You are on page 1of 35

STATISTIK KESEHATAN

STATISTIK DESKRIPTIF

Oleh :

DIV KEPERAWATAN TK III SEMESTER VI

1. Ni Kadek Ariyastuti (P07120214007)


2. Putu Epriliani (P07120214010)
3. I Gusti Ayu Cintya Adianti (P07120214012)
4. Ni Putu Novia Indah Lestari (P07120214016)
5. Kadek Poni Marjayanti (P07120214026)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

2017

I. STATISTIKA DESKRIPTIF
Statistik deskriptif merupakan penjelasan mengenai pengertian statistik menurut para
ahli:
1. Sudjana (1996:7) menjelaskan : Fase statistika dimana hanya berusaha melukiskan
atau mengalisa kelompok yang diberikan tanpa membuat atau menarik
kesimpulan tentang populasi atau kelompok yang lebih besar dinamakan statistika
deskriptif.
2. Iqbal Hasan (2001:7) menjelaskan : Statistik deskriptif atau statistik deduktif
adalah bagian dari statistik mempelajari cara pengumpulan data dan penyajian
data sehingga mudah dipahami. Statistik deskriptif hanya berhubungan dengan hal
menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu data atau
keadaan atau fenomena. Dengan kata lain, statistik deskriptif berfungsi
menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan. Penarikan kesimpulan pada statistik
deskriptif (jika ada) hanya ditujukan pada kumpulan data yang ada. Didasarkan
pada ruang lingkup bahasannya statistik deskriptif mencakup :
a. Distribusi frekuensi beserta bagian-bagiannya seperti :
- Grafik distribusi (histogram, poligon frekuensi, dan ogif);
- Ukuran nilai pusat (rata-rata, median, modus, kuartil dan sebagainya)
- Ukuran dispersi (jangkauan, simpangan rata-rata, variasi, simpangan baku,
dan sebagianya);
- Kemencengan dan keruncingan kurva
- Angka indeks
- Times series/deret waktu atau berkala
- Korelasi dan regresi sederhana.
3. Bambang Suryoatmono (2004:18) menyatakan Statistika Deskriptif adalah
statistika yang menggunakan data pada suatu kelompok untuk menjelaskan atau
menarik kesimpulan mengenai kelompok itu saja
a. Ukuran Lokasi: mode, mean, median, dll
b. Ukuran Variabilitas: varians, deviasi standar, range, dll
c. Ukuran Bentuk: skewness, kurtosis, plot boks.
4. Pangestu Subagyo (2003:1) menyatakan : Yang dimaksud sebagai statistika
deskriptif adalah bagian statistika mengenai pengumpulan data, penyajian,
penentuan nilai-nilai statistika, pembuatan diagramatau gambar mengenai sesuatu
hal, disini data yang disajikan dalam bentuk yang lebih mudah dipahami atau
dibaca. Statistika deskriptif merupakan metode-metode yang berkait dengan
pengumpulan dan penyajian sekumpulan data, sehingga dapat memberikan
informasi yang berguna. Perlu kiranya dimengerti bahwa statistika deskriptif
memberikan informasi hanya mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak
menarik kesimpulan yang lebih banyak dan lebih jauh dari data yang ada.
Kegiatan memeriksa sifat-sifat penting dari data yang ada itu disebut analisis data
secara pemerian (deskripsi). Karenanya bagian statistika demikian dinamakan
Statistika Deskriptif atau Statistika Perian. Penyusunan tabel, diagram, modus,
kuartil, simpangan baku termasuk dalam kategori statistika deskriptif. Kegiatan itu
dilakukan melalui:
a. Pendekatan aritmetika yaitu pendekatan melalui pemeriksaan rangkuman nilai
atau ukuran-ukuran penting dari data. Yang dimaksud rangkuman nilai di sini
ialah penyederhanaan kumpulan nilai data yang diamati ke dalam bentuk nilai-
nilai tertentu. Setiap rangkuman nilai ini disebut statistik. Jadi, statistik
menerangkan sifat kumpulan data dalam bentuk nilai yang mudah dipahami,
sedangkan statistika adalah suatu ilmu tentang sekumpulan konsep serta
metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan, menyajikan dan
menganalisis data serta menarik kesimpulan berdasar hasil analisis data
tersebut.
b. Pendekatan geometrik, yaitu melalui penyajian data dalam bentuk gambar
berupa grafik atau diagram. Kedua pendekatan mengakibatkan pembedaan
dalam penyajian datanya. Penyajian data pertama menekankan angka-angka
dan yang kedua menekankan pada gambar.
Statistik adalah kumpulan data, disajikan dalam bentuk table/daftar, gambar, diagram
atau ukuran-ukuran tertentu. Misalnya, statistic penduduk, statistic kelahiran, statistic
pertumbuhan ekonomi, statistic pendidikan,statistic keshatan, dan lain-lain. Statistika,
adalah pengetahuan mengenai pengumpulan data, klasifikasi data, pengolahan data,
penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan berdasarkan alasan yang cukup
kuat (Koyan,Wayan:2012)

Statistik Deskriptif (Statistik Dasar), yaitu statistik yang digunakan untuk


menggambarkan atau menganalisis suatu statistik hasil penelitian tetapi tidak
digunakan untuk generalisasi/inferensi. Penelitian yang tidak menggunakan sampel,
analisisnya menggunakan statistik deskriptif. Demikian juga penelitian yang
menggunakan sampel, tetapi tidak bermaksud untuk membuat kesimpulan untuk
populasi dari mana sampel diambil, analisis datanya menggunakan statistik deskriptif
(Koyan,Wayan:2012). Dalam hal ini, teknik korelasi dan regresi juga dapat berperan
sebagai statistik deskriptif.

Statistik deskriptif adalah salah satu metode statistik yang berkaitan dengan
pengumpulan, peringkasan, dan penyajian suatu kumpulan data sehingga memberikan
informasi yang berguna. Berikut adalah contoh penyajian data menggunakan metode
deskriptif statistik dengan SPSS.

Terdapat data umur dan pendapatan dari 30 responden.

