Professional Documents
Culture Documents
SINDROM NEFROTIK
Oleh:
Pembimbing:
i
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Sindrom Nefrotik
Oleh:
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Periode 30 Januari 2017 s.d 10 April 2017.
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah swt, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan topik Sindrom Nefrotik. Di kesempatan ini
penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Hertanti Indah Lestari,
Sp.A (K) sebagai pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI-RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini, sehingga laporan kasus ini dapat
diselesaikan dengan baik oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, aamiin.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .. i
KATA PENGANTAR .. ii
BAB I PENDAHULUAN .. 1
DAFTAR PUSTAKA .. 38
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
sindrom nefrotik. Sindrom Nefrotik Relaps ditandai dengan proteinuria yang
muncul kembali setidaknya selama 4 hari. Relapse biasanya muncul ketika
dosis prednisolon rendah atau sedang berhenti meminum obat dan jarang
terjadi pada dosis prednisolon yang tinggi. 4,6
Kompetensi dokter umum untuk kasus sindrom nefrotik adalah tingkat
kemampuan dua yang artinya dokter mampu membuat diagnosis dan merujuk
pasien secepatnya kepada spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti
sesudahnya. Oleh karena itu, dibutuhkan pemahaman mengenai sindrom
nefrotik sehingga dapat mengenali secara dini sindrom nefrotik dengan
harapan dapat mencegah progresivitas dan komplikasi akibat keterlambatan
penatalaksanaan.
2
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 IDENTIFIKASI
Nama : An. RAH
Umur / Tanggal Lahir : 2 tahun 3 bulan/ 24 Oktober 2014
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 14 kg
Tinggi Badan : 80 cm
Agama : Islam
Alamat : Rambang Dangku, Kab. Muara Enim
Bangsa : Sumatera
MRS : 16 Februari 2017 pukul 14.51 WIB
No.Rekam Medis : 993148
2.2 ANAMNESA
(Alloanamnesis dari Ibu penderita tanggal 17 Februari 2017)
Keluhan Utama : Bengkak seluruh tubuh
Keluhan Tambahan : Batuk pilek
3
2 hari SMRS, bengkak pada kelopak mata menetap, perut mulai
membesar, kedua tungkai dan kemaluan membesar. BAK seperti air teh (+),
frekuensi BAK semakin sedikit, BAK terakhir pada malam sebelumnya,
jumlah BAK sedikit dan anak tampak mengedan untuk membantu
mengeluarkan, nyeri BAK (-), BAK seperti cucian daging (-), BAK berbusa
(-), darah (-), berpasir (-), BAB biasa. Keluhan disertai dengan batuk (+)
berdahak, kental dan sedikit kehijauan, pilek (+) sekret putih kental, demam
(-), sesak napas (-), nafsu makan biasa, mual (-), muntah (-). Anak lalu
dibawa ke RS Bunda Prabumulih dan dilakukan pemeriksaan darah dan
urine, didapatkan hasil kolesterol total 248 mg/dl, albumin 1,5 g/dl, dan
protein urin (+++), dan dikatakan anak sakit bocor ginjal, anak kemudian
dirawat selama dua hari dan diberi terapi methylprednisolon tablet,
jumlahnya ibu lupa. Namun obat tersebut selalu dimuntahkan, sehingga
anak dirujuk ke RSMH.
4
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : Aterm (9 bulan 10 hari)
Partus : Pervaginam
Tempat : RS YK Madira
Ditolong oleh : Dokter
Tanggal : 24 Oktober 2014
Berat badan : 2700 gram
Panjang badan : 48 cm
Lingkar kepala : Ibu lupa
Riwayat Makan
ASI : Lahir -2 tahun 1 bulan, lamanya @20 menit tiap 3 jam
Susu Formula : 2 tahun 1 bulan sekarang; anak hanya mau minum
susu cair UHT merek MILO ukuran 90 mL, 1-2 kotak
per hari.
