You are on page 1of 10

Jurnal Anestesiologi Indonesia

PENELITIAN
Kadar Serum Substansi P Pada Pemberian Klonidin Sebagai Ajuvan
Analgesia Epidural

Serum levels of P substance On Clonidine As Adjuvant Epidural Analgesia

Karyadi*, Yulia Wahyu Villyastuti **


*RSUD Tarakan, Kalimantan Utara
**Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Korespondensi/ Correspondence: karyadi_payanangga@yahoo.co.id

ABSTRACT

Background : Clonidine, when used in conjunction with a local anesthetic drug as a


regional anesthetic techniques, could reduce the incidence of chronic postoperative
pain. Peripheral and central sensitization is one of the mechanisms of transition of
acute pain into chronic pain. Initial cascade that causes peripheral sensitization and
central sensitization triggered by the presynaptic and post-synaptic release of
excitatory neurotransmitters such as glutamate and substance P.

Objective: To compare serum levels of substance P and the value of visual analogue
scores at 0 and 12 hours post- operation between epidural analgesia with bupivacaine
solely and bupivacaine with adjuvant clonidine

Methods : This study is a randomized double-blind study. Samples of 40 people


divided into 2 groups, control group received epidural analgesia with bupivacaine
solely and the treatment group received epidural analgesia bupivacaine with clonidine
as adjuvant, analgesic was administered pre incisional continued for post-surgery.
Serum levels of substance P assessed preoperatively and 12 hours postoperatively in
each group. While the VAS value was measured at 0 and 12 hours post- surgery

Results: There were significant differences in serum levels of substance P in the form
of a significant reduction at 12 hours postoperatively both the control and treatment
groups. There was no significant difference serum levels of substance P between the
control and treatment groups at 12 hours post-surgery. There was significant different
of VAS values at 0 and 12 hours post-operation between the control and treatment
groups

Conclusion : Epidural analgesia with bupivacaine and bupivacaine with adjuvant


clonidine pre incision continued post operatively equally effective in lowering the
levels of substance P at 12 hours after surgery .

Keywords : epidural analgesia , clonidine , bupivacaine, substance P

ABSTRAK

Latar belakang: Klonidin ketika digunakan bersamaan dengan obat lokal anestesi

Volume VI, Nomor 3, Tahun 2014


Volume VI,
Terakreditasi Nomor
DIKTI 3, Tahun
dengan masa2014
berlaku 3 Juli 2014 - 2 Juli 2019 193
Dasar SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 212/P/2014
Jurnal Anestesiologi Indonesia

sebagai teknik regional anestesi, bisa mengurangi kejadian nyeri kronik pasca operasi.
Sensitisasi perifer dan sensitisasi sentral merupakan salah satu mekanisme terjadinya
transisi nyeri akut menjadi nyeri kronik. Kaskade awal yang menyebabkan sensitisasi
perifer dan sensitisasi sentral di picu oleh pelepasan neurotransmitter eksitatorik
presinaptik dan pasca sinaptik seperti glutamat dan substansi P.

Tujuan: Membandingkan peningkatan kadar serum substansi P pada 12 jam pasca


operasi dan nilai visual analog skor pada 0 dan 12 jam pasca operasi antara analgesia
epidural dengan bupivakain murni dan bupivakain dengan ajuvan klonidin

Metode: penelitian ini merupakan penelitian acak tersamar ganda. Sampel 40 orang
dibagi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol mendapat epidural analgesia dengan
bupivacain murni dan kelompok kontrol mendapat epidural analgesia bupivakain
ditambah ajuvan klonidin dimana pemberian analgesia dilakukan pra insisi dan
dilanjutkan samapai pasca operasi. Kadar serum substansi P dinilai pra operasi dan 12
jam pasca operasi pada masing-masing kelompok perlakuan. Sedangkan nilai VAS diukur
pada 0 dan 12 jam pasca operasi

Hasil: Terdapat perbedaan kadar serum substansi P berupa penurunan secara bermakna
pada 12 jam pasca operasi baik pada kelompok kontrol dan perlakuan. Tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara rerata kadar serum substansi P antara kelompok
kontrol dan perlakuan pada 12 jam pasca operasi. Terdapat perbedan nilai VAS secara
bermakna pada 0 dan 12 jam pasca operasi antara kelompok kontrol dan perlakuan

Simpulan: epidural analgesia dengan bupivacain maupun dengan ajuvan klonidin yang
diberikan pra insisi yang dilanjutkan pasca operasi sama-sama efektif menurunkan kadar
substansi P pada 12 jam pasca operasi.

