You are on page 1of 32

ASUHAN KEPERAWATAN HELMINTH USUS

Disusun Oleh:

Kelompok 2 :

Nursanti C 121 13 324

Desy Ana Hendra C 121 13 007

Rachmatin Nicmat C 121 13 019

Irnawati C 121 13 031

Andi Megawati Darwis C 121 13 311

Ike Nurjannah C 121 13 044

Desy Nurfadillah C 121 13 504

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANs

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kelompok
kami.

Tak lupa pula kami haturkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah terlibat dalam penyelesaian makalah ini.Makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik karena adanya kesadaran akan pentingnya materi
ini bagi pembelajaran selanjutnya begitu pula dalam kehidupan.

Meskipun kami telah mengusahakan semaksimal mungkin dalam


penyelesaian makalah ini, tetapi kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan-kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu kami memohon maaf
jika dalam penyelesaian makalah ini masih terdapat kesalahan-kesalahan
baik yang penyusun sadari maupun yang tidak disadari.

Dengan demikian saran dan kritik sangat kami harapkan. Semoga


makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang telah membacanya.

Makassar, 13 Februari 2016

Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit yang disebabkan cacing atau biasa disebut dengan
helminthiasis merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi,
terutama di daerah tropis. Keberadaan penyakit ini berkaitan
dengan faktor cuaca, tingkat sanitasi lingkungan dan sosio-ekonomi
masyarakat. Cacing memerlukan suhu dan kelembaban udara
tertentu untuk hidup dan berkembang biak. Penyebaran penyakit ini
dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan
masyarakat dalam mengkonsumsi sayuran mentah, daging atau
ikan yang dimasak setengah matang merupakan salah satu cara
penularan secara langsung. Bila bahan makanan tersebut terdapat
kista atau larva cacing, maka siklus hidup cacing dapat menjadi
lengkap, dan terjadilah infeksi dalam tubuh.
Berbeda dengan infeksi bakteri, virus dan mikroorganisme yang
lainnya, cacing dewasa tidak bertambah banyak di dalam tubuh
manusia. penyebaran penyakit inipun dapat terjadi melalui
perantara serangga seperti nyamuk dan lalat pengisap darah yang
dapat menyebarkan gtelur cacing dari feses penderita cacingan. di
samping itu, kebiasaan pengguanaan feses manusia sebagai pupuk
tanaman dapat meningkatkan penyebaran telur cacing, karena
dapat mengkontaminasi tana, air rumah tangga dan tanaman
pangan tertentu.
cacing yang bersifat parasit pada manusia terbagi atas tiga
golongan besar yaitu nematoda/cacing bulat/cacing gelang,
cestoda/cacing pita/taeniasis dan trematoda (cacing daun).
Pada beberapa keadaan lingkungan, larva cacing dapat
menginfeksi lewat kontak langsung menembus kulit sehingga dapat
bermigrasi menuju organ vital seperti pembuluh darah, pembuluh
limfe, hati, paru-paru dan jantung.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah konsep medis dan klasifikasi helminth usus?
2. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien helminth usus ?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui konsep medis dan klasifikasi
helminth usus.
2. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada
penderita helminth usus.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi
Helminth adalah hewan invertebrata sederhana sejenis cacing,
yang hidup secara parasit dan hidup bebas. Helminth termasuk dalam
golongan Metazoa (hewan bersel banyak) yang dilengkapi dengan
jaringan ikat dan organ yang berasal dari ektoderm, endoderm dan
mesoderm. Beberapa helminth diantaranya merupakan parasit
menular. Cacingan merupakan salah satu penyakit tropis yang
terbaikan pada beberapa negara. Dia menginfeksi usus dan jaringan
lainnya. Daerah yang panas, kelembapan tinggi dan sanitasi yang
kurang sangat menguntungkan untuk dapat melangsungkan siklus
hidupnya.

B. Klasifikasi
1. Cacing Tambang (Ankilostomiasis)
a. Pendahuluan
Penyakit yang disebabkan oleh cacing tambang banyak
menyerang daerah tropis dan subtropis. Endemisitas tergantung
dari kondisi larva dan
lingkungan seperti
daerah agraris
dengan derajat
kelembaban dan
suhu yang sesuai bagi perkembangan telur cacing dan larva.

b. Epidemiologi
Pejamu utama cacing tambang adalah manusia. Penyakit
cacing tambang menyerang semua umur dengan proporsi
terbasar pada anak. Belum ada keterangan yang pasti mengapa
banyak anak yang terserang, tetapi penjelasan yang paling
mungkin adalah karena aktivitas anak yang relatif tidak higienis
dibandingkan dengan orang dewasa. Di seluruh dunia
diperkirakan penyakit ini menyerang 700-900 juta orang, dengan
1 juta liter darah hilang ( 1 orang = 1 ml darah terhisap cacing).
Suatu penelitian melaporkan bahwa angka kesakitannya adalah
50 % pada balita, sedangkan 90% anak yang terserang penyakit
ini adalah anak berusia 9 tahun.
c. Etiologi
Terdapat 3 spesies cacing tambang yang menyebabkan
penyakit, yaitu Necator americanus, Ancylostoma duodenale,
dan Ancylostoma ceylonicum. Dua spesies yang pertama banyak
ditemukan di Asia dan Afrika. N. americanus paling banyak
ditemukan di Indonesia daripada spesies lainnya. N. americanus
berbentuk silinders dengan ukuran 5-13 mm x 0,3-0,6 mm,
cacing jantan lebih kecil daripada betina. Cacing ini mampu
memproduksi 10.000-20.000 telur perhari, dengan ukuran telur
adalah 64-76 mm x 36 40 mm. A. duodenale berukuran sedikit
lebih besar daripada N americanus, dengan kemampuan
menghasilkan 10.000-25.000 telur sehari dan ukuran telur 56-60
mm x 36-40 mm.
d. Penularan
Cacing dewasa hidup dengan bertelur di dalam 1/3 atas usus
halus, kemudian keluar melalui tinja.
1) Telur akan berkembang menjadi larva di tanah yang sesuai
suhu dan kelembabannya.
2) Larva bentuk pertama adalah rhabditiform yang akan
berubah menjadi filariform
3) Dari telur sampai menjadi filariform memerlukan waktu
selama 5-10 hari
4) Larva akan memasuki tubuh manusia melalui kulit (telapak
kaki, terutama untuk N. americanus) untuk masuk ke
peredaran darah
5) Selanjutnya larva akan ke paru, naik ke trakea, berlanjut ke
faring, kemudian larva akan tertelan ke saluran
pencernaan
Larva bisa hidup dalam usus samapai delapan tahun
dengan menghisap darah (1 cacing = 0,2 ml/hari). Cara infeksi
kedua yang bukan melalui kulit adalah tertelannya larva
(terutama A.duodenale) dari makanan atau minuman yang
tercemar. Cacing dewasa yang bersal dari larva yang tertelan