Bubur Nasi : 6 - 10 bulan, 3x/hari, @1 porsi (8 sendok makan)
Nasi Tim : 10 - 15 bulan, 3x/hari, @1 porsi (8 sendok makan)
Nasi Biasa : 15 bulan sekarang, 3x/hari, banyaknya @1/2 porsi
(10-12 sendok makan)
Daging : 15 bulan sekarang, 3x/hari, anak biasa diberi lauk
berupa daging ikan (paling sering), daging ayam, atau
sesekali daging sapi. Potongan daging kecil.
Tempe : 15 bulan sekarang, 3-4x/minggu, banyaknya 1 potong
kecil dan biasa diberikan bersama dengan lauk daging.
Tahu : 15 bulan sekarang, 3-4x/minggu, banyaknya 1 potong
kecil dan biasa diberikan bersama dengan lauk daging.
Sayuran : 12 bulan sekarang; setiap makan dalam porsi sedikit,
anak hanya mau makan daun kangkung dan bayam.
Buah : Sejak usia 8 bulan frekuensi jarang, anak hanya mau
makan kelengkeng, apel, dan pisang.
Kesan : Kuantitas cukup, Kualitas cukup.
5
Riwayat Imunisasi
IMUNISASI
Usia Usia Usia
pemberian pemberian Pemberian
BCG 1 bulan
DPT 1 2 bulan DPT 2 3 bulan DPT 3 4 bulan
HEPATITIS Saat lahir HEPATITIS 1 bulan HEPATITIS 6 bulan
B1 B2 B3
Hib 1 2 bulan Hib 2 3 bulan Hib 3 4 bulan
HiB 4 15 bulan POLIO 1 Saat lahir POLIO 2 2 bulan
(booster)
POLIO 3 3 bulan POLIO 4 4 bulan POLIO 5 18 bulan
(booster)
DPT 4 18 bulan CAMPAK 9 bulan MMR 12 bulan
(booster)
PCV 1 - Seharusnya PCV 2 - Seharusnya PCV 3 - Seharusnya
usia 2 bulan usia 4 bulan usia 6 bulan
Rotavirus 1 - Seharusnya Rotavirus 2 - Seharusnya Rotavirus 3 - Seharusnya
usia 2 bulan usia 4 bulan usia 6 bulan
Riwayat Keluarga
Perkawinan : Pertama
Umur Perkawinan : 4 tahun
Pendidikan orag tua : Ibu SMA, Ayah SMA
Usia orang tua : Ibu 24 tahun, Ayah 25 tahun
Pekerjaan orang tua : Ayah wiraswasta, Ibu IRT
Riwayat Perkembangan
Gigi Pertama : 7 bulan
Berbalik : 4 bulan
Tengkurap : 5 bulan
Merangkak : 6 bulan
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 11 bulan
6
Berjalan : 12 bulan
Berbicara : 13 bulan
Kesan : Perkembangan anak sesuai usia.
Isap Jempol :-
Ngompol : 0 tahun sekarang, frekuensi 1x saat tidur malam
Sering Mimpi : mengigau (-)
Aktivitas : aktif, anak bermain bersama anak lain seusianya.
Membangkang :-
Ketakutan :-
Kesan : Perkembangan mental anak baik
7
Lingkar Kepala : 48,5 cm (antara 0 (+1) SD)
Kesan : Normocephaly
8
TB/U : 80 cm = (-3) SD
Kesan : Pendek (Stunted)
BB/TB : >(+3) SD
Kesan : Overweight (dengan edema)
9
Keadaan Spesifik
Kepala
Bentuk : Normocephali, simetris
Rambut : tebal, hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (+/+)
Hidung : sekret(+) berwarna putih kental,napas cuping hidung (-),
konkha hiperemis (+)
Telinga : sekret (-), hiperemis (-)
Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-), bercak
keputihan (-)
Lidah : pucat (-), hiperemis (-), atrofi papil (-)
Faring/ Tonsil: simetris, uvula di tengah, faring hiperemis (+), tonsil
T1/T1 tenang, tonsil hiperemis (-)
Leher
Inspeksi : Massa (-), JVP (5-2) cmH20
Palpasi : Pembesaran KGB (-)
Thorak
Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
a. Paru-paru
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-).