Kata kunci: analgesia epidural, klonidin, bupivakain, substansi P

PENDAHULUAN

Angka kejadian nyeri kronik pasca yang hebat mempunyai resiko yang lebih
operasi dilaporkan bervariasi, sebagai besar untuk mengalami nyeri kronik
contoh nyeri pasca operasi mastektomi, sesudahnya.11-13 Terapi terhadap nyeri
torakotomi, amputasi yang berlanjut pasca operasi yang agresif diperkirakan
menjadi nyeri kronik berkisar 50-70%, dan bisa mengurangi resiko terhadap
10% diantaranya mengalami nyeri yang berkembangnya nyeri akut pasca operasi
sangat parah.1-4 Nyeri pasca operasi juga menjadi nyeri kronik. Preventative
lazim terjadi setelah satu tahun pasca regional analgesia telah menunjukkan
operasi abdomen bawah, sternotomi, hasil yang menjanjikan meskipun data
histerektomi dan herniorapi dengan angka akan hal ini masih terbatas.
kejadian berkisar 25%.5-10
Proses inflamasi yang terjadi
Pasien dengan nyeri pasca operasi sebagai akibat proses pembedahan

194 Volume VI, Nomor 3, Tahun 2014


Jurnal Anestesiologi Indonesia

merupakan proses interaksi menyebabkan penurunan influks Ca2+


bidireksional antara inflamasi klasik kedalam ujung saraf, sehingga hal
yang diperankan oleh sel-sel tersebut menyebabkan inhibisi
inflamatori dengan ujung sel saraf pelepasan neurotransmiter termasuk
aferen yang mengeluarkan mediator substansi P dari ujung saraf.26
inflamasi secara antidromik, seperti
Penelitian ini bertujuan untuk
substansi P, Calsitonin gene related
melihat pengaruh penggunaan klonidin
protein (CGRP), neurokinin A yang
senagai ajuvan analgesia epidural
menyebabkan serangkaian respon
perioperatif terhadap peningkatan kadar
inflamasi lokal akibat rangsangan
serum substansi P 12 jam pasca operasi
nosiseptif yang berperan besar terhadap
dan juga nilai Visual analog skornya
terjadinya inflamasi neurogenik.14-18
pada 0 dan 12 jam pasca operasi.
Inflamasi neurogenik yang ditandai
dengan pelepasan dan peningkatan METODE
substansi P.19 Penghambatan pelepasan
mediator inflamasi yang mengaktifasi Penelitian ini termasuk jenis uji
saraf aferen baik diperifer maupun klinis acak tersamar ganda dengan
disentral oleh obat-obat analgesia yang tujuan mengetahui pengaruh pemberian
diberikan perioperatif merupakan adjuvan klonidin pada analgesia
tujuan utama dalam pencegahan transisi epidural perioperasi terhadap
nyeri akut menjadi nyeri kronik. peningkatan kadar serum substansi P
12 jam pasca operasi dan nilai VAS 0
Klonidin, ketika digunakan dan 12 jam pasca operasi. Tempat
bersamaan dengan obat lokal anestesi penelitian di RSUP Dr. Kariadi pada
sebagai teknik regional anestesi, bisa periode Januari Februari 2014.
mengurangi kejadian nyeri kronik pasca Populasi penelitian adalah Pasien yang
operasi.20 Kaskade awal yang menjalani operasi laparotomi di RSUP
menyebabkan sensitisasi perifer dan Dr. Kariadi. Sampel yang memenuhi
sensitisasi sentral di picu oleh kriteria inklusi dan eksklusi,
pelepasan neurotransmitter eksitatorik menggunakan consecutive sampling ,
presinaptik dan pasca sinaptik seperti berjumlah 20 orang, dibagi menjadi dua
glutamat dan substansi P.21,22 Pada kelompok, yaitu: kelompok P1:
jaringan yang mengalami luka bakar Pemberian analgesi epidural
kadar substansi P pada jaringan kulit bupivakain 0,25% pra insisi dilanjutkan
deep partial thickness mulai meningkat bupivakain 0,125% infus kontinyu 5 cc/
setelah 4 jam dan mencapai puncaknya jam pasca operasi;dan kelompok P2:
pada 12 dan 18 jam setelahnya.23 Pemberian analgesi epidural perioperasi
Klonidin mengurangi pelepasan bupivakain 0,25% ditambah ajuvan
substansi P jika diberikan secara klonidin dosis 75 g sebelum insisi dan
sentral.24,25 Aktivasi reseptor 2 bisa bupivakain 0,125% ditambah klonidin