Langkah langkah yang dilakukan yaitu:

a. Klik menu Analyze | Descriptive Statistics |


Descriptive
b. Pilih variabel yang ingin diketahui
deskripsinya, sebagai contoh variabel umur
dan pendapatan.
c. Klik tanda play untuk memindah variabel ke
kolom Variable(s).
d. Klik Options untuk memilih output apa saja
yang ingin diketahui.
e. Klik Continue lalu klik OK untuk
menghasilkan analisa.
Berikut hasil analisanya:

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Umur 30 20 59 31.90 10.060

Pendapatan 30 1000 4000 2215.00 746.388

Valid N (listwise) 30

N merupakan jumlah data. Dalam contoh diatas N umur = 30 berarti ada 30 data di
variabel umur. Begitu juga dengan pendapatan N=30, terdapat 30 data pada variabel
Pendapatan.

Statistik Deskriptif berfungsi untuk membuat data bermakna, yang dapat disajikan
dengan berbagai bentuk, seperti:

a. Tabel/daftar, gambar, diagram/grafik.


b. Ukuran tendensi sentral (mean atau rerata, median atau nilai tengah, dan modus).
c. Ukuran dispersi (penyebaran): rentangan, simpangan (deviasi), simpangan baku, dan
varians.

II. DISTRIBUSI FREKUENSI


A. Pengertian distribusi frekuensi
Distribusi (distribution, bahasa Inggris) berarti penyaluran,pembagian atau
pencaran. Jadi distribusi frekuensi dapat diberi arti penyaluran frekuensi,
pembagian frekuensi atau pencaran frekuensi. Dalam statistik, distribusi
frekuensi kurang lebih mengandung pengertian: suatu keadaaan yang
menggambarkan bagaimana frekuensi dari gejala atau variabel yang
dilambangkan dengan angka itu, telah tersalur, terbagi, atau terpancar..
Contoh :
Jika data yang berupa nilai hasil THB dalam bidang studi IPA dari 10 orang siswa
SMA kita sajikan dalam bentuk tabel, maka pembagian atau pencaran frekuensi
dari nilai hasil tes itu akan tampak dengan nyata:

Banyaknya
Nilai
(Orang)
100 1

80 1

75 2

70 1

60 3

50 1

40 1
Total 10

Apa yang dimaksud dengan tabel tidak lain adalah: alat penyajian data statistik
yang berbentuk (dituangkan dalam bentuk) kolom dan lajur.

Dengan demikian Tabel Distribusi Frekuensi dapat kita beri pengertian sebagai:
Alat penyajian data statistik yang berbentuk kolom dan lajur, yang didalamnya
dimuat angka yang dapat melukiskan atau menggambarkan pencaran atau
pembagian frekuensi dari variabel yang sedang menjadi objek penelitian.

Dalam suatu tabel distribusi frekuensi anak kita dapati: (1) variabel, (2) frekuensi,
dan (3) jumlah frekuensi. Dalam contoh di muka, angka-angka 100, 80, 75, 70,
60, 50, dan 40 adalah angka yang melambangkan variabel nilai hasil tes, angka 1,
1, 2, 1, 3, 1, dan 1 adalah angka yang menunjukkan frekuensi, sedangkan angka
10 adalah jumlah frekuensi.
Patut kiranya ditambahkan di sini bahwa istilah Tabel Distribusi Frekuensi itu
acapkali disingkat menjadi Tabel Frekuensi saja.

B. Tabel Distribusi Frekuensi dan Macamnya


Dalam dunia statistik kita mengenal berbagai macam Tabel Distribusi Frekuensi;
namun dalam buku ini hanya akan dikemukakan sebagian saja, yang dipandang
penting dan relevan, yaitu: Tabel Distribusi Frekuensi Data Tunggal, Tabel
Distribusi Frekuensi Data Kelompokan, Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif,
dan Tabel Distribusi Frekuensi Relatif (Tabel Presentase).
1. Tabel Distribusi Frekuensi Data Tunggal
Tabel Distribusi Frekuensi Data Tunggal adalah salah satu jenis tabel statistik
yang di dalamnya disajikan frekuensi dari data angka; angka yang ada itu
tidak dikelompok-kelompokkan (ungrouped data).
Contoh:
TABEL 2.1. Distribusi Frekuensi Nilai Hasil THB Dalam Bidang Studi
Pendidikan Moral Pancasila dari 40 Orang Siswa MTsN.

Nilai Frekuensi

(X) (f)
8 6

7 9

6 19

5 6
Total 40 = N
Dalam Tabel 2.1 itu, nilai hasil THB dalam bidang studi PMP dari sejumlah
40 orang siswa MTsN berbentuk Data Tunggal, sebab nilai tersebut tidak
dikelompok-kelompokkan (ungrouped data).

2. Tabel Distribusi Frekuensi Data Kelompokan


Tabel Distribusi Frekuensi Data Kelompokan adalah salah satu jenis tabel
statistik yang di dalamnya disajikan pencaran frekuensi dari data angka,
dimana angka-angka tersebut dikelompok-kelompokkan (dalam tiap unit
terdapat sekelompok angka).
Data yang disajikan melalui Tabel 2.2 berbentuk Data Kelompokan (grouped
data). Adapun huruf N yang terdapat pada lajur Total (baik yang terdapat
pada Tabel 2.1 maupun Tabel 2.2) adalah singkatan dari Number atau
Number of Gases, yang berarti jumlah freuensi atau jumlah hal yang
diselidiki, atau jumlah individu.
TABEL 2.2. Distribusi Frekuensi Tentang Usia dari Sejumlah 50 Orang
Guru Agama Islam yang Bertugas Pada Sekolah Dasar Negeri

Frekuensi
Usia
(f)
50 54 6

45 49 7

40 44 10

35 39 12

30 34 8

25 29 7
Total 50 = N

3. Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif


Dimaksud dengan Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif ialah salah satu
jenis tabel statistik yang didalamnya disajikan frekuensi yang dihitung
terus meningkat atau: selalu ditambah-tambahkan, baik dari bawah ke
atas maupun dari atas ke bawah.
Contoh :
TABEL 2.3. Distribusi Frekuensi Kumulatif Nilai-nilai Hasil THB
Bidang Studi PMP Dari 40 Orang Siswa MTsN.

