You are on page 1of 19

KONSEP TEORI

A. Pengertian

Asma adalah penyakit paru obstruktif, difus dengan hiperreaktivitas jalan


napas terhadap berbagai rangsangan dan tingginya tingkat reversibilitas proses
obstruktif, yang dapat terjadi secara spontan atau sebagai akibat pengobatan.
Asma juga dikenal sebagai penyakit jalan napas reaktif. (Ngastiyah, 2005: 82-
83).

Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh


spasme akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara
dan penurunan ventilasi alveolus. (Huddak & Gallo)

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana


trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
(Smeltzer, 2002 : 611)

Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika
bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 :
48).

B. Patofisologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang
alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat
pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat
dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka
antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang
telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat
(yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal
pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam
lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi dari pada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi
paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat
sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan
asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.

C. Klasifikasi
Berbagai pembagian asma pada anak, diantaranya adalah:
a. Asma episodik yang jarang
Biasanya terdapat pada anak usia 3-8 tahun. Pencetus utama dari asma
ini yaitu infeksi virus saluran nafas bagian atas, dengan banyaknya serangan
3-4 kali pertahun. Lamanya serangan dapat beberapa hari, jarang merupakan
serangan yang berat, gejala lebih berat pada malam hari.
b. Asma episodik sering
Pada golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3
tahun. Pada permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran nafas
akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas.
Biasanya orang tua menghubungkannya dengan perubahan udara, allergen,
aktivitas fisik dan stress. Frekuensi serangan 3-4 kali dalam setahun, tiap
serangan biasanya beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi
serangan paling tinggi pada umur 8-13 tahun. Pada golongan lanjut kadang-
kadang sukar dibedakan dengan golongan asma kronik atau persisten.
c. Asma kronik atau persisten
Pada 25% anak golongan ini serangan pertama terjadi sebelum umur 6
bulan: 75% sebelum umur 3 tahun. Pada lebih dari 50% anak terdapat
wheezing yang lama pada 2 tahun pertama, dan 50% sisanya serangannya
episodik. Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran
nafas yang persisten dan hampir selalu terdapat wheezing setiap hari, dan
pada malam hari terdapat batuk disertai wheezing. Aktivitas fisik juga sering
menyebabkan asma, seringkali memerlukan perawatan di rumah sakit.
Biasanya setelah mendapatkan penanganan anak dan orang tua baru
menyadari mengenai asma pada anak dan masalahnya. Obstruksi jalan nafas
mencapai puncaknya pada umur 8-14 tahun, baru kemudian terjadi
perbaikan. Pada golongan dewasa muda, 50% golongan ini biasanya tetap
menderita asma persisten.

D. Tanda dan Gejala


a.Asma episodik yang jarang:
gejala muncul pada malam hari;
timbul wheezing kurang dari 3-4 hari;
batuk-batuk berlangsung sampai 10-14 hari;
tumbuh kembang anak biasanya tidak terganggu.
b. Asma episodik sering:
gejala muncul pada malam hari disertai batuk, disertai wheezing;
sering terbangun pada malam hari akibat sesak dan batuk;
waktu serangan lebih dari 1-2 minggu.
c. Asma kronik atau persisten:
sesak saat beraktifitas;
perubahan bentuk toraks (pigeon chest, barrel chest);
terdapat sulkus horizon;
gangguan pertumbuhan (tubuh kecil);
kemampuan aktivitas menurun;
sering tidak masuk sekolah sehingga prestasi belajar terganggu;
sebagian kecil mengalami gangguan psikososial.

E. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal, terdengar
bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya
tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk bernapas)
b. Pemeriksaan Fungsi Paru
1) Spirometri
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa
(KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan
ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan
instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk mendapatkan
nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa.
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi atau
rasio VEP1/KVP < 75%.
Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu
adanya perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan, atau setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator
oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2
minggu.Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan
diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan.
2) Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi.
Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan
perbaikan nilai APE > 15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau setelah
pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam yang
berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%.
Cara pemeriksaan variabilitas APE
Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan malam
hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.
APE malam APE pagi
Variabilitas harian = ------------------------------------- x 100%
(APE malam + APE pagi)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)
c. Pemeriksaan Tes Kulit (Skin Test)
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
d. Pemeriksaan Darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.Pemeriksaan ini hanya dilakukan
pada penderita dengan serangan asma berat atau status asmatikus.