Volume VI, Nomor 3, Tahun 2014 195


Jurnal Anestesiologi Indonesia

0,6 g/cc infus kontinyu 5cc/jam pasca dan bupivakain 0,125% ditambah
operasi dilanjutkan bupivakain klonidin 0,6 g/cc infus kontinyu 5cc/
0,125% infus kontinyu 5 cc/jam pasca jam pada kelompok P2. Kadar serum
operasi. Kriteria inklusi adalah : umur substansi P diperiksa 12 jam pasca
16-65 tahun, Pasien dijadwalkan operasi. Nilai VAS dinilai pada jam ke
operasi laparotomi dengan status Fisik 0 dan 12 jam pasca operasi pada saat
ASA I-II dan bersedia diikutkan dalam istirahat dan pada saat bergerak.
penelitian. Kriteria ekslusi adalah
HASIL
pasien dengan hipertensi tidak
terkontrol, angina pektoris, gagal Karakteristik Sebaran Umur ,
jantung, pengobatan antidepresan Jenis Kelamin, jenis operasi dan lama
trisiklik, agonis alfa2 atau opioid, ada operasi lihat tabel 1.
kontra indikasi epidural anaestesi, dan
tidak memiliki riwayat sakit autoimun Nilai dinyatakan dengan rerata
dan simpang baku. Uji independent t
Sebelum dilakukan pembiusan dan uji pearson Chi-square terhadap
pasien diambil darahnya untuk karakteristik kedua kelompok
mengukur kadar serum substansi P menunjukkan perbedaan tidak
awal. Pasien diberikan premedikasi bermakna (p > 0,05), sehingga dapat
midazolam 0,8 mg/kgBB. Kemudian dibandingkan.
pasien dipasang kateter epidural dengan
teknik lose of resistance, epidural space Untuk kadar serum substansi P
diidentifikasi pada vertebra lumbal 1-2 pra operasi dan 12 jam pasca operasi
atau L1-T12, kemudian kateter antara kelompok kontrol dan perlakuan
dimasukkan 3-5 cm dari epidural space. didapatkan hasil seperti pada tabel 3.
Test dose diberikan dengan lidokain
Dari data diatas dengan uji
ditambah epineprine 1:200000 3cc.
paired t didapatkan Kadar serum
Induksi dilakukan dengan propofol 2-
substansi P pada kelompok kontrol pra
2,5 mg/kgBB, fentanil 2g/kgBB,
operasi dan 12 jam pasca operasi
vekuronium 0,1 mg/kgBB.
didapatkan hasil penurunan yang
Pemeliharaan anestesi dengan
berbeda bermakna (p<0,05). Sedangkan
isoflurane 1 MAC, analgesia diberikan
untuk kelompok perlakuan dengan uji
dengan bupivakain 0,25% 16 cc pada
paired t untuk kadar serum substansi P
kelompok kontrol dan bupivakain
sebelum dan 12 jam pasca operasi
0,25% 16 cc ditambah ajuvan klonidin
didapatkan hasil penurunan yang juga
75 g diberikan 15 menit sebelum
berbeda bermakna (P<0,05).
insisi dengan target dermatom T5-6.
Pasca operasi pasien diberikan analgesi Untuk perbandingan rerata
epidural bupivakain 0,125% infus kadar serum substansi P pra operasi
kontinyu 5cc/jam pada kelompok P1 antara kelompok kontrol dan perlakuan