Nilai F fk(b) fk(a)

(X)
8 6 40 = N 6
7 9 34 15

6 19 25 34

5 6 6 40 = N
Total: 40 = N - -

TABEL 2.4. Distribusi Frekuensi Kumulatif Usia 50 Orang Guru Agama


Islam

Yang Bertugas Pada Sekolah Dasar Negeri

Nilai F fk(b) fk(a)

(X)
50 54 6 50 = N 6

45 49 7 44 13

40 44 10 37 23

35 39 12 27 35

30 34 8 15 43

25 29 7 7 50 = N
Total: 50 = N - -

Tabel 2.3 kita namakan Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif Data


Tunggal, sebab data yang disajikan dalam tabel ini berbentuk data yang
tidak dikelompok-kelompokkan. (lihat kolom 1). Pada Kolom 2 dimuat
frekuensi asli (yakni frekuensi sebelum diperhitungkan frekuensi
kumulatifnya). Kolom 3 memuat frekuensi kumulatif yang dihitung dari
bawah (fk(b)), di mana angka-angka yang terdapat pada kolom ini
diperoleh dengan langkah-langkah kerja sebagai berikut: 6 + 19 = 25; 25 +
9 = 34; 34 + 6 = 40. Hasil penjumlahan akhir dari frekuensi kumulatif
akan selalu sama dengan N (di sini N = 40). Kolom 4 memuat frekuensi
kumulatif yang dihitung dari atas (fk(a)), di mana angka-angka yang
terdapat pada kolom ini diperoleh dengan langkah-langkah kerja sebagai
berikut: 6 + 9 = 15; 15 + 19 = 34; 34 + 6 = 40 = N.

Tabel 2.4 kita namakan Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif Data


Kelompokan, sebab data yang disajikan dalam tabel ini berbentuk data
kelompokan. Tentang keterangan atau penjelasan lebih lanjut pada
pokoknya sama seperti keterangan yang telah dikemukakan untuk Tabel
2.3 di atas.

4. Tabel Distribusi Frekuensi Relatif


Tabel Distribusi Frekuensi Relatif juga dinamakan Tabel Persentase.
Dikatakan frekuensi relatif sebab frekuensi yang disajikan di sini
bukanlah frekuensi yang sebenarnya, melainkan frekuensi yang
dituangkan dalam bentuk angka persenan.
Contoh:
a. Jika data yang disajikan pada Tabel 2.1 kita sajikan kembali dalam
bentuk Tabel Distribusi Frekuensi Relatif atau Tabel Persentase, maka
keadaannya adalah sebagai berikut:

TABEL 2.5. Distribusi Frekuensi Relatif (Distribusi Persentase)

Tentang Nilai-nilai Hasil THB Dalam Bidang Studi PMP dari Sejumlah
40 Orang Siswa MTsN

Nilai f Persentase

(X) (p)
8 6 15,0

7 9 22,5

6 19 47,5

5 6 15,0
Total 40 = N 100,0

Keterangan:

Untuk memperoleh frekuensi relatif (angka persenan) sebagaimana tertera


pada kolom 3 Tabel 2.5, digunakan rumus :
f
p x100%
N

f = frekuensi yang sedang dicari persentasenya.

N = Number of Cases (jumlah frekuensi / banyaknya individu).

P = angka persentase

Jadi angka persenan sebesar 15,0 itu diperoleh dari:

6
x100% 15,0;
40 p sebesar 22,5 diperoleh dari:

9
x100% 22,5;
40

demikianlah seterusnya. Jumlah persentase harus selalu sama dengan 100,0.

b. Dengan cara yang sama seperti telah dikemukakan di atas, data yang tertera
pada Tabel 2.2 dapat kita sajikan dalam bentuk Tabel Distribusi Frekuensi
Relatif atau Tabel Persentasenya. Adapun wujud fisik tabel tersebut dapat
dilihat seperti pada Tabel 2.6.
TABEL 2.6. Distribusi Frekuensi Relatif (Distribusi Persentase)
Tentang Usia dari Sejumlah 50 Orang Guru Agama Islam yang bertugas pada
SD Negeri.

Nilai f Persentase

(X) (p)
50 54 6 12,0

45 49 7 14,0

40 44 10 20,0

35 39 12 24,0

30 34 8 16,0

25 29 7 14,0
Total 40 = N 100,0
5. Tabel Persentase Kumulatif
Seperti halnya Tabel Distribusi Frekuensi Tabel Persentase atau Tabel
Distribusi Frekuensi Relatif pun dapat diubah ke dalam bentuk Tabel
Persentase Kumulatif (Tabel Distribusi Frekuensi Relatif Kumulatif).
Jika data yang disajikan pada Tabel 2.5 dan Tabel 2.6 kita ubah ke dalam
bentuk Tabel Persentase Kumulatif, hasilnya adalah (lihat Tabel 2.7).
Penjelasan tentang bagaimana cara memperoleh Pk (b) dan Pk(a) adalah
sama seperti penjelasan yang telah dikemukakan pada Tabel 2.3.
TABEL 2.7. Tabel Persentase Kumulatif (Tabel Distribusi Frekuensi
Relatif Kumulatif) Tentang Nilai Hasil THB Dalam Bidang Studi PMP
Dari Sejumlah 40 Orang Siswa MTsN.

Nilai F Pk(b) Pk(a)

(X)
8 15,0 100,0 15,0

7 22,5 85,0 37,5

6 47,5 62,5 85,0

5 15,0 15,0 100,0


Total: 100 - -

TABEL 2.8. Tabel Persentase Kumulatif (Tabel Distribusi Frekuensi


Relatif Kumulatif) Tentang Usia dari Sejumlah 50 Orang Guru Agama
Islam yang Bertugas Pada SD Negeri.

Nilai P fk(b) fk(a)