b. Jantung
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : cembung, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (+)
10
Lingkar perut maksimal : 55 cm
Lingkar perut umbilicus : 51 cm
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan Tungkai Tungkai Kiri Lengan Lengan
Fungsi Motorik Kanan Kanan Kiri
Gerakan Cukup Cukup Cukup Cukup
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Reflek Fisiologis Normal Normal Normal Normal
Reflek Patologis - - - -
11
2.4 RESUME
Pasien An. RAH, laki-laki, 2 tahun 3 bulan datang dengan keluhan
bengkak seluruh tubuh. Ibu mengakui mata anaknya sembab pada pagi hari
sejak kisaran 11 hari SMRS, dan menghilang pada siang dan sore hari. BAK
seperti air teh (+) jumlah lebih sedikit dari biasa. Keluhan disertai batuk (+)
berdahak, warna putih kental dan pilek (+) dengan sekret cair bening. Anak
dibawa ke praktek dokter dan diberi obat sirup satu macam, ibu lupa nama
obat. Namun, tidak ada perubahan, anak masih bengkak. Kisaran 2 hari
SMRS, sembab pada kelopak mata menetap, perut mulai membesar dan
kedua tungkai dan kemaluan membesar. Anak lalu dibawa ke RS Bunda
Prabumulih dan dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan kolesterol
total 248 mg/dl, albumin 1,5 g/dl, dan protein urin (+++), dan dikatakan ada
masalah di ginjal. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan adanya edema
palpebra, perut membesar, edema scrotum dan edema tungkai. Anak sempat
dirawat di RS Bunda selama 2 hari dan mendapat terapi methylprednisolon
tablet namun selalu dimuntahkan sehingga anak dirujuk ke RSMH.
12
2.8 PENATALAKSANAAN
Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaan laboratorium: darah rutin, kimia darah, urinalisis.
Pemeriksaan Mantoux Test
a. Terapi
1. Non Farmakologis
- Pengaturan diet rendah garam (1-2 gr/hari) selama edema/mendapat
terapi steroid.
- Diet protein sesuai kebutuhan RDA (2 gr/kgBB/hari)
- Pengaturan intake dan output cairan
Sesuai kebutuhan cairan maintenance BB 14 kg = 1200 cc per hari
2. Farmakologis
- Inj. furosemid (1 mg/kgBB/kali) 2 x 14 mg (iv)
- Inj. Albumin 20% (1 g/kgBB/hari) 14 g/hari = 70cc (iv)
- Rencana pemberian steroid Fulldose (2mg/kgBB = 28 mg dibagi 3 dosis)
Methylprednisolon tablet (@ 4 mg) = 6 tablet dibagi 3 dosis (2-2-2)
- Antibiotik oral : Amoxicilin syrup (50 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis)
250 mg/kali tiap 8 jam = 3 x 2 sendok makan (10 cc)
b. Diet
- Rendah garam 1 g/hari
- Diet protein normal sesuai RDA 1x14 = 14 gram per hari
Kebutuhan energi = BB x RDA 11 kg x 100 = 1100 kkal
Diberikan dalam bentuk: (anak tidak ada gangguan makan)
Nasi Biasa (NB) kalori 1 porsi = 500 kkal, porsi = 250 kkal
NB = 3 x porsi (250 kkal) = 750 kkal
Susu = 3 x 150 cc (F-100) = 450 kkal
1200 kkal
c. Monitoring
- Tanda vital (Tekanan darah, nadi, laju pernapasan, dan suhu tubuh)
- Asupan nutrisi (jumlah yang habis dan toleransi anak)
- Diet rendah garam
13
- Balance cairan dan diuresis
- Ukur lingkar perut setiap hari
d. Edukasi
1. Memberi informasi pada keluarga bahwa dapat terjadi komplikasi
yang berhubungan dengan sindrom nefrotik.