196 Volume VI, Nomor 3, Tahun 2014


Jurnal Anestesiologi Indonesia

dengan uji independent t didapatkan Meskipun substansi P dipahami berasal


nilai tidak berbeda bermakna (p>0,05) dari neuronal sebagaimana terjadi pada
sedang untuk perbandingan kadar proses inflamasi neurogenik, penelitian
serum substansi P 12 jam pasca operasi pada tikus menunjukkan substansi P
antara kelompok kontrol dan perlakuan juga diproduksi oleh sel inflamasi
dengan uji independent t juga seperti makrofag, eosinofil, limfosit dan
didapatka hasil yang tidak berbeda sel dendritik.27-30 Substansi P
bermakna (p>0,05). meningkatkan proliferasi limfosit dan
produksi imunoglobulin, meningkatkan
Untuk perbandingan nilai VAS
sekresi sitokin dari limfosit, monosit,
pada 0 dan 12 jam pasca operasi pada
makrofag dan sel mast.27-30 Substansi P
kelompok kontrol dan perlakuan
merangsang pelepasan mediator
didapatkan hasil seperti pada tabel 4.
inflamasi seperti sitokin, oxygen
Dari data diatas didapatkan radicals, derivat asam arakidonat dan
nilai VAS pada 0 dan 12 jam pasca histamin, menstimulasi sebukan lekosit
operasi dengan uji mann whitney pada pada daerah perlukaan sehingga
kelompok kontrol dan perlakuan memperkuat respon inflamasi.31
berbeda bermakna (p<0,05).
Pada neurotransmisi nyeri
PEMBAHASAN substansi P berperan dalam proses
sensitisasi perifer dan sensitisasi
Penelitian ini dilakukan untuk sentral. Substansi P dan glutamat
melihat kadar serum substansi P pada merupakan neurotransmiter eksitatorik
pasien yang menjalani operasi pre dan pasca sinaptik. Menariknya,
laparotomi yang diberikan analgesia sekitar 80% SP yang di hasilkan di
epidural bupivakain 0,25% 15 menit DRG di didistribusikan ke perifer
sebelum insisi sebagai preemptif dibandingkan ke sentral. Beberapa
analgesia dan dilanjutkan dengan enzim berperan dalam metabolisme SP
bupivakain 0,125% infus kontinyu diperifer yakni, netral endopeptidase
dibandingkan dengan kelompok dan angiotensin converting enzime.
perlakuan yang diberikan bupivakain
0,25% ditambah ajuvan klonidin 75 g Interaksi antara SP dan
dan dilanjutkan bupivakain 0,125% reseptornya secara langsung
ditambah klonidin 0,6 g/cc infus menyebabkan vasodilatsi dan
kontinyu. meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah sehingga terjadi ekstravasasi
Substansi P disintesis di plasma dan degranulasi mastosit. Sel
ribosom dimana protein yang lebih mast kemudian melepaskan histamin,
besar dirubah secara enzimatik menjadi yang akan memperkuat proses vaskuler
dekapeptida. Peptida ini tersebar luas di tadi dan mengaktivasi nosiseptor.
sistem saraf pusat maupun saraf perifer.