(X)
50 54 12,0 100,0 12,0

45 49 14,0 88,0 26,0

40 44 20,0 74,0 46,0

35 39 24,0 54,0 70,0

30 34 16,0 30,0 86,0


25 29 14,0 14,0 100,0
Total: 100 - -

C. Cara Membuat Tabel Distribusi Frekuensi


Setelah dikemukakan beberapa macam Tabel Distribusi Frekuensi, maka pada
pembicaraan selanjutnya akan dikemukakan bagaimana cara atau langkah yang
perlu ditempuh dalam pembuatan tabel distribusi frekuensi sehingga tabel
tersebut dapat menjalankan fungsinya dengan baik, yaitu: menjadi alat penyajian
data statistik yang teratur, ringkas, dan jelas.
Dari lima macam Tabel Distribusi Frekuensi yang telah dikemukakan contohnya
di atas, hanya dua buah saja yang dipandang perlu dibahas cara pembuatannya,
yaitu: Tabel Distribusi Frekuensi Data Tunggal dan Tabel Distribusi Frekuensi
Data Kelompokan.
Kedua macam tabel distribusi frekuensi tersebut perlu dipelajari prosedur dan
teknik pembuatannya, sebab pekerjaan menganalisis data statistik pada umumnya
diawali dengan pembuatan salah satu diantara dua jenis tabel distribusi frekuensi
tersebut. Sedangkan prosedur dan teknik pembuatan Tabel Distribusi Frekuensi
Kumulatif, Tabel Distribusi Frekuensi Relatif (Tabel Persentase), dan Tabel
Distribusi Frekuensi Relatif Kumulatif (Tabel Persentase Kumulatif) walaupun
secara singkat, telah dijelaskan pada pembicaraan terdahulu; ketiga macam tabel
distribusi frekuensi yang disebutkan terakhir, dapat dibuat setelah dipersiapkan
terlebih dahulu Tabel Distribusi Frekuensi Data Tunggalnya atau Tabel Distribusi
Frekuensi Data Kelompokannya.
1. Cara Membuat Tabel Distribusi Frekuensi Data Tunggal.
Sebelum dikemukakan tentang cara pembuatan Tabel Distribusi Frekuensi
Data Tunggal, terlebih dahulu perlu dikemukakan bahwa Tabel Distribusi
Frekuensi Data Tunggal itu ada dua macam, yaitu: Tabel Distribusi Frekuensi
Data Tunggal yang semua skornya berfrekuensi 1, danTabel Distribusi
Frekuensi Data Tunggal yang sebagian atau seluruh skornya berfrekuensi lebih
dari satu.
a. Contoh Pembuatan Tabel Distribusi Frekuensi Data Tunggal Yang Semua
Skornya Berfrekuensi 1
Misalkan dari 10 orang Mahasiswa yang menempuh Ujian Ulangan secara
lisan dalam mata kuliah Statistik Pendidikan, diperoleh nilai sebagai
berikut:
No Nama Nilai
1. Syamsuddin 65

2. Margono 30

3. Abdul Wahid 60

4. Dimyati 45

5. Sulistyani 75

6. Fathonah 40

7. Nur Kholis 70

8. Hamdani 55

9. Listiorini 80

10. B. Pramono 50

Apabila kita perhatikan data di atas, maka dari 10 orang mahasiswa yang
menempuh ujian ulangan lisan tersebut, yang berhasil mencapai nilai 80
sebanyak 1 orang, yang memperoleh nilai 75 = 1 orang, yang memperoleh
nilai 70 = 1 orang, demikian pula mahasiswa yang mencapai nilai 65, 60,
55, 50, 45, 40, dan 30, masing-masing sebanyak 1 orang. Kalau demikian
maka kita dapat mengatakan bahwa semua skor atau semua nilai yang
sedang kita hadapi itu masing-masing berfrekuensi 1.

Jika data di atas kita tuangkan penyajiannya dalam bentuk Tabel Distribusi
Frekuensi Data Tunggal, wujudnya seperti pada Tabel 2.9.

TABEL 2.9. Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Ujian Ulangan Lisan Dalam
Mata Kuliah Statistik Pendidikan yang Diikuti 10 Orang Mahasiswa

Nilai
f
(X)
80 1

75 1
70 1

65 1

60 1

55 1

50 1

45 1

40 1

30 1
Total 10 = N

Karena semua skor (nilai) hasil ujian tersebut berfrekuensi 1 dan semua
skor (nilai) yang ada itu berwujud Data Tunggal, maka tabel di atas
dinamakan: Tabel Distribusi Frekuensi Data Tunggal yang Semua
Skornya berfrekuensi 1.

b. Contoh Pembuatan Tabel Distribusi Frekuensi Data Tunggal yang


Sebagian atau Keseluruhan Skornya Berfrekuensi Lebih dari 1.
Misalkan dari sejumlah 40 orang murid Madrasah Ibtidaiyah yang
menempuh ulangan harian dalam mata pelajaran matematika, diperoleh
nilai hasil ulangan sebagai berikut (nama murid tersebut tidak
dicantumkan di sini):

5 8 6 4 6 7 9 6 4 5

3 5 8 6 5 4 6 7 7 10

4 6 5 7 8 9 3 5 6 8

10 4 9 5 3 6 8 6 7 6
Apabila data tersebut akan kita sajikan dalam bentuk Tabel Distribusi
Frekuensi, maka langkah yang perlu ditempuh adalah:

Langkah Pertama

Mencari Nilai Tertinggi (Skor paling tinggi (Highest Score) H) dan Nilai
Terendah (Skor paling rendah (Lowest Score) L). Ternyata H = 10 dan L =
3. Dengan diketahuinya H dan L maka kita dapat menyusun atau mengatur
nilai hasil ulangan harian itu, dari atas ke bawah, mulai dari 10 berturut-
turut ke bawah sampai dengan 3 pada kolom 1 dari Tabel Distribusi
Frekuensi yang kita persiapkan adalah seperti yang terlihat pada tabel 2.10.

Langkah Kedua

Menghitung frekuensi masing-masing nilai yang ada, dengan bantuan jari-


jari (tallies); hasilnya dimasukkan dalam kolom 2 dari Tabel Distribusi
Frekuensi yang kita persiapkan (Lihat Kolom 2 Tabel 2.10).

Langkah Ketiga

Mengubah jari-jari menjadi angka biasa, dituliskan pada kolom 3 (Lihat


Kolom 3 Tabel 2.10). Setelah selesai, keseluruhan angka yang menunjukkan
frekuensi masing-masing nilai yang ada itu lalu kita jumlahkan, sehingga

diperoleh jumlah frekuensi ( ) atau Number of Cases = N.


f

Tabel 2.10. kita sebut Tabel Distribusi Frekuensi Data Tunggal yang seluruh
skornya berfrekuensi lebih dari satu, sebab di samping seluruh skor
(nilainya) merupakan data yang tidak dikelompokkan, maka seluruh skor
yang ada itu masing-masing berfrekuensi lebih dari satu.

TABEL 2.10. Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Ulangan Harian Dalam Mata
Pelajaran Matematika yang Diikuti oleh 40 Orang Murid Madrasah
Ibtidaiyah

Nilai
Tanda/Jari-jari/Tallies F
(X)
10 II 2

9 III 3
8 IIII 5

7 IIII 5

6 IIII IIII 10

5 IIII II 7

4 IIII 5

3 III 3
Total 40 = N

Catatan:

1. Untuk melambangkan variabel (dalam contoh diatas adalah variabel nilai),


pada umumnya dipergunakan lambang huruf X, Y, atau Z.
2. N adalah singkatan dari Number of Cases, yang menggantikan lambang

f (= jumlah frekuensi), karena dipandang lebih singkat.