tidak akan mengalami siklus paru.

e. Manifestasi klinis
Penyakit cacing umumnya tanpa gejala. Manifestasi klinis
ankilostomiasis berhungan dengan derajat infeksinya.
1) Terdapat keluhan kulit seperti gatal akibat masuknya larva
2) Demam, batuk dan bunyi nafas mengi (bengek) bisa terjadi
akbiat berpindahnya larva melalui paru-paru.
3) Gangguan saluran pencernaan berupa berkuranya nafsu
makan, mual, muntah, nyeri perut, dan diare, berhubungan
dengan adanya cacing dewasa pada usus halus.
4) Pada infeksi kronis, anemia dapat terjadi karena
penghisapan darah oleh cacing.
Bila di dalam tubuh terdapat kurang dari 50 cacing maka
gejalanya akan subklinis, bila terdapat 50-125 cacing maka
akan timbul gejala klinis dan apabila terdapat 125-500 cacing
maka gejalanya akan berat. Di Negiria pernah ditemukan
seorang anak dengan 800 cacing di perutnya.

Diagnosa ditegakkan berdasarkan pemeriksaan tinja


dengan ditemukannya telur, larva atau bahkan cacing
dewasa.
f. Pengobatan
1) Pirantel pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB
2) Mebendazol 100 mg, 2 x sehari selama 3 hari
3) Obat lain, misalnya albendazol 400 mg sehari, selama 5
hari
g. Pencegahan
Kegiatan pencegahan dapat dimulai dengan survei prevalensi
untuk mengetahui besarnya masalah endemisitas di suatu
daerah. Kegitan dilanjutkan dengan penemuan dan pengobatan
penderita, penyuluhan, kampanye, perbaikan sanitasi dan
higiene pribadi, terutama jamban keluarga yang sehat. Kegiatan
pencegahan kontak dengan larva adalah dengan membudayakan
mencuci tang serta menggunakan alas kaki bagi masyarakat
yang berisiko tertular.
2. Cacing gelang / bulat besar (Askariasis)
a. Pendahuluan
Askariasis adalah penyakit cacing yang paling besar
prevalensinya
diantara
penyakit
cacing yang
lainnya.
Penyakit ini
diperkirakan
menginfeksi
lebih dari 1 miliar orang. Tingginya prevalensi ini terutama
karena banyaknya telur disertai dengan daya tahan telur yang
mengandung larva cacing pada keadaan tanah yang kondusif.
Dalam sebuah penelitian di daerah Kenya (Afrika), wanita
hamil rentan terhadap infeksi cacing. Prevalensi tertinggi adalah
jenis cacing tambang dan askariasis. Penyebabnya adalah faktor
lingkungan, faktor parasit, dan faktor host. Contoh dari faktor
lingkungan yaitu sanitasi yang buruk, dan pembuangan limbah
yang tidak benar. Wanita hamil juga rentan terkena infeksi
karena dekat dengan anak-anak. Tingginya prevalensi askariasis
dikaitkan dengan kebersihan diri yang buruk dan status ekonomi
yang rendah. Telur cacing juga dapat tinggal di buah-buahan dan
sayuran. Pada suatu kondisi, wanita hamil tidak sengaja
memakan buah-buahan atau sayuran yang tidak dicuci bersih
dan ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan janin dan bumil.
Ibu hamil yang tinggal di lingkungan sanitasi yang buruk,
ekonomi yang rendah, dan pendidikan yang minim sangat rentan
terhadap infeksi cacing. Dalam penelitian, disarankan bahwa
bumil juga harus memeriksakan tinja nya secara rutin agar bisa
dideteksi infeksi cacing dan diberikan pengobatan.
b. Epidemiologi
Infeksi pada manusi terjadi karena tertelannya telur cacing
yang mengandung larva infektif melalui makanan dan minuman
yang tercemar. Sayuran mentah yang mengandung telurcacing
yang berasal dari pupuk kotoran manusia adalah salah stu media
penularan. Vektor serangga seperti lalat juga dapat menularkan
telur pada makanan yang tidak disimpan dengan baik. Penyakit
ini terutama yang menyerang anak, dengan bagian terbesar
adalah anak prasekolah ( usia 3-8 tahun). Askariasis banyak
dijumpai pada daerah tropis. Bayi mendapatkan ini dari tangan
ibunya yan tercemar larva infektif.
c. Etiologi
Ascaris lumbricoides adalah cacing yang berwarna merah dan
berbentuk silinder, dengan ukuran cacing jantan 15-25 cm x 3
mm dan betina 25-35cm x 4 mm. cacing betina mampu bertahan
hidup selama 1-2 tahun dengan memproduksi 26 juta telur atau
sekitar 200.000 telur perhari. Ukuran telur 40-60 m dan dilapisi
lapisan tebal sebagai pelindung terhadap situasi lingkungan yang
tidak sesuai sehingga telur dapat bertahan hidup dalam tanah
sampai berbulan-bulan bahkan sampai 2 tahun. Infeksi cacing
betina saja pada usus yang akan menghasilkan telur infertil.