Volume VI, Nomor 3, Tahun 2014 197


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Limfosit, granulosit, dan makrofag ( nilai VAS < 4) baik pada kelompok
mempunyai reseptor untuk SP dan sel- kontrol maupun perlakuan. Pada
sel ini bisa distimulasi untuk neurotransmisi nyeri substansi P
memproduksi sitokin. Makrofag yang berperan dalam proses sensitisasi
distimulasi oleh SP bisa menghasilkan perifer dan sensitisasi sentral dimana
mediator inflamasi PGE2, tromboksan, sensitisasi perifer dan sensitisasi
dan juga sitokin proinflamasi seperti IL sentral merupakan salah satu
-1, IL-6, TNF alpha. Kemudian semua mekanisme terjadinya transisi nyeri
proses molekuler ini akan akut menjadi nyeri kronik. Hal ini
menyebabkan produksi dan pelepasan sesuai dengan penelitian sebelumnya
SP, sehingga proses ini merupakan yang dilakukan oleh Wu dkk dimana
sebuah lingkarang setan. Lebih lanjut bupivakain epidural yang diberikan pra
mekanisme ini tidak hanya melibatkan insisi memberikan efek analgesia yang
serabut saraf pada jaringan luka tetapi lebih baik pasca operasi abdomen atas
juga meluas ke sekitar jaringan luka, pada hari pertama pasca operasi.35 Hasil
sehingga menyebabkan hiperalgesia penelitian ini juga mempunyai
sekunder.32,33,34 kesesuaian dengan penelitian yang
memberikan analgesia epidural
Pemilihan metode pemberian
sebelum torakotomi dan dilanjutkan
analgesia epidural secara infus kontinyu
pasca operasi dimana ditemukan
pada penelitian ini adalah untuk
kejadian nyeri kronik setelah 6 bulan
menjaga level analgesia dan
pasca operasi yang lebih sedikit
meminimalisir efek samping respirasi
dibandingkan dengan pasien yang
maupun kardiovaskuler yang bisa
diberikan patient controlled analgesia
terjadi pada pemberian dengan metode
intravena opioid untuk analgesia pasca
bolus intermiten. Disamping substansi
operasi.36 Begitu juga dengan penelitian
P pada penelitian ini juga dilihat nilai
pada pasien yang menjalani operasi
VAS antara kelompok kontrol dan
reseksi kolon, pemberian analgesia
perlakuan pada 0 dan 12 jam pasca
epidural kontinyu perioperatif bisa
operasi.
menurunkan risiko perkembangan nyeri
Pada penelitian ini perbedaan yang persisten sampai satu tahun
kadar serum substansi P pra operasi dan dibandingkan pasien yang mendapatkan
12 jam pasca operasi baik untuk analgesia secara intravena.37 Blok
kelompok kontrol maupun perlakuan paravertebra yang dilakukan sebelum
didapatkan perbedaan yang bermakna. insisi mengurangi prevalensi dan
Substansi P merupakan neurotransmiter intensitas nyeri pada 12 bulan pasca
nyeri yang utama, penurunan kadar operasi mammae juga mempunyai
serum substansi P baik pada kelompok kesesuaian dengan penelitian ini.38
kontrol dan perlakuan juga sesuai
Dari data diatas bisa dilihat efek
dengan rerata nilai VAS yang rendah

198 Volume VI, Nomor 3, Tahun 2014


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Tabel 1. Karakteristik Sebaran Umur , Jenis Kelamin, jenis operasi dan lama

Kelompok
Variabel p
perlakuan Kontrol
Umur 48,35 6,327 51,15 8,318 0,238
Jenis kelamin
Laki-laki 9 (45%) 5 (25%) 0,185
Perempuan 11 (55%) 15 (75%)
Jenis operasi
Laparatomi
9 (45%) 5 (25%) 0,185
eksplorasi
SOU CSS 11 (55%) 15 (75%)
Lama operasi (menit) 180,25 8,711 182,80 7,647 0,331
Keterangan :

Independent t Test Pearson Chi-Square

Tabel 3. Hasil uji beda Substansi P pra operasi dan 12 jam pasca operasi

Substansi P
Kelompok p
Pre Post
Perlakuan 90,66 14,528 57,18 9,971 0,000
Kontrol 89,37 11,972 62,46 8,485 0,000
0,760 0,079