2. Membantu anak menjaga asupan nutrisi yang baik.
3. Mengajak kerja sama kepada keluarga untuk rajin kontrol kesehatan
anak pasca perawatan (sebaiknya tiap minggu, tapi bila tidak
memungkinan diharapkan pada minggu ke-4 untuk monitoring
penggunaan dan dosis steroid)
e. Prognosis
- Qua ad vitam : dubia ad bonam
- Qua ad functionam : dubia ad bonam
- Qua ad sanationam : dubia ad bonam
2.9. FOLLOW UP
Tanggal CATATAN KEMAJUAN (S/O/A) RENCANA
Jam TATALAKSANA
17-01-2017 S : demam (-), bengkak di kelopak mata dan P:
07.00 WIB pipi berkurang, bengkak di kaki (+), - Inj. furosemid 2 x 14 mg
bengkak di kemaluan (-). - Albumin 20% 70 cc
O: - Amoxicilin syrup 3 x 2
Keadaan Umum : sendok makan (10 cc)
Sens: compos mentis
- Diet setara 1100 kkal
TD: 80/50 mmHf
per hari, dalam bentuk
T: 36,7 C.
nasi biasa (rendah
Nadi: 94x/menit
garam) sebanyak 3x1/2
RR: 24x/menit
porsi dan susu 3x150 cc
Keadaan Spesifik:
Kepala: Normocephali, konjungtiva anemis - Balance diuresis per 6
14
Leher: Pembesaran KGB (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-).
Cor : Bunyi Jantung I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, rhonki (-),
wheezing (-)
Abdomen: cembung, lemas, hepar dan lien
tidak teraba, bising usus (+) normal, shifting
dullness (+).
Lingkar perut max: 52 cm
Lingkar perut umbilicus : 48 cm
Ekstremitas: akral hangat, edema pretibia(+)
Genetalia : edema skrotum (-)
15
18-02-2017 S : bengkak berkurang, BAK (+), nyeri P:
07.00 WIB BAK (-), demam (-). - Inj. furosemid 2 x 14 mg
O : Keadaan Umum : - Methylprednisolon 4 mg
Sens: compos mentis sebanyak 6 tablet dibagi
TD: 80/50 mmHg 3 dosis (2-2-2 tablet)
T: 36,8 C.
- Amoxicilin syrup 3 x 2
Nadi: 115 x/menit
sendok makan (10 cc)
RR: 24x/menit
- Diet setara 1100 kkal
Keadaan Spesifik:
per hari, dalam bentuk
Kepala: normocephali, konjungtiva anemis
nasi biasa (rendah
(-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra
(+/+) minimal garam) sebanyak 3x1/2
16
LED : 45 mm/jam
Protein Total : 4,3 g/dL
Kolesterol total : 424 mg/dL
Albumin : 2,0 g/dL
Globulin : 2,3 g/dL
Kreatinin : 0,32 mg/dL
Ureum : 36 mg/dL
Asam Urat : 3,9 mg/dL
Ca2+ : 8,0 mg/dL
Na+ : 137 mg/L
K+ : 4,4 mg/L
CRP < 5 mg/L
Urinalisis :
Warna : Kuning muda
Kejernihan : jernih
Berat Jenis : 1,010
pH : 7,0
Protein : +++
Bilirubin : -
Keton : -
Darah : -
Nitrit : -
Leukosit esterase : -
Epitel : -
Leukosit : 0-2/lpb
Eritrosit : 0-1/lpb
Silinder: -
Bakteri: -
Mukus : +++
Jamur : -
Balance cairan (BB: 13,5 kg)
Tanggal 18-02-1017 Pukul 06.00 12.00 WIB
I: 60 cc B: -187,25 cc
17
O : 180 cc D: 2,5 cc/kgBB/jam
IWL: 67,25 cc
Tanggal 18-02-1017 Pukul 12.00 18.00 WIB
I: 120 cc B: -47,25 cc
O : 100 cc D: 1,38 cc/kgBB/jam
IWL: 67,25 cc
Tanggal 18-02-1017 Pukul 18.00 00.00 WIB
I: 30 cc B: -112,25 cc
O : 75 cc D: 1,041 cc/kgBB/jam
IWL: 67,25 cc
Tanggal 17-02-1017 Pukul 00.00 06.00 WIB
I: 0 cc B: -132,25 cc
O : 65 cc D: 0,90 cc/kgBB/jam
IWL: 67,25 cc
S : Edema berkurang P:
19-01-2017
O : Keadaan Umum : - Inj. furosemid 2 x 14 mg
07.00 WIB
Sens: compos mentis - Methylprednisolon 4 mg
TD: 80/50 mmHg sebanyak 6 tablet dibagi
T: 36,5 C. 3 dosis (2-2-2 tablet)
Nadi: 106x/menit - Amoxicilin syrup 3 x 2
RR: 32x/menit sendok makan (10 cc)
Keadaan Spesifik: - Diet setara 1100 kkal
Kepala: normocephali, konjungtiva anemis
per hari, dalam bentuk
(-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra(-/-).
