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan
carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi
Salmonella thypii dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Salmonella Thyposa merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar,
tidak berspora. Di Indonesia, tifoid terdapat dalam keadaan endemik.

C. Patofisiologi
Penularan Salmonella thypii dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat),
dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
Salmonella thypii kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,
dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila
orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman Salmonella thypii masuk ke tubuh orang yang sehat melalui
mulut.
Salmonella thyposa masuk melaui saluran pencernaan kemudian masuk ke lambung.
Basil akan masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam
jaringan limfoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam
sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu ke organ terutama hati dan limpa serta berkembangbiak sehingga organ-
organ tersebut membesar (Ngastiyah 2005).
Semula pasien merasa demam akibat endotoksin, sedangkan gejala pada saluran
pencernaan di sebabkan oleh kelainan pada usus halus. Pada minggu pertama sakit, terjadi
hyperplasia plaks payers. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi
nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plak pyeri (Suriadi 2006).

2
D. Manifestasi Klinik

Masa inkubasi typhoid 10-20 hari. Klien biasanya mengeluh nyeri kepala dan terlihat
lemah dan lesu disertai demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu.
Minggu pertama peningkatan suhu tubuh naik turun. Biasanya suhu tubuh meningkat
pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus
meningkat dan pada minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal.
Pada gangguan di saluran pencernaan, terdapat napas berbau tidak sedap, bibir kering
dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue) , ujung dan
tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
kembung (meteorismus). Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya
terjadi konstipasi tetapi juga terdapat diare atau normal menurut Ngastiyah (2005). Umumnya
klien mengalami penurunan kesadaran yaitu apatis sampai somnolent, jarang terjadi stupor,
koma, atau gelisah kecuali terjadi penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan.

E. Data Fokus, Pemeriksaan Diagnostik dan Masalah Keperawatan


Data Fokus
a) Keluhan utama: perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang
bersemangat serta nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi).
b) Suhu tubuh biasanya meningkat, demam berlangsung selama 3 minggu bersifat
febris remiten pada malam atau pagi atau setiap hari dan suhunya tidak tinggi sekali.
Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam
minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga,
suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
c) Pada orangtua dan keluarga juga mengalami kecemasan akibat anggota keluarganya
yang sakit sehingga terkadang mempengaruhi psikologi orangtua atau keluarga.
d) Pemeriksaan fisik :
Mulut: terdapat napas tidak sedap, bibir pecah-pecah dan kering. Lidah tertutup
selaput putih yang kotor sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan
Abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung, bisa terjadi konstipasi, bisa
juga diare atau normal.
Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.

Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Suryadi (2006) pemeriksaan pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari:
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering
dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah
tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan
jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

3
2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor:
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain,
hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap Salmonella thypii terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan
darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella thypii terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella
thypii, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
5. Pemeriksaan Tubex
Pemeriksaan yang dapat dijadikan alternatif untuk mendeteksi penyakit demam
tifoid lebih dini adalah mendeteksi antigen spesifik dari kuman Salmonella
(lipopolisakarida O9) melalui pemeriksaan IgM Anti Salmonella (Tubex TF).
Pemeriksaan ini lebih spesifik, lebih sensitif, dan lebih praktis untuk deteksi dini
infeksi akibat kuman Salmonella thypii. Keunggulan pemeriksaan Tubox TF antara
lain bisa mendeteksi secara dini infeksi akut akibat Salmonella thypii, karena antibody
IgM muncul pada hari ke 3 terjadinya demam. Berbagai penelitian menunjukkan

4
bahwa pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap kuman
Salmonella (lebih dari 95%). Keunggulan lain hanya dibutuhkan sampel darah sedikit,
dan hasil dapat diperoleh lebih cepat, Anon1 (2010).

F. Penatalaksanaan Medis
Pasien yang di rawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap
dan diperlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan di berikan perawatan
sebagai berikut:
1. Perawatan
o Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam hilang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
o Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya kondisi bila ada
komplikasi perdarahan.
2. Diet
o Makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein
o Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang kerja
usus dan tidak mengandung gas, dapat diberikan susu 2 gelas sehari
o Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
o Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
o Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
3. Obat-obatan
Obat obat anti mikroba yang sering dipergunakan ialah:

a. Kloramfenikol
Belum ada obat anti mikroba yang dapat menurunkan demam lebih cepat
dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 4x500 mg sehari
oral atau intravena sampai 7 hari bebas demam. Dengan penggunan
kloramfenikol, demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5 hari.

b. Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tiphoid sama dengan
kloramfenikol komplikasi pada hematologis pada penggunan tiamfenikol lebih
jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam tifoid
turun setelah rata-rata 5-6 hari.

c. Kotrimoksazol (kombinasi dan sulfamitoksasol)


Dosis itu orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari
bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimitropin dan 400 mg
sulfametoksazol). Dengan kotrimoksazol demam pada demam tifoid turun rata-
rata setelah 5-6 hari.

d. Ampicillin dan Amoksisilin


Indikasi mutlak pengunaannya adalah pasien demam tifoid dengan
leukopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kg berat badan
sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan ampicillin dan
amoksisilin demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 7-9 hari.

5
e. Sefalosforin generasi ketiga
Beberapa uji klinis menunjukan sefalosporin generasi ketiga antara lain
sefiperazon, seftriakson dan cefotaksim efektif untuk demam tifoid, tetapi lama
pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.

f. Fluorokinolon
Fluorokinolon efektif untuk untuk demam tifoid, tetapi dosis dan lama
pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.

Obat-obat Simtomatik:

a. Antipiretika
Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien demam
tifoid, karena tidak terlalu bermakna.

b. Kortikosteroid
Pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis yang
menurun secara bertahap (Tapering off) selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan,
kesadaran pasien menjadi jernih dan suhu badan cepat turun sampai normal. Akan tetapi
kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan
intestinal dan relaps (Ngastiyah, 1997).

G. Pencegahan
Menurut Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2006), ada 3 strategi pokok untuk
memutuskan transmisi tifoid yaitu:
- Identifikasi dan eradikasi Salmonella thypii baik pada kasus demam tifoid maupun
pada kasus carrier tifoid.
- Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi Salmonella thypii akut maupun
carrier.
- Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi.
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet
dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah
(yang belum dipasteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan
hindari makanan pedas karena akan memperberat kerja usus dan pemberian vaksin.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : EGC

Ngastiyah . 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

6
Nursalam, et al. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba

Prosedur Keperawatan Nursing Standard Operating Procedure. Program Studi S1 Ilmu

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga.

Suriadi, R. Y. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.

You might also like