2. Cara Membuat Tabel Distribusi Frekuensi Data Kelompokan.


Jika penyebaran angka/skor/nilai yang akan kita sajikan dalam bentuk Tabel
Distribusi Frekuensi itu demikian luas atau besar, dan penyajiannya dilakukan
dengan cara seperti yang telah dikemukakan diatas, maka Tabel Distribusi
Frekuensi yang berhasil kita buat akan terlalu panjang dan memakan tempat.
Di samping itu ada kemungkinan bahwa skor yang kita sajikan frekuensinya
dalam tabel, ternyata berfrekuensi nol (0) karena skor tersebut tidak terdapat
dalam deretan skor yang kita hadapi. Dalam kegiatan demikian, tabel yang kita
buat itu menjadi tidak menarik dan tidak dapat menggambarkan keadaan data
yang kita hadapi dengan ringkas dan jelas.
Untuk mencegah kejadian yang demikian itu, maka terhadap data statistik
(yang berbentuk angka/skor itu) perlu dilakukan pengelompokan lebih dahulu,
setelah itu barulah dihitung frekuensi masing-masing kelompok nilai.
Perhatikanlah contoh berikut ini: Misalkan dari sejumlah 80 orang siswa Kelas
III SMA Jurusan Fisika diperoleh nilai hasil EBTA (Evaluasi Belajar Tahap
Akhir) dalam bidang studi Biologi, sebagai berikut (nama mereka sengaja
tidak dimuat di sini):

65 54 68 70 57 61 58 62 58 60 65 60 50 60 53 74

59 67 47 63 57 60 77 55 71 55 65 53 49 65 56 70

57 60 73 58 65 57 52 66 57 66 59 69 56 64 52 58

78 55 60 54 62 75 51 60 64 62 61 61 55 48 72 56

54 61 51 59 61 60 63 59 50 60 65 59 62 67 45 80

Agar data yang berupa deretan angka yang menunjukkan nilai hasil EBTA
bidang studi Biologi itu dapat disajikan dalam bentuk Tabel Distribusi
Frekuensi yang baik (teratur, ringkas dan jelas), maka perlu ditempuh cara dan
langkah sebagai berikut:

Langkah Pertama

Mencari Highest Score (H) dan Lowest Score (L); ternyata diperoleh H = 80
dan L = 45.

Langkah Kedua

Menetapkan luas penyebaran nilai yang ada; atau mencari banyaknya nilai,
mulai dari nilai terendah sampai dengan nilai tertinggi, yang biasa disebut
Total Range atau sering disingkat dengan Range saja dan diberi lambang
dengan huruf R, dengan menggunakan rumus:

R=HL+1

R = Total Range

H = Highest Score (Nilai Tertinggi)

L = Lowest Score (Nilai Terendah)

1 = Bilangan konstan
Di atas telah kita ketahui: H = 80 dan L = 45, maka dengan mudah dapat
diperoleh R, yaitu R = 80 45 + 1 = 36. Angka 36 ini mengandung arti bahwa
apabila kita menghitung banyaknya nilai mulai dari nilai terendah sampai
dengan nilai tertinggi pada data yang telah dikemukakan diatas, maka
diperoleh sebanyak 36 butir nilai. Karena H = 80 dan L = 45, maka kalau kita
menderetkan mulai dari 45 sampai dengan 80 akan terdapat 36 nilai;
perhatikanlah: 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59,
60,61,62,63,64,65,66,67,68,69,70,71,72,73,74,75,76,77,78,79,80 = 36 butir
nilai.

Langkah Ketiga

Menetapkan besar atau luasnya pengelompokan data untuk masing-masing


kelompok data. Yang dimaksud disini ialah: karena data berupa nilai hasil
EBTA itu akan disajikan dalam bentuk data kelompok, maka perlu kita
tetapkan dulu, masing-masing kelompokan data (masing-masing interval)
akan terdiri dari beberapa nilai.Untuk menetapkan besar atau luas dari
masing-masing interval nilai yang akan kita sajikan dalam Tabel Distribusi
Frekuensi, ada beberapa macam cara atau pedoman yang dapat dipergunakan.
Salah satu di antaranya yang diperkenalkan disini ialah:

R
I sebaiknya menghasilkan bilangan yang besarnya 10 s/d 20.

R = Total Range

i = interval class, yaitu luasnya pengelompokan data yang dicari,


atau kelas intervalnya 10 s.d. 20 maksudnya disini ialah bahwa jumlah
pengelompokan data yang akan disajikan dalam Tabel Distribusi Frekuensi itu
sebaiknya tidak kurang dari 10 dan tidak lebih banyak dari 20.

Sebagian ahli statistik berpendapat bahwa Tabel Distribusi Frekuensi yang


manis dan rapi (sesuai dengan kondisi ukuran standar kertas di dunia ini)
adalah Tabel Distribusi Frekuensi yang baris-baris pengelompokan datanya
minimal 10 buah dan maksimal 20 buah.

Karena R = 36, maka:


36

i 10 20

Dengan mudah dapat kita tetapkan i sebesar 3 (i = 3), sebab bilangan 36


apabila dibagi dengan bilangan 3 hasilnya = 12, dan bilangan 12 ini terletak
antara bilangan 10 sampai dengan 20. Dengan ditetapkannya i sebesar 3 maka
kita dapat mengatakan bahwa deretan interval yang akan terdapat dalam tabel
distribusi frekuensi adalah sebanyak 12 buah.

Langkah Keempat

Menetapkan bilangan dasar masing-masing interval yang akan dibuat dalam


tabel. Bilangan dasar interval ialah bilangan yang merupakan batas antara
interval yang satu dengan interval yang lain.

Dalam menetapkan bilangan dasar masing-masing interval itu, para ahli


statistik mengemukakan pedoman sebagai berikut :

Pertama: Bilangan dasar interval itu sebaiknya adalah bilangan yang


merupakan kelipatan dari i. Dengan kata lain: bilangan dasar interval itu
sebaiknya dipilihkan bilangan yang dapat habis jika dibagi dengan i. Kalau
pedoman ini kita terapkan pada data yang sedang kita hadapi maka bilangan
dasar interval yang memenuhi syarat adalah bilangan: 78, 75, 72, 69, 66, 63,
60, 57, 54, 51, 48, dan 45. Keduabelas bilangan inilah yang akan mengawali
tiap-tiap interval dalam tabel distribusi frekuensi yang kita buat.