Keterangan : Paired t Test


Independent t Test

Tabel 4. Nilai VAS pada 0 dan 12 jam pasca operasi

Kelompok
Variabel p
perlakuan Kontrol
VAS 0 1,60 0,503 1,55 0,510 0,752
VAS 12 1,10 0,308 1,40 0,503 0,031

Keterangan :

Volume VI, Nomor 3, Tahun 2014 199


Jurnal Anestesiologi Indonesia

pre-emptive dari pemberian analgesia berbeda secara bermakna. Klonidin


epidural yang dilanjutkan sebagai merupakan 2 agonis, salah satu ajuvan
analgesia pasca operasi baik untuk yang sering digunakan baik pada
kelompok kontrol maupun kelompok anestesi spinal maupun epidural. 2
perlakuan mempunyai kesesuaian agonis dimungkinkan memberikan
dengan penelitian-penelitian aktifitas analgesinya pada medula
sebelumnya. Hal diatas dimungkinkan spinalis.
karena pemberian analgetik sebelum
Untuk uji beda kadar serum
adanya stimulus nyeri akut lebih efektif
substansi P antara kelompok perlakuan
meminimalisir perubahan di kornu
dengan kontrol didapatkan nilai rerata
dorsalis medula spinalis yang
yang berbeda tidak bermakna. Hal ini
dihubungkan dengan sensitisasi sentral
dimungkinkan karena pemberian
dibandingkan pemberian analgetik yang
analgesia epidural baik pada kelompok
sama tersebut diberikan setelah
kontrol maupun perlakuan mempunyai
stimulus nyeri akut tersebut sudah
mempunyai efek pre-emptive dan
terjadi.37 karena sensitisasi sentral tidak
preventive yang baik. Dengan teknik
hanya berkaitan dengan insisi kulit
seperti ini dimungkinkan
tetapi juga perlukaan jaringan yang luas
penghambatan aferen yang cukup
selama operasi dan inflamasi pasca
sebelum irisan operasi yang berlanjut
operasi maka perhatian telah bergeser
sampai pasca operasi sehingga
dari yang hanya intervensi tunggal
mengurangi rentetan rangsangan
sebelum insisi (pre-emptive) ke
nosisepsi yang menyebabkan sensitisasi
preventive analgesia dimana pada
sentral. Sehingga meskipun bupivakain
teknik ini pemberian intervensi
diberikan ajuvan klonidin, dimana
analgesia yang sama dilanjutkan selama
klonidin sendiri mempunyai efek
stimulus yang berpotensi menyebabkan
mengurangi pelepasan substansi P
proses sensitisasi masih ada, yakni
tetapi tidak lebih efekif dalam
sampai pasca operasi.39 Jika kita lihat
mencegah terjadinya sensitisasi sentral
desain penelitian ini dengan fakta diatas
sebagaimana dilihat dari kadar serum
maka terlihat kesesuaian dengan adanya
substansi P yang merupakan
penurunan yang bermakna dari kadar
neurotransmiter utama terjadinya
serum substansi P baik pada kelompok
sensitisasi sentral dibanding bupivakain
kontrol maupun perlakuan.
murni.
Pemberian ajuvan klonidin
SIMPULAN
pada penelitian ini juga menunjukkan
peningkatan efikasi analgesia Dari hasil penelitian terhadap 40
sebagaimana penelitian sebelumnya.40 pasien yang menjalani operasi
Dimana nilai rerata VAS antara laparotomi yang mendapatkan
kelompok kontrol dengan perlakuan analgesia epidural dengan bupivakain