d. Penularan
Proses penularan askariasis pada manusia dapat dilihat dari
siklus hidup cacing.
1) Telur yang dikeluarkan oleh cacing melalui tinja
2) Dalam lingkungan yang sesuai akan berkembang menjadi
embrio dan menjadi larva yang infektif di dalam telur.
3) Apabila karena sesuatu sebab telur tersebut tertelan oleh
manusia
4) Maka di dalam usus larva akan menetes
5) Keluar dan menembus dinding usus halus menuju ke sistem
peredaran darah
6) Larva akan menuju paru, trakea, faring dan tertelan masuk ke
esofagus higga sampai ke usus halus
7) Larva menjadi dewasa di usus halus. Perjalanan siklus hidup
cacing ini berlangsung selama 65-70 hari.
e. Manifestasi klinis
Adapun beberapa tanda dan gejala yang dapat muncul pada
penyakit ini yaitu:
1. Infeksi ringan sangat sulit dirasakan
2. Batuk kering dan sesak napas
3. Rasa kembung atau mules pada perut bagian atas
4. Nyeri epigastrium menyerupai ulkus peptikum
5. Kolik abdomen
6. Ada riwayat berak atau muntah cacing
7. Anoreksia
8. Batuk atau ronki kering, sianosis
f. Diagnosis
Cacing betina dewasa mengendapkan telur-telur yang dapat
dideteksi dengan pemeriksaan apus tinja langsung dan dan
dihitung dengan metode apus tebal Kato. Diagnosis askariasis
didasarkan pada data klinis dan indeks kecurigaan tinggi.
g. Pengobatan
1. Pirantel pamoat, dosis tunggal 10 mg/KgBB
2. Mebendazol 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari
3. Albendazol (anak > 2 tahun) 400 mg ( 2 tablet) dosis tunggal
3. Cacing Kremi (Enterobiasis)
a. Pendahuluan
Infeksi cacing kremi ini
lebih merupakan implikasi
sosial bagi anak dan
keluarganya daripada
masalah medis, karena secara
klinis infeksi ini tidak
berbahaya.
b. Epidemiologi
Penyakit cacing kremi terbesar di seluruh dunia dengan
konsentrasi pada daerah-daerah yang faktor perilaku sehatnya
yang masih rendah. Meskipun penyakit ini menyerang semua
usia, namun penderita terbayak adalah anak yang berusia 5-14
tahun. Hal ini karena perilaku menggaruk dan daya tahan tubuh
yang masih rendah pada anak. Angka kesakitannya sekitar 200
juta manusia di seluruh dunia. Penyebaran cacing kremi di dunia
merupakan yang terluas diantara cacing lainnya.

c. Etiologi
Manusia terinfeksi dengan menelan telur yang mengandung
embrio yang biasanya terbawa pada kuku jari, pakaian, atau
seprei. Telur menetas dalam lambung, keluarlah larva dan larva
bermigrasi ke daerah sekum dimana mereka matang menjadi
cacing dewasa E. vermicularis. Enterobius vermicularis atau
Oxyuris vermicularis adalah cacing kecil (1 cm) berwarna putih.
Dalam sekali bereproduksi cacing dapat menghasilkan 11.000
butir telur. Telur berbentuk asimetris, eclips pada satu sisi dan
datar pada sisi lainnya dengan ukuran telur 30-60m. setelah
mengalami proses pematangan, larva dapat bertahan hidup
dalam telur sampai 20 hari.
d. Penularan
1) Cacing dewasa betina biasanya akan bermigarasi pada malam
hari ke daerah disekitar anus untuk bertelur.
2) Telur akan terdeposit ke lubang anus.
3) Hal ini akan meyebabkan rasa gatal disekitar anus (pruritus
ani nokturnal). Apabila digaruk maka penularan dapat terjadi
dari kuku jari tangan ke mulut (self-infection, infeksi oleh diri
sendiri). Metode penularan lainnya adalah dari orang ke orang
melalui pakaian, peralatan tidur. Penularan dapat terjadi
dalam lingkungan yang terkontaminasi cacing kremi, misalnya
melaui debu rumah
4) Telur menetas di usus halus, selanjutnya larva akan
bermigrasi ke daerah sekitar anus (sekum, Caecum)
5) Disini larva akan tinggal sampai dewasa

Infeksi dapat juga terjadi karena menghisap debu yang


mengandung telur dan retrofeksi dari anus. Bila sifat infeksinya
adalah retroinfeksi daria anus, maka telur akan menetas
disekitar anus, selanjutnya larva akan bermigrasi ke kolon
asendens, sekum atau apendiks dan berkembang menjadi
dewasa. Suatu penelitian pada anak melaporkan bahwa ada 33%
anak yang memiliki telur cacing pada kuku jarinya.