Kedua: Dalam menetapkan bilangan dasar interval itu harus


diperhatikan sedemikian rupa, sehingga dalam inerval yang tertinggi (interval
paling atas) harus terkandung Nilai Tertinggi (Highest Score), dan dalam
interval yang terendah (interval paling bawah) harus terkandung Nilai
Terendah (Lowest Score).

Marilah kita perhatikan data kita: Nilai Tertinggi yang kita miliki adalah = 80,
sedang Nilai Terendah = 45. Karena i telah ditetapkan sebesar 3, sedangkan
bilangan dasar dari inerval yang tertinggi telah kita teapkan sebesar 78, maka
interval tertinggi yang akan tercantum dalam tabel kita nanti adalah : 78 80.

Disini kita lihat bahwa Highest Score sebesar 80 telah terkandung atau
tercakup dalam interval paling atas. Demikian pula karena bilangan dasar
interval paling bawah sudah kita tetapkan sebesar 45, sedangkan i telah kita
tetapkan sebesar 3, berarti interval terendah yang akan dicantumkan dalam
tabel nanti adalah: 45 47. Disini kita lihat bahwa Lowest Score sebesar 45
sudah terkandung atau tercakup pada interval paling bawah. Dengan
demikian kita dapat mengatakan bahwa baik interval class (i) maupun
bilangan-bilangan dasar interval yang telah kita pilih atau kita tetapkan itu,
telah memenuhi pedoman yang telah digariskan oleh para ahli statistik.

Langkah Kelima

Mempersiapkan Tabel Distribusi Frekuensinya, yang terdiri dari tiga kolom.


Kolom 1 diisi dengan interval nilai yang banyaknya 12 baris (seperti telah kita
tetapkan tadi), kolom 2 adalah kolom untuk membubuhkan tanda-tanda atau
jari-jari sebagai pertolongan dalam menghitung frekuensi, sedang kolom 3
berisi frekuensi (Perhatikanlah Tabel 2.11).

TABEL 2.10. Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Ulangan Harian Dalam Mata
Pelajaran Matematika yang Diikuti oleh 40 Orang Murid Madrasah Ibtidaiyah

Nilai
Tanda/Jari-jari/Tallies f
(X)
78 80 II 2

75 77 II 2

72 74 III 3

69 71 IIII 4

66 68 IIIII 5

63 65 IIIII IIIII 10

60 62 IIIII IIIII IIIII II 17

57 59 IIIII IIIII IIII 14

54 56 IIIII IIIII I 11

51 53 IIIII I 6
48 50 IIII 4

45 47 II 2
Total 80 = N

Langkah Keenam

Menghitung frekuensi dari tiap-tiap nilai yang ada, dengan bantuan tanda-
tanda atau jari-jari seperti terlihat pada kolom 2; setelah hal itu dapat
diselesaikan, selanjutnya jari-jari itu kita ubah menjadi angka biasa dan kita
tuliskan pada kolom 3. Akhirnya menjadi angka biasa dan kita tuliskan pada
kolom 3. Akhirnya semua frekuensi yang telah kita tuliskan pada kolom 3 itu
kita jumlahkan, sehingga diperoleh f atau N sebesar 80.

Catatan Tambahan

Para ahli statistik sangat menganjurkan agar dalam menetapkan besarnya


interval class (i) sebaiknya dipilih bilangan gasal (bukan bilangan genap),
seperti: 3, 5, 7, 9, 11, 13, 25, 37, dan sebagainya. Anjuran ini mengandung
maksud, agar apabila pada langkah berikutnya akan dilakukan pencarian atau
penghitungan nilai rata-rata hitung terhadap data yang kita hadapi dalam
perhitungan ini midpoint akan diperkalikan dengan frekuensi dari masing-
masing interval atau terhadap data tersebut akan dikenai perhitungan untuk
memperoleh deviasi standar dalam perhitungan ini semua midpoint akan
diperselisihkan dengan nilai rata-rata hitung, kemudian dikuadratkan dan
diperkalikan dengan frekuensinya masing-masing maka proses perhitungan
yang kita lakuakan itu akan berjalan dengan lebih cepat dan mudah jika
dibandingkan apabila kita menggunakan interval class berupa bilangan genap.
Risiko kesalahannya pun lebih ringan.

III. TENDENSI SENTRAL


Tendensi sentral adalah pengukuran statistik untuk menentukan skor tunggal yang
menetapkan pusat dari distribusi. tendensi sentral adalah untuk menemukan skor
single Tujuan yang paling khusus atau paling representatif dalam kelompok (Gravetter
& Wallnau, 2007).

Tiga metode dalam pengukuran tendensi sentral yakni: mean, median,


modus. Mean biasanya diketahui sebagai ilmu hitung rata-rata. Rata-rata untuk
populasi diidentifikasi dalam huruf yunani yakni (mew), dan rata-rata untuk sampel
adalah M atau x ( x-bar) . Pengukuran tendensi sentral yang kedua
yakni median, yakni skor yang membagi distribusi menjadi dua. Median sama dengan
persentil ke-50. Ukuran tendensi sentral yang ketiga yakni modus (mode), modus
adalah skor atau kategori yang paling besar dari frekuensi. Kata mode/modus berarti
gaya yang paling populer, definisi statistik modus adalah skor yang paling sering
terlihat dalam kelompok data/ skor yang paling sering muncul.