200 Volume VI, Nomor 3, Tahun 2014


Jurnal Anestesiologi Indonesia

pada kelompok kontrol dan questionnaire study. Ann Surg 2001; 233:1
7
bupivakain dengan ajuvan klonidin 9. Haythornthwaite JA, Raja SN, Fisher B,
sebelum insisi dan dilanjutkan pasca Frank SM, Brendler CB,Shir Y. Pain and
operasi secara infus kontinyu quality of life following radical retropubic
prostatectomy. J Urol 1998; 160: 17614
keduanya bisa menurunkan kadar 10. Gottschalk A, Smith DS, Jobes DR, et al.
serum substansi P secara bermakna. Preemptive epidural analgesia and
recovery from radical prostatectomy: a
Pemberian ajuvan klonidin pada randomized controlled trial. JAMA 1998;
bupivakain yang diberikan pra insisi 279: 107682
yang dilanjutkan pasca operasi tidak 11. Perkins FM, Kehlet H. Chronic pain as an
outcome of surgery. A review of predictive
menunjukkan perbedaan yang factors. Anesthesiology 2000; 93: 112333
bermakna terhadap penurunan kadar 12. Pluijms WA, Steegers MA, Verhagen AF,
serum substansi P dibandingkan Scheffer GJ, Wilder-Smith OH. Chronic
post-thoracotomy pain: a retrospec-tive
dengan pemberian bupivakain murni study. Acta Anaesthesiol Scand 2006; 50:
sebagai epidural analgesia dengan 8048
13. Katz J, Jackson M, Kavanagh BP, Sandler
cara pemberian yang sama. AN. Acute pain after thoracic surgery
predicts long-term post-thoracotomy pain.
DAFTAR PUSTAKA Clin J Pain 1996; 12:505
14. Hagains CE, Trevino LA, He JW, Liu H,
Peng YB. Contributions of dorsal root
1. neurogenic iKehlet H, Jensen TS, Woolf reex and axonal reex to formalin-
CJ. Persistent postsurgical pain: risk factors induced inammation. Brain Res 2010;
and prevention. Lancet 2006; 367: 161825 1359:907
2. Dworkin RH, McDermott MP, Raja SN. 15. Foreman JC. Peptides and nflammation.
Preventing chronic postsurgical pain: how Br Med Bull 1987; 43: 386.
much of a difference makes a difference? 16. Hinsey JC, Gasser HS. The component of
Anesthesiology 2010; 112: 5168 the dorsal root mediating vasodilation and
3. Katz J, Seltzer Z. Transition from acute to the Sherrington contracture. Am J Physiol
chronic postsurgical pain: risk factors and 1930; 92: 679
protective factors. Expert Rev Neurother 17. Chahl LA. Antidromic vasodilation and
2009; 9: 72344 neurogenic inflammation. Pharmacol Ther
4. Gartner R, Jensen MB, Nielsen J, Ewertz 1988; 37: 275-300.
M, Kroman N, Kehlet H. daPrevalence of 18. Cavagnaro J, Lewis RM. Bidirectional
and factors associated with persistent pain regulatory circuit between the immune and
following breast cancer surgery. JAMA neuroendocrine systems. Year Immunol
2009; 302: 198592 1989; 4: 241-252.
5. Katz J, Cohen L. Preventive analgesia is 19. Lambiase A, Bonini S, Micera A, Tirassa
associated with reduced pain disability 3 P, Magrini L, Bonini S, Aloe L. Increased
weeks but not 6 months after major plasma levels of substance P in vernal
gynecologic surgery by laparotomy. keratoconjunctivitis. Investigative
Anesthesiology 2004; 101:16974 opthalmology & visual science 1997;10
6. Bruce J, Poobalan AS, Smith WC, (38):2161-64
Chambers WA. Quantitative assessment of 20. Searle RD, Simpson KH.Cronic post-
chronic postsurgical pain using the McGill surgical pain. Cont Edu Anaesth Crit Care
Pain Questionnaire. Clin J Pain 2004; 20:70 & Pain. 2010;10(1):12-14.
5 21. Coderre TJ, Melzack R. Central neural
7. Kalso E, Mennander S, Tasmuth T, mediators of secondary hyperalgesia
Nilsson E. Chronic poststernotomy pain. following heat injury in rats: neuropeptides
Acta Anaesthesiol Scand 2001; 45: 9359 and excitatory amino acids. Nerurosci Lett
8. Bay-Nielsen M, Perkins FM, Kehlet H. 1991;131:71-4
Pain and functional impairment 1 year 22. Ferreira SH, Lorenzetti BB. Glutamate
after inguinal herniorrhaphy: a nationwide spinal retrograde sensitization of primary