e. Manifestasi klinis
Ada beberapa tanda dan gejala yang khas antara lain:
1. Iritasi di sekitas anus,perineum dan vagina akibat infeksi
cacing yang bermigrasi kedaerah tersebut
2. Terjadi pruritus local sebagai tanda terjadi infeksi.
3. Timbulnya bekas luka garuk pada daerah anus akibat pruritus
ani
4. Kurang tidur dan kelemahan akibat pruritus pada malam hari
f. Diagnosis
Diagnosis definitif ditegakkan dengan menemukan telur parasit
atau cacing. Telur dapat dengan mudah dideteksi pada pita
selofan adhesif yang ditekan terhadap daerah perineum pada
awal pagi hari. Pemeriksaan ulang mungkin diperlukan, dan pada
keadaan tertentu semua anggota keluarga dapat dinasehati.
g. Pengobatan
1) Mebendazol dosis tunggal 100 mg
2) Garam piperazin
3) Tiabendazol
4) Pirvinium pamoat
h. Pencegahan
Perlunya kampanye atau penyuluhan perilaku sehat termasuk
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, serta perawatan
atau pemotongan kuku jari anak.
4. Cacing cambuk (trichuriasis)
a. Pendahuluan
Selain askariasis, penyakit yang disebabkan oleh Trichuris
trichiura ini merupakan
penyakit yang
prevalensinya tinggi
diseluruh dunia.
b. Epidemiologi
Infeksi ini menyerang
hampir 500-900 juta
manusia di dunia. Semua golongan
umur bisa mengalami infeksi ini
terutama pada anak berusia 5-15 tahun. Penyakit ini lebih sering
menyebar di daerah yang beriklim panas. Prevalensi di Asia lebih
dari 50 %, Afrika 25 %, dan Amerika Latin 12 %. Pada wilayah
pedesaan yang sanitasinya kurang bagus, penyebaran cacing ini
umumnya lebih cepat terjadi.
c. Etiologi
Trichuris trichiura adalah cacing kecil yang berbentuk seperti
cambuk dengan bagian depan (kepala) yang mengecil dengan
bagian belakang yang membesar. Bagian yang terkecil akan
terbenam pada dinding usus dengan alasan yang paling mungkin
adalah untuk menghisap darah. Panjang cacing sekitar 40 mm.
setiap cacing betina sanggup menghasilkan telur sebanyak
2000-10.000 butir per hari. Telur Trichuris berbentuk khas seperti
tong dengan kedua ujung yang menyempit. Seekor cacing dapat
menghisap darah 0,005 ml darah/hari.
d. Penularan
1) Apabila manusia menelan telur yang matang
2) Maka telur akan menetaskan larvayang akan berpenetrasi
pada mukosa usus halus selama 3-10 hari
3) Selanjutnya larva akan bergerak turundengan lambat untuk
menjadi dewasa di sekum dan kolon asendens. Siklus hidup
sari telur sampai cacing dewasa memerlukan waktu sekitar 3
bulan. Di dalam sekum, cacing bisa hidup bertahun-tahun
4) Cacing akan meletakkan telur pada sekum dan telur-telur ini
akan keluar bersama tinja
5) Pada lingkungan yang kondusif, telur akan matang dalam
waktu 2-4 minggu.

e. Manifestasi klinik
Penyakit cacing cambuk biasanya tanpa gejala (asimtomatis).
Infeksi berat bisa menyebabkan anemia ringan dan diare
berdarah (bloody) sebagai konsekuensi kehilangan darah karena
penghisapan oleh cacing. penurunan berat badan dan
peradangan usus buntu (apendisitis). Kadang pada kasus yang
jarang, rektum menonjol melewati anus (prolapsus rektum),
terutama pada anak-anak atau wanita dalam masa persalinan.
f. Diagnosis
Diagnosis didapatkan dari adanya telur atau cacing dewasa
dalam tinja. Pada pemeriksaan tinja terdapat telur T. Trichura
yang khas.