nasi biasa (rendah
Leher: Pembesaran KGB (-)
garam) sebanyak 3x1/2
Thoraks: simetris, retraksi (-).
porsi dan susu 3x150 cc
Cor : Bunyi Jantung I-II normal, murmur (-),
- Balans diuresis per 6 jam
gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, rhonki (-),
18
wheezing (-)
Abdomen: datar, lemas, hepar dan lien tidak
teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas: akral hangat
Genitalia : Edema skrotum (-)
19
2.9 LAMPIRAN
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit ginjal yang terbanyak pada anak.1 Penyakit
tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang terdiri dari beberapa gejala yaitu proteinuria
masif (>40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau
dipstick 2+), hipoalbuminemia 2,5 g/dL, edema, dan hiperkolesterolemia.2
2.2 Etiologi
Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu kongenital, primer
atau idiopatik, dan sekunder.2
2.2.1 Kongenital
Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah3 :
2.2.1.1 Finnish-type congenital nephrotic syndrome (NPHS1, nephrin)
2.2.1.2 Denys-Drash syndrome (WT1)
2.2.1.3 Frasier syndrome (WT1)
2.2.1.4 Diffuse mesangial sclerosis (WT1, PLCE1)
2.2.1.5 Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin)
2.2.1.6 Autosomal dominant, familial FSGS (ACTN4, -actinin-4;TRPC6)
2.2.1.7 Nail-patella syndrome (LMX1B)
2.2.1.8 Pierson syndrome (LAMB2)
2.2.1.9 Schimke immuno-osseous dysplasia (SMARCAL1)
2.2.2 Primer
Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau idiopatik adalah
sebagai berikut:
2.2.2.1 Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)
2.2.2.2 Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
2.2.2.3 Mesangial Proliferative Difuse (MPD)
2.2.2.4 Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP)
2.2.2.5 Nefropati Membranosa (GNM)
21
2.2.3 Sekunder
Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain sebagai berikut :
2.2.3.1 lupus erimatosus sistemik (LES)
2.2.3.2 keganasan, seperti limfoma dan leukemia
2.2.3.3 vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis dengan poliangitis),
sindrom Churg-Strauss (granulomatosis eosinofilik dengan poliangitis), poliartritis
nodosa, poliangitis mikroskopik, purpura Henoch Schonlein
2.2.3.4 Immune complex mediated, seperti post streptococcal (postinfectious)
glomerulonephritis
2.3 Batasan
Berikut ini adalah beberapa batasan yang dipakai pada sindromnefrotik2:
2.3.1 Remisi
Apabila proteinuri negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2LPB/jam) 3 hari berturut-turut
dalam satu minggu, maka disebut remisi.
2.3.2 Relaps
Apabila proteinuri 2+ ( >40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu
>2 mg/mg) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu, maka disebut relaps.
2.3.3 Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)
Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari)
selama 4 minggu mengalami remisi.
2.3.4 Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)
Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari)
selama 4 minggu tidak mengalami remisi.