A. Modus (mode)
Modus adalah skor yang paling sering muncul (frekuensi terbanyak/tertinggi).
Untuk data pada distribusi bergolong, menghitung modus digunakan rumus
berikut.

b1
Mo b p
b1 b2

Keterangan:

Mo = modus

b = batas kelas interval dengan frekuensi terbanyak (batas bawah)

p = panjang kelas (i = interval) dengan frekuensi terbanyak

b1 = Frekuensi pada kelas modus (frekuensi pada kelas interval yang terbanyak)

dikurangi frekuensi kelas interval terdekat sebelumnya

b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval berikutnya

Tabel 1.6. Distribusi Frekuensi Skor Tes Matematika Siswa SMA


Kelas interval Batas kelas frekuensi F kumulatif
21 - 30 30,5 2 2

31 - 40 40,5 6 8

41 - 50 50,5 18 26

51 - 70 70,5 30 56

71 - 80 80,5 20 76

81 - 90 90,5 16 92

91 - 100 100,5 8 100

Jumlah 100

Diketahui:

Kelas modus = kelas yang frekuensinya 30

b = 51-0,5 = 50,5

b1 = 30 - 18 = 12

b2 = 30 20 = 10

b1 12
Mo b p 50,50 10 50,50 5,45 55,95
b1 b2 12 10

B. Median (Md)
Median atau nilai tengah adalah nilai yang menunjukkan bahwa di bawah dan di
atas nilai tersebut, masing-masing terdapat 50% nilai (data). Pada data distribusi
frekuensi bergolong, median (Md) dapat dihitung dengan rumus berikut.
1 / 2n F
Md b p
f

Keterangan:

Md = median

B = Batas bawah, dari daerah median

P = panjang kelas (interval)

N = banyak data/jumlah sampel

F = f kumulatif sebelum kelas median (jumlah semua frekuensi sebelum kelas


median)

f = frekuensi kelas/daerah median

Berdasarkan tabel di atas, mediannya adalah:

1 / 2n F 50 26
Md b p 50,5 10 58,5
f 30

C. Mean (M = nilai rerata hitung )

Untuk menghitung mean atau nilai rata-rata hitung digunakan rumus berikut:

M
X X
n

M
fX
f
atau

Berdasarkan hasil perhitungan tendensi sentral, yakni modus, median dan mean,
dapat dibuat gambar grafiknya, apakah perbandingan nilai-nilai tendensi sentral itu
berimpit, modus lebih besar dari median dan mean atau sebaliknya nilai modus lebih
kecil dari median dan mean. Jika nilai modus lebih besar dari median dan mean,
maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar nilai-nilai statistik mahasiswa
cenderung tinggi, Sebaliknya, jika nilai modus lebih kecil dari median dan mean,
maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar nilai-nilai statistik mahasiswa
cenderung rendah. Tetapi jika nilai-nilai-nilai modus, median, dam mean berimpit
atau sama besarnya, maka kurve tersebut adalah kurve normal. Hal ini dapat
digambarkan sebagai berikut.

D. Kurve Juling Positif

0 X

Mo, Md, M, dimana Mo < Md < M

Gamber 1.8. Kurve Juling Positif

Gambar ini menunjukkan bahwa sebagian besar skor cenderung rendah


E. Kurve Juling Negatif

0 X

M, Md, Mo, dimana Mo > Md >M

Gambe 1.9. Kurve Juling Negatif

Gambar ini menunjukkan bahwa sebagian besar skor cenderung tinggi.

IV. VARIABILITAS
Ukuran penyebaran ( variabilitas ) adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa
besar nilai nilai data berbeda atau bervariasi dengan nilai ukuran pusatnya atau
seberapa besar penyimpangan nilai nilai data dengan nilai pusatnya.
Variabilitas adalah derajat penyebaran nilai-nilai variabel dari suatu tendensi sentral
dalam suatu distribusi. Variabilitas disebut juga sebagai dispersi. Jika dua distribusi,
misalnya distribusi A dan B diperbandingkan. Distribusi A menunjukkan penyebaran
nilai-nilai yang lebih besar dari distribusi B, maka dikatakan distribusi A mempunyai
variabilitas yang lebih besar dari distribusi B.
A. Variabilitas/Dispersi
Salah satu teknik untuk mengelompokkan data pada teknik statistik deskriptif
adalah menghitung dispersi atau variabilitas. Tiga cara menghitung variabilitas
antara lain:
Contoh perhitungan keragaman dan standar deviasi dapat kita lihat di bawah ini:

*** berikut ini diberikan data hasil ujian statistik dasar untuk 10 mahasiswa di
perguruan tinggi LOLipop dengan data yang diberikan sebagai berikut:

*** Menghitung Nilai Rataan:

*** Menghitung Keragaman (variance):

*** Menghitung Standar Deviasi:


Menjalankan statistik deskriptif pada SPSS dapat melalui menubar analyse
descriptive statistic descriptives.(yos)

B. Pengukuran Variasi (Penyebaran/Dispersi)


1. Rentang Data (range = R)
Rentang data atau range adalah skor tertinggi dikurangi skor terendah
ditambah satu (Range = skor tertinggi skor terendah + 1).
2. Interquartile Range
Interqurtile range adalah perbedaan antara kuartil pertama dengan
kuartil ke tiga (K3 K1 )
3. Varians
Varians adalah jumlah kuadrat semua deviasi nilai-nilai terhadap rata-
rata kelompok dibagi banyaknya data (n) . Akar varians adalah standar
deviasi (simpangan baku). Varians populasi diberi simbul 2 dan
standar deviasi . Sedangkan varians untuk sampel diberi simbul s2 dan
standar deviasi diberi simbul s.

xX X
Rumus simpangan (deviasi) =

Varians adalah rerata kudrat simpangan, dengan rumus:

s2
x 2


(X X ) 2

n n
untuk sampel besar atau populasi

x 2
(X X ) 2
1 ( X ) 2 n X 2 ( X ) 2
s
2

(n 1)

(n 1)

n
X 2

(n 1)

n(n 1)

untuk sampel kecil


4. Standar Deviasi (simpangan baku)
Standar deviasi atau simpangan baku adalah akar varians, yang
dinyatakan dengan rumus berikut.

s
x 2


(X X ) 2


n X 2 ( X ) 2
(n 1) (n 1) n(n 1)

5. Ukuran Letak
Ada beberapa ukuran letak, antara lain: Kuartil, Decil, dan Persentil.
Dasar perhitungannya sama dengan menghitung median.
Untuk menghitung ukuran letak, didasarkan pada tabel distribusi
frekuensi yang telah dibahas di atas. Berdasarkan tabel distribusi
frekuensi, dapat dihitung Kuartil, Decil, dan Persentil. Untuk itu,
berikut ini akan ditampilkan kembali tabel distribusi tersebut.
Tabel 1.7. Distribusi Frekuensi Skor Tes Matematika Siswa SMA

Kelas interval Batas kelas frekuensi F kumulatif


21 - 30 30,5 2 2

31 - 40 40,5 6 8

41 - 50 50,5 18 26

51 - 70 70,5 30 56

71 - 80 80,5 20 76

81 - 90 90,5 16 92

91 - 100 100,5 8 100

Jumlah 100
Kuartil pertama (1/4n), adalah suatu nilai dalam distribusi yang
membatasi 25% frekuensi di bagian bawah distribusi dari 75%
frekuensi dibagian atas distribusi.