Volume VI, Nomor 3, Tahun 2014 201


Jurnal Anestesiologi Indonesia

sensory neurons associated with 32. Trivedi M, Bergata N.V. Serum


nociception. Neuropharmacology concentration of substance P in
1994;33:1479-85 cholelitiasis. Annals of hepatology. 2010;
23. Papp A, Valtonen P. Tissue substance P 9(2):177-180
level in acute experimental burns.Burns 33. Lambiase A, Bonini S, Micera A, Tirassa
2006;32:842-45 P, Magrini L, Aloe L, et al. Increase
24. Kamisaki Y, Hamada T, Maeda K, plasma level of substance P in vernal
Ishimura M, Itoh T. Presynaptic alpha-2 keratoconjungtivitis.investigative
adrenoceptors inhibit glutamate release opthalmology and visual science. 1999;32
from rat spinal cord synaptosome. J (10):2161-64.
Neurochem 1993;60:522-6 34. Woolf CJ, Salter MW. Neuronal plasticity:
25. Gong H, Liu Q, Yang X, Liu Z, Liu G, Li increasing the gain in pain. Science
Z. Effects of selective alpha 2- 2000;288(5472):1765-9.
adrenoreseptor stimulation on capsaicin- 35. Wu CT, Yeh CC, Yu JC, Lee MM, Tao PL,
evoked substance P release from primary Ho ST, et al. Pre-incisional epidural
cultured dorsal root ganglion neurons. ketamine, morphine and bupivacaine
Pharmazie 2010; 65: 202-5 combined with epidural and general
26. Gertler, R., Brown, H.C., Mitchell, D.H. anaesthesia provides pre-emptive analgesia
and Silvius, E.N. (2001) for upper abdominal surgery. Acta
Dexmedetomidine: a novel sedative- Anaesthesia Scand 2000; 44:63-8
analgesic agent. Baylor University 36. Senturk M, Ozcan PE, Talu GK et al. The
Medical Center Proceedings 14, 13-21. effects of three different analgesia
27. Bost KL, Breeding SA, Pascual DW. techniques on long-term postthoracotomy
Modulation of the mRNAs encoding pain. Anesth Analg 2002;94(1):11-5
substance P and its receptor in rat 37. Lavandhomme P, De Kock M, Waterloos
macrophages by LPS. Reg Immunol 1992; H. Intraoperative epidural analgesia
4(2):105112. combined with ketamine provides effective
28. Killingsworth CR, Shore SA, Alessandrini preventive analgesia in patients undergoing
F, Dey RD, Paulauskis JD. Rat alveolar major digestive surgery. Anesthesiology
macrophages express preprotachykinin 2005;103(4):813-20
gene-I mRNA-encoding tachykinins. Am J 38. Kairaluoma PM, Bachmann MS,
Physiol 1997; 273(5 Pt 1):L1073L1081 Rosenberg PH et al. Preincisional
29. Joos GF, Germonpre PR, Pauwels RA. paravertebral block reduces the prevalence
Role of tachykinins in asthma. Allergy of chronic pain after breast surgery. Anest
2000; 55(4):321337. Analg 2006;103(3):703-8
30. Holzer P, Holzer-Petsche U. Tachykinins 39. Dahl JB, Moiniche S. Pre-emptive
in the gut. Part II. Roles in neural analgesia. Br Med Bull 2004;71:13-27
excitation, secretion, and inammation. 40. Jyothi, H. Verma, S. Safiya: A Prospective
Pharmacol Ther 1997;73(3):219263. Randomised Study Of Combination Of
31. Oconnor TM, OConnell J, OBrien DI, Epidural Bupivacaine With Clonidine And
Goode T, Bredin CP, Shanahan F. The Bupivacaine For Postoperative
Role of substance P in inflammatory Analgesia. The Internet Journal of
disease. Journal of cellular physiology. Anesthesiology 2012; 30(2). DOI:
2004;201: 167-180 10.5580/2b74

202 Volume VI, Nomor 3, Tahun 2014

You might also like