2.3.5 Sindrom nefrotik relaps jarang
Sindrom nefrotik yang mengalami relaps < 2 kali dalam 6 bulan sejak respons awal atau < 4
kali dalam 1 tahun.
2.3.6 Sindrom nefrotik relaps sering
Sindrom nefrotik yang mengalami relaps 2 kali dalam 6 bulan sejak respons awal atau 4
kali dalam 1 tahun.
2.3.7 Sindrom nefrotik dependen steroid
Sindrom nefrotik yang mengalami relaps dalam 14 hari setelah dosis prednison diturunkan
menjadi 2/3 dosis penuh atau dihentikan dan terjadi 2 kali berturut-turut.
22
2.4 Klasifikasi
Ada beberapa macam pembagian klasifikasi pada sindrom nefrotik. Menurut berbagai
penelitian, respon terhadap pengobatan steroid lebih sering dipakai untuk menentukan
prognosis dibandingkan gambaran patologi anatomi.2 Berdasarkan hal tersebut, saat ini
klasifikasi SN lebih sering didasarkan pada respon klinik, yaitu :
2.4.1 Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)
2.4.2 Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)
24
Menurut teori lain yaitu teori overfilled, retensi natrium renal dan air tidak bergantung pada
stimulasi sistemik perifer tetapi padamekanisme intrarenal primer. Retensi natrium renal
primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler.Overfilling cairan ke
dalam ruang interstisial menyebabkanterbentuknya edema.6
2.5.4 Hiperkolesterolemia
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat
pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan penjelasan antara lain yaitu adanya
kondisi hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk
lipoprotein. Selain itu katabolisme lemak menurun karena terdapat penurunan kadar
lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.6
2.7 Komplikasi
Komplikasi mayor dari sindrom nefrotik adalah infeksi. Anak dengan sindrom nefrotik
yang relaps mempunyai kerentanan yang lebih tinggi untuk menderita infeksi bakterial karena
hilangnya imunoglobulin dan faktor B properdin melalui urin, kecacatan sel yang dimediasi
imunitas, terapi imuosupresif, malnutrisi, dan edema atau ascites. Spontaneus bacterial
peritonitis adalah infeksi yang biasa terjadi, walaupun sepsis, pneumonia, selulitis, dan infeksi
traktus urinarius mungkin terjadi. Meskipun Streptococcus pneumonia merupakan organisme
tersering penyebab peritonitis, bakteri gram negatif sepertiEscherichia coli, mungkin juga
ditemukan sebagai penyebab.1
26
antituberkulosis (OAT).
27
Gambar 4. Pengobatan sindrom nefrotik relaps16
28
Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgbb al-ternating, tetapi < 1,0
mg/kgbb alternating tanpa efek samping yangberat, dapat dicoba dikombinasikan dengan
levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb selama 4-12 bulan, atau langsung diberikan
siklofosfamid (CPA).
2.9.3.2 Levamisol
Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent.4 Levamisol diberikan dengan
dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12 bulan. Efek samping levamisol
adalah mual, muntah, hepatotoksik, vasculitic rash, dan neutropenia yang reversibel.
2.9.3.3 Sitostatika
Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak adalah
siklofosfamid (CPA) atau klorambusil.Siklofosfamid dapat diberikan peroral dengan
dosis 2-3 mg/kgbb/ hari dalam dosis tunggal, maupun secara intravena atau puls. CPA
puls diberikan dengan dosis 500 750 mg/ m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml
larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis,
dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan). Efek samping
CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik,
azospermia, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh karena itu
perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu kadar hemoglobin, leukosit, trombosit,
setiap 1-2 x seminggu. Bila jumlah leukosit <3000/uL, hemoglobin <8 g/dL, hitung
trombosit <100.000/uL, obat dihentikan sementara dan diteruskan kembali setelah
leukosit >5.000/uL, hemoglobin >8 g/dL, trombosit >100.000/uL.