F. Penatalaksanaan

Oksigen nasal atau masker dan terapi cairan parenteral.


Adrenalin 0,1- 0,2 ml larutan : 1 : 1000, subkutan. Bila perlu dapat
diulang setiap 20 menit sampai 3 kali.
Dilanjutkan atau disertai salah satu obat tersebut di bawah ini (per
oral) :
a. Golongan Beta 2- agonist untuk mengurangi bronkospasme :
Efedrin : 0,5 1 mg/kg/dosis, 3 kali/ 24 jam
Salbutamol : 0,1-0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/ 24 jam
Efeknya tachycardia, palpitasi, pusing, kepala, mual, disritmia, tremor,
hipertensi dan insomnia, . Intervensi keperawatan jelaskan pada orang tua
tentang efek samping obat dan monitor efek samping obat.

b. Golongan Bronkodilator, untuk dilatasi bronkus, mengurangi


bronkospasme dan meningkatkan bersihan jalan nafas.
Aminofilin : 4 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Teofilin : 3 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Pemberian melalui intravena jangan lebih dari 25 mg per menit.Efek
samping tachycardia, dysrhytmia, palpitasi, iritasi
gastrointistinal,rangsangan sistem saraf pusat;gejala toxic;sering
muntah,haus, demam ringan, palpitasi, tinnitis, dan kejang. Intervensi
keperawatan; atur aliran infus secara ketat, gunakan alat infus khusus
misalnya infus pump.

c. Golongan steroid, untuk mengurangi pembengkakan mukosa


bronkus. Prednison : 0,5 2 mg/kg/hari, untuk 3 hari (pada serangan
hebat).

G. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1) Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian
menjadi berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau
aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita
harus dirawat dengan terapi yang intensif.
2) Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
3) Hipoksemia adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat kekurangan
oksigen secara sistemik akibat inadekuatnya intake oksigen ke paru oleh
serangan asma.
4) Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru.
5) Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan
(obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di paru menggelembung
secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL (PATHWAY)

PATOFISIOLOGI / PATHWAYS ASMA

Anak dengan riwayat asma

Paparan terhadap factor predisposisi dan factor presipitasi

Reaksi hipersensitivitas
Saluran napas (bronkiolus)

Pengeluaran zat-zat : histamine


Anafilaksis yang berekasi lambat, (leukotrient
Kemotatik eosinofilik, dan bradikinin oleh sel mast

Spasme otot Sumbatan Edema Inflamasi


bronchus mukus dinding
bronchus

Mk: Bersihan
Jalan Nafas
Obstruksi sal nafas Alveoli tertutup
Tidak Efektif ( bronchospasme )
Mk: Gangguan
Hipoksemia pertukaran gas

Penyempitan jalan napas Asidosis metabolik

Mk: Defisit Pengetahuan

Penurunan volume aliran udara


ke paru
Upaya kompensasi tubuh
(Peningkatan kerja pernafasan)

Mk: Pola Nafas


Tidak Efektif Hyperventilasi nafsu makan menurun sesak nafas

Retensi CO2 intake oral tidak adekuat rasa tidak nyaman

Asidosis respiratorikMk: Mk: Gangguan


Ketidakseimbangan pola tidur
Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan Tubuh

BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:

Pemeriksaan Fisik:
a. Data Demografi:
Nama, usia, tempat tinggal, pekerjaan orang tua.
b. Riwayat kesehatan yang lalu:
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor
lingkungan.
Kaji riwayat pekerjaan pasien.
c. Aktivitas
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
Tidur dalam posisi duduk tinggi.
d. Pernapasan
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
Adanya bunyi napas mengi.
Adanya batuk berulang.
e. Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan darah.
Adanya peningkatan frekuensi jantung.
Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
Kemerahan atau berkeringat.

f. Integritas ego/psikologis
Ansietas
Ketakutan
Peka rangsangan
Gelisah
g. Asupan nutrisi
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
Penurunan berat badan karena anoreksia.
h. Hubungan sosial
Keterbatasan mobilitas fisik.
Susah bicara atau bicara terbata-bata.
Adanya ketergantungan pada orang lain.