g. Pengobatan
1) Mebendazol 100 mg, 2 kali sehari, selama 3 hari
2) Albendazol 400 mg
3) Pirantel pamoat
h. Pencegahan
Sebagaimana infeksi cacing lainnya, perbaikan sanitasi dan
higiene pribadi dapat menurunkan prevalensi secara signifikan.
5. Cestoda/cacing pita/taeniasis
a. Definisi
Penyakit Cacing Pita (taeniasis) adalah salah satu jenis
penyakit cacing yang paling berbahaya. Bentuk cacingnya pipih
seperti pita, bisa mencapai panjang 3 10 meter dan hebatnya
walau dipotong-potong, cacing ini masih bisa hidup. Bibit cacing
terutama banyak ditemukan didalam daging babi dan daging
sapi.
Infeksi Cestoda lazim ditiap benua kecuali Antartika. Tidak
seperti parasit lain yang memisahkan stadium perkembangannya
pada berbagai spesis hospes. Beberapa cacing pita dapat
menginfeksi manusia dengan stadium dewasanya. Infeksi
dengan cacing dewasa dapat dengan mudah didiagnosis dengan
mengamati telur atau segmen cacing dewasa dalam tinja.
b. Etiologi
Penyakit ini dapat disebabkan oleh larva cacing pita yaitu
Taenia solium (pada babi), Taenia saginata (pada sapi),dan
Cysticercus cellulosae (pada babi) yang terdapat pada daging
yang tidak dimasak atau dmasak kurang matang.
c. Manifestasi klinik
Beberapa tanda dan gejala yang biasa timbul pada penyakit
ini antara lain:
1. Umumnya asimptomatis
2. Rasa tidak enak dilambung
3. Kadang-kadang mual
4. Diare, sakit perut,
5. Pruritus ani
6. Takikardi, sesak
7. Berat badan menurun
8. Sefalgi, pusing
9. Tergantung pada lokasi larva (Sistiserkosis, Ekinokokosis)
10. Ada proglotid keluar bersama tinja
d. Klasifikasi cacing pita
1. Cacing pita daging
Jenis cacing pita daging ada tiga, yaitu Taenia solium (pada
babi), Taenia saginata (pada sapi), dan Diphyllobothrium
latum (pada ikan). Cacing ini terdapat pada daging yang tidak
dimasak atau dimasak tetapi kurang matang. Epidemiologi
kasus yang tertinggi di Indonesia terjadi di Bali. Cacing ini
bersifat hermafrodit, panjangnya bisa mencapai 4-10 m.
cacing hidup di usus halus untuk menghisap karbohidrat dari
lumen usus dan protein mukosa usus. Hospes perantara T.
solium adalah babi dan hospes T. saginata adalah sapi,
sedangkan hospes definitifnya adalah manusia.
Siklus hidup dimulai dari cacing dewasa dalam usus halus
manusia. Cacing bertelur selanjutnya telur keluar melalu
tinja. Apabila telur termakan oleh babi atau sapi, maka telur
akan menetas menjadi larva di dalam usus. larva masuk ke
pembuluh darah dan menuju ke jaringan otot atau ke dalam
daging. Bila daging dimakan oleh manusia, maka larva akan
menetap dan menjadi dewasa di usus halus.
Gejala dan tanda penyakitnya adalah gangguan saluran
cerna karena adanya massa cacing. Anemia dapat terjadi
pada berbagai tingkat keparahan. Pengobatannya adalah
dengan kuinakrin hidroklorida. Pencegahan utamanya adalah
dengan pengobatan penderita untuk memutus rantai
penularan dan memasak daging hingga matang. Sanitasi
lingkungan yang baik akan menurunkan penyebaran telur
pada tanah.
2. Cacing pita ikan
Penyebab penyakit adalah Diphyllobothrium latum. Sumber
penularannya adalah manusia dan beruang. Cacing pita ini
sering terdapat pada ikan yang mentah. Pencegahannya
adalah pengawasan terhadap pengelolaan ikan, pemasakan
ikan, dan sanitasi lingkungan.
3. Cacing pita tikus
Penyebab penyakit adalah Hymenolepis spp. (H. nana) dan
Drepanidotaenia spp. Infeksi ini sering terjadi dinegara
berkembang. Sumber penularan tersering adalah manusia
dan tikus. Cacing jenis ini terdapat pada air dan makanan
yang terkontaminasi telur dwarf worm. H. Nana dapat
diobati dengan miklosamid dengan tambahan dosis selama 6
hari untuk melenyapkan parasit ketika mereka berkembang
menjadi dewasa. Atau praziquantel dengan dosis 25 mg/kg.
Pencegahannya adalah higiene perorangan, pembuangan
feses secara aman, penyediaan air bersih, pemberantasan
dan pengendalian tikus.
6. Trematoda (cacing daun)
Ada lima spesies dari Trematoda yaitu Schistosoma Mansoni, S.
Japonicum, S. Haemotobium, S. Intercalam, dan S. Mekongi. Gejala
pada anak dengan S. Haemotobia kronis biasanya mengeluh sering
berkemih. Terdapat eritrosit dalam urin. Sedangkan Anak dengan S.
Mansoni, Japonica, intercolatum, dan mekongi dapat mempunyai
gejala itestinal, sperti nyeri kolik perut, dan diare.

a. Schistosoma Mansoni
1) Epidemiologi: banyak terdapat di Afrika tropis dan Amerika
Selatan
2) Sumber penularannya adalah manusia, kera dan tikus.
Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan air tawar
seperti danau, sungai atau genangan air yang mengandung
larva infektif dari cacing Schistosoma mansoni. Larva akan
menembus kulit manusi yang utuh atau sehat (tanpa luka).
Hospes perantaranya adalah siput air tawar, di Indonesia
biasanya dari genus Oncomelania.
3) Pencegahannya adalah dengan menghindari kontak langsung
dengan air yang terkontaminasi oleh larva cacing tersebut
(biasanya pada daerah endemik), terapi untuk penderita,
pengendalian hospes perantara, dan sanitasi.

b. Schistosoma japonicum
1. Epidemiologi: banyak terdapat di Jepang, Cina, Taiwan,
Filipina, dan Indonesia.
2. Sumber penularannya adalah manusia, anjing, kuncing, sapi,
kerbau, kambing, domaba, dan hewan liar lainnya. Hospes
perantaranya adalah siput air tawar. Penularan terjadi melalui
kontak langsung dengan air tawar yang terkontaminasi oleh
larva infektif cacing ini.
3. Cacing ini dapat bermigrasi kepembuluh darah otak dan
menimbulkan lesi setempat yang menyebabkan kejang.
4. Pencegahan dilakukan dengan menghindari kontak langsung
dengan air tawar yang terkontaminasi, sanitasi, terapi untuk
penderita, dan pengendalian siput air tawar.

Diagnosis Skisostoma ditemukan dalam ekskreta individu


yang terinfeksi. Pemeriksaan kuantittaif harus digynakan untuk
memberikan petunjuk intensitas infeksi. Urin juga diambil saat
tengah hari (saat waktu maksimal ekskresi telur), lalu difiltrasi
membran nukleopor untuk diagnosis infeksi S. Hematobium.
Pemeriksaan tinja dengan prosedur pulasan tebal Kato
merupakan metode pilihan untuk diagnosis dan kuantifikasi
infeksi skistosoma lain.

Pengobatan dengan praziquantel efektif terhadap semua


infeksi skisostoma. Diberikan secara oral sebagai dosis tunggal
atau terbagi 40-60 mg/kg.

D. Penatalaksanaan

Permeriksaan penunjang

Pemeriksaan lab: Jenis cacing nematoda : ancylostoma duodenal,


necator americanus / cacing tambang.

Pemeriksaan penunjang saat awal infeksi (fase migrasi larva)


mendapatkan:

a) eosinofilia(1.000-4.000 sel/ml),

b) feses normal,

c) infiltrat patchy pada foto toraks dan

d) peningkatan kadar IgE


Error: Reference source not found

Diagnosis infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan beberapa


cara:
1. Pemeriksaan Sediaan langsung
Diambil tinja kira-kira 0,2 g diletakan pada kaca benda. Kemudian
ditambah 1-2 tetes larutan garam fisiologis dan diratakan. Selanjutnya
ditutup dengan kaca penutup dan langsung diperiksa dibawa
mikroskop. Untuk memberikan warna pada tinja agar telur cacing
tampak lebih jelas, dapat digunakan 1 tetes eosin 0,2% sebagai
pengganti garam fisilogis.