Efek toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total kumulatif
mencapai 200-300 mg/kgbb. Pemberian CPA oral se-lama 3 bulan mempunyai dosis
total 180 mg/kgbb, dan dosis ini aman bagi anak.14
Klorambusil diberikan dengan dosis 0,2 0,3 mg/kg bb/hari selama 8 minggu.
Pengobatan klorambusil pada SNSS sangat terbatas karena efek toksik berupa kejang dan
infeksi.
2.9.3.4 Siklosporin (CyA)
Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau sitostatik
dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 4-5 mg/kgbb/hari (100 -150 mg/m
2 LPB). 15 Dosis tersebut dapat mempertahankan kadar siklosporin darah berkisar antara
150-250 ng/mL. Pada SN relaps sering atau dependen steroid, CyA dapat menimbulkan
29
dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian steroid dapat dikurangi atau dihentikan,
tetapi bila CyA dihentikan, biasanya akan relaps kembali (dependen siklosporin). Efek
samping dan pemantauan pemberian CyA dapat dilihat pada bagian penjelasan SN
resisten steroid.
2.9.3.5 Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)
Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau sitostatik dapat
diberikan MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 1200 mg/m2 LPB atau 25-30
mg/kgbb bersamaan dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24 bulan.7 Efek samping
MMF adalah nyeri abdomen, diare, leukopenia.
30
dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson selama 10-14
hari.Infeksi lain yang sering ditemukan pada anak dengan SN adalah pnemonia dan infeksi
saluran napas atas karena virus.
Pada orangtua dipesankan untuk menghindari kontak dengan pasien varisela. Bila
terjadi kontak diberikan profilaksis dengan imu-noglobulin varicella-zoster, dalam waktu
kurang dari 96 jam. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan suntikan dosis tunggal
imunoglobulin intravena (400mg/kgbb).28 Bila sudah terjadi infeksi perlu diberi obat asiklovir
intravena (1500 mg/m2/hari dibagi 3 dosis) atau asiklovir oral dengan dosis 80 mg/kgbb/hari
dibagi 4 dosis selama 7 10 hari,9 dan pengobatan steroid sebaiknya dihentikan sementara.
2.10.2 Trombosis
Suatu studi prospektif mendapatkan 15% pasien SN relaps menunjukkan bukti
defek ventilasi-perfusi pada pemeriksaan skintigrafi yang berarti terdapat trombosis
pembuluh vaskular paru yang asimtomatik. Bila diagnosis trombosis telah ditegakkan
dengan pemeriksaan fisis dan radiologis, diberikan heparin secara subkutan, dilanjutkan
dengan warfarin selama 6 bulan atau lebih. Pencegahan tromboemboli dengan pemberian
aspirin dosis rendah, saat ini tidak dianjurkan.
2.10.3 Hiperlipidemia
Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar LDL dan VLDL
kolesterol, trigliserida dan lipoprotein (a) (Lpa) sedangkan kolesterol HDL menurun atau
normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik, sehingga meningkatkan
morbiditas kardiovaskular dan progresivitas glomerulosklerosis.
Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat sementara dan
tidak memberikan implikasi jangka panjang, maka cukup dengan pengurangan diit lemak.
Pada SN resisten ste-roid, dianjurkan untuk mempertahankan berat badan normal untuk
tinggi badannya, dan diit rendah lemak jenuh. Dapat dipertimbangan pemberian obat
penurun lipid seperti inhibitor HMgCoA reduktase (statin).
2.10.4 Hipokalsemia
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena:
1. Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis dan osteopenia
2. Kebocoran metabolit vitamin D
31
Oleh karena itu pada pasien SN yang mendapat terapi steroid jangka lama (lebih dari 3 bulan)
dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 250-500 mg/hari dan vitamin D (125- 250 IU).32
Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5 mL/kgbb
intravena.
2.10.5 Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat terjadi
hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin, dan sering disertai
sakit perut. Pasien harus segera diberi infus.
NaCl fisiologis dengan cepat sebanyak 15-20 mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan
disusul dengan albumin 1 g/kgbb atau plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat 10 tetes per
menit). Bila hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan furosemid 1-2
mg/kgbb intravena.