Pemeriksaan penunjang:
Foto toraks normal diluar serangan, hiperinflasi saat serangan.
Faal paru (spirometri/ PEFR) menilai berat obstruksi,
reversibilitas, variabilitas
Uji provokasi bronkus membantu diagnosa
Status alergi skin prick test, Ig E, eosinofil count
4.1Diagnosa
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran
nafas (bronchospasme)
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(alveoli tertutup mukus)
4) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan asupan oral akibat anoreksia
5) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pernafasan/asma
7) Keletihan berhubungan dengan infeksi akut/asma
8) Ketidakefektifan pemilihan kesehatan berhubungan dengan kurang
pendidikan/kurang informasi

4.3Perencanaan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran
nafasbronkospasme
Tujuan :
Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan
sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal
keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya :
wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi
jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi
(empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses
infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala
tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan
dengan menggunakan gravitasi.

d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu


tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada
klien lansia, sakit akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional : Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme
bronkus.
f. Libatkan keluarga dalam perawatan anak

Rasional: Memberikan pendidikan pada keluarga untuk perawatan


dirumah

g. Kolaborasi obat sesuai indikasi.


Bronkodilator spiriva 11 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi
mukosa.
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
Tujuan :
Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam
batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi:
a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran
nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan
bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang
berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels,
wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas /
kegagalan pernafasan.
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
e. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan
ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
f. Pantau dan kaji pasien tiap 2 jam sekali
Rasional: mengetahui keadaan pasien setelah diberikan penanganan
untuk mengetahui mengkaji kekambuhan asma
g. Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit yang dapat kambuh
kapan saja
Rasional : memberikan pencegahan lebih parah terhadap pasien ketika
kambuh

h. Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan
Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas,
memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu
pengenceran sekret.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(alveoli tertutup mucus)
Tujuan:
Klien akan memperlihatkan kemampuan pertukaran gas yang
kembali normal

Kriteria Hasil:

Hasil AGD normal

PH (7,35 7,45)
PO2 (80 100 mmHg)

PCO2 ( 35 45 mmHg)

BE ( -2 - +2)

Tidak ada sianosis

Intervensi:
a. Mandiri
Kaji dan awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
Rasional: Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan
sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Palpasi fremitus
Rasional: Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumplan
cairan/udara.
Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional: Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat
menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Tingkatkan aktivitas secara bertahap
Rasional : menjelaskan bahwa fungsi pernafasan akan meningkat
dan dispnea akan menurun dengan melakukan latihan
Ajarkan individu untuk latihan nafas dalam dan latihan batuk yang
terkontrol lima kali setiap jam
Rasional : dapat mengatasi jika penyakit kambuh sewaktu-waktu
Bantu untuk reposisi, mengubah posisi tubuh dengan sering
Rsional : untuk membantu mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.

b. Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan
toleransi pasien.
Rasional: Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya
hipoksia.
Berikan sedatif
Rasional : memberikan ketenangan pada pasien setelah proses
penyakit
4) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan asupan oral akibat anoreksia
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik,
tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang
disediakan, berat badan dalam batas normal.
Intervensi:
a. Mandiri
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat
kerusakan makanan.
Rasional: Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena
dipsnea
Sering lakukan perawatan oral,buang sekret, berikan wadah khusus
untuk sekali pakai.
Rasional: Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat
menyebabkan mual/muntah dengan peningkatan kesulitan
nafas.
Tentukan kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat
Rasional: untuk mengontrol kebutuhan kalori agar seimbang
Timbang berat badan
Rasional: penurunan berat badan merupakan indikasi asupan yang
tidak seimbang
Ajarkan individu untuk istirahat sebelum makan
Rasional : istirahat dapat membuat pasien lebih tenang
Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional : asupan nutrisi yang adekuat dapat menjaga
keseimbangan nutrisi
Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : menentukan asupan gizi yang seimbang
b. Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk
makan, meningkatkan masukan.
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan :
Pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit menjadi
bertambah.