2. Tehnik Pengapungan Dengan NaCl jenuh.


Dimasukan tinja kurang lebih 5 g kedalam tabung reaksi dan
ditambah NaCl jenuh, diaduk sampai homogen, diambil kaca tutup, dan
diamkan 10-15 menit di dalam tabung reaksi. Diambil kaca tutup tnpa
mengubah kedudukannya langgsung diletakan pada kaca benda dan
diperiksa telur-telurnya.

3. Pemeriksaan Tinja Menurut Kato


Tehnik ini dirintis oleh kato untuk pemeriksaan telur cacing,yaitu:
memotong kertas selofan 30-50 mm x 20-30 mm dan direndam dalam
larutan malachite green 3% yang encer selama 24 jam atau lebih.
Ambil tinja 50-60 mg diletakan diatas kaca benda dan tutp sepotong
selofan yang telah direndam dalam larutan tersebut. Diratakn dengan
ibu jari dan ditekan selofan tadi supaya tinjanya merata. Kaca benda
tersebut didiamkan pada suhu 400C selama 30 menit atau suhu kamar
selama 1 jam. Sediaan tersebut diperiksa dengan pembesaran lemah
atau lensa objyektif 10x.

4. Tehnik Biakan dengan Arang


Tehnik ini untuk kultur larva adalah menggunakan arang dengan
meniru keadaan alam. Caranya diencerkan 20-40- g tinja dengan air
kran smapai menjadi suspensi yang kental. Disaring dengan 2 lembar
kain kasa dan ditampung dalam cawan petri yang besar( kurang lebih
3x 4 inci) berisi butiran arang kecil. Butiran arang tersebut di campur
dengan air sedikit sehingga keadaan menjadi lembab, Jangan terlalu
banyak. Cawan petri di tutup dan ditempatkan pada tempat yang
aman. Pada hari berikutnya cawan petri harus di periksa, apakah masih
cukup airjika di perlukan tambahkan air.cawan tersebut diperikas pada
tiap hari, harus hati-hati sebeb air yang mengandung larva yang
terdapat pada permukaan bagian bawah tutp, merupakan larva infektif.
Hari ke 5 atau 6 dalam kultur dapat dihasilkan larva cacing.Untuk
memeriksa larva siapakn kain kasa yang dipotong sma dengan
diameternya. Kain kasa di ambil dengan hati-hati, pasang
penjepit.upakan jangan smapai menyentuh arang. Tutup cwan petri
dibuka sedkiti supaya kena sumber cahaya 6-8 inci. Setelah 1 jam
saringan diambil dengan penjepit/pinset dan diletakn ke permukaan
air. Hasil dpat diambil setelah 30-60 menit dengan sebuah pipet
diberikan pada kaca benda serta ditutup dengan kaca pentup dan
periksa dibawa mikroskop.

5. Tehnik Menghitung Telur Cara Stool


Metode ini dapat digunakan untuk menaksir jumlah cacing dengan
menghitung jumlah telur. Caranya: sebuah botol di isi dengan NaOH
0,1 N 56 ML(Stool) dan dimasukan tinja, diaduk smapai homogen,
dipipet 0,15 dan diletakan dikaca benda lalu ditutup dengan kaca
penutup dan periksa. Telur per gram akan tergantung pada konsistensi
fesesnya, yaitu:
Tinja yang lembek,EPG(egg per gram) dalam pemeriksaannya
dikalikan setengah.
Tinja setengah encer,EPG yang diperoleh dikalikan 2.
Tinja encer, EPG yang diperoleh pada pemeriksaan dikalikan 3.

6. Tehnik pengendapan Sederhana


Tehnik ini memerlukan waktu yang lama, tetapi mempunyai
keuntungan karena dpat mengendapkan telur tanpa merusak
bentuknya. Caranya: diambil 10 mg tinja dan diencerkan dengan air
sehingga volumenya menjadi 20 kali. Disaring melalui 2 lembar kain
kasa dan dibiarkan 1 jam. Menuangakan supernatan dan ditambahkan
dengan air dan didiamkan selama 1 jam serta di ulangi sampai
supernatan menjadi jernih. Kemudian ditunangkan supernatan yang
jernih dengan pipet panjang untuk mengambil endapan dan
ditempatkan pada kaca benda sefta ditutup dengan kaca
peutup.selanjutnya dibaca dibawah mikroskop.

7. Tehnik biakan Menurut Harada Morn


Metode ini menggunakan tabung dengan diameter 18 mm dan
panjang 170 mm. Kira-kira 0,5 g tinja di oleskan pada 2/3 dari secarik
kertas saring yang lebarnya 25 mm dan panjangnya 150 mm dengan
menggunakan batang pengaduk. Dari kertas uang dioleskan tinja,
dilipat menjadi 2 melalui poros yang panjang dengan permukaan yang
diolesi di bagian dalam dan disisipkan kedalam tabung tes, di tambah
air dan air tidak menyentuh tinja. Tabung di ikat dengan karet,
kemudian tabung di simpan 4-7 hari pada suhu kamar.
Larva yang berkembang biak muncul di dalam air 3 hari setelah
dikultur dan mencapai maks 7 hari. Larva dalam air dapat diperiksa
dengan loupe atau mikroskop pembesran obyektif 10x.