2.10.6 Hipertensi
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan penyakit
SN akibat toksisitas steroid. Pengobatan hipertensi diawali dengan inhibitor ACE
(angiotensin converting enzyme), ARB (angiotensinreceptor blocker) calcium channel
blockers, atau antagonis adrenergik,sampai tekanan darah di bawah persentil 90.
32
Hipertensi menetap
Penurunan fungsi ginjal yang tidak disebabkan oleh hipovolemia
Tersangka sindrom nefrotik sekunder
33
BAB IV
ANALISIS KASUS
34
interstisial sehingga tekanan onkotik plasma menurun dan sebagai kompensasinya
ginjal meretensi natrium dan air. Retensi yang terjadi menyebabkan cairan
ekstraseluler meningkat yang memperberat terjadinya edema, sehingga laju filtrasi
glomerulus (LFG) ikut menurun. Pada pasien ini ditemukan oliguria karena
ditemukan BAK dengan frekuensi 5 kali sehari sebanyak 1/4 gelas belimbing.
35
output cairan). Bila dijumpai edema berat tanpa oliguria, retriksi cairan sebanyak
dari berat badan pertama kali dirawat. Pada pasien ini tidak dilakukan retriksi
cairan karena hanya terjadi edema minimal.
36
Antibiotik diberikan untuk mengatasi kemungkinan adanya infeksi.
Antibiotik yang digunakan yaitu antibiotik spektrum luas yaitu amoksisilin
sebagai profilaksis. Dosis amoksisilin 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Gipson, D., S., Massengill S., F., Yao L., Nagaraj S., Soyer W., E., Mahan J.,
D., dkk. Management of childhood onset nephrotic syndrome. Pediatrics
2009;124:747-57.
2. Jaipaul, Navin. 2016. Overview of Nephrotic Syndrome.
(http://www.merckmanuals.com/professional/genitourinary-
disorders/glomerular-disorders/overview-of-nephrotic-syndrome, Diakses 19
Januari 2016).
3. National Kidney Foundation, Inc. 2016. NephroticSyndrome.
(https://www.kidney.org/atoz/content/nephrotic, Diakses 18 Januari 2016).
4. Wigati, R., Laksmi E. 2010. Alternatif Terapi Inisial Sindrom Nefrotik untuk
Menurunkan Kejadian Relaps. Sari Pediatri 2010; 11 (6): 415-419.
5. Allison A., E., jordan, M., S. 2003. Nephrotic Syndrome in Childhood. The
Lancet (362): 629-639.
6. The Royal Childrens Hospital Melbourne. 2013. Nephrotic Syndrome.
Australia: 50 Flemington Road Parkville.
7. Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, III JWSG, Behrman RE. Nelson
Textbook of Pediatrics. 19 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p.
1801-7.
8. Widajat HRR, Muryawan MH, Mellyana O. Sindrom Nefrotik Sensitif
Steroid. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Semarang: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Universitas Diponegoro; 2011.p. 252-9.
9. Lane JC. Pediatric nephrotic syndrome 2013 [cited 2013 27
November]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/982920-
overview#aw2aab6b2b3aa.
10. Wirya IW. Sindrom Nefrotik. In: Buku Ajar Nefrologi: Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2004.p. 383.
38
11. Perico N, Remuzzi A, Remuzzi G. Mechanism and Consequences of
Proteinuria. In: Brenner and Rectors The Kidney [Internet]. 2013 [cited 26
November 2013]. Available from: http://www.mdconsult.com/books/page.
12. Wirya IW. Sindrom Nefrotik. In: Buku Ajar Nefrologi: Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2004.p. 385-9.
13. Trihono PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus Tata Laksana
Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2012.
14. Schwartz GJ, Work DF. Measurement and estimation of GFR in children and
adolescents. Clin J Am Soc Nephrol [Internet]. 2009 [cited 2013 Nov
27];4(11):1832-43. Available from:Pubmed.
39