1 / 4n F 25 8
K1 b p 40,5 10 49,94
f 18
, dimana

K1 = Kuartil pertama
B = Batas bawah, dari daerah kuartilpertama

P = panjang kelas (interval)

N = banyak data/jumlah sampel

F = f kumulatif sebelum kelas kuartil pertama (jumlah semua


frekuensi sebelum kelas

kuartil pertama)

f = frekuensi kelas/daerah kuartil pertama

Kuartil 2 (2/4n = Median)

Kuartil 3 (3/4n), dapat dihitung dengan rumus berikut.

3 / 4n F 75 56
K 3 b p 70,5 10 80
f 20

Desil pertama adalah suatu titik yang membatasi 10% frekuensi yang
terbawah dalam distribusi.

Decil pertama dan ke lima, dapat dihitung dengan rumus berikut.

1 / 10n F 10 8
D1 b p 40,5 10 41,6
f 18

5 / 10n F 50 26
D5 b p 50,5 10 58,5
f 30

ini sama dengan median.

Persentil pertama (1/100n) adalah suatu titik dalam distribusi yang


menjadi batas satu persen (1%) dari frekuensi yang terbawah. Persentil
dapat dihitung dengan rumus berikut.

Misalnya, menghitung persentil 25 adalah sebagai berikut.

25 / 100n F 25 8
P25 b p 40,5 10 49,94
f 18
; ini sama
dengan kuartil tiga. Demikian seterusnya dapat dihitung persentilnya.
Jenjang Persentil (Percentile Rank) adalah jenjang yang
perhitungannya didasarkan atas 100 angka. Atau jenjang persentil
adalah suatu bilangan yang menunjukkan banyaknya frekuensi
dalampersen yang ada pada dan di bawah nilai itu. Cara menghitung
jenjang persentil dari distribusi angka kasar adalah sebagai berikut.

X b 100
JP fd F *
p n
, dimana

JP = jenjang persentil

X = Suatu nilai yang diketahui

B = batas bawah nyata interval yang mengandung X

P = panjang interval (=interval)

fd = frekuensi dalam interval yang mengandung X

F = frekuensi kumulatif dibawah interval yang mengandung X

Misalnya, kalau ingin mencari nilai 85 pada distribusi frekuensi tabel di


atas, maka dapat dicari dengan jalan berikut.

X b 100 85 80,5 100


JP fd F * * 16 76 * 83,2
p n 10 100
.

Dengan demikian, nilai 85 menjadi JP 83,2. Ini berarti bahwa ada


83,2% frekuensi yang mendapat angka 85 ke bawah dalam distribusi
frekuensi tersebut. Untuk diketahui, bahwa persentil adalah suatu titik,
sedangkan jenjang persentil (JP) adalah jarak

6. Skor Baku (skor standar)


Ada beberapa skor baku atau skor standar, namun yang sering
digunakan dalam pendidikan, antara lain Skor Z dan Skor T.

X X
SD
Skor Z =

XX

SD

Skor T = 50 + 10Z = 50+10

7. Kurve Normal dan Skor Standar (Skor Baku)

34% 34%

68%

13,5%
13,5%

2,15% 95% 2,15%

0,13%
0,13%

99,7%

| | | | | | |

SD -3SD -2SD -1SD 0 +1SD +2SD +3SD

MEAN

Z SCORES -3 -2 -1 0 +1 +2 +3

T-SCORES 20 30 40 50 60 70 80
IQ SCORES 55 70 85 100 115 130 145

GRE SCORES 200 300 400 500 600 700 800

Gambar 1.10. Kurve Normal dan Skor Baku

8. Menghitung Rata-rata Ideal dan Standar Deviasi Ideal


Berdasarkan kurve normal di atas, dapat dihitung rata-rata hitung ideal
dan standar deviasi ideal. Rata-rata hitung ideal atau harapan adalah
setengah dari skor maksimal ideal ditambah dengan skor minimal ideal.
Standar deviasinya adalah seperenam dari skor maksimal ideal
dikurangi skor minimal ideal.
Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut. Jika 30 butir skala
sikap yang skalanya dari 1 sampai dengan 5, maka skor maksimal
idealnya adalah 30 x 5 = 150; sedangkan skor minimal idealnya adalah
30 x 1 = 30. Rata-rata hitung idealnya = x (150 + 30) = 90.
Sedangkan standar deviasinya (SD) = 1/6 x (150 30) = 20.
Berdasarkan rata-rata ideal dan standar deviasi ideal, dapat dibuat skala
penilaian sebagai berikut.
Tabel 1.8.Skala Penilaian atau Kategori/ Klasifikasi pada Skala Lima
Teoretik

Rentang Skor Klasifikasi/Predikat


Mi + 1,5 SDi < Mi + 3,0 SDi Sangat Baik
Mi + 0,5 SDi < Mi + 1,5 SDi Baik
Mi 0,5 SDi < Mi + 0,5 SDi Cukup
Mi 1,5 SDi < Mi 0,5 SDi Tidak Baik
Mi 3,0 SDi < Mi 1,5 SDi Sangat Tidak Baik
Daftar Pustaka

Aleks, Maryunis. 2007. Statistika dan Teori Probabilitas, untuk Penelitian Pendidikan.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNP.

Anonim. 2012. Statistika Deskriptif Adalah. Available on :


http://www.scribd.com/doc/32185113/Statistika-deskriptif-adalah. Diakses pada tanggal
7 Mei 2012

Koyan,Wayan.2012.Buku Ajar Statistik.Denpasar:UNDIKSHA

Purwandari, Eka. 2012. Artikel Statistik Deskriptif Adalah. Available on : http://eka-


purwandari.blogspot.com/2012/06/artikel-statistik-deskriptif.html. Diakses pada
tanggal 7 Mei 2017

Sugiyono. 2002. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Penerbit CV Alfabeta


Sugiyono. 2004 Statistik Nonparametrik Untuk Penelitian. Bandung: PenerbitAlfabeta

You might also like