8. Tehnik Pengapungan Dengan Pemusingan dengan ZnSO4


Diambil tinja sebesar biji kelereng dan dimasukan kedalam tabung
reaksi, ditambah air sedikit demi sedikit dan diaduk samapi volume
menjadi 10 kalinya. Diambil kain kasa untuk menyaring tinja yang telah
diaduk dan di ditampung dalam tabung pemusing. Dipusing dengan
kecepatan 1800 rpm selama 1-2 menit dan ini lakukan sebanyak 3-4
kali. Tambahkan larutan ZnSO4 samapi 2/3 tabung pemusing dan
diaduk serta dipusing lagi dgn kecepatan 1800 rpm selama 1-2
menit.material yang mengapung diambil dengan pipet dan di taruh di
kaca benda di tambah larutan J-KJ, dicampur, ditutup memakai kaca
tutup dan diperiksa dibawa mikroskop.

9. Tehnik Pengapungan dengan Gula


Diambil tinja 3 mg dilarutkan dalam 3 ml larutan gula dan diaduk
smapai rata. Ditambah larutan gula jenuh lagi samapi permukaan
mulut tabung cembung. Kaca tutp ditaruh diatas tabung reaksi, setelah
25 menit kemudian kaca tutup diletakan diatas kaca benda. Periksa di
bawa mikroskop. Error: Reference source not found

10. Ponsel mikroskop


Ponsel ini merupakan hasil penelitian terbaru oleh Wilson & Marry
(2013). Menggunakan double tape dengan lubang tertusuk di
dalamnya, para peneliti melampirkan sebuah 3-mm lensa bola untuk
kamera iPhone. Slide dari sampel tinja dari anak-anak di Tanzania
disusun menggunakan teknik tebal-smear Kato-Katz dan dianalisis
dengan mikroskop cahaya konvensional. Slide juga melihat dengan
mikroskop ponsel dengan menempatkan mereka terhadap double tape
diterangi dari bawah oleh senter genggam kecil didukung oleh satu
baterai AA. Gambar, dilihat pada layar ponsel, yang diperbesar
menggunakan fungsi zoom digital untuk mencapai sekitar 50-60
pembesaran . Sebuah strip plastik tertutup slide untuk mencegah
kontaminasi dari bola lensa.
Secara keseluruhan, 199 slide yang dipilih secara acak diperiksa
menggunakan kedua metode. Dibandingkan dengan mikroskop
konvensional, mikroskop ponsel menunjukkan sensitivitas 69% untuk
mendeteksi cacing soil transmitted - 81% untuk Ascaris (93% pada
anak-anak dengan moderat untuk infeksi berat), 54% untuk Trichuris
(77% untuk moderat untuk infeksi berat ), dan 14% untuk cacing
tambang. Spesifisitas adalah 62% secara keseluruhan.

Manfaat dari penelitian ini adalah portabilitas pemeriksaan serta


murah. Hanya saja perlu ketelitian untuk membaca slide spesimen.
ASUHAN KEPERAWATAN HELMINTH USUS

A. Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat
Gejala : insomnia, tidak tidur semalam karena diare.
2. Sirkulasi
Tanda : tachikardia ( respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi
dan nyeri), anemia, sianosis,.
3. Pernapasan
Tanda: batuk,suara napas mengik, bronkhi, sesak
4. Nutrisi / cairan
Gejala : mual, muntah, dan anoreksia.
Tanda : hipoglikemia, dehidrasi, BB turun.
5. Eliminasi
Tanda : diare, penurunan haluaran urin.
6. Nyeri
Gejala : nyeri epigastrik, abdomen, nyeri apendesitis, nyeri perut, iritasi
disekitar anus.
7. Integritas ego
Gejala : ansietas.
8. Keamanan
Tanda : kulit kemerahan, kering, panas, suhu meningkat, kulit gatal.
B. Diagnosa Keperawatan
1. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual dan muntah

2. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan defisit imunologis


3. Keletihan berhubungan dengan anemia
4. Kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d dehidrasi

C. Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam,
diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan.
kriteria hasil :
1. Status gizi: asupan makanan dan cairan: jumlah makanan dan cairan
tubuh yang dikonsumsi tubuh selama 24 jam
2. Selera makan: keinginan untuk makan ketika dalam keadan sakit atau
sedang menjalani pengobatan
Intervensi Rasional
Manajeman nutrisi Membantu atau ,enyediakan
asupanan makanan dan cairan diet
seimbang
Pemantauan nutrisi Mengumpulkan dan menganalisis
data pasien untuk mencegah dan
meminimalkan kurang gizi
Terapi nutrisi Pemberian makanan dan nutirisi
untuk mendukug proses metabolic
pasien yang malnutrisi atau
beresikotinggi terhadap malnutrisi
Aktivitas keperawatan
Manajemem nutrisi
1. Ketahui makanan kesukaan pasien
2. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
3. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
4. Timbang pasien pada interval yang tepat

Aktivitas kolaborasi
Manejemen nutrisi
Tentukan dengan melakukan kolaborasi bersama ahli gizi, jika
diperlukan jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi ( kususnya utuk pasien dengan
kebutuhan energy tingi, seperti pasien pasca bedah dab luka bakar,
trauma, demam, dan luka).
Evaluasi:

1. Status gizi atau asupan makanan dan cairan sedikit adekuat.


2. Makanan oral
3. Asupan cairan oral

2. Diagnosa: kerusakan integritas kulit berhubungan dengan defisit


imunologis
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam,
diharapkan integritas kulit membaik.
Kriteria hasil:
1. Tingkat keparahan respons hipersensitivitas imun setempat terhadap
antigen lingkungan(oksigen) tertentu,
2. Keutuhan structural dan fungsi fisiologis kulit dan membrane mukosa.
Intervensi Rasional
1. Manajemen pruritus 1. Mencegah dan mengobati gatal
2. Surveilants kulit 2. Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
3. Perawatan luka mempertahankan integritas
kulit dan membrane mukosa
3. Mencegah komplikasi luka dan
meningkatkan penyembuhan
Aktivitas keperawatan
Kaji luka terhadap karakteristis berikut:
1. Lokasi, luas, dan kedalaman
2. Adanya dan karakter eksudat termasuk kekentalan, warna dan bau
3. Ada atau tidaknya granulasi atau epitelisasi
4. Ada atau jaringan nekrotik. Deskripsikan warna, bau, dan banyaknya
5. Ada atau tidaknya tanda-tanda infeksi setempat (misalnya, nyeri saat
palpasi, edema pruritus, indurasi, hangat, bau busuk, eskar, dan
eksudat)
6. Ada atau tidaknya perluasan luka jika jaringan di bawah kulit dan
pembentukan saluran sinus,
Aktivitas kolaboratif
1. Rujuk ke perawat terapi enterostoma untuk mendapatkan bantuan
dalam pengkajian, penentuan derajat luka, dan dokumentasi
perawatan luka, atau kerusakan kulit.
2. Perawatan luka (NIC): gunakan unit TENS (trancitaneous electrical
nerve stimulation) untuk peningkatan proses penyembuhan luka, jika
perlu.

3. Diagnosa: Keletihan berhubungan dengan anemia


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam, klien mampu
beradaptasi dengan keletihan.
Kriteria hasil:
Keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
Melaporkan ketahanan yang adekuat untuk aktivitas
Status nutrisi adekuat

Intervensi Rasional
1. Pantau TTV sebelum dan sesudah 1. Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang
ditoleransi secara fisiologis.
melakukan aktivitas
2. Untuk meningkatkan rentang,
2. Terapi aktivitas : memprogramkan
frekuensi, atau durasi aktivitas klien.
dan membantu dalam aktivitas fisik, 3. Untuk mengobati atau mencegah
kognitif, sosial, dan spiritual tertentu. keletihan dan mengoptimalkan fungsi.
3. Manajemen energi : mengatur 4. Mempercepat penyembuhan anemia
dan menyediakan asupan diet
penggunaan energi.
makanan dan minuman yang
4. Manajemen nutrisi : berikan asupan
seimbang.
nutrisi yang seimbang dan dapat 5. Untuk meningkatkan asupan makanan
meningkatkan eritrosit. yang berenergi tinggi.
5. Kolaboratif : konsultasikan dengan
ahli gizi tentang cara peningkatan
asupan nutrisi.

4. Diagnosa: Kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d dehidrasi


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam, diharapkan
kekurangan volume cairan pada pasien dapat teratasi.

Kriteria hasil:
TTV dalam batas normal.
Keseimbangan cairan dan elektrolit.
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, dan tidak ada rasa haus yang berlebihan

Intervensi Rasional
1. Ukur dan pantau TTV. 1. Menjaga agar TTV tetap normal.
2. Monitor intake dan output cairan 2. Untuk mengetahui keseimbangan
3. Manajeman cairan/elektrolit : cairan.
Mengatur dan mencegah komplikasi 3. Untuk menjaga keseimbangan cairan
akibat perubahan kadar cairan dan dan elektrolit dalam tubuh.
elektrolit. 4. Sebagai indikator keadekuatan
4. Pantau status hidrasi (turgor kulit,
membran mukosa). volume cairan.
5. Manajemen nutrisi : membantu atau 5. Untuk mencegah dan meminimalkan
menyediakan asupan makanan dan malnutrisi akibat kekurangan cairan.
cairan dalam diet seimbang. 6. Mengganti cairan yang hilang dan
6. Kolaborasi : berikan terapi IV, sesuai mencegah kekurangan.
program.

BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Cacing yang bersifat parasit pada manusia terbagi atas tiga
golongan besar yaitu nematoda/cacing bulat/cacing gelang,
cestoda/cacing pita/taeniasis dan trematoda (cacing daun). Penyakit
cacing sering diderita oleh anak-anak dibanding orang dewasa. Untuk
itu diperlukan pencegahan yang tepat agar terhindar dari infeksi
cacing usus.
Pencegahan merupakan suatu hal yang penting daripada
mengobati, pencegahan timbulnya penyakit parasit ini dimulai dari hal
yang sangat kecil, misalnya Minum air yang sudah dimasak hingga
mendidihdan tertutup. Masih banyak upaya untuk pencegahan yang
lainnya.

B. SARAN
1. Kepedulian terhadap lingkungan dimulai dari dini.
2. Memiliki jamban yang sesuai standar di masing-masing rumah agar
tidak mudah terkontaminasi.
3. Melakukan kebiasaan mencuci tangan bersih dengan air & sabun
saat sebelum dan setelah melakukan aktivitas yang behubungan
dengan apapun itu baik makan dan sebagainya

DAFTAR PUSTAKA
A. W. Wekesa, C. S. (2014). intestinal helminth infections in pregnant woman
attending antenatal clinic at kitale disctric hospital kenya. parasitology
research.

Handayani, S. d. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Johnson, T. C. (2014, Juli 5). WebMd : Health & Pregnancy Guide (Anemia in
Pregnancy). Retrieved September 3, 2014, from WebMd:
http://www.webmd.com/baby/guide/anemia-in-pregnancy

Sirwud. (n.d.). Diktat parasitologi.

Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan :


Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

HYPERLINK "http://cacingan.org/jenis-jenis-cacing-dalam-tubuh-manusia/"
http://cacingan.org/jenis-jenis-cacing-dalam-tubuh-manusia/

HYPERLINK "http://mediskus.com/penyakit/gejala-dan-ciri-ciri-penyakit-
cacingan.html" http://mediskus.com/penyakit/gejala-dan-ciri-ciri-penyakit-
cacingan.html

You might also like