Kriteria hasil :
Mencari tentang proses penyakit :
- Klien dan keluarga mengerti tentang definisi asma
- Klien dan keluarga mengerti tentang penyebab dan
pencegahan dari asma
- Klien dan keluarga mengerti komplikasi dari asma
Intervensi:
a. Jelaskan tentang penyakit individu
Rasional: Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan
partisipasi pada rencana pengobatan.
b. Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak
diinginkan.
Rasional: Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek
samping mengganggu dan merugikan.
c. Tunjukkan tehnik penggunaan inhaler.
Rasional: Pemberian obat yang tepat meningkatkan keefektifannya.
d. Ajarkan perawatan pasien dirumah jika kambuh sewaktu-waktu
Rasional : mencegah terjadi resiko yang lebih parah tentang penyakit
e. Berikan informasi tentang pengobatan yang tepat dan efektif
Rasional : pengobatan yang tepat dapat mengurangi proses penyakit

4.4Implementasi
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan
intervensi atau rencana yang telah dibuat sebelumnya.

4.5Evaluasi
a. Jalan nafas kembali efektif.
b. Pola nafas kembali efektif.
c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah
A. Pengkajian
a. Identitas : Pada asma episodik yang jarang, biasanya
terdapat pada anak umur 3-8 tahun.Biasanya oleh infeksi virus
saluran pernapasan bagian atas. Pada asma episodik yang sering
terjadi, biasanya pada umur sebelum 3 tahun, dan berhubungan
dengan infeksi saluran napas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat
terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua
menghubungkan dengan perubahan cuaca, adanya alergen,
aktivitas fisik dan stres.Pada asma tipe ini frekwensi serangan
paling sering pada umur 8-13 tahun. Asma kronik atau persisten
terjadi 75% pada umur sebeluim 3 tahun.Pada umur 5-6 tahun
akan lebih jelas terjadi obstruksi saluran pernapasan yang
persisten dan hampir terdapat mengi setiap hari.Untuk jenis
kelamin tidak ada perbedaan yang jelas antara anak perempuan
dan laki-laki.
b. Keluhan utama: Batuk-batuk dan sesak napas.
c. Riwayat penyakit sekarang: Batuk, bersin, pilek, suara mengi dan sesak
napas.
d. Riwayat penyakit terdahulu: Anak pernah menderita penyakit yang sama
pada usia sebelumnya.
e. Riwayat penyakit keluarga: Penyakit ini ada hubungan dengan faktor
genetik dari ayah atau ibu, disamping faktor yang lain.
f. Riwayat kesehatan lingkungan: Bayi dan anak kecil sering berhubungan
dengan isi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih atau buluh binatang,
spora jamur yang terdapat di rumah, bahan iritan: minyak wangi, obat
semprot nyamuk dan asap rokok dari orang dewasa.Perubahan suhu
udara, angin dan kelembaban udara dapat dihubungkan dengan
percepatan terjadinya serangan asma
g. Pengkajian per sistem :
Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, batuk kering (tidak produktif), tachypnea, orthopnea, barrel chest,
penggunaan otot aksesori pernapasan, Peningkatan PCO2 dan
penurunan O2,sianosis, perkusi hipersonor, pada auskultasi terdengar
wheezing, ronchi basah sedang, ronchi kering musikal.
Sistem Cardiovaskuler
Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.
Sistem Persyarafan / neurologi
Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan kesadaran : gelisah,
rewel, cengeng apatis sopor coma.
Sistem perkemihan
Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang akibat sesak
nafas.
Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak toleransi terhadap makan dan
minum, mukosa mulut kering.
Sistem integument
Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, EM(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.

Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga.
BalaiPenerbit FKUI. Jakarta.

NANDA. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika


Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Suriadi dan Yuliana R.(2001) Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1 Penerbit
CV Sagung Seto Jakarta.

Wong, Donna, L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Jakarta:


EGC.

You might also like